Rabu, 31 Juli 2013

BLUE FLAME BAND (part 14)



Author              : Annisa Pamungkas
Main Cast          :
·        Lee Joon/Changsun (Mblaq)
·        Siwan (Ze:a)
·        Nichkhun (2PM)
·        Doojoon (Beast/B2ST)
·        Luhan (Exo-M)
Original cast     : Hye Ra, Soo In, Minjung, Sung Hye, Han Yoo
Support cast     :
·        Yong Hwa (CN Blue)  
·        Yoona (SNSD)
·        Minho (SHINee)
·        Yunho (TVXQ)
·        Sungmin (Super Junior)
Genre               : romance
Length              : part

***

        Joon menghentikan kegiatan makannya membuat Hye Ra sontak mendongak.
        “Kau sudah selesai?”
        Joon menghembuskan napas. “Jangan kau pikir aku tak memperhatikanmu. Kenapa kau terlihat resah sejak tadi?”
        “Hah?” hanya itu kata yang diucapkan Hye Ra.
        “Ku mohon ceritalah padaku,” seru Joon sambil menyentuh punggung tangan Hye Ra. Berusaha membuat gadis itu nyaman berada di dekatnya. “Kau kepikiran tentang pertunangan Sung Hye?”
        Hye Ra sontak menatap Joon karena pemuda itu bisa menebak dengan pasti apa yang ia pikirkan saat ini. Gadis itu buru-buru mengalihkan tatapannya. Tapi Joon justru sama sekali tak ingin melepaskan Hye Ra dalam tatapannya.
        “Kau masih memiliki rasa pada Doojoon?”
        Lagi-lagi ucapan pemuda itu berhasil kembali menyita perhatian Hye Ra pada Joon.
        “Ku mohon jangan ingatkan aku pada hal itu. Aku sungguh-sungguh ingin melupakan perasaanku padanya.”
        “Lalu, apa kau tidak ingin menyaksikan pertunangan Sung Hye?”
        “Maksudmu?”
        “Apa kau tidak tau bahwa pertunangan Sung Hye dipercepat menjadi malam ini?”
        Ucapan Joon sukses membuat Hye Ra membulatkan mata. Gadis itu buru-buru berdiri. “Kenapa kau tak bilang sejak tadi?” protesnya lalu meninggalkan pemuda itu di sana.
        “Hye Ra tunggu!” teriak Joon sambil berusaha mengeluarkan uang dari dompetnya secepat mungkin. Ia meninggalkan beberapa lembar uang di atas meja sebelum benar-benar mengejar Hye Ra yang sudah berlari cukup jauh.

***

        “Joonie hyung!” seru Luhan penuh semangat membuat Nichkhun, Minjung dan Han Yoo ikut menoleh setelah mendengar Luhan menyebut nama Joon. Mereka sedang ada di sebuah pesta. Pesta pertunangan Sung Hye lebih tepatnya.
        Joon melangkah perlahan mendekati Nichkhun dan Luhan bersama kekasih mereka. Ia menatap bingung karena dua temannya itu juga berada di sana. Di sampingnya, Joon menggandeng tangan Hye Ra.
        “Di mana Doojoon dan Siwan?” Tanya Joon dengan tatapan mengedar.
        Nichkhun dan Luhan saling melempar tatapan, juga dengan dua gadis bersama mereka. Saling memberi isyarat yang semakin membuat Joon dan Hye Ra bingung.
        “Katakan!” desak Joon tak sabar.
        “Kakaknya Soo In melahirkan. Siwan menemani gadis itu di rumah sakit,” jelas Nichkhun.
        “Benarkah?” pekik Hye Ra memastikan kebenaran pendengarannya. “Lalu Doojoon?”
        “Hye Ra, kau baru datang?” tegur seseorang sebelum Nichkhun, Luhan, Minjung ataupun Han Yoo sempat menjawab pertanyaan Hye Ra. Pemuda yang di maksud telah lebih dulu memunculkan dirinya bersama Sung Hye. “Kau juga, hyung?” kali ini sapaannya tertuju untuk Joon.
        “Kalian…” seru Joon dan Hye Ra setengah tak percaya melihat pemandangan di hadapannya. Mereka bahkan tak bisa berkomentar lebih saat melihat Doojoon yang datang sambil menggandeng tangan Sung Hye.

*flashback*
        Sung Hye memejamkan mata untuk menangkan diri, tapi justru air matanya kembali jatuh. Tangan Doojoon sudah bergerak sedikit, namun buru-buru ia tahan untuk tidak menyeka air mata Sung Hye menggunakan tangannya sendiri.
        “Yunho membatalkan pertunangan kami.”
        “Apa?” pekik Doojoon setengah terkejut. Ia masih menahan diri untuk tidak terlalu cepat-cepat mempercayai ucapan Sung Hye. Ia hanya ingin tak menjadi lebih sakit hati lagi dari saat ini jika ternyata itu semua hanya lelucon yang dibuat Sung Hye untuk sekedar menghiburnya. Dojoon menggeleng kuat, “tidak mungkin.”
        “Apa kau tidak ingin memperjuangkan ku? Memperjuangkan cinta kita?” Sung Hye menatap Doojoon dengan air mata yang kembali deras. Bahkan riasan di wajahnya sudah sedikit rusak akibat menangis sejak tadi.
        Belum ada respon positive yang ditunjukkan Doojoon.
        Sung Hye menyeka air matanya sebagai upaya agar ia behenti menangis. “Jika kau benar-benar ingin melepaskanku, kau akan menyesal. Aku bersumpah sampai kapanpun kau tidak akan bisa memilikiku!” ancam Sung Hye serius. Ia membalikkan badan lalu meninggalkan Doojoon.
        “Sung Hye tunggu!” tentu saja Doojoon tak menyia-nyiakan waktu untuk mengejar kekasihnya. Ia berusaha meraih tangan Sung Hye, namun gadis itu selalu menepiskan. “Maafkan aku.”
        Sung Hye tak menjawab. Ia tetap melangkah secepat mungkin untuk menghindari Doojoon. “Pergilah! Lupakan aku!” tentu saja Sung Hye merasa sakit mengatakan hal itu. Ia sangat tidak ingin berpisah dengan Doojoon.
        “Maaf, Sung Hye. Aku tidak berniat…” ucapan Doojoon terputus saat merasakan tangan Sung Hye menepiskan tangannya.
        “Hyung…”
        Doojoon berbalik. Ia terkejut mendapati Nichkhun dan Luhan bersama kekasih mereka berada di sana. Doojoon bahkan baru menyadari bahwa ia mengejar Sung Hye sampai ke rumah gadis itu. “Kalian…” perhatian Doojoon langsung beralih saat merasakan Sung Hye pergi dari sisinya. “Sung Hye!” Doojoon langsung mengejar gadis itu.
        Luhan melirik Nichkhun lalu mengangguk. Mereka mengejar Doojoon dan membiarkan Minjung juga Han Yoo berjalan di belakang. Luhan dan Nichkhun menahan tubuh Doojoon sebelum pemuda itu meraih tangan Sung Hye.
        “Cepat kau harus siap-siap!” seru Nichkun lalu menyeret Doojoon ke suatu tempat dan di bantu oleh Luhan.
        “Apa yang kalian lakukan?” Doojoon memberontak. “Lepas! Aku ingin bertemu Sung Hye.”
        “Nanti juga kau akan bertemu Sung Hye noona, hyung!” jelas Luhan, namun Doojoon tak mengerti maksud ucapan Luhan.
        Nichkhun memberikan Luhan isyarat agar kembali menyeret Doojoon. Dan akhirnya mereka sampai di sebuah ruangan.
        “Cepat ganti kemeja kusutmu itu,” perintah Nichkhun hampir bersamaan saat Luhan mendaratkan paksa stelan jas ke pelukan Doojoon.
        “Ini milik siapa? Kenapa kau berikan padaku?”
        “Milik Yunho. Kalau kau tidak mau menggantikannya bertunangan dengan Sung Hye noona, biar aku saja,” goda Luhan yang sudah siap meninggalkan ruangan itu, namun buru-buru Doojoon menarik belakang jas yang dikenakan Luhan.
        “Kenapa tidak katakan sejak tadi?” seru Doojoon polos.
        Nichkhun berdecak kesal. “Sepertinya kau sudah tertular penyakit tak peka milik Joon,” cibirnya.
*flashback off*

        “Kau bilang aku tak peka?” protes keras dilancarkan Joon pada Nichkhun meski Luhan yang tadi bercerita dibagian-bagian akhir.
        “Oppa, kau jangan merusak acara!” Minjung menghalangi tubuh kekasihnya dari jangkauan Joon. Sementara Nichkhun sendiri hanya terkekeh menyaksikan kekesalan leadernya itu.

***

        “Pagi, hyung.” Doojoon menyapa ceria kedatangan leadernya saat ia tengah sibuk menyiapkan sarapan di dapur. “Kau ingin ku buatkan sesuatu?” tawarnya.
        Joon tak menjawab. Ia memilih duduk di kursi makan setelah mengambil segelas air putih. Pemuda itu menatap Doojoon intens. “Sepertinya kau banyak berubah sejak kejadian semalam,” seru Joon menyelidik.
        Doojoon terkekeh sambil berbalik dan membawa sepiring roti panggang ke hadapan Joon. Ia duduk di samping leadernya. “Mungkin, aku sedang merasakan kebahagiaanku saat ini.” Jelas bahagia, karena Doojoon telah mendapatkan cintanya kembali. “Bagaimana hubunganmu dengan Hye Ra?”
        Joon perpikir terlebih dahulu sebelum menjawab.
        “Sepertinya kalian mulai dekat,” tebak Doojoon.
        “Joon, ada telpon untukmu.” Siwan masuk ke dapur sambil membawakan ponsel milik Joon.
        “Apa kalian sudah resmi berpacaran sekarang?” desak Doojoon karena ia sempat melihat sekilas nama Hye Ra tertera di layar ponsel Joon.
        Joon lebih memilih mengabaikan Doojoon untuk segera menjawab telpon dari Hye Ra. Ia juga sengaja meng-loadspeaker panggilannya. “Apa kau sudah sangat merindukanku sehingga menelpon sepagi ini?”
        Doojoon dan Siwan saling melempar tatapan, jijik dengan rayuan maut pagi hari milik Joon.
        “Ini bahkan sudah jam 10, Joon!” terdengar suara Hye Ra dari seberang sana. Mereka—Joon, Siwan dan Doojoon—langsung menoleh kompak ke arah jam dinding yang berada di dapur.
        “Ternyata kita kesiangan,” seru Siwan terkekeh.
        “Joon, kau masih di sana,” tegur Hye Ra.
        “Ah, iya aku masih di sini,” Joon merespon ucapan Hye Ra, namun sedetik kemudian ia melempar tatapan bingung pada Siwan dan Doojoon karena terdengar suara-suara bising dari arah Hye Ra berada. “Kau di mana sekarang? Kenapa di sana ribut sekali?”
        Hye Ra menyapu pandangannya ke sekeliling. Ia mencengkeram pegangan kopernya. Gadis itu sudah berada di bandara. Di Jepang lebih tepatnya. “Aku di bandara,” ujarnya lemah.
        “Untuk apa kau ke bandara?” Doojoon tak sabar untuk bertanya. “Apa Minho hyung akan ke luar kota? Jadi kau yang mengantarnya ke bandara.”
        Tiga pemuda itu menunggu Hye Ra menjawab pertanyaan Doojoon.
        “Aku mendapat kursus desain selama setengah tahun di Jepang.”
“Apa?” pekik Joon, Siwan dan Doojoon hampir bersamaan.
        “Jangan berbohong pada kami,” tuduh Doojoon yang tidak mempercayai perkataan Hye Ra.
        Hye Ra menghela napas. Ia sudah memperkirakan bahwa ini akan terjadi. “Kau bisa tanyakan pada Minho oppa. Dan sekarang, ijinkan aku bicara hanya pada Joon.”
        Joon segera menyambar ponsel lalu mematikan loadspeakernya. Ia meninggalkan dapur dan berjalan menuju balkon dorm mereka.
        “Bagaimana bisa kau ada di Jepang? Kita bahkan baru bertemu semalam,” cecar Joon yang masih tidak terima jika gadis itu kini berada jauh darinya.
        “Sebenarnya sejak kemarin aku ingin meminta maaf padamu. Tapi aku takut kau tidak memaafkanku.”
        “Minta maaf untuk apa? Jika aku tidak memaafkanmu, mungkin aku akan membiarkan kau sendirian di rooftop kampus.”
        Joon tak menyadari bahwa Siwan, Nichkhun, Doojoon dan Luhan mengawasinya dari balik pintu yang mengarah ke balkon. Mereka hanya menghela napas melihat Joon. Di saat yang lain sudah memiliki cinta, hanya tinggal Joon seorang diri. Pemuda itu bahkan harus ditinggal Hye Ra ke Jepang.
        “Maaf karena sejak pertama bertemu, aku menyusahkanmu. Bahkan aku membuat ‘Blue Flame’ terkena masalah dengan foto-foto ku bersama mu, Doojoon dan Siwan oppa.”
        Joon sudah membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi ia tidak bisa mengatakan sepatah katapun.
        “Maaf juga karena waktu itu aku sempat menghilang tak bertanggung jawab,” lanjut Hye Ra.
        Joon menghela napas. Ia sudah tidak tau harus berkata apa lagi pada gadis itu. “Apa tidak bisa lebih cepat dari setengah tahun?”
        Hye Ra tak tega mendengar permohonan Joon. Itu sebabnya mengapa ia tak ingin mengatakan keberangkatannya ke Jepang pada siapapun termasuk pada Joon. Bisa jadi gadis itu membatalkan keberangkatannya.
        Joon mengacak rambutnya, frustasi. Terlebih Hye Ra juga belum mengatakan apapun. Joon memutuskan kembali ke dalam. Member ‘Blue Flame’ yang lain tampak tersentak karena tertangkap mengawasi leader mereka. Tapi Joon justru tak peduli. Ia sedikit menabrak pundak Luhan saat melangkah ke dalam.
        Pemuda itu langsung menuju kamar, melempar ponselnya ke kasur lalu membuka laci meja di samping ranjangnya. Ia mengambil binder yang berisi jadwalnya bersama ‘Blue Flame’.
        “Joon, kau baik-baik saja?” tegur Nichkhun yang merasa khawatir dengan keadaan leadernya itu. Ia masuk ke kamar Joon bersama Siwan, Doojoon dan Luhan juga.
        Joon menoleh tajam. “Apa tidak ada jadwal kosong sampai dua bulan ke depan?”
        “Bahkan sebulan setelah itu jadwal kita sudah ditetapkan, hyung,” sambar Luhan.
        “Hah?” Joon duduk di tepi ranjangnya. “Jadwal ke Jepang juga tidak ada?”
        “Daftar tour Asia kita setelah penyelesaian album baru. Kita sekalian melakukan promosi di sana,” jelas Siwan.
        “Hyung, Hye Ra hanya setengah tahun di sana. Kau bersabarlah.” Doojoon berusaha menenangkan Joon, tapi yang ia dapat adalah sebalinya. Joon memberikannya tatapan membunuh.
        “Kau bisa bicara seperti itu karena kau sudah kembali pada kekasihmu. Kalian bahkan sudah bertunangan semalam.” Joon membanting bindernya ke lantai lalu pergi ke luar kamar, menerobos barisan anggotanya yang berdiri menghalangi pintu.
        Di depan pintu utama dorm ‘Blue Flame’, Joon menemukan bungkusan berwarna putih. Di depannya terdapat tulisan ‘untuk Joon, Doojoon dan Luhan’. Karena di sana juga tertera namanya, Joon menyobek kertas pembungkus. Ternyata isinya hanya pakaian. Dan itu pakaian yang ia dan Doojoon kenakan saat kehujanan di apartmen Hye Ra. Serta piyama milik Luhan yang ia pinjamkan pada Hye Ra.
        Joon membungkus kembali pakaian-pakaian tersebut dengan asal. Ia lalu melemparnya ke dalam sebelum kembali melanjutkan niatnya untuk meninggalkan dorm. Pemuda itu tidak tau saat ia melempar, bungkusan tadi tepat mengenai Nichkhun yang menyusulnya ke depan.

***

Tiga bulan kemudian.
        Selama itu pula, ‘Blue Flame’ disibukkan dengan jadwal rangkaian tour kota mereka sekaligus mempromosikan album mereka yang lalu. Selain itu, mereka juga disibukkan dengan latihan untuk mempersiapkan album terbaru mereka.
        Sementara itu di Jepang, Hye Ra yang baru sampai di apartmennya. Ia langsung membuka laptop dan menyambungkan ke internet. Menjelajahi setiap berita yang menyangkut tentang ‘Blue Flame’. Gadis itu kini justru sedang menonton penampilan ‘Blue Flame’ melalui internet.
        Hye Ra meninggalkan ruang tamu sebentar untuk mengambil minuman di dapur. Kegiatannya selama tiga bulan ia tinggal di Jepang hampir selalu sama. Setiap pulang ke apartmen adalah menonton penampilan Joon bersama ‘Blue Flame’. Dan biasanya setelah ini Joon akan menelponnya.
        Benar saja, ponsel Hye Ra berbunyi. Tapi ternyata bukan dari Joon, melainkan kakaknya, Minho. “Hallo, oppa!” Hye Ra menjawab telponnya dengan penuh semangat.
        “Kapan kau pulang. Besok aku menikah. Jika kau tidak datang, jangan anggap aku sebagai oppamu lagi,” cecar Minho dengan ancaman serius.
        Hye Ra menepuk keningnya. Bagimana bisa ia lupa dengan pernikahan kakaknya sendiri.
        “Yoona juga memarahiku terus karena kau belum bisa pulang. Ku rasa masalahmu bukan hanya denganku, tapi dengan Yoona juga,” lanjut Minho bahkan sebelum Hye Ra sempat merespon ucapannya.
        “Kau, Yoona eonnie, Joon, Doojoon, ‘Blue Flame’, dan mungkin Yong Hwa juga jika aku tau keberadaannya saat ini. Baiklah oppa. Aku akan memesan tiket sekarang,” ujar Hye Ra cepat-cepat sebelum Minho kembali menceramahinya. “Tapi besoknya aku akan segera kembali ke Jepang.”
        “Apa?” pekik Minho. “Tidak boleh. Minimal kau pulang selama seminggu.”
        “Bisa saja, tapi itu artinya aku akan lebih lama lagi berada di Jepang,” seru Hye Ra polos.
        “Hei! Jangan seperti itu!”

***

        Malam ini adalah hari bahagia untuk Minho dan Yoona. Resepsi pernikahan mereka berlangsung meriah. Di tambah lagi kedatangan lima member ‘Blue Flame’ yang langsung menjadi sorotan. Mereka juga membawa serta pasangan masing-masing.
        Memimpin di barisan terdepan, tampak Nichkhun yang dengan bangganya menggandeng tunangan tercinta, Minjung. Setelah itu di lanjutkan pasangan yang juga baru saja melaksanakan pertunangan dadakan mereka tiga bulan lalu, Doojoon dan Sung Hye. Menyusul kemudian Siwan dan Soo In yang belum lama meresmikan hubungan mereka. Dan terakhir Luhan datang bersama Han Yoo, mereka sudah tidak perlu menyembunyikan hubungan mereka lagi di muka umum.
        Ke empat member ‘Blue Flame’ beserta pasangan masing-masing, tiba di hadapan Minho dan Yoona untuk memberikan ucapan selamat kepada dua mempelai yang berbahagia.
        “Hyung, mana adikmu? Apa dia tidak pulang?” cecar Doojoon. Ia dan yang lain bahkan belum mengucapkan selamat.
        “Joonie hyung seperti orang gila setelah ditinggal Hye Ra ke Jepang,” sambung Luhan.
        “Apa Joon tidak datang?” Tanya Yoona khawatir. Segitu frustasinyakah seorang Joon, sampai-sampai ia tak datang di hari bahagia seorang gadis yang pernah mengisi hatinya? “Awas saja jika benar-benar dia tidak datang di acara pernikahanku.”
        “Dia datang, hanya saja Joon tidak mau muncul di hadapanmu bersama kami,” jelas Nichkhun.
        “Hye Ra sudah sampai tadi sore. Tapi aku tidak tau di mana dia sekarang,” ujar Minho sambil mengedarkan pandangannya. “Ponselnya aktiv, tapi tidak di angkat.” Ia juga mencoba menghubungi adiknya. “Astaga! Ke mana anak itu?”
        “Ya sudah, hyung. Nanti biar kami cari.” Siwan tampak menengahi. “Oiya, selamat atas pernikahan kalian.” Pemuda itu bergantian menyalami Minho dan Yoona.
        “Semoga kalian cepat menyusul kami,” ujar Yoona.
        Siwan dan yang lain saling melempar tatapan.
        “Kami sepertinya tidak akan menikah jika Joonie hyung belum menikah. Dia tidak akan membiarkan itu terjadi. Dia kan yang paling tua di sini,” ujar Luhan. “Mungkin aku yang terakhir kali menikah.”
        “Apa leader kalian masih suka seenaknya seperti itu?” tebak Yoona yang di jawab anggukan, terutama oleh Luhan.
        “Tapi bukankah Nichkhun juga sudah merencanakan pernikahan kalian?” Tanya Minho dengan tatapan tertuju pada pasangan artis, Nichkhun dan Minjung.
        “Kami memang sudah berencana, tapi belum tau kapan pastinya.” Minjung yang menjelaskan, sedangkan Nichkhun hanya mengangguk sebagai tanda setuju dengan ucapak kekasihnya itu.
        “Mungkin setelah Siwan menikah,” sambar Doojoon asal.
        Siwan melempar tatapan membunuh untuk Doojoon. “Aku masih muda. Masih ingin menikmati masa berpacaranku dengan Soo In.”
        “Tapi kau yang paling tua setelah Joon,” Nichkhun menimpali ucapan Doojoon. “Kau juga lebih tua dariku.”
        “Jangan sombong. Umur kita hanya berbeda beberapa bulan saja,” Siwan merasa tak terima dengan pernyataan Nichkhun meski kenyataan yang sebenarnya memang seperti itu. “Lagipula, bisa saja yang pertama menikah itu Nichkhun, lalu Doojoon. Mereka kan sudah bertunangan.”
        Luhan tampak sangat mendukung ucapan Siwan. “Benar, hyung!”
        “Aku masih ingin melanjutkan studiku,” Sung Hye tak ingin tinggal diam.
        “Setelah kita menikah kau masih tetap bisa melanjutkan kuliah,” bisik Doojoon untuk menggoda kekasihnya itu, meski sebenarnya suara Doojoon bisa terdengar sampai telinga orang-orang di dekatnya.
        Sung Hye hanya bisa menyikut perut Doojoon untuk menutupi ekspresi malunya membuat yang lain terkekeh melihat tingkah pasangan yang belum lama kembali bersatu.
        “Sudah sudah…” Yoona berusaha melerai. “Lebih baik kalian menikah di waktu yang sama.”
        “Itu bisa dipikirkan,” Siwan mewaliki yang lain merespon masukan yang diberikan Yoona.
“Apa kita akan mengajak Joonie hyung juga?” Tanya Luhan polos.
        “Jika Joon berjodoh dengan adikku, kalian tidak boleh bersikap seenaknya pada Joon,” Minho tampak membela Joon.
        “Belum apa-apa, kau sudah sangat membelanya, hyung.” Doojoon tampak tak terima dengan sikap Minho. Begitu pula dengan yang lainnya. Tapi tentu saja mereka tidak benar-benar serius bersikap seperti itu.
        “Sepertinya kita harus menunda dulu obrolan kita,” kata Nichkhun mengingatkan. “Sekali lagi, selamat ya hyung, noona. Doakan bias satu-persatu dari kami bisa segera menikah.” Nichkhun menyalami Yoona dan Minho bergantian. Lalu di susul dengan yang lainnya karena sudah banyak tamu undangan yang ingin mengucapkan selamat untuk Minho dan Yoona juga.

***

        Yoona menggandeng mesra tangan Minho saat akan kembali ke ruang ganti. Acara resepsi pernikahan mereka telah selesai. “Di mana Hye Ra?” Yoona masih mengkhawatirkan adik iparnya itu.
        Minho membuka pintu ruang ganti. “Mungkin dia…” ucapannya terputus saat mendapati Joon ternyata ada di sana, sedang duduk di sebuah kursi yang menghadap ke sebuah sofa panjang. Pemuda itu menoleh. Sementara pandangan Minho beralih ke seseorang yang tertidur di sofa panjang.
        “Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Yoona penuh selidik.
        “Aku hanya menunggui Hye Ra tidur,” Joon menunjuk gadis yang tertidur di sofa. Pemuda itu juga menyelimuti tubuh Hye Ra dengan jasnya. “Dia sangat kelelahan melakukan perjalanan jauh dari Jepang.”
        “Sudah berapa lama Hye Ra tidur?” Tanya Minho sambil melepaskan jas tuxedonya. Ia lalu duduk di lengan sofa tempat adiknya tertidur.
        Joon melirik arlojinya sambil berdiri. “Hampir satu jam. Dia bahkan tidak sadar saat aku mengubah posisi tidurnya.” Ia mengalah dan membiarkan Yoona untuk duduk di kursi yang ditinggalkannya. “Ah, iya. Sebaiknya kalian cepat membawa Hye Ra pulang. Dia sangat butuh istirahat yang banyak. Aku tau dia sangat sibuk selama di Jepang.”
        Minho berdiri dan menepuk-nepuk pundak Joon. “Terima kasih kau telah memberikan perhatian pada Hye Ra meski tidak secara langsung.”
        Joon menatap Minho bingung. Lalu ia menoleh ke arah Hye Ra sesaat. “Apa dia selalu mengadukan yang aku lakukan padanya terhadapmu?” Tanya Joon karena ia ragu dengan pemikirannya.
        “Jangan malu untuk mengakui itu dihadapanku. Hye Ra memang cukup terbuka padaku. Kecuali…” kali ini Minho juga melirik adiknya sekilas. “…keberangkatannya ke Jepang.”
        “Dia memang keras kepala.”
        “Tapi kau menyukainya kan, Joon?” goda Yoona. Meski awalnya berat, tapi kini Yoona sudah terbiasa memojokkan pemuda yang pernah ada di hatinya dengan gadis lain. Karena keadaan saat ini sudah jauh berbeda. Yoona sudah memiliki Minho, sedangkan Joon sudah berpaling pada Hye Ra.
        Sementara Joon hanya mengusap tengkuknya, gugup. Ia tak bisa menjawab pertanyaan Yoona. Minho dan Yoona terkekeh melihat tingkah Joon. Bisa di pastikan Joon memang memiliki perasaan khusus pada gadis bernama Hye Ra itu.
        “Ku mohon hentikan.” Rasa malu Joon sudah cukup memuncak. “Lebih baik aku pulang.”
        “Kau tidak ingin menunggu sampai Hye Ra bangun?” suara Yoona menghentikan langkah Joon.
        “Satu jam memandangi wajahnya, untukku sudah cukup.”
        Yoona dan Minho kompak menahan tawa mereka mendengar gombalan yang meluncur dari bibir Joon.
        “Aku serius!” protes Joon yang justru membuat tawa Yoona dan Minho meledak. Pemuda itu hanya bisa mendengus kesal. “Apa aku tidak pantas berkata seperti itu?”

***


Senin, 29 Juli 2013

WANNA BE LOVED YOU (part 5)



Author              : Annisa Pamungkas
Main Cast          : Infinite (Sungyeol, Hoya, Sunggyu, Myungsoo,
  Dongwoo, Woohyun, Sungjong)
Original cast     : Hye Ra, Haesa, Eun Gi
Support cast     : (Boy Friend) Jeongmin, Hyunseong, Minwoo,
  Donghyun, Youngmin, Kwangmin
Genre               : romance, family
Length              : part

***

        Setelah memarkirkan mobilnya, Myungsoo tidak langsung masuk ke kelas, tapi ia menuju pintu gerbang utama sekolahnya. Tak lupa Myungsoo membawa serta adiknya, Minwoo, untuk menemaninya di sana.
        “Kenapa tidak nanti saja kau ceritakan di kelas,” keluh Minwoo yang terlihat tak ikhlas menemani kakaknya.
        Myungsoo mengedarkan pandangan ke jalan raya seperti menunggu kedatangan sesuatu. “Hye Ra harus menjadi orang pertama yang tau. Tidak akan berkesan lagi kalau sudah sampai kelas.”
        Minwoo menepuk-nepuk pundak Myungsoo. Dengan sangat terpaksa Myungsoopun membalikkan badan. “Lalu kau anggap aku dan si kembar itu apa jika kau ingin Hye Ra noona jadi orang pertama yang tau?”
        “Ah, iya… Maaf Minwoo.” Hanya itu yang dikatakan Myungsoo, ia lalu kembali mengedarkan pandangannya ke jalan. Tak lama, Myungsoo tampak menegakkan badannya saat sebuah mobil yang sudah sangat ia kenal berhenti tak jauh dari gerbang.
        “Hyung, tunggu!” pekik Minwoo karena Myungsoo sudah lebih dulu melesat menuju mobil itu. Saat Minwoo menyusul, ternyata Myungsoo sudah membukakan pintu mobil dan menarik paksa Hye Ra untuk segera ikut bersamanya.
        “Ada apa dengan kakakmu?” tegur Sunggyu dari dalam mobil.
        Minwoo hanya mengangkat bahu. “Apa kabar hyung?” seru Minwoo setelahnya. Ia baru ingat bahwa sudah lama ia tak bertemu dengan kakak sepupunya itu karena kesibukan mereka masing-masing.
        “Baik. Hmm… maaf waktu itu aku tak sempat menjengukmu di rumah sakit,” ujar Sunggyu merasa bersalah.
        “Jangan khawatir, hyung. Lagi pula, aku hanya semalam saja dirawatnya.”
Sunggyu hanya mengangguk mendengar ucapan Minwoo. “Ya sudah, hyung harus berangkat ke café.”
        “Ku usahakan besok akan main ke cafemu hyung,” seru Minwoo sebelum Sunggyu pergi.
        Sunggyu pun bersiap pergi bersama mobilnya. “Ku tunggu ya,” ujarnya seolah Minwoo tidak boleh melupakan janjinya.
        “Iya. Hati-hati di jalan, hyung.”
        Setelah mobil Sunggyu melesat, Minwoo kembali ke dalam sekolah. Dan tentu saja Myungsoo dan Hye Ra sudah tidak terlihat di sana.

***

        Myungsoo menarik tangan Hye Ra sampai koridor di depan kelas mereka. Tapi Myungsoo tak langsung mengajak gadis itu ke dalam.
        “Ada apa?” Tanya Hye Ra curiga dengan sikap aneh yang ditunjukkan Myungsoo pagi ini.
        Myungsoo mengawasi sekitar. Beruntung pagi ini masih belum terlalu banyak siswa yang berlalu-lalang. Pemuda itu mendekatkan wajahnya ke telinga Hye Ra dan membisikkan sesuatu di sana.
        Mata Hye Ra perlahan melebar seiring dengan tiap kata yang dibisikkan Myungsoo. “Benarkah?” serunya untuk meyakinkan bahwa ia tak salah dengar.
        Myungsoo mengangguk penuh semangat.
        “Kapan kau melakukan itu?”
        “Kemarin setelah menelponmu.”
        “Kenapa tak kau katakan di telpon?” protes Hye Ra.
        Myungsoo hanya menyunggingkan senyumannya. “Aku ingin mengatakannya langsung padamu.”
        “Lalu, apa kau juga cerita pada Minwoo?” Tanya Hye Ra tak kalah senang dengan berita baik yang disampaikan sepupunya itu.
        Tapi kali ini wajah Myungsoo berubah murung. “Minwoo dan temannya yang kembar itu bahkan menguping saat aku menyatakan perasaanku pada Eun Gi.”
        Hye Ra terkekeh mendengar cerita kejahilan Minwoo terhadap kakaknya. “Youngmin dan Kwangmin juga?” tawa Hye Ra semakin menjadi. “Harusnya aku tidak pulang cepat kemarin.”
        Myungsoo menatap kesal Hye Ra yang tak bisa berhenti tertawa. “Jika kau masih tertawa, aku tidak tadi mentraktirmu makan.”
        Mendengar Myungsoo berniat mentraktir makan, Hye Ra bersusah payah berhenti tertawa. “Oke… Oke… Aku tidak akan tertawa,” serunya sambil sesekali menutup mulut. Ia belum bisa benar-benar menghentikan tawanya. Tapi kali ini Hye Ra benar-benar berhenti tertawa karena Myungsoo tak berhenti memberikannya tatapan membunuh. “Sudah, kan? Kau ingin mentraktiru di mana?”
        “Di café Sunggyu hyung,” jawab Myungsoo enteng.
        Hye Ra justru lebih memilih meninggalkan Myungsoo ke dalam kelas.
        “Hye Ra, tunggu!” teriak Myungsoo sambil mengejar. “Memangnya ada yang salah?”
        Hye Ra duduk di kursinya. Ia dan Myungsoo tak sadar jika mereka sedikit membuat kegaduhan saat baru datang. Dan tentu saja momen tadi sukses menyita perhatian Hoya dan Haesa yang juga sudah di sana.
        “Kau pasti akan meminta potongan harga. Aku tidak mau kakakku rugi karenamu.”

***

        “Hai Sungyeol oppa,” tegur Hye Ra saat baru sampai di café.
        Sungyeol menghentikan sejenak pekerjaannya. “Mau ku buatkan sesuatu?” tawarnya seperti biasa.
        Hye Ra meletakkan ranselnya di meja bar lalu menatap Sungyeol penuh arti. “Sepertinya aku sedikit merasa sakit ditenggorokanku.”
        “Bagaimana kalau ku buatkan lemon hangat?”
        “Sepertinya kau memang selalu mengerti diriku,” seru Hye Ra. Tanpa sadar ia mengagumi sosok Sungyeol dengan perhatian-perhatian kecil untuknya. “Ku tunggu, ya.”
        Sungyeol tampak tak bisa membendung senyumannya. “Benarkah aku bisa mengerti dirimu, Hye Ra?” gumam Sungyeol dalam hati. Tak lama pemuda itu mengantarkan minuman untuk Hye Ra.
        “Oppa, terima kasih.”
        Segera Sungyeol kembali ke tempatnya dan berkutat lagi dengan pekerjaannya.
        “Itu untuk siapa?” Tanya Hye Ra heran. Karena menurut pandangannya sudah tidak ada pelanggan yang menunggu minumannya di antar. Sementara Sungyeol sibuk membuatkan 3 gelas milk shake.
        “Untuk Woohyun hyung, Jeongmin dan Hyunseong. Mereka sudah sangat bekerja keras hari ini.”
        Hye Ra tertegun dengan ucapan Sungyeol tadi. “Ternyata dia memang perhatian pada siapa saja. Percaya diri sekali bahwa dia hanya peduli padaku.” Gadis itu mengalihkan pandangannya saat mendapati Sungyeol meliriknya.
        Sungyeol kembali tersenyum meski hanya melihat Hye Ra dari samping. Ia lalu memutar badannya ke belakang untuk memberikan minuman pada Woohyun melalui jendela yang terhubung ke arah dapur. Tak lama Jeongmin tampak mendekat ke tempatnya.
        “Mana Hyunseong?” Tanya Sungyeol. Namun tangannya tampak menyodorkan gelas ke arah Jeongmin.
        “Sepertinya ke toilet. Oh, ini untukku?” Jeongmin tampak terkejut mendapati Sungyeol memberikan minuman padanya. “Terima kasih,” ujarnya setelah Sungyeol mengangguk membenarkan pertanyaannya.
        Hye Ra berusaha mengalihkan pikirannya dari Sungyeol dengan menyibukkan diri bersama tugas sekolahnya.
        “Hye Ra…”
        Gadis itu mendongak saat ada seseorang yang menyebut namanya. Ternyata Sunggyu. “Oppa jadi pergi? Kapan akan pulang?”
        Sunggyu memang sudah rapih dan membawa sebuah ransel berukuran sedang. Ia ada acara kemping dari kampusnya. “Jangan membuatku mengurungkan niat untuk pergi,” ujar Sunggyu dengan berat hati.
        Hye Ra tersenyum untuk mengubah suasana. “Maaf, oppa. Kalau begitu kau boleh pergi. Dan untuk urusan café, serahkan padaku.”
        Sunggyu terkekeh melihat adiknya yang kelewat percaya diri. Ia lalu mengacak rambut Hye Ra dengan gemas membuat adiknya melotot tak terima. “Nanti akan aku bawakan sesuatu untukmu,” rayu Sunggyu agar ia tak terlalu terbebani untuk pergi.
        “Oleh-oleh yang ku ingin hanya oppaku.”
        Sunggyu tertegun mendengar ucapan adiknya. Biar bagaimanapun, memang hanya ia keluarga yang dimiliki Hye Ra sekarang. Meski ada Myungsoo dan Minwoo, tapi hubungan kakak adik kandung memang berbeda.
        “Hyung, sebaiknya kau cepat pergi.” Woohyun yang tiba-tiba muncul, langsung mendorong tubuh Sunggyu untuk menjauh dari Hye Ra. Bukan berniat jahat. Tapi Woohyun hanya ingin merubah suasana haru seprti tadi agar lebih ceria. “Kau tenang saja, aku dan yang lain akan menjaga adikmu dengan baik.”
        Jeongmin ikut membantu Woohyun membawa Sunggyu ke luar dari café.
        “Kau jaga diri,” teriak Sunggyu dari kejauhan.

***

        Hyunseong mengetuk-ngetuk pintu ruangan Sunggyu. “Hye Ra!” teriaknya karena gadis itu yang berada di sana.
        Tak lama terdengar pintu terbuka dengan kasar. “Ada apa?” Tanya Hye Ra mendengar kepanikan Jeongmin.
        “Ada pelanggan yang ingin protes,” seru Jeongmin. Dan Hye Ra segera melesat ke luar bahkan sebelum Jeongmin menjelaskan kronologi kejadian yang sebenarnya.
        Di dekat salah satu meja pelanggan Hye Ra mendapati Sungyeol sedang membereskan pecahan gelas yang berserakan di lantai. Karena Sunggyu sedang tidak berada di tempat, gadis itu lah yang menggantikan posisi kakaknya.
        “Maaf tuan, kami akan…”
        “Hye Ra?”
        Gadis itu mendongak dan mendapati Dongwoo di sana. “Kenapa kau ada di sini?” protesnya dengan nada bicara yang berubah 180 derajat dari niat sebelumnya yang ingin meminta maaf.
        Dongwoo menatap Hye Ra tak berkedip. “Jadi kau pemilik café ini?” serunya kagum.
        Hye Ra sendiri tampak malas meladeni Dongwoo. “Sudahlah, aku akan mengganti pesananmu,” Hye Ra hendak pergi, namun tangannya di tahan oleh Dongwoo.
        “Duduk! Dan aku tidak akan berbuat macam-macam pada cafemu,” ujar Dongwoo serius. Ada nada setengah mengancam di sana.
        Hye Ra setengah mati menahan kesal. Andai saja ia sedang tidak menggantikan posisi kakaknya. Mungkin ia sudah menendang Dongwoo ke luar dari cafenya. Namun keadaan sebenarnya tidak seperti itu. Hye Ra tidak bisa bahkan tidak boleh melawan pelanggan. Meski itu seorang Dongwoo sekalipun.
        “Temani aku makan sebentar,” ujar Dongwoo lagi.
        Dengan sangat terpaksa gadis itu menghempaskan tubuhnya ke kursi di depan Dongwoo. Namun matanya menatap nanar punggung Sungyeol yang semakin menjauh.
        Woohyun ke luar menghampiri Hyunseong di dekat meja bar tepat saat Sungyeol berjalan juga ke arah sana, namun pemuda itu langsung ke belakang.
        “Ada apa?” Tanya Woohyun setengah panic.
        “Sebenarnya Dongwoo yang tak sengaja menabrak Sungyeol. Tapi Sungyeol yang merasa bersalah. Jadinya Dongwoo memaksa minta dipanggilkan menejer kita. Kau tau kan Sunggyu hyung sedang tidak di sini, jadilah Hye Ra yang terpaksa menemui Dongwoo,” jelas Hyunseong panjang lebar.
        Tawa Woohyun terdengar tertahan. Saat Hyunseong menoleh, Woohyun tertawa lepas. “Jadi Dongwoo…” Woohyun tak melanjutkan ucapannya karena sibuk tertawa. Ia memang mengetahui tentang fans Hye Ra nomor satu tersebut. Tak di sangka Dongwoo sangat beruntung dan pintar memanfaatkan kesempatan.
        Dari meja pelanggan, Hye Ra bisa melihat Woohyun yang sangat bahagia di atas penderitaannya yang harus terjebak bersama Dongwoo. Ia mencoba memberikan Woohyun tatapan mengancam, namun tampaknya itu tak berpengaruh apapun.
        Hye Ra mengalihkan pandangannya lalu jatuh pada buku yang biasa untuk mencatat pesanan pelanggan. Tampaknya itu yang tadi di bawa Sungyeol dan sekarang tertinggal di sana. Dongwoo sendiri tampaknya terlalu sibuk dengan makanannya. Diam-diam Hye Ra mengulurkan tangannya untuk meraih buku tersebut dan menuliskan sesuatu di sana.
        Tepat saat Jeongmin berlalu, Hye Ra dengan cepat melempar buku tersebut ke atas baki kosong yang akan di bawa Jeongmin kembali ke dapur. Jeongmin hanya menoleh sekilas tanpa mengurangi kecepatan langkahnya sedikitpun.
        Sementara itu Woohyun dan Hyunseong masih mengawasi Hye Ra dari depan meja bar.
“Sepertinya setelah ini Hye Ra akan benar-benar membunuh kit, hyung,” seru Hyunseong yang bergidik ngeri melihat betapa Hye Ra kesal setengah mati. Tangannya terulur untuk meraih buku di atas baki yang di bawa Jeongmin ke sana.
        Sementara Woohyun tetap terkekeh seolah ketakuta Hyunseong hanyalah lelucon biasa.
        Hyunseong menyenggol lengan Woohyun. Saat pemuda itu menoleh, ia membentangkan sebuah tulisan di buku tadi ke hadapan Woohyun. Somebody help me, pleaseee!!!
Lagi-lagi Woohyun terkekeh membaca tulisan tadi. Ia melirik Hye Ra yang tak pernah melepaskan pandangannya ke arah Woohyun dan Hyunseong. Woohyun tampak menggeleng untuk menggoda Hye Ra. Tentu saja Hye Ra membulatkan matanya dan jika Woohyun berada di dekat gadis itu, ia akan bisa mendengar sumpah serapah yang dilancarkan Hye Ra.
        Woohyun menyuruh Hyunseong dan Jeongmin yang mengurus Hye Ra, sementara dirinya harus kembali ke dapur. Hyunseong dan Jeongmin segera menuju meja tempat Hye Ra berada.
        “Hye Ra, Woohyun hyung membutuhkan bantuanmu,” seru Hyunseong. Tentu saja itu hanya bohong.
        Hye Ra bangkit, dan Dongwoo pun berusaha mengejar gadis itu namun Jeongmin lebih dulu menahannya untuk kembali duduk. “Kau hanya ingin ada yang menemani, kan? Aku akan menggangtikan Hye Ra di sini,” paksa Jeongmin sambil menyuruh Dongwoo untuk kembali duduk.
        “Hye Ra!” panggil Dongwoo, tapi Jeongmin dengan agresifnya tak membiarkan Dongwoo mengejar Hye Ra. Tentu saja itu semua bagian dari rencana yang ia susun bersama Hyunseong.
        “Oppa terima kasih telah menyelamatkanku,” ujar Hye Ra pada Hyunseong saat menuju dalam. Ia sengaja kembali ke ruangan Sunggyu. “Jika Dongwoo sudah pergi, kabari aku.”

***

        Hye Ra ke luar dari ruangan Sunggyu dan langsung menuju meja bar. Café sudah hampir tutup. Jeongmin, Hyunseong dan beberapa karyawan lain tampak sibuk membereskan café. Gadis itu duduk di kursi andalannya. Matanya tercengang melihat tumpukan buku-bukunya yang sudah rapih. Padahal ia ingat saat terakhir meninggalkan meja bar, kondisi meja cukup mengenaskan.
        Hye Ra melirik ke tempat biasa Sungyeol berada. Tapi hanya ada ponselnya di dekat meja kasir. “Mana Sungyeol oppa?” Tanya Hye Ra pada Jeongmin yang tak sengaja lewat di hadapannya.
        “Tadi dia buru-buru pulang,” jelas Jeongmin sambil berlalu.
        “Dia bilang ibunya sakit. tapi ku rasa Sungyeol juga dalam keadaan kurang sehat,” tambah Hyunseong yang juga melintas di hadapan gadis itu dari arah yang berlawanan dengan Jeongmin.
        “Berarti ponselnya tertinggal,” gumam Hye Ra yang sedetik kemudian menyambar ponsel milik Sungyeol dan membawanya ke dalam. Ke ruangan Sunggyu lebih tepatnya. Gadis itu memeriksa computer di meja kerja kakaknya. Mencari file yang berisi daftar alamat seluruh karyawan yang bekerja di café itu.
        Setelah menemukan alamat rumah tempat Sungyeol tinggal, Hye Ra mencatatnya dalam selembar kertas kecil. Beberapa kali gadis itu menatap dengan seksama tulisan tangannya. “Ini seperti alamat di daerah rumah lamaku sebelum ayah dan ibu meninggal,” ujar gadis itu pelan. Diperhatikannya sekali lagi kertas tadi. “Benar, tapi hanya berbeda blok dari rumahku.”
        Hye Ra segera melesat ke luar, kembali ke meja bar untuk mengambil ransel dan sweaternya. “Oppa, aku pulang duluan,” pamitnya pada Hyunseong yang kebetulan ada di sana.
        “Aku sebentar lagi menyelesaikan ini. Kau bisa pulang bersamaku.”
        “Aku ingin pulang sendiri saja.” Hye Ra menolak ajakan Hyunseong. “Sampaikan pada Woohyun oppa.” Gadis itu segera melesat menuju pintu ke luar.
        “Mau ku antar pulang?” tawar Jeongmin. Namun Hye Ra melambaikan tangannya menolak ajakan Jeongmin sambil tetap berjalan ke luar café.
        Karena alamat Sungyeol masih familiar untuknya, Hye Ra tak terlalu mengalami kesulitan mencarinya. Ia memilih naik bus karena hari juga belum terlalu malam meski jarak yang harus di tempuh tidak tidak terlalu dekat. Lagipula besok sekolahnya libur, jadi anggap saja ia sekalian jalan-jalan selagi Sunggyu tak ada.
        Selama perjalanan gadis it uterus berpikir. “Mungkinkah Sungyeol oppa benar-benar tinggal di sana?” tanyanya seorang diri. Terdengar cukup janggal bahwa Sungyeol tinggal di rumah mewah, sedangkan ia hanya bekerja di café yang tidak terlalu besar.
Akhirnya Hye Ra sampai di tempat tujuan. Gadis itu tampak ragu untuk menekan bel. Jika benar ini rumah keluarga Sungyeol, untuk apa pemuda itu mau bersusah payah bekerja di cafenya. Sungyeol bisa saja mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih baik dari pada harus sekedar menjadi pelayan café.
        “Ibu, hentikan! Telingaku sakit!”
        “Biar saja. Rasakan ini karena kau berani-beraninya mengerjai ibumu!”
        Terdengar sedikit keributan dari dalam rumah.
        “Iya iya, aku janji tidak akan melakukan itu lagi. Aku akan lebih berhati-hati lagi menjaga ponselku.”
        Di luar pagar, Hye Ra membeku mendengar suara pemuda itu. Sangat mirip dengan suara Sungyeol. Tapi Sungyeol yang ia kenal adalah pemuda baik yang tidak banyak bicara. Bukan seperti pemuda itu yang bahkan berani mengerjai ibunya. Entah apa yang telah dilakukan pemuda itu. Tapi yang pasti sudah membuat ibunya marah besar seperti tadi.
        Hye Ra menggeleng kuat dan berniat pergi dari sana. Baru saja berbalik, ia mendengar suara pintu terbuka.
        “Siapa?” teriak seseorang dari balik pagar.
        Hye Ra tak mungkin lagi untuk kabur. Ia menghela napas sebelum memutuskan untuk membalikkan badan.
        “Hye Ra?”
        “Sungyeol oppa?”
        Ternyata pemuda itu benar-benar Sungyeol. Sungyeol seorang karyawan café milik Sunggyu yang Hye Ra kenal. Buru-buru pemuda itu membukakan pintu pagar.
        “Ada apa kau ke sini?” Tanya Sungyeol panic seolah rahasia terbesarnya telah terbongkar. Tapi sepertinya, memang ada satu rahasia Sungyeol yang sudah terbongkar oleh Hye Ra. Yaitu bahwa pemuda bernama Lee Sungyeol yang bekerja di café milik Sunggyu adalah seorang anak orang kaya.
        “Aku…” Hye Ra tak meneruskan ucapannya karena merasakan tetesan air jatuh di puncak kepalanya. Saat mendongak dan menengadahkan tangan, tetesan air itu semakin banyak dan lama-kelamaan semakin deras.
        Tanpa perintah, Sungyeol menarik tangan Hye Ra dan membawanya ke dalam untuk berteduh. Dan tak ada penolakan dari gadis itu karena keadaannya memang tidak memungkinkan untuk menolak. Yang ada tubuh Hye Ra bisa basah kuyup karena kehujanan.
        “Kau belum jawab pertanyaanku,” seru Sungyeol menagih.
        “Ah, iya.” Hye Ra yang langsung teringat sesuatu, membuka ranselnya dan mengeluarkan sebuah ponsel. “Milikmu.” Gadis itu menyodorkan ponsel ke arah Sungyeol. “Tertinggal di meja bar.”
        Sungyeol terkesiap. Pemuda itu meraih ponsel dari tangan Hye Ra sambil menghela napas, lega. “Ku pikir benar-benar hilang.”
        “Kenapa tak mencoba menelponnya tadi. Mungkin yang akan menjawab aku, Jeongmin oppa atau Hyunseong oppa.”
        Sungyeol tak menjawab. Ia justru hanya menggaruk belakang kepalanya yang tidak dalam keadaan gatal. “Sebenarnya…” ucapan Sungyeol terputus saat mendengar suara pintu di belakang mereka terbuka.
        “Kenapa temanmu tidak di ajak masuk?”
        “Ibu…” Sungyeol tergugup mendapati ibunya di sana. Terlebih ia bersama seorang gadis di sana.
        Hye Ra mengangguk sekilas. Ia juga bingung harus melakukan apa di depan ibunya Sungyeol.
        “Ayo masuk…” ajak ibunya Sungyeol yang sudah menarik lengan Hye Ra.
Gadis itu sempat melirik Sungyeol, namun tak ada yang bisa di harapkan. Sungyeol hanya tersenyum kemudian mengikuti masuk ke dalam rumah.
        “Siapa namamu?” Tanya ibunya Sungyeol saat mengajak Hye Ra duduk di ruang tamu.
        Hye Ra menautkan jari-jarinya yang mulai terasa dingin. “Kim Hye Ra, tante.”
        Ibu Sungyeol menatap Hye Ra seperti melihat malaikat cantik. Wanita itu tersenyum lalu membelai rambut panjang Hye Ra yang sedang terurai membuat gadis itu gugup membeku. Sudah hampir dua tahun ia tak merasakan hal seperti itu. Namun itu juga yang membuat Sungyeol mengawasi mereka dengan waswas. Sungyeol tak sanggup membayangkan reaksi Hye Ra setelah ini. Mungkin Hye Ra akan marah, atau… benar-benar tak bisa di bayangkan.
        “Kalau kau tidak keberatan, kau boleh memanggilku ibu.”
        Bibir Hye Ra bergetar. Entah ia masih bisa menyebut kata itu atau tidak. Yang bisa ia lakukan sekarang adalah, mendekatkan tubuhnya ke arah ibunya Sungyeol lalu memeluk wanita itu sekuat-kuatnya. Menangis sekeras-kerasnya, melepaskan rindu pada seseorang yang sudah tidak bisa ia rengkuh lagi jiwanya.
        Begitupula baginya ibunya Sungyeol. Wanita itu seakan menemukan kembali putrinya yang hilang. Saat pertama kali bertemu, ia sudah jatuh cinta pada gadis itu. Bukan hanya ia, bahkan putranya pun sudah lebih dulu jatuh cinta pada Hye Ra.
        “Sungyeol!”
        Pemuda itu tersadar dari lamunannya saat ibunya meneriaki namanya. “Iya, bu.”
        “Kenapa kau hanya berdiri di sana? Ayo ambilkan Hye Ra minuman,” titah ibu Sungyeol.
        “Oh,” sahut Sungyeol singkat.
        “Oppa tidak usah,” suara Hye Ra menghentikan langkah Sungyeol. “Akui ingin pulang saja. Kapan-kapan aku akan main lagi ke sini.”
        Sungyeol mengurungkan niat untuk ke dalam. “Ya sudah. Aku ambil jaketku dulu di dalam.”
        “Pulang? Ini sudah malam dan lagi pula di luar hujannya deras. Ibu tidak setuju jika Sungyeol mengantarmu menggunakan motor.”
        “Lalu aku akan mengantar Hye Ra menggunakan apa? Bukankah ibu menyita mobilku dan mobil ibu juga sedang ada di bengkel?” protes Sungyeol. Benar-benar berbeda dengan Sungyeol yang Hye Ra kenal di café.
        “Siapa yang menyurukmu mengantar Hye Ra pulang?” ibu Sungyeol balik bertanya. “Ku rasa hujan akan turun lama. Hye Ra akan menginap di sini.” Ucapan ibunya Sungyeol sama sekali tak bisa di bantah. Dua remaja itu hanya bisa terkejut dan saling melempar tatapan satu sama lain tanpa ada yang bisa membantu.


***