Selasa, 30 April 2013

KRIS WITHOUT WINGS (part 15)


        Luhan menerobos masuk setelah mengetahui kamar tempat Sehun di rawat. Dibelakangnya, Lay masih setia mengikuti.
        “Sehun, kau baik-baik saja?” Tanya Luhan panic. Dan kepanikan itu bertambah di kala ia melihat tubuh Sehun terbaring lemah di atas tempat tidur.
        Sehun sendiri telah sadar dari pingsan dan kini berusaha memunculkan senyumnya. “Aku baik-baik saja,” ujarnya dan tentu saja itu bohong dan hanya untuk membuat kekhawatiran Luhan berkurang.
        “Kenapa Sehun bisa seperti ini?”
        Luhan menoleh ke arah Lay yang bertanya dengan suara keras pada Kyungsoo yang memang sejak awal menemani Sehun.
        “Aku hanya kelelahan, hyung,” rayu Sehun agar Luhan mempercayai kondisinya sudah lebih baik dari sebelumnya.
        Luhan seperti tak mendengar ucapan Sehun. “Kyungsoo, katakan padaku,” pinta Luhan dengan suara pelan namun seperti ada sebuah ancaman di dalamnya.
        “Apa kalian bertengkar?” Kyungsoo malah balik bertanya dan membuat Luhan menatapnya bingung. “Dokter bilang, ada yang sedang dipikirkan Sehun hingga kondisinya lemah seperti ini,” jelas Kyungsoo.
        Kris. Tidak salah lagi. Tapi bisa dipastikan Luhan tidak akan mengakui bahwa tekanan masalah yang dihadapi Sehun adalah karena Kris, bukan karena dirinya.
        “Mungkin aku yang sedikit kurang memperhatikan Sehun akhir-akhir ini,” kata Luhan berbohong.
        Kyungsoo dan Lay hanya mengangguk mengerti tanpa ada rasa curiga sedikitpun.
        “Kyungsoo, Lay.” Luhan mendesah pelan sebelum melanjutkan kata-katanya. “Bisa tinggalkan aku bersama Sehun sebentar?” pintanya tanpa bermaksud untuk mengusir Kyungsoo dan Lay yang kembali mengangguk sebelum akhirnya benat-benar meninggalkan Sehun berdua saja dengan Luhan.
        “Jongdae hyung dan Minseok hyung di mana?” Tanya Kyungsoo ketika menyusul Lay yang berjalan lebih dulu menuju kursi di koridor tak jauh dengan letak kamar Sehun.
        “Mereka akan menyusul setelah kuliah selesai,” hanya itu penjelasan Lay.

@@@

        Baekhyun mengedarkan pandangan ke sekitar lapangan parkir. Ia dengan cemas menunggu kedatangan Kris dan Suho. Beberapa kali ia dengan gusar melirik jam ditangannya.
        “Kenapa mereka terlambat?” keluh Baekhyun.
        Baekhyun kembali menghubungi ponsel Suho. Nomornya kini tidak aktif. Sementara Kris, pemuda itu sama sekali tidak menjawab satupun panggilan Baekhyun.
        Di saat yang bersamaan, Kris ternyata meninggalkan ponselnya di dalam mobil karena saat ini Kris sedang sibuk melakukan ‘sparing’ menghadapi tiga orang sekaligus.
        Suho juga cukup membantu meski ia yang lebih sering mendapat serangan bertubi-tubi dari Gikwang dan Junhyung.
        Leader dari pemuda-pemuda itu tampak berdecak kecewa karena sejak tadi ia hanya diam saja menyaksikan lima temannya berkelahi melawan Suho dan Kris.
        “Hyunseung, Dongwoon, Yoseob!” teriak pemuda itu kepada tiga orang yang tengah menghadapai Kris.
        “Kenapa?” Yoseob yang bertanya karena hanya ia yang sebenarnya sama sekali belum menyerang Kris. Tidak seperti dua temannya.
Sejak tadi yang dilakukan pemuda bertampang imut ini hanya memperhatikan atau sesekali mengitari area Kris melawan Hyunseung dan Dongwoon dengan kedua tangan terkepal di depan dada.
        Yoseob melihat leader mereka yang berjalan mendekatinya. “Doojoon! Jangan mendekat!” seru Yoseob seperti akan melindungi leader mereka dari bahaya.
        Doojoon seperti tak mendengar ucapan Yoseob, justru Yoseoblah yang berlari ke arah Doojoon dan mendorong tubuh leader mereka karena ternyata ada seseorang di belakang Doojoon yang berniat menyerangnya.
        “Awas!” pekik Yoseob yang justru terkena tendangan dari orang tersebut karena ingin melindungi Doojoon.
        Doojoon tersenyum puas ketika mengetahui siapa orang tersebut. Ia berusaha bangkit karena tadi sempat terjungkal akibat dorongan keras dari Yoseob.
        “Akhirnya kalian datang juga,” seru Doojoon sambil menepuk-nepuk tangannya.
        Mendengar ucapan Doojoon, Kris mencuri-curi pandang untuk bisa melihat siapa orang yang dimaksud Doojoon. Dan mata Kris membulat sempurna ketika menatap dua pemuda tersebut.
        “Waah, si playboy dan mata panda!” heboh Yoseob meski ia sempat tersungkur akibat tendangan dari Tao.

@@@

        “Hyung, maafkan aku,” lirih Sehun dengan wajah pucatnya.
        Luhan menggeleng kuat-kuat. “Aku yang salah. Maaf karena merahasiakan ini darimu,” ujar Luhan sama menyesalnya.
        Sehun tersenyum samar. “Aku takut kalau Kris…”
        “Sssttt…” desis Luhan memotong ucapan Sehun karena ia bisa menebaka apa yang akan dikatakan adiknya itu. “Kau tidak perlu khawatir. Kris pemuda yang kuat. Kita akan bersama selamanya,” ujar Luhan berusaha menghibur Sehun.
        Sehun sendiri tidak terlalau menanggapi ucapan Luhan karena ia sendiri sadar bahwa penyakit Kris bisa tiba-tiba muncul kapan saja dan tidak menutup kemungkinan untuk merenggut nyawa Kris juga.
        “Mana Kris hyung?” Tanya Sehun seperti ingin mengalihkan topic pembicaraan mereka.
        “Dia kuliah,” jawab Luhan singkat.
        Sehun mendesah berat. Di saat seperti ini, ia sangat membutuhkan kehadiran Kris juga. Tapi di sisi lain, ia juga ingin agar tidak selalu bergantung pada kakaknya yang satu itu. Hanya karena ingin mempersiapkan diri menghadapi kenyataan pahit suatu hari nanti. Tapi, bukankah itu sangat jahat?
        Sehun menggeleng kuat-kuat untuk menyingkirkan pikiran jelek tadi dari otaknya. Tidak. Kris tidak akan meninggalkannya secepat itu.
        “Sehun, dari mana kau tahu kalau Kris…” Luhan tak sanggup meneruskan ucapannya karena ia yakin Sehun mengerti kelanjutan perkataan itu.
        “Aku menemukan obat di kolong tempat tidur,” jelas Sehun mengakui.
        “Apa kau menyuruh orang lain untuk menemui Joongki?” tebak Luhan dan dijawab anggukan oleh Sehun.
        “Kyungsoo yang membantuku.”

@@@

        “Suho!” teriak Kris histeris melihat kondisi Suho yang sudah sangat mengkhawatirkan. Tanpa mempedulikan Dongwoon dan Hyunseung, Kris berlari ke arah Suho.
Beruntung untuk Kris karena Tao dengan gesit menghalangi Dongwoon yang sudah ingin menyerang Kris dari belakang. Sementara Chanyeol kini menghadapi Doojoon. Lalu Yoseob? Satu tendangan saja sudah membuatnya tak berani bergerak.
        Kris menarik tubuh Gikwang menjauh dari Suho lalu melayangkan pukulan di wajah pemuda itu. Dengan kalap, Gikwang di hajar habis-habisan dan tanpa ampun.
        “Kris!” pekik Suho yang melihat Junhyung sudah mengangkat tangannya yang memegang balok kayu.
        BRAK!!!
        Junhyung membeku seketika karena balok yang ia layangkan mendarat mulus di punggung Suho, bukan Kris seperti apa yang ia rencanakan sebelumnya.
        Kris mendorong tubuh Gikwang yang mulai babak belur ke atas aspal. “Suho!” teriaknya sambil berlari ke arah Suho. Ia juga sempat menyikut tubuh Junhyung untuk menyingkir.
        Junhyung sendiri tidak ingin membuang kesempatan di saat Kris lengah. Rasa bersalahnya hanya bertahan sebentar. Ia kembali mengangkat balok kayu yang masih di tangannya. Namun gerakannya kalah cepat dari Tao yang telah lebih dulu menendang Junhyung hingga tubuh pemuda itu tersungkur tepat di samping Suho.
        “Kris! Bawa dia pergi!” perintah Tao agar Kris segera membawa Suho ke rumah sakit karena pemuda itu kini sudah tak sadarkan diri.

@@@

        Sehun mendorong sendok yang dipegang Luhan, menjauhkan benda itu dari depan mulutnya. “Hyung, cukup. Aku sudah kenyang,” tolaknya.
        “Kalau kau tidak sembuh, bagaimana bisa kau melindungi Kris?” Luhan berusaha membujuk adiknya untuk makan.
        Sehun cemberut. “Kau mangancamku?”
        “Tentu saja,” balas Luhan penuh kemenangan. “Aku tidak ikut campur jika Kris memarahimu nanti.”
        “Oke… oke…” seru Sehun akhirnya, mengalah karena Luhan seperti bersiap untuk menyingkirkan peralatan makan yang digunakan Sehun.
        Tak lama, terdengar suara pintu terbuka.
        “Hyung, apa Sehun tidak mau makan?” tebak Kyungsoo yang muncul dari balik pintu dan disusul Jongdae dibelakangnya.
        “Kau seperti tidak mengenal Sehun saja,” ujar Luhan yang dihadiahi pelototan dari Sehun. “Jongdae? Mana Lay?” Tanya Luhan kepada teman kuliahnya itu.
        “Lay lagi menemani Minseok mencari makanan,” jelas Jongdae.
        Kyungsoo merebut sendok dari tangan Luhan. “Biar aku saja, hyung. Berisitirahatlah dulu, kau pasti lelah.”
        Jongdae menyentuh pundak Luhan pelan lalu mengisyaratkan Luhan untuk duduk di sofa. Luhan hanya mengangguk sekilas sebelum akhirnya menyerahkan urusan menyuapi Sehun kepada Kyungsoo lalu menyusul Jongdae yang sudah lebih dulu menuju sofa.
        “Apa ada tugas kuliah setelah aku pergi tanya?”
        Jongdae merespon pertanyaan Luhan dengan lirikan sebal. “Adikmu sedang sakit, tak bisakah kau sedikit mengabaikan tugas kuliah untuk sementara waktu?” Tanya Jongdae sinis.
        Sehun menertawai perdebatan antara Luhan dengan Jongdae. “Hyungku memang seperti itu, hyung.”
        “Iya, tidak sepertimu, Sehun,” ujar Kyungsoo yang sukses membuat Sehun cemberut sambil menatapnya kesal. Luhan dan Jongdae balas menertawai Sehun.

@@@

        Doojoon menarik kerah pakaian Chanyeol yang kini sudah terkapar di atas aspal. “Aku telah menyuruh Kris untuk menghubungi kalian dan anak-anak geng SMA Sun Moon, tapi temannya Kris tadi tidak menurutiku dan kalian yang harus menanggung akibatnya,” desis Doojoon tajam.
        Tak jauh dari sana, Tao juga sudah tidak berkutik di bawah kaki Junhyung.
        “Mana Jongin, Lay dan Minseok?” Tanya Junhyung.
        “Kenapa Tanya padaku?” protes Tao.
        “Ku rasa mereka berpura-pura masih bermusuhan di depan kita,” tebak Hyunseung mulai berspekulasi.
        “Kami memang musuh! Bukan berpura-pura!” teriak Chanyeol ikut memprotes.
        “Cih! Diam kau!” bentak Junhyung yang berdiri dibelakang Doojoon. “Apa kau pikir kami itu bodoh?”
        “Mungkin lain kali kita harus menggunakan Jongin sebagai umpan. Pemuda bersama Kris tadi tidak berpengaruh apapun,” ujar Gikwang yang langsung disambut anggukan oleh ke lima temannya.
        “Pemuda yang bersama Kris tadi memang tak berpengaruh apa-apa. Dia bukan siapa-siapa!” seru Chanyeol yang secara tak langsung mendukung ucapan Gikwang untuk tidak menyeret Suho dalam masalah mereka.
        Doojoon tersenyum pahit. “Apa kau tidak tahu siapa pemuda yang bersama Kris tadi?”
        Chanyeol melirik Tao penuh arti, namun temannya itu menggeleng samar sebagai jawaban bahwa ia tak mengenal Suho.
        “Dia kakaknya Jongin,” Dongwoon yang menjawab pertanyaan Doojoon.
        “Apa?” pekik Tao dan Chanyeol bersamaan.
        Doojoon mendengus kesal. “Sudahlah, kalian tak perlu berakting seperti itu,” desisnya tajam lalu berdiri. “Ayo!” seru Doojoon sebagai seorang leader, memerintah anak buahnya untuk meninggalkan Tao dan Chanyeol yang masih terkapar di aspal.
        Terakhir kali sebelum benar-benar pergi, Dongwoon menendang perut Tao dan Gikwang juga melakukan hal yang sama pada Chanyeol.
        Yoseob berbalik paling akhir, karena ia masih saja sempat melambaikan tangan bergantian ke arah Chanyeol dan Tao. “Dadah panda, dadah playboy,” serunya.
        “Yoseob!” teriak Junhyung.
        “Iya!” jawab Yoseob takut-takut. Mungkin hanya dia, anggota seorang gangster yang masih menyempatkan diri memberikan salam perpisahan untuk musuh-musuhnya.
        Tak lama setelah Doojoon dan kawan-kawan meninggalkan Chanyeol dan Tao, Joongki muncul dan akhirnya membawa mereka ke rumah sakit.

@@@

        Saat berjalan untuk kembali ke kamar Sehun, Lay yang melihat Jongin dari kejauhan, merentangkan satu tangannya untuk menghalangi Minseok.
        “Ada apa?” Tanya Minseok bingung karena Lay menghentikan langkahnya dengan tiba-tiba.
        Tangan Lay terangkat menunjuk sesuatu. “Jongin,” ujarnya pada Minseok tanpa melirik.
        “Astaga!” seru Minseok terkejut. “Kenapa Jongin ada di sini? Apa ibunya sakit?” tebaknya dan Lay hanya menggeleng.
        “Entahlah, ayo kita susul dia,” saran Lay yang langsung berlari mengejar Jongin dan Minseok otomatis mengikuti dibelakangnya.

@@@

        Kris merasakan ponselnya bergetar. Ia tak ingin menjawab panggilan dari Baekhyun karena ia tadi telah mengiriminya pesan tentang keadaan Suho dan telah menyuruh Baekhyun untuk datang.  Kris juga tak lupa memberi tahu rumah sakit serta nomor kamar tempat Suho kini berbaring.
        “Kris? Apa kau baik-baik saja?”
        Kris melotot mendengar pertanyaan pertama Suho setelah sadar dari pingsan beberapa saat lalu. “Harusnya aku yang bicara seperti itu!” marah Kris.
        Suho memaksakan tersenyum meski samar-samar karena rasa sakit yang ditimbulkan luka-luka yang menghiasi wajah tampannya. “Tapi kau belum menjawab pertanyaanku!” protes Suho dengan nada lemah namun ia tidak mau terdengar kalah.
        Kris mendesah sebal. “Setidaknya lebih baik darimu,” balas Kris penuh kemenangan. Jelas saja, terluka karena ‘sparing’ sudah hal biasa dikehidupan seorang Choi Kris Woo. Meski kali ini lebih parah dari pada biasanya karena ia dikeroyok, tetap saja Kris tidak sampai pingsan.
        “Apa kau mengenal orang-orang tadi?” Tanya Suho penasaran.
        “Maaf jika aku belum cerita sebelumnya. Dulu ketika SMA, aku adalah seorang gangster. Hobiku berkelahi. Bahkan aku memiliki lawan ‘sparing’ tetap dari sekolah lain. Mereka memang bukan lawan tetapku, tapi sekolah kami juga bermusuhan sejak lama,” jelas Kris panjang lebar.
        “Dan tadi ku dengar mereka menyebut Jongin,” ujar Suho yang mengingat kejadian beberapa waktu lalu. “Apa adikku juga seorang gangster? Dan apa kau mengenalnya?” pertanyaan Suho terdengar penuh selidik. Dari nadanya saja sudah jelas kalau Suho terdengar sedikit mendesak Kris untuk menjawabnya dengan jujur.
        Kris mendesah keras. Ia tidak tau apakah harus jujur atau sebaliknya karena belum sempat menjawab, muncul tiga pemuda di sana.

@@@

        “Hyung, sudah…” Sehun masih tetap merengek karena ia tidak ingin menghabiskan makanannya.
        “Oke,” ujar Kyungsoo mengalah. “Setidaknya ini lumayan.”
        Sehunpun akhirnya bisa bernapas lega. Ia melirih Luhan yang masih berbincang dengan Jongdae. “Hyung,” panggilnya.
        Luhan menoleh, “ada apa?”
        “Aku bosan. Temani aku jalan-jalan ke luar,” pinta Sehun.
        Luhan melirik Kyungsoo seperti meminta pendapat. Yang ditatap justru menunjuk deretan obat yang berjejer rapi di meja samping tempat tidur Sehun.
        Luhan mengangguk sekilas sebelum akhirnya kembali melirik Sehun. “Boleh,” serunya langsung dibalas Sehun dengan ekspresi girang. “Tapi kau harus meminum obatmu dulu,” syarat dari Luhan yang sukses membuat Sehun kembali cemberut.

@@@

        “Jongin!” panggil Minseok menghentikan Jongin yang sudah memegang knop pintu sebuah kamar rawat di rumah sakit yang sama dengan Sehun.
        Jonginpun menoleh dan menatap bingung ke arah dua temanny yang semakin dekat. “Kenapa kalian bisa di sini?”
        Lay mengabaikan pertanyaan Jongin. “Siapa yang sakit? Apa ibumu?”
        “Bukan,” sergah Jongin cepat-cepat. “Tapi, hyungku,” ujarnya pelan. Namun sedetik kemudian, wajah Suho berubah cerah. “Apa kalian ingin bertemu dengannya?”
        Lay dan Minseok saling tatap, lalu mereka dengan kompak mengangguk penuh semangat. Jika tidak sekarang, kapan lagi mereka bisa bertemu dengan kakaknya Jongin.
        Jongin masuk lebih dulu dan langsung disusul oleh Lay serta Minseok.
        “Suho hyung,” seru Jongin sambil berjalan masuk dan langsung menghampiri tempat tidur di mana Suho berbaring. “Apa yang terjadi denganmu?” Tanya Jongin cemas dan nampaknya ia tak menyadari bahwa ada Kris di sana yang langsung membeku mendapati Jongin muncul bersama Lay dan Minseok. Tiga pemuda yang menjadi lawan ‘sparing’ tetapnya.
        “Kris! Apa yang kau lakukan di sini?” hardik Minseok dengan tatapan benci. Memang selalu seperti itu jika ia bertemu Kris.
        Mendengar Minseok menyebut nama Kris, Jongin sontak menoleh. Matanya melebar ketika benar mendapati sosok tinggi yang ia kenal sebagai Kris.
        Jongin segera melesat ke arah Kris berada. “Kenapa kau bisa ada di sini?” Tanya Jongin tegas dan tangannya sudah sampai di kerah pakaian Kris.
        “Jongin, apa yang kau lakukan?” Suho berusaha melerai, namun suaranya yang terdengar lemah sama sekali tak berpengaruh di telinga Jongin serta dua temannya.
        “Apa kau yang membuat hyungku seperti ini?” Tanya Jongin lagi meski pertanyaan sebelumnya tidak di jawab oleh Kris.
        Nampaknya Kris memang tak berniat menjawab pertanyaan Jongin. Karena percuma saja, Jongin tidak akan percaya jika bukan ia yang melakukan hal itu pada Kris. Akhirnya, Kris lebih memilih bungkam dan membalas tatapan Jongin datar.
        “Jongin!” teriak Suho berusaha menghentikan Jongin yang kini sudah menyeret Kris ke luar dari kamarnya. Tentu saja usaha Suho sia-sia. Jongin sudah lebih dulu pergi dan Suho tak bisa melakukan apapun. Rasa sakit membatasi ruang geraknya. Belum lagi luka di punggung akibat pukulan balok kayu yang diterimanya.

@@@


Minggu, 28 April 2013

KRIS WITHOUT WINGS (part 14)



        Kejadian hampir sama seperti Kris juga tengah dialami Luhan. Pagi itu Luhan juga tersentak bangun dari tidur hingga membuat kepalanya sedikit pusing. Di tambah lagi, ia tidak bisa menemukan jawaban kenapa ia berada di kamarnya. Karena Seingatnya, Luhan tertidur di lantai, tepat di depan pintu kamar Kris serta Sehun.
        Luhan langsung menyibakkan selimut dan turun dari tempat tidur. Tempat pertama yang ia tuju adalah kamar Sehun. Luhanpun segera melesat ke lantai atas.
        “Sehun!” seru Luhan sambil membuka pintu kamar Sehun. Namun ia tak menemukan adiknya di sana. Di saat yang bersamaan, Krispun muncul dari dalam kamarnya.
        “Ada apa hyung?” Tanya Kris cemas melihat sikap Luhan.
        “Apa kau semalam yang memindahkanku ke kamar bawah?” Luhan balas bertanya.
        Kris menggeleng, bingung. “Tidak, hyung.”
        Luhan mendesah lemah. Jika bukan Kris, berarti benar Sehun yang melakukannya.
        “Apa kau tidak kuliah?” Tanya Kris ketika Luhan masih terdiam di sana.
        “Entahlah. Mungkin nanti siang,” jawab Luhan yang masih terdengar ragu. “Cepat turun, aku akan membuatkanmu sarapan,” perintah Luhan lalu berniat kembali ke bawah.
        “Apa kau yakin, hyung?” Tanya Kris ragu. Tidak ada sejarahnya di keluarga mereka seorang Luhan memasak. Apalagi Kris dan Sehun.
        Luhan beralik dan menatap Kris, menantang. “Kau meremehkanku?” seru Luhan tak terima.
        Kris tertawa kecil. Sedikit mengalah mungkin tidak terlalu buruk. “Terserah kau saja.”
        Tanpa berkata apa-apa lagi, Luhan kembali melanjutkan langkahnya.

@@@

        Di kelas, Kyungsoo melirik Sehun, cemas. Sejak masuk, teman semejanya itu tampak tak bisa berkonsentrasi mengikuti jalannya pelajaran. Sehun juga tampak sedikit pucat.
        Kyungsoo menyenggol lengan Sehun menggunakan sikut lalu bertanya, “kau sakit?”
        “Hmm?” hanya itu yang digumamkan Sehun.
        “Apa kau sakit?” Kyungsoo mengulangi ucapannya.
        “Tidak,” Sehun mengelak akan kondisi yang sebenarnya di hadapan Kyungsoo. Lalu ia tersentak karena Kyungsoo tiba-tiba mengulurkan tangan dan meletakkannya tepat di kening Sehun.
        “Kau tidak bisa membohongiku,” desis Kyungsoo yang sedetik kemudian tangannya sudah berpintdah menggenggam pergelangan tangan Sehun. “Aku akan membawamu ke ruang kesehatan,” paksa Kyungsoo dan tak ingin ada penolakan dari Sehun.
        “Tapi…” Sehun tidak melanjutkan perkataannya karena Kyungsoo telah lebih dulu menariknya ke depan kelas.

@@@

        Baekhyun menepuk pundak Suho yang bersandar di badan mobil sambil membaca buku, namun tatapannya ke arah lain. “Kris datang,” ujarnya yang sontak membuat Suho juga menoleh ke arah yang sama.
        Cepat-cepat Suho menurunkan buku yang ia baca dari depan wajahnya dan menegakkan badan. “Ku pikir kau tidak datang?”
        “Maaf, aku tidak bisa tidur semalam,” keluh Kris ketika benar-benar sampai di hadapan Baekhyun dan Suho.
        “Kau sudah makan?” pertanyaan Baekhyun tertuju pada Kris. Ia dan Suho memang sengaja menunggu Kris datang sebelum mereka makan siang. “Kami sudah lapar,” ujar Baekhyun kali ini sambil memegangi perutnya agar lebih meyakinkan bahwa ia memang tengah lapar.
        “Aku sudah makan,” ujar Kris sedikit merasa bersalah. “Tapi aku akan menemani kalian makan siang,” serunya cerah sambil merangkul puncak dua temannya itu yang langsung membuatnya teringat Chanyeol dan Tao.

@@@

        Di tempat berbeda, Tao dan Chanyeol masih kerap kali terlihat bersama. Meski kuliah di berbeda jurusan, mereka tetap berusaha sebisa mungkin menyempatkan diri untuk bertemu. Terutama ketika jam istirahat seperti ini.
        Meski saat ini Tao sedang sangat disibukkan dengan laptop, Chanyeol sama sekali tak merasa di abaikan. Bisa tetap bertemu seperti ini sudah cukup bagi mereka karena Chanyeol sempat berada di posisi Tao kemarin.
        “Chanyol maaf, tugasku belum selesai,” sesal Tao yang merasa sediki mengabaikan Chanyeol.
        Chanyeol menyunggingkan senyuman khasnya. “Apa kemarin kau mempermasalahkan itu padaku?”
        Tao menatap Chanyeol, bingung. Namun akhirnya ia menggeleng. Kemarin dirinyalah yang diabaikan Chanyeol, tapi itu sama sekali bukan masalah besar baginya.
        “Aku yang akan merasa bersalah jika kau tidak menyelesaikan tugasmu tepat waktu,” lanjut Chanyeol bijak dan kali ini membuat Tao tersenyum lega karena ia bisa melanjutkan mengerjakan tugas tanpa beban.
        “Apa kau telah menerima informasi baru tentang temanmu Baekhyun?” Tanya Tao di sela-sela mengerjakan tugas.
        Chanyeol mendongak, namun ia justru melihat Tao tetap focus pada tugasnya. Setidaknya Tao tak membuat Chanyeol benar-benar merasa sendiri.
        “Ku dengar dia kuliah di National University,” ujar Chanyeol santai sambil terus menyantap makan siangnya.
Tanpa sepengetahuan Chanyeol, Tao sedikit menghentikan aktifitasnya ketika mendengar Chenyeol menyebut ‘National University’.
        “Apa kau tidak mau mencoba untuk datang ke sana?” usul Tao.
        Chanyeol melirik Tao yang sedang melihat ke arahnya dengan tatapan ragu. Ia memang sangat ingin bertemu teman masa kecilnya, Baekhyun. Tapi entah kenapa, di sisi lain Chanyeol sedikit tak mempedulikan Baekhyun saat ini terlebih ia memiliki Tao yang sangat setia menjadi sahabatnya.
        “Aku ragu untuk menemuinya. Bagaimana jika ternyata dia telah melupakanku?” Tanya Chanyeol yang mulai berspekulasi.
        Tao diam sejenak sebelum menanggapi perkataan Chanyeol. Ia lebih merasa Chanyeol bicara bukan yang sebenarnya. “Biar bagaimanapun, Baekhyun tetap temanmu. Kekhawatiranmu belum tentu terbukti jika kau tidak benar-benar mencoba.”
        Chanyeol tertegun memikirkan ucapan Tao. Pemuda itu benar. Tak ada yang lebih penting dari Tao dan Baekhyun saat ini bagi Chanyeol. Keinginannya setelah itu, mungkin ia akan memperkenalkan Baekhyun pada Tao sambil berharap mereka bertiga bisa kompak seperti saat Kris berada dai antara Tao dan Chanyeol.
        “Apa kita tidak bisa menemui Kris lebih dulu?”

@@@

        Sehun seorang diri di ruang kesehatan sekolahnya. Tadi ia memaksa Kyungsoo untuk kembali ke kelas meski Kyungsoo bersikeras ingin menemani Sehun di sana. Tapi Sehun tak boleh egois, cukup dia yang ketinggalan pelajaran dan Kyungsoo tidak boleh.
        Dan saat ini, Sehun benar-benar merasa kesepian. Mungkin jika tertidur, waktu akan lebih cepat berjalan. Namun masalahnya, Sehun sama sekali tidak bisa memejamkan mata. Ia hanya bisa membolak-balikkan badan berbaring ke kanan dan  ke kiri.
        Sehun bangkit dan mendesah berat. Apa sebaiknya ia meminta ijin untuk pulang saja sehingga bisa bertemu dengan Kris atau Luhan. Pikir Sehun kala itu. Ada sedikit terbesit rasa bersalah di diri Sehun pada dua kakaknya tersebut.
        Sehunpun akhirnya memutuskan turun dari tempat tidur. Setelah memakai sepatu, iapun berjalan pelan ke luar ruang kesehatan. Mungkin rumah lebih baik dari pada ia di sekolah tapi hanya seorang diri.
        Aneh, ini sudah siang tapi suasana lapangan masih cukup ramai. Apa ini efek rasa pusing yang tiba-tiba saja menyerang kepalanya? Hanya itu yang terbesit di pikiran Sehun. Pemuda ini berjalan semakin pelan bahkan sampai membutuhkan sesuatu untuk berpegangan.
        Sehun menyeka hidungnya yang terasa basah. Yang ada di pikiran Sehun saat ini, mungkin ia flu. Tapi kenapa cairan itu berwarna merah?
        “Sehun!”
        Samar-samar Sehun mendengar suara seseorang yang menyebut namanya. Pasti itu Kyungsoo karena Sehun sangat familiar dengan suara sahabatnya itu. Tapi entah mengapa, ia tidak sanggup berbalik dengan cepat untuk menoleh.
        “Sehun awas!” pekik suara itu lagi. Namun kali ini tidak hanya satu, tapi banyak suara dan Sehun sama sekali tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
        Sampai akhirnya ada sebuah benda melayang tepat di kepala Sehun hingga membuat pemuda itu hilang keseimbangan lalu pingsan dan terjatuh di lantai.
        Tak jauh dari sana, Kyungsoo menatap nanar sebuah bola basket yang menggelinding ke arahnya. Bola itu adalah benda yang baru saja sukses membuat Sehun kehilangan kesadaran.
        “Sehun!” teriak Kyungsoo akhirnya lalu berlari ke arah Sehun dan menerobos siswa yang telah mengerumuni Sehun.

@@@

        Di waktu yang hampir bersamaan, Kris yang saat itu tengah makan siang bersama Suho dan Baekhyun, tak sengaja tangan Kris menyenggol gelas dan menumpahkan semua isinya hingga mengenai pakaian Suho.
        “Suho, maaf,” sesal Kris bercampur panic.
        Baekhyun yang melihat kejadian itu, buru-buru menyodorkan tissue kepada Suho dan Kris.
        “Sudahlah, Kris. Ini hanya minuman,” ujar Suho untuk menghentikan rasa bersalah Kris padanya masih sambil membersihkan sisa minuman di celananya menggunakan tissue.
        Secara sembunyi-sembunyi, salah satu tangan Kris menyentuh dada kirinya. Sedikit terasa sakit. ‘Ku mohon jangan sekarang’, umpat Kris tanpa ingin memunculkan kecurigaan di mata Suho dan Baekhyun.
        “Sepertinya aku tidak bisa melanjutkan kuliah dengan pakaian seperti ini,” keluh Suho frustasi karena noda di celananya tak bisa bersih.
        “Bagaimana kalau kau ku antar pulang untuk berganti pakaian?” saran Baekhyun.
        “Jangan,” tolak Suho. “Terlalu buang-buang waktu. Aku akan membeli pakaian saja di toko dekat-dekat sini,” lanjut Suho yang kemudian bersiap untuk berdiri.
        Baekhyun juga melakukan hal yang sama.
        “Biar aku yang menemani Suho,” seru Kris yang sudah lebih dulu berdiri.
        Suho hanya melirik Baekhyun sekilas yang sudah kembali duduk sebelum akhirnya mengejar Kris yang sudah pergi mendahuluinya.

@@@

        “Aku ke toilet sebentar,” pamit Luhan sebelum meninggalkan Jongdae bersama Minseok dan Lay.
        Minseok dan Jongdae melanjutkan makan siang mereka. Sementara Lay mengulurkan tangan untuk menyambar ponsel Luhan yang tertinggal karena ada sebuah panggilan masuk.
        “Siapa yang menelpon?” Tanya Minseok yang kebetulan duduk di samping Lay. Minseok memicingkan mata ketika Lay menunjukkan layar ponsel Luhan yang menampilkan deretan angka. “Itu seperti nomor ponsel Kyungsoo?” tebaknya.
        “Coba saja kau yang jawab,” usul Jongdae untuk Minseok.
        “Halo,” ujar Minseok yang setuju menjawab panggilan tersebut.
        “Luhan hyung, ini aku Kyungsoo,” seru suara penelpon.
        “Kyungsoo? Ada apa? Luhan lagi ke toilet. Ini aku Minseok,” jelas Minseok ketika yakin itu benar suara adiknya.
        Sementara itu Jongdae dan Lay mengawasi Minseok dan ikut tegang seperti raut wajah Minseok.
        “Ada apa?” Tanya Lay dan Jongdae hampir bersamaan ketika Minseok mengakhiri panggilan dalam diam.
        “Apa ada yang menghubungiku?”
        Lay, Minseok dan Jongdae sama-sama menoleh ke arah sumber suara. Di sana mereka menemukan Luhan yang menatap ponsel miliknya yang dalam kekuasaan tangan Minseok dengan penuh selidik.
        Minseok buru-buru berdiri lalu menyodorkan ponsel kepada Luhan. “Kyungsoo menelponmu. Di bilang Sehun pingsan di sekolah. Dan sekarang dia di bawa ke rumah sakit,” jelas Minseok.
        “Sehun?” ulang Luhan sedikit tak percaya bahwa sesuatu telah terjadi pada adiknya. Tanpa pamit, Luhan langsung menyambar ranselnya lalu pergi dari sana. Bisa di pastikan ia akan segera meluncur ke rumah sakit. Sebelumnya Minseok juga telah mengatakan nama rumah sakit tempat Sehun di rawat.
        “Aku akan menemani Luhan hyung ke rumah sakit. Dia tidak mungkin mengendarai mobil dalam kondisi seperti itu,” putus Lay yang langsung mendapat anggukan dari Minseok dan Jongdae.
        “Nanti aku akan menyusul,” teriak Minseok diikuti anggukan oleh Jongdae.

@@@

        Kris menginjak pedal rem dengan tiba-tiba karena ada tiga buah motor sport yang menghalangi mobilnya saat melewati jalan yang cukup sempit. Enam pemuda tersebut segera turun dari motor dan berdiri melintang tepat di depan mobil yang dikendarai Kris.
        Suho melirik Kris, namun Kris sepertinya belum menyadari apa yang dilakukan Suho. Kris terus saja menajamkan penglihatannya ke arah enam pemuda yang masih terlihat seumuran dengannya itu.
        “Sial! Doojoon!” umpat Kris sambil memukul stir mobil.
        Suho bergegas ke luar dari mobil setelah Kris melakukan itu lebih dulu. Pakaiannya juga telah berganti karena saat itu mereka tengah berada di perjalanan kembali menuju kampus.
        “Siapa mereka, Kris?” bisik Suho tepat di samping Kris berdiri.
        “Kembalilah ke mobil,” perintah Kris dan terdengar tak ingin di bantah. Suhopun menurut karena ia tak ingin ikut campur urusan Kris.
        Belum sempat Suho membuka pintu mobil, dua orang pemuda telah lebih dulu menahannya. Kris terkejut melihat apa yang dialami Suho hanya bisa menatap dari jauh karena kini ia juga berada dalam kekuasaan dua pemuda yang lain.
        “Harusnya kami sadar sejak awal kalau SMA Two Moons pura-pura bermusuhan dengan SMA Sun Moon,” hardik salah seorang pemuda yang masih berdiri di depan motor mereka.
        Kris memicingkan mata. “Apa maksud kalian?” tanyanya yang tak mengerti apa-apa. Jelas-jelas sekolahnya dengan sekolah Jongin, Minseok dan Lay sama sekali tidak pernah saling beramah-tamah kecuali dalam keadaan terdesak seperti ketika pak guru Sukjin yang tiba-tiba muncul di tengah-tengah ‘sparing’ mereka.
        “Apa kau pikir kami tidak tahu kalau dua saudaramu berteman dengan Minseok dan Lay?” Tanya pemuda di belakang Kris.
        Kris tertegun. Ia baru tahu jika selama ini Luhan dan Sehun… Kris tak sanggup melanjutkan untuk berspekulasi.
        “Jika memang begitu, urusan kalian hanya denganku,” ujar Kris setenang mungkin. “Lepaskan dia!” perintahnya agar Suho tak terlibat dengan acara ‘sparing’ dadakannya.
        Beberapa dari pemuda itu menertawai permintaa Kris, terutama dua pemuda yang menahan Suho. Sedangkan Suho sendiri hanya bingung sambil menatap Kris dan menuntut penjelasan di sana. Namun percuma, Kris belum ingin memberi tahu Suho apa yang terjadi sebenarnya.
        Pemuda di belakang Suho tersenyum meremehkan, “jangan berpura-pura bodoh, Kris. Kami tahu kalau pemuda ini…” ia menunjuk Suho menggunakan dagu, “…adalah kakaknya Jongin.”
        Mata Kris membulat sempurnya ketika pemuda tadi mengatakan bahwa Suho adalah kakaknya Jongin. Itu artinya, apa yang ditakutkan Kris benar-benar terjadi.
        “Tapi sudahlah, biarkan saja pemuda ini kita lepaskan,” putus pemuda tadi yang masih berdiri di belakang Suho.
        “Junhyung!” protes salah satu pemuda yang berdiri di depan motor.
        Pemuda yang tadi di panggil Junhyung tetap pada pendiriannya. Ia melepaskan Suho begitu saja.
        Kris sendiri akhirnya bisa bernapas lega karena Suho tidak akan dilibatkan di sini. Namun itu hanya bertahan sementara karena begitu Suho melangkah menjauh, pemuda yang bersama Junhyung menahan Suho seperti akan menyerang dari belakang.
        “Suho awas!” teriak Kris yang langsung mendapat respon dari Suho, namun sayangnya bagian pundak Suho tetap mendapatkan pukulan hingga menyebabkan pemuda itu terpuruk ke aspal.
        Kris tidak bisa berbuat apa-apa karena tubuhnya masih di tahan dengan kuat. Bahkan kini bertambah satu pemuda lagi yang mengawasi dirinya.
        “Gikwang, cukup!” perintah pemuda yang kini berdiri sendiri di depan motor. Gikwang adalah pemuda bersama Junhyung yang siap kembali memukul Suho.
        “Aku tidak mau berlaku tidak adil. Mereka hanya berdua. Sedangkan kita ber-enam,” lanjut pemuda yang tampak seperti leader di antara mereka. Ia melirik Junhyung penuh arti. Dan hanya mereka berdua yang mengerti.
        Junhyung mengangguk sekilas lalu beralih menatap Suho yang masih berbaring di aspal. Kini tangan Junhyung sudah keras mencengkeram kerah pakaian Suho sambil menarik tubuh pemuda itu hingga berdiri.
        Gikwang langsung menggeledah saku celana Suho dan mengambil paksa ponsel yang ia temukan di sana. “Telpon Jongin sekarang!” perintah Gikwang dengan nada dingin sambil mengulurkan ponsel tadi ke arah Suho.
        “Kau juga!” perintah seorang pemuda bertampang imut yang baru bergabung dengan dua temannya untuk menahan tubuh Kris. “Hubungi temanmu si…” ia tampak sedikit berfikir. “Itu, yang matanya seperti panda dan yang tinggi tapi tampangnya seperti playboy,” lanjutnya dengan informasi yang masih samar.
        Kris menyembunyikan ekspresi sebenarnya ketika mendengar ucapan pemuda tadi yang mengarah ke Chanyeol dan Tao.
        “Tidak akan!” seru Kris dengan tatapan datar.
        Tak di sangka pemuda imut tadi justru menjitak kepala Kris.
        “Yoseob!” kembali sang leader melayangkan protes. “Kita ini gangster! Jangan bertindak memalukan seperti itu,” lanjutnya sedikit mengingatkan.
        “Aku bukan seperti Gikwang yang tega memukul orang!” balas pemuda yang di panggil Yoseob tadi memprotes.
        “Suho, jangan!” pekik Kris karena melihat Junhyung dan Gikwang seperti masih memaksa Suho menuruti permintaan mereka. “Jongin tidak bersalah,” seru Kris memohon.
        Salah seorang di belakang Kris menoleh ke arah leader mereka dengan tatapan tak sabar. “Doojoon! Habisi saja dia,” pintanya yang memberi isyarat dengan lirikan mata ke arah Suho.
        “Cepat!” perintah Junhyung yang mulai kehilangan kesabaran. Suho dengan tegas menggeleng. Tanpa pikir panjang, Junhyung mengarahkan dengkulnya tepat ke perut Suho.
        “Suho!” kembali, Kris hanya bisa meneriaki nama Suho tanpa mampu berbuat apa-apa.
        Seseorang yang sejak tadi diam, berdecak kesal. “Aku bosan,” keluhnya yang hanya mendapat lirikan kesal dari Yoseob. Mungkin Yoseob satu-satu orang yang menolak ‘sparing’ dadakan seperti ini.

@@@

Jumat, 26 April 2013

KRIS WITHOUT WINGS (part 13)



        “Aku duluan,” pamit Jongin kepada beberapa teman kerjanya di café. Beberapa dari mereka juga membalas lambaian tangan Jongin. Setelah itu, Jongin segera melesat ke luar. Dan betapa terkejutnya Jongin ketika mendapati Suho bersandar di badan mobil yang berhenti tepat di depan cafenya.
        Jongin pun segera berlari menghampiri Suho. “Kau kenapa bisa di sini, hyung?” Tanya Jongin heran.
        Suho hanya memberikan senyumannya. Tanpa berkata, ia membuka pintu mobil bagian belakang dan menggerakkan kepalanya sebagai tanda bahwa ia menyuruh Jongin untuk masuk menyusulnya.
        Karena Suho yang menyuruh, tanpa pikir panjang Jongin langsung menuruti meski banyak pertanyaan berkecamuk di benaknya. Ia juga bertanya-tanya ke mana Suho akan membawanya pergi. Tapi itu tak berani ia ucapkan secara langsung.
        “Ke mana arah tempat tinggalmu?” Tanya Suho memulai pembicaraan.
        “Apa?” seru Jongki yang tampaknya kurang menyadari apa yang baru saja di katakan Suho.
        “Aku ingin ke rumahmu,” pinta Suho tanpa meminta persetujuan Jongin sebelumnya.
        “Kau tidak akan suka berada di sana, hyung,” Jongin tampak beralasan dan itu sukses membuat Suho memberikan tatapan membunuh padanya.
        “Kau ingin menghalangi aku bertemu dengan ibuku sendiri?” kesal Suho.
        Jongin buru-buru melambaikan tangannya sebagai upaya pembelaan diri. “Bukan itu maksudku,” Jongin baru saja akan menjelaskan sesuatu, namun Suho langsung memotongnya.
        “Jika kau tidak membawaku pada ibu, bisa ku pastikan ini hari terakhirmu bisa bertemu denganku,” ancam Suho serius dan sukses membuat Jongin bungkam.
        “Ke arah kantor walikota, paman,” kata Jongin kepada Gwangsoo yang langsung di jawab dengan anggukan. Di sampingnya Suho tersenyum melihat apa yang baru saja di lakukan Jongin. “Tapi ibu sedang tidak ada di rumah,” lanjut Jongin.
        “Tidak masalah. Setidaknya aku sudah tahu tempat tinggalmu.”
        Jongin hanya membalas ucapan Suho dengan senyuman. Begitu pula dengan Gwangsoo yang juga ikut tersenyum melihat kebahagiaan dua anak majikannya itu.

@@@

        Joongki menatap kepergian Kyungsoo dengan berbagai pikiran yang berkecamuk di benaknya. Ada sesuatu yang janggal, namun ia belum bisa menemukannya. Tanpa sepengetahuan Kyungsoo, Joongki mengikuti pemuda itu.
        “Ternyata benar dugaanku,” gumam Joongki ketika melihat sosok Sehun menunggu di luar. Pantas saja Joongki memang merasa ada yang aneh. Terlebih ketika ia menerima obat itu. Obat yang sama persis dengan obat yang selama ini di konsumsi Kris. Ia tidak mungkin salah untuk hal itu.
        Segera saja Joongki berniat mengejar Kyungsoo dan berniat merebut kembali kertas yang ia berikan. Bisa saja dengan alibi bahwa hasil yang ia berikan ternyata keliru atau tertukar dengan data yang lain.
        “Joongki!” teriak seseorang yang suaranya sudah sangat familiar di telinga Joongki. “Aku membutuhkan bantuanmu,” ujar orang itu lagi sesaat setelah Joongki menoleh.
        Ternyata takdir berkata lain. Yang memanggil tadi adalah dokter Jaesuk. Lagipula, Joongki memang tidak mungkin balas membohongi Kyungsoo bahwa ia telah memeriksa kertas itu lagi di hadapan Kyungsoo.
        “Tapi dokter…” Joongki siap melontarkan protes. Tapi tidak ada satupun alasan yang keluar sari mulutnya. Dengan sangat terpaksa, Joongki tidak bisa menolak perintah atau mungkin permintaan yang dilontarkan dokter Jaesuk.
        Selama perjalanan menuju ruangan dokter Jaesuk, jari-jari Joongki bermain di atas layar sentuh ponselnya. Ia mengirimi Luhan sebuah pesan.
        Aku ingin bicara. Penting. Temui aku di taman jam 5 sore ini.

@@@

        Sehun harap-harap cemas menunggu kedatangan Kyungsoo yang sedang mengambil hasil obat yang mereka berikan kepada Joongki. Setelah cukup lama menunggu, akhirnya Kyungsoopun muncul.
        Sehun mengulurkann tangannya. “Cepat berikan padaku,” paksanya yang sudah sangat tidak sabar ingin mengetahui isi kertas yang di bawa Kyungsoo. Belum sempat benar-benar diberikan, Sehun sudah lebih dulu menyambar kertas tersebut dari tangan Kyungsoo.
        “Sehun, ada apa?” Tanya Kyungsoo karena tiba-tiba saja Sehun terdiam dan sama sekali tak melepaskan tatapannya ke arah kertas yang berada di tangannya.
        Seperti merasa di kecewakan, Sehun meremas kertas tersebut dengan kesal.
        “Sehun!” tegur Kyungsoo lagi karena Sehun tak kunjung memberikan jawaban. “Ya sudah kalau kau memang tak mau bercerita,” ujar Kyungsoo yang juga tampak kesal karena Sehun terus saja mengacuhkannya.
        Sehun buru-buru menahan tangan Kyungsoo sebelum pemuda itu sempat berbalik. “Maaf,” lirih Sehun merasa bersalah.
        Cukup lama Sehun kembali terdiam dan Kyungsoo tetap sabar menunggu sampai suasana hati Sehun kembali seperti semula hingga akhirnya Sehun mau bercerita padanya.
        “Siapa yang sakit? Luhan hyung?” Tanya Kyungsoo selembut mungkin.
        Sehun hanya menjawab dengan gelengan kepala.
        “Lalu siapa? Kenapa kau terlihat sangat terpukul?” desak Kyungsoo yang mulai khawatir dengan apa yang terjadi pada Sehun.
        Sehun melirik Kyungsoo dengan tatapan yang sulit untuk di artikan. Ia juga tidak mungkin menceritakan hal yang sesungguhnya. Secepat kilat, Sehun berusaha memikirkan alasan yang tepat untuk menutupi rahasia ini pada Kyungsoo.
        “Itu milik teman Luhan hyung,” bohong Sehun.
        “Jongdae hyung?” tebak Kyungsoo tanpa pikir panjang. Yang ia tahu, Luhan dan Jongdae memang sangat dekat.
        “Bukan,” jawab Sehun singkat.

@@@

        Joongki segera berdiri dari kursi taman ketika sudah melihat kemunculah Luhan dari jauh. “Luhan, maaf,” lirih Joongin yang sangat merasa bersalah.
        Luhan menatap Joongki, bingung. “Ada apa?” desaknya.
        “Maaf, karena aku tidak bisa menjaga rahasia Kris,” ujar Joongki masih dikuasai dengan rasa bersalah.
        “Katakan ada apa?” Tanya Luhan yang mulai tidak sabar. “Jika kau tidak cerita, aku tidak akan tahu apa kesalahanmu.”
        Joongki menunduk dalam-dalam sebagai usaha mengumpulkan keberanian untuk bisa bercerita. “Aku terjebak. Sehun menemukan obat milik Kris. Dia menyuruh temannya untuk mencari tahu tentang obat itu. Dan sialnya, ternyata dia menemuiku,” sesal Joongki lagi. “Seharusnya aku yakin tidak mungkin Chanyeol yang merekomendasikanku padanya.”
        “Chanyeol?” Tanya Luhan heran kenapa Joongki menyebut nama Chanyeol. “Siapa temannya Sehun itu?”
        “Dia mengaku namanya Jongdae.”
        “Jongdae?” heran Luhan nyaris tanpa suara. Ia mengacak rambutnya, frustasi. “Sehun… kenapa kau…” ucapan Luhan terputus karena ia sudah tidak tahu ingin mengatakan apa lagi.
        “Ini semua salahku.”
        “Berhenti menyalahkan dirimu!” omel Luhan. “Cepat atau lambat, Sehun pasti akan mengetahui hal ini. Dan mungkin memang ini saatnya,” ujar Luhan sekaligus upaya menenangkan Joongki agar pemuda itu tidak terus-terusan menyalahkan diri.

@@@

        Malam itu, Sehun tampak pulang sedikit telat dan hanya ada Kris di rumah yang tengah menyaksikan pertandingan basket dari televisi. Merasa ketenangannya sedikit terganggu akibat Sehun membuka pintu dengan cukup kasar, Krispun membalikkan badannya.
        “Kau kenapa, Sehun?” Tanya Kris khawatir akan kondisi Sehun yang tidak seperti biasanya.
        Sehun sendiri hanya berhenti sesaat lalu pergi meninggalkan Kris tanpa berkata-kata lagi.
        “Sehun, kau kenapa?” tegas Kris lagi, kali ini ia sudah menahan tubuh Sehun sebelum adiknya itu sempat melangkah lebih jauh lagi. “Kenapa menangis?” selidik Kris karena melihat mata Sehun sedikit sembap dan merah.
        Sehun mendongak menantang mata Kris. “Siapa yang menangis?” Sehun balik bertanya seolah pertanyaan Kris tidak seperti kenyataannya. “Mataku kelilipan terkena debu di jalan,” seru Sehun lagi dengan nada sedikit tinggi seakan memberikan penekanan bahwa ia tidak sedang berbohong. “Dan sekarang aku lelah.”
        “Tapi, kau…” Kris tak melanjutkan ucapannya karena Sehun sudah lebih dulu menerobos tubuhnya untuk melanjutkan perjalanan menuju lantai atas rumah mereka. “Sehun!” teriak Kris memanggil nama Sehun, namun adiknya itu sama sekali tak memiliki niat untuk meresponnya.
        Kris tak berniat menyusul Sehun. Ia lebih memilih kembali duduk di sofa dan melanjutkan menonton pertandingan basket yang kini sudah tidak menarik lagi untuknya.
        Beberapa menit kemudian, kejadian tadi terulang. Kali ini Luhan yang datang sambil membuka pintu rumah dengan cukup kasar.
        “Di mana Sehun?” Tanya Luhan tak sabar, namun ia tak menunggu jawaban dari Kris karena lebih memilih naik ke lantai atas. Tebakannya pasti Sehun di kamar.
        “Hyung!” Kris menahan tubuh Luhan yang hampir saja memijakkan kaki di anak tangga pertama. “Apa yang terjadi?” desak Kris yang merasa seperti dipermainkan Sehun dan Luhan.

@@@

        Di saat yang bersamaan ketika baru masuk kamar, Sehun menutup pintu dengan kasar lalu menyandarkan tubuhnya pada daun pintu. Tubuh Sehunpun meluruh di sana sambil memegangi dadanya yang terasa sesak. Dalam perjalanan pulang, Sehun hampir saja mengalami kecelakaan jika kesadarannya tak kembali dengan penuh karena terlalu pusing memikirkan Kris.
        “Hyung, kalian membohongiku,” ujar Sehun serak.
        Dua pemuda yang sangat disayanginya, ternyata tega berbohong. Dan Sehun yakin kebohongan itu sudah terjadi sejak bertahun-tahun yang lalu.
        “Kenapa kalian tega melakukan itu?” lirih Sehun lagi. Air mata yang sudah susah payah di tahanpun ternyata sudah tak sanggup dibendung lagi.
        Sehun mengusap tepi matanya dengan kasar menggunakan lengan jaket. Namun air mata tak kunjung mengering dan justru semakin membanjiri wajah tampannya.
        Berkali-kali Sehun berusaha menepiskan air yang mengalir dari pelupuk matanya, namun air itu kembali mengalir bahkan semakin deras lagi seiring ingatan Sehun tentang dirinya, Kris dan Luhan.
        Sejak dulu, Sehun memang lebih dekat dengan Kris, dan ia sendiri tidak tahu alasannya. Padahal Luhan sudah sangat baik dan perhatian padanya juga.
        Jika mendapatkan tugas sekolah, orang pertama yang akan di cari Sehun adalah Kris. Selalu seperti itu karena jika Sehun meminta bantuan Luhan, kakaknya yang satu itu tidak akan melepaskan Sehun ataupun mau diajak bermain game dulu untuk mengusir penat sebelum tugas sekolah Sehun benar-benar selesai.
        Dan kini, bayangan akan kehilangan Kris lebih cepatpun mulai menghantui Sehun. Ia tidak sanggup membayangkan hal itu. Tak sanggup jika harus kehilangan satu sayapnya.
        Sehun tersentak ketika seseorang dengan rusuh mengetuk pintu kamarnya.
        “Sehun, buka pintunya!” teriak Luhan dari luar masih sambil mengetuk, atau lebih tepatnya menggedor pintu kamar Sehun.
        Beruntung Sehun sudah sempat menguncinya dari dalam. Ia lebih memilih beranjak menuju kasur dan menenggelamkan diri ke dalam selimut dari pada menanggapi Luhan yang bisa di pastikan bersama Kris di luar sana.

@@@

        Sementara itu di luar kamar Sehun, tampak Kris dan Luhan masih di sana dan saling melempar pandangan penuh arti.
        Luhan kembali mengetuk pintu kamar Sehun dengan sabar. “Sehun… buka pintunya. Aku ingin bicara.”
        Kris menghela napas. Percuma saja. Bahkan sampai esok pagipun mungkin Sehun baru akan mau membukakan pintu kamarnya. Tanpa bicara apapun lagi, Kris lebih memilih masuk ke dalam kamarnya yang tepat bersebelahan dengan kamar Sehun.
        Luhan sendiri hanya mampu menatap nanar tubuh tinggi Kris sampai menghilang di balik pintu. Ia sendiri juga tak berniat kembali ke kamarnya di lantai bawah meski rasa lelah telah menyergapi tubuhnya sejak tadi. Luhan lebih memilih duduk dan bersandar di tembok antara pintu kamar Sehun dan Kris sambil berharap jika Sehun akan membukakan pintu untuknya karena Luhan juga sangat merasa bersalah dan ingin meminta maaf karena telah ikut andil untuk menyembunyikan penyakit Kris dari Sehun.
        Harapan Luhan akhirnya terwujud. Tengah malam Sehun ke luar kamar dan masih mengenakan seragam sekolah serta dengan wajah yang baru bangun tidur. Tapi Luhan sama sekali tak menyadari hal itu karena ia sudah sangat lelah. Bahkan kini tubuh Luhan sudah melintang menghalangi dua pintu kamar adiknya tersebut.
        Sehun menatap miris apa yang dilakukan Luhan. “Maaf, hyung. Aku hanya sedikit kecewa pada kalian,” lirih Sehun sangat pelan sebelum berjongkok di samping Luhan dan berniat membawa hyungnya ke kamar di lantai bawah.
        Di tempat lain, sebenarnya Kris juga belum mampu memejamkan matanya. Ia menatap kosong ke luar jendela. Dan ketika hari beranjak pagi, Kris baru bisa tertidur.

@@@

        Pagi hari, Kris bangun dan langsung menegakkan badannya yang sontak saja membuat kepalanya menjadi pusing. Jelas saja, karena Kris baru tidur sekitar 2 jam.
        Hal pertama yang Kris lakukan pagi itu adalah menyambar ponselnya. Ada banyak panggilan tak terjawab dari nomor Suho dan juga beberapa pesan dari Baekhyun yang semua isinya menanyakan di mana keberadaan Kris.
        Tanpa pikir panjang, Kris segera memanggil kembali nomor Suho. Panggilan pertama tak langsung mendapat jawaban. Kris mencoba sekali lagi.
        “Kris, kau di mana?” cecar Suho ketika menjawab panggilan Kris.
        “Maaf, aku kesiangan dan ini masih di rumah. Mungkin aku baru akan ke kampus nanti siang. Kalian di mana?” Kris balik bertanya.
        Di tempat berbeda, Suho menerima panggilan dari Kris di luar kelas karena sebenarnya saat itu ia tengah mengikuti sebuah matakuliah.
        “Ku pikir juga begitu, mungkin kau kesiangan. Dan ternyata benar. Aku sudah di kampus. Baekhyun juga pasti sedang di kelasnya sekarang,” jelas Suho.
        “Oke… maaf aku mengganggumu,” ujar Kris sedikit merasa tak enak hati karena Suho sampai meminta ijin ke luar kepada dosen hanya untuk menjawab telpon dari Kris.
        “Tidak masalah. Kabari jika kau telah sampai,” balas Suho yang sama sekali tak merasa keberatan sebelum akhirnya memutuskan sambungan telpon dari Kris.
        Kembali ke kamar tempat Kris berada. Seusai melempar ponselnya ke samping, Kris segera menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya lalu turun dari ranjang.

@@@

        Beberapa kali Sehun melirik pantulan wajahnya melalui spion motor. Ia agak sedikit terganggu karena matanya terlihat bengkak akibat cukup lama menangis kemarin.
        “Bagaimana ini?” keluh Sehun. Bisa dipastikan Kyungsoo tidak akan berhenti bertanya tentang kondisi mata Sehun jika di rasa jawabannya belum cukup memuaskan. Dan Sehun juga pasti tidak akan bercerita hal yang sebenarnya.
        “Sehun!” panggil seseorang sambil menepuk pundak Sehun hingga pemuda itu terlonjak kaget.
        “Kyungsoo?” seru Sehun.
        “Kau?” selidik Kyungsoo yang tatapannya tiba-tiba langsung tertuju pada mata Sehun. “Matamu kenapa?”
        Sehun membeku seketika mendengar pertanyaan Kyungsoo yang sudah ia perkirakan sebelumnya. “Ini, semalam…” ujar Sehun sedikit tersendat karena ia sibuk memikirkan alasan yang tepat. “Hmm… Luhan hyung menangis gara-gara mengetahui penyakit temannya itu. Dan aku…” Sehun memberi jeda pada ucapannya. “Kau tahu kan kalau aku sedikit sensitive jika melihat seseorang menangis di depanku? Terlebih, itu hyungku sendiri,” kali ini Sehun melontarkan pertanyaan dan entah dari mana ia mendapatkan ide seperti itu sebagai alasannya.
        Kyungsoo dengan polosnya menggeleng sambil berkata, “aku baru tahu sekarang kalau kau seperti itu.”
        Sehun memaksakan tersenyum. “Tapi sekarang kau sudah tahu kan kalau aku seperti itu?” Tanya Sehun lagi memastikan.
        “Oiya,” pekik Kyungsoo yang langsung mencari-cari sesuatu di dalam tasnya. “Kalau kau mau, pakai saja ini.” Kyungsoo menyodorkan sebuah kacamata kepada Sehun.
        “Untuk apa?” Tanya Sehun bingung dan sedikit ragu menerima benda milik Kyungsoo.
        “Apa kau ingin anak-anak yang lain memperhatikanmu dengan mata seperti itu?” pertanyaan Kyungsoo yang ini langsung di jawab anggukan oleh Sehun. “Kau pakai itu. Dan kau juga jangan khawatir, minusnya masih kecil, jadi tidak terlalu berbahaya. Lagi pula, aku yakin besok bengkaknya pasti sudah hilang,” jelas Kyungsoo panjang lebar.
        Sehunpun akhirnya mau memakai kacamata milik Kyungsoo. “Kenapa tidak terfikirkan olehku sejak tadi?” sesalnya. Namun sedetik kemudian Sehun kembali ragu. “Tapi, jika aku memakai ini, nanti kau…”
        “Aku masih bisa melihat jika tanpa kacamata itu,” sambar Kyungsoo sebelum Sehun menyelesaikan ucapannya.
        Sehun mengangguk senang. Ia beruntung memiliki teman seperti Kyungsoo. Sehunpun mencoba mengenakan kacamata tersebut lalu memandang pantulan wajahnya melalui kaca spion motor. Ia sedikit menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan tidak ada yang curiga bahwa ia sebenarnya menutupi bengkak di mata.
        “Tidak terlalu buruk,” gumam Sehun masih dalam posisi mengaca. “Dan ternyata, aku tampan juga jika memakai kacamata,” narsis Sehun yang langsung mendapat satu jitakan dari Kyungsoo.
        “Buka kacamatamu,” kata Kyungsoo gemas yang sudah mengulurkan tangannya untuk meraih benda yang menempel di atas hidung Sehun. “Dan kau akan terlihat buruk.”
        “Jangan!” Sehun buru-buru menjauhkan wajahnya dari jangkauan tangan Kyungsoo.
        Kyungsoo tidak benar-benar melakukan itu, karena sedetik kemudian mereka tertawa bersama lalu saling berangkulan menuju kelas.

@@@