Jumat, 27 Desember 2013

BLUE FLAME BAND 2 (part 6)



Author              : Annisa Pamungkas (@nniissaa11)
Main Cast          :
·        Lee Joon/Changsun (Mblaq)
·        Lee Minhyuk (BtoB)
·        Jung Yong Hwa (CN Blue)  
Original cast     : Hye Ra, Soo In, Minjung, Sung Hye, Han Yoo
Support cast     :
·        Im Siwan (Ze:a)
·        Nichkhun Horvejkul (2PM)
·        Yoon Doojoon (Beast/B2ST)
·        Luhan (Exo-M)
·        Im Yoona (SNSD)
·        Choi Minho (SHINee)
·        Choi Sulli (F(x))
·        Kim Himchan (B.A.P)
Genre               : romance
Length              : part

***

        Joon menyingkirkan majalah di hadapannya ketika merasakan kedatangan Hye Ra. Gadis itu duduk di seberang Joon yang sudah menunggunya di meja makan.
        “Kau akan ke mana setelah ini?” Tanya Hye Ra. Ia sangat mengerti kesibukan kekasihnya itu.
        “Aku ada tour luar kota. Mungkin selama 2 minggu. Kau jangan macam-macam tanpaku,” kata Joon seraya melepaskan jaketnya. Ada nada mengancam di sana.
        Hye Ra terkekeh mendengarnya sambil menyiapkan makanan untuk Joon. “Kau yang jangan macam-macam,” balasnya.
        Joon terkekeh lalu menerima piring nasi yang diberikan Hye Ra. Di sana ia melihat cincin yang masih melingkar di jari manis tangan kanan Hye Ra. “Kapan kita membeli cincin baru? Kau tidak malu memakainya? Aku seperti pemuda tak modal.”
        Hye Ra menatap cincin di tangannya. Ia lalu melirik tangan Joon. Ia juga masih mengenakan cincin ‘pertunangan dadakan’ mereka. “Kau sendiri, apa tidak malu mengenakan itu?” Hye Ra mengembalikan pertanyaan yang sama.
        Kini giliran Joon yang menatap tangannya. Memperhatikan dengan teliti. Cincin perak yang seakan tak ada harganya. Tapi tidak di mata Joon. “Selagi cincin ini kau yang memakaikannya untukku, aku akan tetap memakainya.”
        Hye Ra membatalkan niat menyuapkan makanan ke mulutnya. Ia menatao Joon, tertegun. Joon tipe pemuda yang menghargai perngorbanan di bandingkan harta. Dan mungkin hanya mereka pasangan yang mengenakan barang murah sebagai cincin ‘pertunangan’, tapi itu sangat berarti bagi mereka.
        Beberapa menit kemudian, mereka habiskan dengan saling diam. Baik Joon maupun Hye Ra sibuk dengan pikiran masing-masing.
        “Eonnie sangat beruntung jika dulu ia dan Joon berjodoh. Joon pemuda baik. Andai perasaanku padanya sedalam perasaannya padaku.”
        “Ada yang ingin kau katakan?” tegur Joon sedikit membuyarkan lamuan Hye Ra. Gadis itu menatap Joon dengan tatapan yang sulit di artikan.
        Hye Ra hanya menggeleng sambil mengukir senyuman terbaiknya. Seusai makan, Joon berinisiatif membereskan peralatan makan yang baru saja mereka gunakan ke dapur. Hye Ra membantu sambil menyusul di belakang Joon.

***

        “Changsun hyung pasti sudah berangkat ke luar kota.” Minhyuk tampak bicara seorang diri. Malam itu ia berjalan kaki di tengah kota sambil membawa kamera kesayangannya.
        Pemuda tampan itu mengarahkan kameranya ke beberapa sudut kota. Hingga tanpa sengaja lensa kameranya menangkap sepasang kekasih yang tengah bergandengan tangan dan melintas di depannya. Buru-buru Minhyuk menurunkan kamera tersebut.
        “Andai aku bisa melakukannya dengan Sulli atau mungkin… Hye Ra.” Minhyuk terkekeh sendiri dengan pikirannya. Ia kemudian melanjutkan perjalanan.
        Minhyuk tampak merapatkan jaketnya yang melindungi tubuh dari dinginnya angin malam. Belum ada sesuatu menarik yang ia temui. Kali ini Minhyuk memilih memasuki sebuah café kecil yang ia lalui untuk sekedar beristirahat sejenak.
        Sesampainya di sana ia langsung memesan secangkir susu vanilla  hangat dan mengambil posisi meja yang sedikit dalam. Tak lama pesanannya datang bersamaan dengan seorang pemuda yang menempati meja tepat di samping tempat Minhyuk berada. Namun Minhyuk tak terlalu menyadarinya.
        “Terima kasih,” kata Minhyuk pada pelayan yang mengantarkan minumannya.
        “Espresso. Tapi jangan terlalu panas,” kata pemuda itu.
        Minhyuk sempat mendengar pesanan permuda itu. Dan kali ini Minhyuk tampak sibuk mengotak-atik kameranya. Foto terakhir yang ia ambil selain saat berjalan-jalan tadi, adalah foto konser ‘Blue Flame’ di Jepang. Minhyuk mendapat tempat VVIP yang membuatnya leluasa menyaksikan aksi band tersebut. Tentu saja berkat campur tangan Joon juga.
        Kebanyakan hasil jepretan Minhyuk adalah foto Joon karena kakaknya itu sering berada di depan panggung. Dan hanya beberapa foto member ‘Blue Flame’ yang lain. Minhyuk tersenyum ketika melihat foto Joon yang jelas-jelas tersenyum ke arah kameranya. Jelas Joon menyadari bahwa itu adalah Minhyuk.
        “Bisa kau carikan arsitek untukku? Temanku yang kemarin tiba-tiba membatalkan projek untuk istrinya Minho. Sebenarnya aku ingin memberikan ini untuk Minhyuk.” Pemuda tadi sibuk berbicara dengan seseorang melalui ponsel.
Karena suara pemuda itu yang terdengar sampai tempatnya berada, Minhyuk sampai menoleh. Terlebih ketika namanya di sebut meski kemungkinannya sangat kecil bahwa Minhyuk yang dimaksud adalah dirinya.
“Tapi dia tak bisa di hubungi sampai sekarang. Dan seingatku, dia memang sudah kembali dari Jepang,” lanjut pemuda tadi. Ia sempat mengucapkan ‘terima kasih’ dengan suara pelan pada pelayan yang mengantar pesanannya. Dan saat itu pula, ia sempat melirik Minhyuk yang kali ini sudah jelas-jelas menatap penuh minat padanya.
        Tertangkap seperti itu, Minhyuk tidak pura-pura mengalihkan pandangannya. Ia tetap menatap lekat pemuda tersebut sambil berpikir. “Kau mirip temanku yang bernama Himchan,” kata Minhyuk dengan polosnya.
        Pemuda tadi sempat tersentak. Ia bahkan sampai memutuskan telponnya secara sepihak hanya karena Minhyuk. Pemuda itu lalu membawa serta minumannya dan pindah duduk, tepat berhadapan di meja yang sama dengan Minhyuk.
        “Minhyuk? Kau…”
        Minhyuk menegakkan tubuhnya. “Kau benar Himchan?”
        “Kau lupa padaku?” protes pemuda yang panggil Minhyuk dengan nama Himchan tadi.
        Minhyuk menertawai kejadian antara mereka. Himchan juga tampak ikut terkekeh. Mereka lalu berdiri dan saling berpelukan melepas rindu.
        “Kenapa kau tak menghubungiku kalau sudah sampai?” Lagi, Himchan sedikit melayangkan protes keras pada Minhyuk. Namun bekas luka-luka di wajah Minhyuk membuatnya terkejut. “Kau kenapa?” kini ganti rasa panic yang meliputi Himchan.
        “Sudahlah. Tidak penting,” kata Minhyuk, santai. Tapi ia tetap menceritakan pengalaman saat kembali menginjakkan kaki di Korea.
        Himchan mengangguk mengerti dengan cerita Minhyuk. Tiba-tiba Himchan teringat dengan pembicaraannya di telpon dengan seseorang. “Kau tau model cantik bernama Im Yoona?”
        Minhyuk membeku mendengar nama itu. Tentu saja ia tau. Yoona adalah gadis yang dicintai hyungnya, Lee Joon. “Ada apa dengannya?” Tanya Minhyuk senormal mungkin.
        “Adik iparnya itu seorang desainer muda.”
        Di tengah-tengah Himchan bercerita, Minhyuk tampak sibuk dengan pikirannya sendiri tentang Yoona. “Setauku Yoona anak tunggal. Jika dia memiliki adik ipar, itu artinya… Yoona sudah menikah? Dan seseorang yang di maksud Himchan adik dari suaminya? Lalu, siapa kekasih hyung sekarang?”
        “Mereka ingin membuka sebuah butik. Dan aku diminta  mencarikan arsitek untuk mendesain tata letak butik mereka nantinya. Kebetulan temanku itu membatalkan kerja sama. Beruntung aku bertemu denganmu di sini,” lanjut Himchan.
        “Jadi, kau memberikan pekerjaan ini untukku?” ulang Minhyuk untuk memastikan.
        Himchan menyeruput minumannya sambil mengangguk membenarkan. “Aku akan segera mengabari Yoona. Dan rencananya besok siang aku akan mempertemukan kalian.”
        Minhyuk mengangguk mengerti. “Akh, iya. Berikan nomor ponselmu.” Minhyuk langsung menyodorkan ponsel milik Joon yang diberikan padanya ke hadapan Himchan.

***

Jami oji annneun bam so sad tonight
Geudaewa hamkkehal su eomneun i bam
In the Midnight-igh-ight Midnight-ight
Ni saenggage jam mot deuneun Midnight
Dasi chajaon i bam so sad tonight
Geudaega eobsi dasi matneun i bam
In the Midnight-igh-ight Midnight-ight
Niga eobsi jam mot deuneun Midnight
(Midnight : ‘B2ST’)

        “Akh… hyung. Ini baru hari pertama. Dan aku sudah sangat merasa lelah sekali,” keluh Luhan saat seluruh member ‘Blue Flame’ kembali ke ruang ganti setelah melakukan kegiatan konser pagi tadi. Ia bahkan langsung merebahkan diri ke sofa yang tersedia.
        Di salah satu sudut, tampak Doojoon melepaskan beberapa atribut yang tadi ia gunakan saat tampil. Ia sama lelahnya dengan yang lain.
        “Ya sudah, kalian ganti pakaian. Setelah ini kita makan siang lalu kembali ke hotel untuk istirahat sebentar.” Kali ini Joon buka suara. Leader satu itu bahkan sudah mengganti pakaiannya. Ia lalu tampak membantu Doojoon merapikan barang-barang yang tadi dikenakan Doojoon dan yang lain juga.
        “Oiya, hyung. Bagaimana keadaan Yoona noona?” Tanya Siwan yang saat itu baru muncul dari ruang ganti.
        Hampir seluruh member ‘Blue Flame’ menatap Joon penuh minat. Termasuk juga Nichkhun yang bahkan sampai membatalkan niat untuk masuk ke kamar ganti.
        “Akh, aku lupa menanyakannya pada Hye Ra.” Joon berujar sedikit merasa bersalah. Lagi pula, ia memang sedikit menghindari pertanyaan seperti itu meski Hye Ra sendiri yang menawarinya. Tapi Joon menolak mengetahui kabar terakhir tentang Yoona.
        “Semalam kau sempat bertemu dengan Hye Ra, kan?” Tanya Siwan lagi yang masih penasaran.
        Joon mengangguk cepat. “Dia tidur seharian seperti orang mati. Makanya saat Soo In menelpon, Hye Ra tak menjawab.”
        Mendengar itu, Doojoon terkekeh. “Dia memang seperti itu jika tidur,” komentar Doojoon yang sedikit banyak sudah mengetahui tentang Hye Ra.
        “Hallo semua…” sapa seseorang yang baru saja muncul.
        “Bahagianya yang sudah menikah,” goda Luhan ketika mendapati Minjung berada di sana.
        “Kau mengambil cuti?” Tanya Joon. Yang ia tau, grup Minjung sama sibuknya dengan ‘Blue Flame’.
        Minjung mengangguk. “Sayang, Nichkhun oppa tak bisa libur untuk saat ini.”
        “Sudah saatnya aku harus berpisah kamar dengan Nichkhun,” kata Siwan yang selama ini memang menjadi teman sekamar Nichkhun.
        “Kau bersama Joon hyung saja,” sambar Nichkhun yang baru muncul dari kamar ganti. Melihat kedatangan suaminya, Minjung langsung menghampiri Nichkhun dan memeluk pemuda tampan itu.
        “Bagaimana jika aku saja yang bersama Joonie hyung?” tawar Luhan yang sontak saja mendapat tatapan membunuh dari Doojoon.
        “Jadi kau sudah bosan sekamar denganku?” protes Doojoon.
        “Iya, hyung.” Dengan polosnya Luhan menjawab dan tentu saja Doojoon tak tinggal diam untuk mengejarnya. Doojoon benar-benar tak melepaskan Luhan.
        “Hentikan!” teriak Joon berusaha menengahi keduanya.
        Siwan hanya mengusap wajahnya. Tak ingin ikut campur dengan urusan Doojoon bersama maknae mereka, Luhan.

***

        Hye Ra tampak ke luar dari rumahnya, tepat dengan kedatangan Minho. Pemuda itu masih bolak balik ke rumah sakit karena Yoona masih di rawat.
        “Kau mau pergi?” Tanya Minho yang melihat Hye Ra sudah sangat rapih. Minho bahkan menangkap dengan matanya bahwa Hye Ra juga menggenggam kunci mobil.
        “Aku mau ke kampus. Bertemu dengan orang yang meminta di desainkan pakaian olehku,” jelas Hye Ra. Ia tampak sedikit terburu-buru, namun Minho justru seperti menghalanginya.
        “Lalu bagaimana dengan projek butik kau dan Yoona? Arsitek yang akan membantu kalian ingin bertemu siang ini. Tapi Yoona tidak mungkin menemuinya. Jadi kau yang harus ke sana.”
        “Oppa!” pekik Hye Ra. Ia kesal karena Minho seenaknya merubah jadwalnya hari ini. “Tapi aku tak enak dengan…”
        Tanpa rasa bersalah, Minho menyela ucapan adiknya. “Susah mencari arsitek yang muda. Kau tau Yoona sudah menunggu lebih dari seminggu untuk mendapatkannya.”
        Bahu Hye Ra tampak merosot. Mau tidak mau ia mengalah dan menuruti ucapan Minho. “Ku coba hubungi temanku dulu.” Dengan berat hati Hye Ra mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang. “Hallo… Jiyeon? Maaf, bisa katakan pada temanmu kalau tiba-tiba aku tak bisa hari ini.” Hye Ra berkata seperti itu sambil menatap kesal pada Minho. “Iya. Akan ku ganti lain waktu. Kalau perlu, berikan alamat rumahnya, biar aku yang ke sana.”
        Minho tersenyum sambil mengusap puncak kepala adiknya itu ketika Hye Ra baru saja mengakhiri pembicaraannya di telpon.
        “Puas kau, oppa?” seru Hye Ra galak. Tanpa pamit, ia langsung meninggalkan Minho.
        “Temui pemuda bernama Himchan,” teriak Minho sekedar mengingatkan sebelum Hye Ra benar-benar pergi dari sana.

***

        Di tempat berbeda, Sulli terlihat akan meninggalkan rumah mewahnya. Dengan membawa tas tangan sambil memainkan ponselnya, Sulli menuju pagar yang menjulang tinggi. Ia sedikit tersentak kaget karena sudah ada pemuda tampan yang telah menunggunya penuh senyum.
        “Op… pa…?” gumamnya samar. Terkejut dengan kehadiran Yong Hwa di sana. Karena pemuda “Kau…?”
        “Entah mengapa tiba-tiba aku merindukanmu,” goda Yong Hwa yang masih menampilkan senyum mautnya.
        “Oppa, maaf. Aku sudah ada janji dengan temanku,” ujar Sulli seperti merasa bersalah.
        Yong Hwa mengangguk mengerti. Ia lalu membukakan pintu mobilnya untuk Sulli membuat gadis itu menatapnya nanar. “Aku ingin menemanimu. Apa tidak boleh?” Tanya Yong Hwa polos.
        “Kau tidak sibuk?”
        Masih mempertahankan senyumannya, Yong Hwa mendekati Sulli sambil menarik lembut tangan kekasihnya itu. Ia sadar akan kesibukannya selama ini. Terutama ketika ia kembali menjalin hubungan dengan Sulli. “Aku ingin meluangkan waktuku untukmu. Sudah lama kita tidak pergi berdua,” jelas Yong Hwa.
        Ragu-ragu, Sulli menuruti Yong Hwa. Tak dipungkiri, ia juga merindukan kebersamaan dengan pemuda itu. Baru saja Yong Hwa menutup pintu untuk Sulli, gadis itu menerima sebuah panggilan. Sementara Yong Hwa menunggu sampai kekasihnya itu selesai berkomunikasi.
        “Kalian akan bertemu di mana?” Tanya Yong Hwa tak lama setelah Sulli mengakhiri obrolan singkatnya di telpon.
        Sulli menatap Yong Hwa penuh arti. “Kau beruntung, oppa.” Ucapan gadis itu justru membuat Yong Hwa menatapnya bingung. “Dia membatalkan janji. Kita bisa pergi ke manapun kau mau.”
        Mendengar itu, mata Yong Hwa tampak berninar senang. “Kita akan menghabiskan waktu bersama seharian ini.”

***

        Himchan dan Minhyuk berada di sebuah café. Minhyuk tampak sibuk dengan kertas desainnya, sementara Himchan melihat-lihat kembali foto-foto ruangan yang akan di gunakan Yoona sebagai butiknya nanti melalui laptop yang di bawa Minhyuk.
Sebelum ke sana, mereka sudah berkunjung ke gedung tersebut untuk melihat-lihat sekaligus di abadikan oleh Minhyuk yang kebetulan membawa kameranya. Gedung yang terdiri dari tiga lantai. Cukup besar dan letaknya di pinggir jalan besar di sekitar kantor-kantor yang menjulang tinggi.
        “Akh, baik hyung. Kami akan menunggunya.”
        Minhyuk sempat melirik Himchan sesaat yang baru saja menerima sebuah panggilan. Ia tak menyangka akan bertemu Yoona sebentar lagi. Dan untuk menutupi kegugupannya, Minhyuk memilih kembali menggambar skesta desainnya untuk calon butik tersebut.
        “Yoona masih di rawat di rumah sakit. Jadi nanti kita akan bertemu langsung dengan desainernya yang juga adik ipar Yoona sendiri,” jelas Himchan kemudian meski Minhyuk tak menunjukkan ketertarikannya.
        Namun dalam hati, entah mengapa Minhyuk seakan bertanya-tanya siapa adik ipar Yoona tersebut. Rasanya ia lebih tak siap bertemu orang itu dari pada bertemu dengan Yoona langsung.
        “Aku ke toilet dulu,” pamit Minhyuk yang tanpa menunggu persetujuan Himchan sudah lebih dulu bangkit dari sana.

***

        Hye Ra mendesah berat ketika baru ke luar dari toilet sebuah café. Saat baru sampai sana, ia memang langsung menuju toilet. Toilet untuk wanita bersebelahan dengan laki-laki. Dan dari sana muncullah Minhyuk.
        “Kau di sini juga?” tegur Minhyuk.
        “Aku ingin menemui teman kakak iparku,” keluh gadis itu dengan enggan. Mereka dengan sendirinya saling berjalan beriringan. “Kau sendirian?”
        “Aku bersama temanku. Kami juga menunggu seseorang yang ingin bekerja sama dengan kami. Kabarnya orang itu ingin membuat sebuah butik,” jelas Minhyuk saat mereka berjalan ke ruang utama café tersebut. Namun sepertinya Hye Ra tak menangkap sesuatu apapun saat Minhyuk menyinggung masalah butik. Hingga akhirnya, tanpa sadar mereka justru sudah sampai di dekat meja Himchan berada.
        Himchan sendiri sudah menatap Hye Ra. Begitu pula Hye Ra yang menyadari keberadaan Himchan.
        “Hye Ra, kenalkan ini temanku, Himchan.” Di sisi lain, Minhyuk justru mengenalkan mereka.
        Hye Ra masih mempertahankan tatapannya seperti tadi. “Kau Kim Himchan?” tanyanya dengan tatapan penuh minat.
        “Akh, tak ku sangka ternyata adik iparnya Yoona adalah kau, Hye Ra. Ayo duduk,” ajak pemuda itu.
        Tanpa di duga, Minhyuk justru menahan tubuh Hye Ra. “Kalian sudah saling kenal?” tuntutnya sambil menatap Hye Ra dan Himchan bergantian dengan penuh selidik.
        “Dia yang akan bekerja sama dengan kita,” kata Himchan menjelaskan.
        “Jadi, kau?” seru Minhyuk. Pemuda itu memegang pundak Hye Ra seakan penjelasan Himchan masih kurang untuknya.
Hye Ra sendiri hanya mampu mengangkat pundak. Ia saja baru dikabari Minho menggantikan Yoona bertemu Himchan tadi siang. Beberapa saat sebelum ia pergi karena memiliki janji dengan salah seorang teman kuliahnya.
        “Sudah… sudah…” ujar Himchan seakan melerai Hye Ra dan Minhyuk yang masih berada di posisi seperti tadi. “Kita harus segera memulai projek ini.”
        Minhyuk dan Hye Ra akhirnya mengalah. Keduanya duduk berdampingan di hadapan Himchan. Himchan sendiri langsung memutarkan posisi laptop hingga layarnya mengarah ke Minhyuk dan Hye Ra.
        Sesaat Minhyuk ragu untuk memulai ketika layar laptopnya menampilkan slide foto-foto. “Hmm… Tadi kami ke lokasi yang ingin kalian jadikan butik nantinya. Aku sempat memoto beberapa sudut,” ujar Minhyuk akhirnya. Sesekali ia mengawasi Himchan yang saat itu tengah sibuk dengan kamera miliknya sambil sesekali memeriksa ponsel.
        “Konsep apa yang kau dan Yoona inginkan?” sela Himchan.
        Hye Ra mendongak ke arah Himchan berada. “Eonnie tak mengatakan apapun. Ku rasa ia menyerahkan semuanya untuk kalian.”
        Minhyuk langsung teringat sesuatu. Ia membuka-buka buku sketsa yang tadi ia buat sambil menunggu kehadiran seseorang yang ternyata adalah Hye Ra.
“Target kalian dalam membuka usaha ini siapa-siapa saja?” lanjut Himchan berinisiatif karena Minhyuk seperti tak mempersiapkan pertanyaan seperti itu. “Setelah kau tau targetnya, baru kami bisa menyarankan beberapa konsep untukmu.”
        Hye Ra sempat menoleh pada Minhyuk. Namun pemuda itu tak menolong apa-apa. “Hmm…” Gadis itu tampak gugup karena ia memang tak menyiapkan apapun. Bahkan Minho juga tak mengatakan apa-apa selain menyuruhnya bertemu dengan seseorang bernama Himchan. Setelah pulang nanti, Hye Ra bertekad memberi perhitungan pada Minho. “Tempat itu dekat dengan gedung perkantoran dan… kampus,” seru Hye Ra akhirnya dengan susah payah. Namun setelah itu, tidak ada lagi yang bisa ia katakan.
        “Berarti kemungkinan para wanita kantoran dan mahasiswi?” Tanya Himchan tampak ingin berusaha membantu.
        “Jadi hanya untuk wanita saja? Ku pikir untuk pria juga,” sela Minhyuk.
        Mendengar itu, Himchan seperti mendapat pencerahan pertanyaan. “Aku setuju denganmu,” ujarnya yang sependapat dengan Minhyuk.
        Hye Ra justru hanya bisa menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal sedikitpun. Andai hanya berhadapan dengan Minhyuk, mungkin ia tak akan setegang ini. Namun di sana ada Himchan. Ia menghargai pemuda itu sebagai rekan kerja meski mereka ternyata pernah saling kenal sebelum ini. Tapi apa boleh buat. Memang tak ada yang bisa gadis itu katakan. “Bisakah kita lanjutkan nanti? Sejujurnya, aku memang tak menyiapkan apa-apa karena Yoona eonnie tak memberikan bekal apapun padaku,” seru Hye Ra akhirnya karena sudah sedikit frustasi dengan keadaannya saat itu yang rasanya sudah sangat ingin untuk menangis.
        Minhyuk dan Himchan tampak saling pandangan beberapa saat. Namun melihat keadaan Hye Ra, Minhyuk berinisiatif untuk menengahi. “Ku rasa kita memang harus memberi waktu untuk Hye Ra,” serunya mengalihkan. Minhyuk juga tampak langsung membereskan kertas-kertas di hadapannya. Ia bahkans sempat mematikan laptopnya. “Lagi pula ini pekerjaanku, kan? Biar aku yang menyelesaikannya nanti. Kau tenang saja.”
        Himchan tampak langsung mengerti tanpa menaruh rasa curiga sedikitpun. “Baiklah. Ku serahkan semuanya pada kalian. Tapi jika kalian membutuhkan sesuatu, katakan saja padaku.” Setelah berkata seperti itu, Himchan juga bersiap-siap untuk pergi dari sana.
Himchan menyambar tasnya dengan tatapan yang tertuju pada Minhyuk yang masih di sana. Minhyuk tadi sudah tampak tengah beres-beres, namun nyatanya tidak ada satupun barangnya yang ia masukkan ke dalam tas.
        “Kau tidak pulang?” Tanya Himchan.
        Minhyuk mendongak cepat. Ia dibuat berpikir oleh Himchan. “Hmm… Kau duluan saja,” ujar Minhyuk akhirnya. Tidak mungkin ia mengatakan ingin menemani Hye Ra dulu di sana. Pemuda itu tak enak pada Himchan karena ia mengenal Hye Ra dan mereka justru terlibat dalam sebuah pekerjaan. Takut akhirnya ketahuan tidak professional.
        “Ya sudah, aku duluan.” Himchan segera melesat pergi karena ia sepertinya juga telah memiliki janji lagi dengan orang lain.
        Minhyuk langsung menghembuskan napasnya, lega. Sementara Hye Ra tampak menjatuhkan kepalanya ke atas meja. Ia sangat cukup di buat frustasi tadi.
        “Kau kenapa?” Tanya Minhyuk terdengar datar. Ia memang bukan menanyakan masalah pribadi Hye Ra hingga membuat gadis itu seperti tadi. Tapi Minhyuk tau, Hye Ra memang tampak tak siap atas apapun yang menyangkut kerja sama mereka nantinya.
        Hye Ra menatap Minhyuk masih dengan posisi kepala di atas meja. “Ini memang projekku dengan eonnie. Tapi Minho oppa seenaknya memaksaku ke sini. Sementara aku dan eonnie justru belum mempersiapkan apa-apa.”
        Minhyuk tampak mengangguk mengerti. “Ya sudah. Nanti saja kita bicarakan lagi. Sekarang lebih baik kita makan. Aku yang traktir.”
        Perlahan Hye Ra mengangkat kepalanya. Ia hanya mengangguk seperlunya. Bahkan terkesan biasa saja saat Minhyuk ingin mentraktirnya makan.

***

Kamis, 26 Desember 2013

WANNA BE LOVED YOU (part 18)


Author              : Annisa Pamungkas
Main Cast          : Infinite (Sungyeol, Hoya, Sunggyu, Myungsoo,
  Dongwoo, Woohyun, Sungjong)
Original cast     : Hye Ra, Haesa, Eun Gi
Support cast     : Boy Friend (Jeongmin, Hyunseong, Minwoo,
Donghyun, Youngmin, Kwangmin), SNSD (Hyoyeon), BtoB (Sungjae, Hyunsik, Peniel, Changsub, Eunkwang)
Genre               : teen romance, family
Length              : part

***

        Sesudah mengakhiri obrolannya dengan Hye Ra, Woohyun berniat kembali ke dalam. Namun karena ia belum mematikan kembali ponselnya, ada sebuah pesan masuk. Mau tida mau, Woohyun langsung memeriksanya. Dari seorang gadis bernama ‘Chorong’.

        Besok aku kembali. Ku harap kau masih menjaga hatimu untukku, chef Woohyun.

        Deg. Woohyun kembali terduduk di kursi. Ini kartu matinya. Jika bukan karena gadis itu, Woohyun pasti akan benar-benar mengejar Hye Ra. Ia bahkan tidak akan mengijinkan apalagi menyarankan Hye Ra untuk pergi dengan Hoya seperti saat ini.
        Woohyun meneguk ludahnya ketika membuka kembali folder-folder rahasianya di ponsel. Folder berisi foto-foto dirinya dengan seorang gadis. Gadis yang baru saja mengirimi pesan singkat namun sukses mengobrak-abrik perasaannya.
        “Seharusnya aku tidak mengatakan perasaanku pada Hye Ra waktu itu,” sesalnya.
        Pemuda itu memilih mematikan kembali ponselnya lalu masuk kedalam. Di sana ia langsung bertemu dengan Peniel yang ternyata memang mencarinya.
        “Sungyeol hyung menitipkan ini untukmu,” kata Peniel sambil menyodorkan sebuah gelas berisi minuman yang tak lain dan tak bukan adalah milk shake stroberi.
        Dengan berat hati Woohyun menerimanya. Setelah memastikan sudah menjalankan amanat dari Sungyeol, Peniel kembali ke dalam dan meninggalkan Woohyun di sana.
        Woohyun menghela napas, berat. Lalu tiba-tiba minuman di tangan Woohyun itu mengganggu pikirannya. Di mata Woohyun, minuman tersebut selalu identik dengan Hye Ra dan… Sungyeol. Seperti apa yang ia lakukan kemarin, Woohyun kembali membawa pulang minuman tersebut.

***

        Hoya dan Hye Ra benar-benar menikmati waktu kebersamaan mereka saat itu. Mereka bahkan tak canggung untuk saling menggandeng satu sama lain selayaknya sepasang kekasih. Dan kali ini keduanya memutuskan untuk memasuki sebuah toko yang menjual pakaian dan aksesoris.
        “Kapan aku bisa seperti bergandengan tangan dengan Hye Ra seperti itu?” keluh Dongwoo yang hanya bisa menunjukkan tatapan iri pada Hoya.
        Myungsoo sendiri langsung berdecak kesal. “Bisa diam tidak?” tegurnya dengan tatapan membunuh. Lalu ia melanjutkan perjalanan menguntit Hoya dan Hye Ra.
        “Hoya!” Hye Ra tiba-tiba berhenti tepat di depan sebuah manekin yang mengenakan jaket.
        “Sayang sekali kalian terlambat,” seru seorang karyawan toko tersebut pada Hye Ra dan Hoya. “Pasangan jaket tersebut untuk prianya sudah ada yang membeli,” jelasnya kemudian. “Apa kalian juga tertarik?
        Hoya melirik Hye Ra penuh arti. Memastikan apakah gadis itu benar-benar menginginkan jaket tersebut?
        “Kami hanya melihat saja. Terima kasih,” kata Hye Ra. Ia kemudian mendorong tubuh Hoya agar menjauh dari tempat tadi.
        Hoya hanya menuruti apa yang dilakukan Hye Ra. “Ku kira kau mengingingkannya?”
        Gadis itu menggeleng tegas. Namun diam-diam Hye Ra masih sempat melirik kembali jaket tersebut. Ternyata Dongwoo dan Myungsoo sudah sampai sana. Dongwoo sedang memperhatikan dengan jelas jaket yang baru saja menarik perhatian Hye Ra. Namun ketika mata Hye Ra bertemu dengan tatapan Myungsoo, gadis itu langsung memperhatikannya.
        Kali ini Myungsoo menatap lekat-lekat jaket tersebut. Sesaat ia juga sempat memperhatikan Hye Ra, lalu kembali memperhatikan jaket tadi.
        “Ku rasa Hye Ra cocok jika mengenakan ini,” ujar Dongwoo yang sukses membuat Myungsoo menoleh padanya. “Kenapa dia melewatkannya begitu saja?” Dongwoo menepuk-nepuk pundak Myungsoo sebagai tanda agar mereka kembali melanjutkan pengintaian.
        “Tunggu dulu.” Myungsoo menahan tubuhnya agar tak sampai terdorong oleh Dongwoo. Namun tatapan pemuda itu sama sekali tak lepas dari jaket di hadapannya. Kemudian Myungsoo menoleh pada Dongwoo. “Menurutmu ini cocok untuk Hye Ra?” tanyanya. Ia merasa ada sesuatu pada jaket itu. Meski ia sendiri masih sedikit ragu.
        “Hye Ra tipe gadis yang sedikit cuek. Dan aku suka jika dia berpenampilan sedikit tomboy.” Dongwoo tersenyum tipis. Ia benar-benar mengagumi sisi Hye Ra yang seperti itu. “Sudahlah. Ayo.”
        Dongwoo sudah lebih dulu pergi dari tempat itu. Sementara Myungsoo mencari-cari pelayan yang bisa ia mintai bantuan agar ia bisa mendapatkan jaket tersebut.

***

        Sore itu Sungyeol pulang lebih cepat dari biasanya karena ada hal lain yang harus ia lakukan. Sesaat Sungyeol tertegun dengan sebuah mobil yang terparkir tak jauh dari depan rumahnya. Ia membuka pintu utama yang tak terkunci.
“Apa ibu sudah pulang karena tamunya datang?” Segera saja Sungyeol melesat ke dalam. Ia melempar jaketnya sembarangan ke atas sofa, lalu bergegas menuju dapur. Terdengar seperti seseorang yang tengah memasak.
        “Kalau ingin pulang kabari saja. Nanti aku akan datang menjemput.”
        Samar-samar Sungyeol seperti mendengar suara pemuda. “Sungjong?” serunya terkejut karena mereka berhadapan di ambang pintu dapur.
        “Oppa kau sudah pulang?”
        Sungyeol menolehkan wajahnya. Ia menemukan Haesa sedang berkutat di dapur.
        “Ibumu belum pulang. Dan Haesa bilang ia ingin menginap di sini,” jelas Sungjong meski Sungyeol tak menanyakan apapun.
        “Kau akan pulang?” Tanya Sungyeol.
        Sungjong mengangguk cepat. “Aku ada rencana pergi dengan teman-temanku nanti malam.”
        “Salam untuk ibumu dan ayah,” kata Sungyeol sebelum Sungjong meninggalkan rumahnya. Setelah itu, Sungyeol masuk ke dalam dapur dan duduk di salah satu kursi makan. “Kau sudah lama?” tanyanya sambil menuangkan air ke dalam gelas.
        “Tidak terlalu lama.”
        Sungyeol menenggak minumannya. Di sana ia benar-benar sadar jika tengah melihat Haesa memasak. “Sejak kapan kau…” pemuda itu sengaja menggantungkan kata-katanya. Tepat ketika Haesa datang dengan sepiring pasta yang langsung diletakkan di depannya.
        Haesa tampak tak mempedulikan Sungyeol. Ia bahkan menikmati pemandangan di rumah baru Sungyeol yang jauh lebih sederhana dari pada rumah lamanya. “Apa seperti ini yang terjadi antara Sunggyu oppa dan Hye Ra?” gumamnya dan lebih untuk diri sendiri. “Aku akan menghabiskan liburanku di sini,” seru Haesa penuh semangat.
        Sungyeol membeku mendengarnya. Bukan karena Haesa memutuskan liburan di sana, tapi tentang Haesa yang menyinggung tentang kehidupan Sunggyu dan Hye Ra.
        Haesa menatap Sungyeol penuh minat. “Oppa, apa kau pernah berkunjung ke rumah mereka?”
        Sungyeol tampak melilitkan pasta menggunakan garpu namun pikirannya tak berada di sana. Pindah ke rumah seperti ini memang mengingatkannya dengan gadis itu dan kehidupan Hye Ra juga.
        “Jika Hye Ra banyak menghabiskan waktu di café, apa aku juga bisa bermain ke restoranmu?” Lanjut Haesa dengan segala khayalannya.
        Sungyeol semakin tersudutkan. Ia menatap adiknya dengan tatapan yang sulit di artikan. Sementara tangannya sudah melepaskan garpu begitu saja. Semua semakin memperjelas ingatannya dengan Hye Ra.  Belum lagi misteri tentang milk shake buatannya untuk Woohyun yang berlum terpecahkan.

***

        “Aku suka yang warna putih,” ujar Hye Ra ketika di tanyai oleh Hoya saat mereka melihat-lihat jam tangan.
        Hoya langsung meminta tolong pelayan toko agar di ambilkan jam tangan seperti apa yang diminta Hye Ra. “Akh, iya. Terima…” Ucapan Hoya tiba-tiba terputus karena barang yang ia terima adalah jam tangan ‘couple’.
        Hye Ra yang tak sabar untuk melihatnya, menarik tangan Hoya yang memegang kotak berisi 2 jam tangan sekaligus. Hoya sendiri hanya bisa meneguk ludah dan tak berani menatap Hye Ra meski hanya dengan lirikan mata sekalipun. Ia tak berharap hal ini untuk terjadi. Pasti banyak yang menyangka jika mereka adalah sepasang kekasih.
        “Pasti mereka kira kita berpacaran.”
        “Hmm?” Hoya merasakan tenggorokannya seperti tercekat. Yang dikatakan Hye Ra, sama persis seperti yang ia pikirkan. Perlahan Hoya memberanikan diri menoleh pada Hye Ra.
        “Kau tidak suka yang ini?”
        “Apa?” Hoya balik bertanya. Ia tiba-tiba menjadi sedikit tak focus. Bahkan Hoya seperti tak mendengar apa yang baru saja di tanyakan Hye Ra tadi.
        “Ini.” Hye Ra menunjukkan benda di tangannya dengan gemas. “Kau mau tidak?”
        “Oh?” Seru Hoya singkat. Ia bahkan sedikit gelagapan. Hoya menggaruk belakang kepalanya. “Memangnya kau mau?” Hoya justru melempar kembali keputusan pada Hye Ra.
        Hye Ra menghela napas. “Bayar.” Gadis itu menyerahkan paksa jam tangan ‘couple’ pada Hoya.
        Hoya menghirup udara dalam-dalam untuk mengumpulkan kemberanian. Dan akhirnya ia menuju meja kasir dengan langkah berat. Di sana Hoya melihat sosok Myungsoo yang sepertinya juga membeli sesuatu di toko tersebut.
        “Kau beli apa?” Tanya Hoya ketika Myungsoo telah menyelesaikan transaksinya.
        Myungsoo sedikit terkejut dengan kehadiran Hoya di sana. ia pikir pemuda itu masih berkeliling dengan Hye Ra. “Eh? Kau?”
        Hoya menyerahkan barang yang ia beli pada pelayan di kasir, namun tatapannya tersita pada tas karton di tangan Myungsoo. “Membeli barang ‘cuple’ untuk kekasihmu?” tebak Hoya.
        Myungsoo tak langsung menjawab. Hal tersebut terlalu sensitive untuk diceritakan. “Bukan,” jawabnya singkat. “Ahk, iya. Maaf jika aku dan Dongwoo…”
        “Santai saja.” Hoya menyela ucapan Myungsoo sambil memberikan beberapa lembar uang untuk membayar yang ia beli. “Mana Dongwoo?”
        “Heh! Apa kau tak lelah berjalan seharian?” protes Dongwoo untuk Hoya. “Myung, ayo cari minuman dulu.” Dongwoo menarik paksa kerah baju Myungsoo.
        “Dongwoo!” seru Hoya menghentikan langkah Dongwoo. “Kabari aku kalian akan ke mana. Nanti aku dan Hye Ra akan menyusul.”
        “Kalian kan sedang berkencan. Lebih baik…” Dongwoo langsung menhentikan ucapannya karena melihat tatapan tajam dari Hoya. “Baiklah… Temui kami ya. Nanti aku kirimi kau SMS,” ujar Dongwoo mengalah. Ia kembali menarik Myungsoo yang sudah pasrah mengikuti kemauannya.

***

        Setelah berhasil menghindari pembicaraan tentang Hye Ra, Sungyeol akhirnya bisa menikmati pasta yang khusus di masakkan oleh Haesa untuknya. “Waah… Kau banyak perubahan,” pujinya.
        Haesa tersenyum bangga karena Sungyeol menyukai masakannya. “Terima kasih, oppa.”
        “Kau serius ingin menginap di sini selama liburan?”
        Mendengar Sungyeol bertanya seperti itu, senyum Haesa perlahan memudar. “Kau tidak suka aku ada di sini?” tanyanya dengan tatapan kecewa.
        Sungyeol membeku seketika. “Bukan seperti itu,” serunya cepat-cepat agar Haesa tak salah paham. “Aku hanya takut kau tidak terbiasa…” ucapan Sungyeol terputus seketika.
        “Kau ingin aku tumbuh menjadi gadis manja?” tantangnya.
        Sungyeol menghembuskan napasnya. Menyesal dengan apa yang ia katakan. “Maaf.”
        “Bagaimana perlakuan Sunggyu oppa padamu selama ini?”
        Sungyeol mendongak cepat. Sedikit heran karena Haesa tiba-tiba membahas masalah Sunggyu. Namun sedetik kemudian ia tersadar. Adiknya menjalin hubungan cukup dekat dengan mantan bossnya itu. Meski ia sendiri tidak mengetahui saat ini apakah Haesa dan Sunggyu sudah resmi berpacaran atau belum.
        “Sedikit banyaknya aku seperti ini karena Sunggyu oppa,” lanjut Haesa karena Sungyeol tak kunjung memberikan jawaban. “Dia dulu juga tinggal di rumah mewah, kan? Lalu setelah orang tua Sunggyu oppa meninggal, mereka pindah rumah karena Hye Ra…” Haesa sengaja menggantungkan ucapannya. “Yaah… kau pasti tau kelanjutannya.”
        Sungyeol tak mampu bicara apa-apa. Semakin menyesakkan jika membahas tentang Sunggyu yang tidak mungkin lepas dari sosok Hye Ra. Dan jika Haesa berpacaran dengan Sunggyu, itu artinya ia dan Hye Ra tetap akan menjadi keluarga juga.
        “Apa Hye Ra menentangmu dan Sunggyu?” Tanya Sungyeol. Ini kekhawatiran terbesarnya. Belum lagi hubungan antaranya dirinya dan gadis itu yang belum kunjung membaik. Dan cepat atau lambat Hye Ra juga pasti akan mengetahui hubungan antara dirinya dan Haesa.
        “Tidak.” Jawaban singkat yang dikatakan Haesa membuat Sungyeol sedikit tenang. Itu berarti Hye Ra tak membawa-bawa hubungan buruk mereka untuk Sunggyu dan Hesa. “Hanya saja…”
        Sungyeol menunggu jawaban Haesa selanjutnya dengan tegang.
        “Itu akan terjadi asal aku melepaskan satu antara kau dan Hoya untuknya,” lanjut Haesa.
        “Maksudmu?” desak Sungyeol tak sabar.
        “Apa kalian bertengkar?”
        “Tidak.” Sungyeol berbohong. Dan ia berusaha menutupi kebohongannya dengan melanjutkan kembali memakan pasta buatan adiknya.
        Haesa berdecak kesal. “Kau tidak bisa membohongiku.”

***

        Hoya dan Hye Ra baru saja keluar dari toko tadi. Mereka sekarang akan menyusul ke tempat Dongwoo dan Myungsoo berada. Namun dalam perjalanan, mereka sedikit mengalami hambatan karena di sana mereka bertemu dengan Hyoyeon yang berjalan bersama Hyunsik.
        “Noona,” gumam Hoya mendapati kakaknya di sana. Mereka semua bahkan sudah saling berhadapan.
        “Noona?” Hye Ra yang terkejut dengan ucapan Hoya, ikut berujar namun nyaris tanpa suara.
        Beberapa saat, keheningan mendominasi mereka. Hyunsik menatap Hye Ra karena merasa pernah bertemu dengan gadis itu. Sementara Hyoyeon menatap Hye Ra sedikit tak suka karena ia melihat kalung yang sering ia lihat di pakai oleh Sungyeol, namun hari ini kalung tersebut ia lihat ada pada Hye Ra.
        “Dia kekasihmu?” Tanya Hyoyeon. Masih menunjukkan tatapan tak sukanya. Sementara Hoya tampak memikirkan jawaban atas pertanyaan kakaknya.
        Di sisi lain, Hye Ra juga menyadari bahwa Hyoyeon adalah gadis yang beberapa waktu lalu ia lihat bersama Sungyeol di taman. Hyoyeon bahkan tak sungkan-sungkan memeluk Sungyeol. “Bukan.” Hye Ra berkata tegas.
        “Cepat pulang. Ku tunggu di rumah Sungyeol.”
        Mendengar Hyoyeon menyebut nama Sungyeol, Hye Ra menoleh cepat. Namun Hyoyeon seperti sengaja menghindarinya. Gadis itu bahkan sudah menarik tangan Hyunsik untuk pergi bersamanya. Sementara Hyunsik sendiri sempat melirik Hye Ra dan Hoya sesaat seperti berpamitan.
        “Memangnya teman ibumu itu ibunya Sungyeol?” Tanya Hyunsik ketika ia dan Hyoyeon sudah sedikit jauh dari tempat Hoya dan Hye Ra berada.
        Hyoyeon tidak langsung menjawab, tapi ia memilih untuk menghentikan langkah dan menoleh hingga kini mereka saling berhadapan. “Maaf. Aku belum bisa sepenuhnya melepaskan Sungyeol. Gadis bersama Hoya tadi adalah Hye Ra. Kau ingat kan gadis yang disukai Sungyeol saat SMA itu.”
        “Jadi…” Hyunsik yang terkejut dengan cerita Hyoyeon, tak sanggup melanjutkan ucapannya. “Kenapa tak bilang? Kau tau kan kalau Sungyeol…”
        “Iya aku tau,” sela Hyoyeon. Hyunsik bahkan sampai bungkam di buatnya. Tak ingin bertengkar dengan pemuda itu, Hyoyeon lebih memilih melanjutkan langkahnya.
        Hyunsik hanya bisa menghela napas melihat Hyoyeon. Ia harus sabar membantu gadis itu melupakan Sungyeol.

***

        “Aku tak tega jika mengenalkan Bomi padamu.”
        “Ayolah, Myung.” Dongwoo tampak merengek pada Myungsoo. “Kau tega melihatku tak memiliki kekasih? Kita bahkan sudah lulus SMA.”
        Myungsoo seperti tak mendengar perkataan Dongwoo. Ia pura-pura menikmati minuman yang di pesannya. Hingga akhirnya, Myungsoo merasakan gelasnya di rebut seseorang. “Hei!” serunya dan sudah ingin melancarkan protes. Namun segera ia batalkan karena orang tersebut adalah sepupunya sendiri, Hye Ra.
        “Kalian bertengkar?” tebak Dongwoo pada Hoya yang baru saja duduk karena ia melihat Hye Ra menunjukkan suasana hatinya yang tampak buruk.
        “Jangan salahkan Hoya,” kata Hye Ra membela Hoya. Ia kemudian menoleh tegas pada Myungsoo. “Apa ini?” serunya sambil mengangkat gelas milik Myungsoo yang masih di tangannya.
        “Milk shake stroberi.” Myungsoo menjawab dengan santai. Ia bahkan sempat merebut kembali gelasnya dari Hye Ra. Dan gadis itu tak tampak protes sedikitpun.
        Tiba-tiba Hye Ra teringat minuman yang sejak pagi ia bawa. Milk shake stroberi pemberian Woohyun untuknya. Hye Ra menghabiskannya sekaligus. Rasa itu benar-benar sangat ia rindukan. Yaa… sangat ia rindukan. Karena…
        “Ini sudah sangat sore,” seru Hoya setelah melihat jam di tangannya. Jam ‘couple’ yang baru saja ia beli bersama Hye Ra. “Kau ingin ku antar atau pulang dengan Myungsoo dan Dongwoo?”
        Hye Ra sempat melempar tatapan untuk Myungsoo dan Dongwoo. “Ku pikir aku akan pulang dengan Myungsoo dan Dongwoo saja,” putusnya.
        Hoya mengangguk. “Kalau begitu aku pulang dulu,” pamitnya kemudian. Ia bahkan sempat berpamitan dengan Myungsoo dan Dongwoo juga karena besok ia sudah akan meninggalkan Negara ini. “Aku pulang,” ujarnya khusus untuk Hye Ra.
        “Hoya!” Hye Ra bergegas berdiri. Ia memberanikan diri mengecup singkat pipi Hoya. “Terima kasih untuk hari ini.” Hye Ra langsung duduk kembali di kursinya. Tak di pungkiri bahwa ia juga malu melakukan hal tadi. Myungsoo dan Dongwoo hanya tercengang melihat aksi berani Hye Ra. Namun ketika Hye Ra memergoki, mereka pura-pura seakan tak melihat.
        Hoya sendiri kini sudah membalikkan badan lalu menjauh bahkan sampai tak sanggup berkata-kata. Ia memegangi pipinya yang baru saja mendapatkan kenangan termanis yang diberikan Hye Ra. Ia tak akan melupakan hari ini seumur hidup.

***

        Haesa tampak membersihkan peralatan dapur yang ia gunakan tadi. Termasuk juga piring dan gelas kotor milik Sungyeol. Sementara pemuda itu tampak baru saja selesai mandi. Rambutnyapun tampak basah. Setelah selesai, Haesa menyusul Sungyeol. Tepat ketika pemuda itu ke luar dari kamarnya yang baru saja berganti pakaian.
        “Anak teman-teman ibu akan datang jam berapa?” Tanya Haesa sambil menyusul Sungyeol yang berjalan menuju kamar ibunya.
        “Aku kurang tau,” kata Sungyeol tak yakin. “Tapi kau mau membantuku membereskan rumah, kan?”
        “Tenang saja,” seru Haesa penuh semangat.
        Sungyeol menertawai Haesa sambil mengacak rambut adiknya dengan lembut. Beberapa saat kemudian, dua kakak beradik ini sibuk membereskan kamar Sungyeol. Sesekali Sungyeol mengalami kesulitan. Terutama ketika mengganti sprei.
        “Aku tau kau sangat payah melakukan itu,” sindir Haesa yang saat itu tengah merapikan tumpukan buku milik Sungyeol. “Sini aku bantu,” ujarnya yang kemudian sudah membantu Sungyeol.
        Beberapa menit kemudian, mereka telah selesai. Hanya tinggal membawa sprei dan sarung bantal guling yang kotor ke luar.
        “Kalau kau menginap nanti, kau tidur di sini saja menemani anak temannya ibu itu.”
        “Dia perempuan?” Tanya Haesa memperjelas.
        Sungyeol mengangguk. “Katanya dia juga punya adik laki-laki yang seumuran denganmu.”
        “Kalau begitu, kau akan tidur di mana nanti malam?” Haesa tampak mengkhawatirkan kakaknya itu. Terlebih di rumah itu hanya tersedia dua kamar.
        “Aku bisa tidur di ruang tivi.”
        Haesa tampak mengangguk mengerti. “Kita hanya tinggal membawa itu, kan?” tunjuknya pada tumpukan kain di salah satu sudut kamar Sungyeol. Haesa sudah hampir mendekati, namun Sungyeol mencegahnya.
        “Biar aku saja yang membawanya ke luar.”
        Haesa mengikuti langkah Sungyeol yang sudah lebih dulu meninggalkan kamar. Ia tersenyum melihat kelakuan kakaknya. Kali ini Sungyeol tampak menggeser meja dan sofa agar memberi tempat kosong di tengah ruangan yang mungkin menjadi ruang tidur dirinya nanti malam. Sementara Haesa menuju dapur dan berniat membuatkan minuman untuk Sungyeol.
        Saat Haesa kembali, Sungyeol sudah duduk di sofa. Sedikit beristirahat. Haesa langsung duduk tepat di samping kakaknya sambil menyodorkan secangkir kopi untuk Sungyeol.
        “Kapan ibu pulang? Aku sudah tak sabar ingin bertemu dengannya.”
        Sungyeol langsung teringat sesuatu. “Baru saja ingin ku ceritakan. Ibu tadi menelpon. Urusannya masih belum selesai. Mungkin nanti malam baru akan pulang.”
        Haesa tampak sedikit kecewa dengan apa yang dikatakan Sungyeol. Buru-buru Sungyeol merangkul Haesa dengan satu tangan agar adiknya sedikit terhibur.
        “Jangan sedih. Kau akan berada di sini selama liburan. Dan bisa ku pastikan ibu tidak akan mengurusi restoran,” ujar Sungyeol.
        Seketika wajah Haesa tampak berbinar. Dan setelah itu, terdengar suara seseorang menekan bel rumah. Sungyeol menyodorkan cangkir di tangannya pada Haesa.
        “Biar ku lihat siapa yang datang.” Sungyeol langsung bergegas ke luar rumah. “Kalian? Apa ada yang tertinggal?” tanyanya heran karena melihat Hyoyeon dan Hyunsik yang berada di sana. Seingatnya, mereka sudah berpamitan tadi pagi.
        “Hyoyeon mencari rumah teman ibunya,” jelas Hyunsik.
        Hyoyeon sendiri sudah menyodorkan ponselnya yang berisi alamat sebuah rumah. “Ini alamatnya.”
        Sungyeol meneliti alamat tersebut. “Ini alamat rumahku. Jadi kau yang…” Sungyeol tampak tak bisa melanjutkan ucapannya.
        “Ternyata yang kau bilang pada Hoya justru benar terjadi,” seru Hyunsik sedikit menggoda gadis di sampingnya itu.
        “Hoya? Waah, kebetulan sekali. Ada adikku di dalam. Hoya akan punya teman nanti di sini,” kata Sungyeol semangat. Namun ia tak tau jika antara Hoya dan Haesa pernah terlibat dalam suatu masalah yang sama. “Ayo masuk,” ajaknya. Lalu tatapan Sungyeol berhenti pada Hyunsik. “Dan kau!” Ia merangkul pemuda tersebut. “Harus menginap di sini juga!” putusnya dan tak ingin ada penolakan.
        “Terserah kau,” kata Hyunsik tampak pasrah.
        Sungyeol mengajak Hyoyeon dan Hyunsik ke dalam dan mempertemukan mereka pada adiknya, Haesa. “Itu adikku,” kata Sungyeol memperkenalkan Haesa. “Kalian pernah bertemu tapi tak sempat ku kenalnya secara baik-baik.”
        “Aku Hyoyeon.” Gadis itu mengulurkan tangannya lebih dulu. “Maaf untuk yang waktu itu.”
        Haesapun membalasnya. “Tidak apa. Aku Haesa.”
        Tak lupa Sungyeolpun mengenalkan Hyunsik pada adiknya.
        “Kalian pasti belum makan? Sebentar lagi Hoya akan sampai dan dia juga akan membawakan makanan untuk kita,” jelas Hyoyeon.
        “Terima kasih. Oh iya. Kau bisa gunakan kamarku.” Sungyeol menunjuk sebuah pintu.
        Hyoyeon tampak menuju kamar yang dimaksud Sungyeol. Sementara Sungyeol mengajak Hyunsik untuk duduk. Dan mereka tak memperhatikan perubahan sikap Haesa ketika Hyoyeon menyebut nama ‘Hoya’. Kini gadis itu tampak sibuk dengan pikirannya sendiri.


***