Senin, 26 Agustus 2013

BLUE FLAME BAND (part 17)


Author              : Annisa Pamungkas
Main Cast          :
·        Lee Joon/Changsun (Mblaq)
·        Siwan (Ze:a)
·        Nichkhun (2PM)
·        Doojoon (Beast/B2ST)
·        Luhan (Exo-M)
Original cast     : Hye Ra, Soo In, Minjung, Sung Hye, Han Yoo
Support cast     :
·        Yong Hwa (CN Blue)  
·        Yoona (SNSD)
·        Minho (SHINee)
·        Yunho (TVXQ)
·        Sungmin (Super Junior)
Genre               : romance
Length              : part

***

        Hye Ra menghela napas panjang saat mobil Joon berhenti di parkiran bandara. Ini akan benar-benar terjadi. Dan sekaranglah saatnya ia kembali ke Jepang.
        Hening beberapa saat. Tak ada satupun dari mereka yang memulai pembicaraan. Bahkan Hye Ra juga tampak enggan untuk meninggalkan Joon di mobil tersebut.
        “Apa kau tidak ingin mengantarku ke dalam?” Tanya Hye Ra tanpa menatap pemuda di sampingnya.
        “Tidak akan,” ujar Joon dingin. Ia juga tak berniat melirik Hye Ra. “Sudah sana, cepat kau turun,” perintahnya.
        Hye Ra menoleh sambil melebarkan matanya. “Kau mengusirku?” protesnya.
        “Terpaksa,” seru Joon singkat. Ia lalu dengan berat hati menatap Hye Ra dan mendapati gadis itu juga tengah melakukan hal yang sama padanya. “Kau pikir aku rela kau pergi? Lebih baik kau masuk sendiri ke dalam, dari pada aku membuatmu kembali ketinggalan pesawat.”
        Dengan sangat terpaksa, Hye Ra membuka pintu mobil. Meski tak berniat mengantar ke dalam, setidaknya Joon berinisiatif melakukan sesuatu yang manis untuk Hye Ra. Mungkin bisa dengan membukakan pintu untuk Hye Ra. Tapi nyatanya, tak ada hal yang lain dilakukan Joon kecuali tetap diam di dalam mobil.
        Hye Ra pun ke luar dari mobil. “Bagaimana bisa aku menyukai orang seperti itu,” cibirnya.
        “Apa kau bilang?” seru Joon yang samar-samar mendengar ucapan Hye Ra. Ia juga membuat gadis itu membatalkan niat untuk menutup  pintu mobil. “Kau menyukaiku?” ulangnya untuk memastikan.
        Hye Ra tak langsung menjawab. Ia menutup pintu mobil dengan kasar, lalu membuka lagi pintu mobil bagian belakang untuk mengambil koper dan tasnya. Joon sendiri akhirnya mengalah dan ke luar dari mobil.
        “Kenapa memang jika aku menyukaimu? Masalah untukmu? Apa itu akan menghancurkan kariermu sebagai leader sebuah band besar. Dan atau itu…” Hye Ra langsung bungkam ketika bibir Joon mendarat kilat di pipinya. “Kau!” protesnya galak.
        “Apa? Masalah untukmu jika ku cium?” Balas Joon. “Apa itu akan membunuhmu? Atau setelah ini kau akan… Aww!” Joon meringis karena Hye Ra dengan tega menginjak kakinya.
        “Rasakan!” seru Hye Ra puas. Ia lalu melenggang pergi dan tak mempedulikan Joon masih meringis kesakitan.
        “Hye Ra!” teriak Joon, namun tak dipedulikan dengan gadis itu. Karena sudah bertekad untuk tidak masuk ke dalam bandara, Joon lebih memilih kembali ke mobil dengan susah payah dan dengan kaki yang sedikit pincang.

***

        “Hyung, kau baik-baik saja?” seru Nichkhun panic dan langsung menghampiri Joon saat pemuda itu baru saja sampai di dorm. Luhan yang baru muncul dari dapur juga langsung mendekat saat melihat Nichkhun membantu Joon duduk di sofa.
        “Hyung, kau kenapa?” Tanya Luhan, namun tak ada yang memberikan jawaban.
        Joon sibuk melepas sepatunya. Sesekali ia meringis karena jari-jari kaki kanannya masih terasa sedikit berdenyut karena aksi injak yang dilakukan Hye Ra padanya saat di parkiran bandara tadi.
        “Kakimu kenapa?” desak Luhan lagi. Ia semakin khawatir dengan kondisi leadernya itu.
        “Aku mendapat serangan cinta dari Hye Ra,” ujar Joon asal membuat Nichkhun menjitaknya. “Nichkhun!” protesnya.
        “Saat Hye Ra jauh, kau seperti orang gila. Dan saat kalian dekat…” Nichkhun tampak sedikit menggantung ucapannya sesaat. “Ku rasa kau benar-benar telah menjadi gila. Astaga… mimpi apa aku harus satu grup dengan orang sepertimu,” serunya seperti orang menyesal.
        “Kenapa dulu kau mau menanda tangani kontrak bersama ‘Blue Flame’?” serang Joon kesal dengan pernyataan Nichkhun.
        Sementara itu, Luhan hanya mampu menahan tawa melihat dua hyungnya saling serang seperti itu.

***

        Esoknya setelah Hye Ra kembali ke Jepang. Dan hari itu, member ‘Blue Flame’ tengah melakukan rekaman. Pengisi suara utama tentu saja sang vocalis mereka, Lee Joon yang ditemani oleh Doojoon di ruang rekaman.
“I’m searching where you are… Oh, shining down on me from where you are… I’ll always be right there, baby, always be right there, baby… Oh, please touch my body and my face…” Joon sungguh menghayati ketika merekam lagu itu.
        Sementara itu, Nichkhun dan Luhan yang sudah menyelesaikan tugas mereka, tampak menunggu Joon serta Doojoon yang belum selesai melakukan rekaman.
        “Aku curiga Joonie hyung menulis lagu ini waktu Yoona noona dan Minho hyung menyembunyikan keberadaan Hye Ra,” bisik Luhan yang duduk di samping Nichkhun.
        Nichkhun sendiri tampak terkekeh mendengar tebakan maknae mereka. “Oiya, di mana Siwan?”
        Luhan menoleh ke arah pintu. Belum sempat ia menjawab pertanyaan Nichkhun, pemuda yang mereka maksud sudah memunculkan diri. “Kau jadi mengambil contoh desain kostum untuk syuting MV kita, hyung?” Tanya Luhan.
        Siwan merebahkan diri di tengah-tengah antara Nichkhun dan Luhan. “Ini contoh yang aku bawa,” seru Siwan sambil membentangkan selembar kertas berisi contoh desain pakaian untuk kostum MV mereka.
        Dan dua minggu kemudian, mereka sudah mulai disibukkan syuting video music lagu yang akan menjadi single perdana di album baru mereka. Jadwal hari ini hanya syuting di dalam ruangan yang sudah disulap sedemikin rupa serta lengkap dengan peralatan music.
        Ke lima member ‘Blue Flame’ telah bersiap dengan tugas masing-masing. Siwan berada di balik drum, Nichkhun di belakang keyboard. Luhan yang berposisi sebagai gitaris berdiri sedikit ke tepi, dan di ujung sana, tampak Doojoon bersama bass-nya. Sementara itu, Joon yang berperan sebagai vocalis, berdiri di tengah-tengah dan sedikit berada di depan. Tak lupa Joon dilengkapi dengan standing mic.

I’m searching where you are
Can you see what I need is where you are
I’ll always be right there, baby, always be right there, baby
You know when I can be where you are
Only then I willl shine bright
(‘Where You Are’ : CN Blue)

***

        Siwan mempercepat laju mobilnya. Ia bersama Doojoon yang duduk di sampingnya. Siwan lalu menepi dan berhenti tepat di depan sebuah mobil. Ada seorang gadis yang menghampiri mereka. Di saat yang bersamaan, Doojoon pun ke luar dari mobil yang dikendarai Siwan.
        “Maaf kami telat,” ujar Doojoon merasa bersalah ketika ia berdiri di hadapan Soo In.
        “Kami juga belum lama,” balas Soo In tak enak hati karena Doojoon merasa bersalah padanya. Ia lalu duduk di kursi yang di tinggalkan Doojoon.
Sementara pemuda itu menuju mobil yang berhenti di belakang mobil Siwan. Doojoon menuju pintu kemudi, dan ada seorang gadis ke luar dari tempat yang akan diambil alih oleh Doojoon. Tentu saja itu semua rencana mereka agar Doojoon bisa pergi dengan Sung Hye, sementara Siwan akan berkencan dengan Soo In.
        “Akhirnya… aku bisa berdua dengan denganmu lagi.” Siwan tampak memperhatikan Soo In sejak tadi.
        “Memang susah memiliki kekasih seorang drummer band terkenal.”
        Siwan terkekeh mendengar ucapan Soo In. Gadis itu seakan menyesali keputusannya menerima cinta Siwan. Tapi pasti itu hanya untuk menutupi kenyataan sebenenarnya bahwa ia sangat bahagia bisa kembali merasakan keadaan seperti ini.
        “Oiya, ku dengar waktu Joon oppa mengantar Hye Ra ke bandara, sebelumnya mereka melihan sunset di tengah kota,” gumam Soo In seakan ia tengah mengajak Siwan ke sana meski tidak ia katakan secara langsung.
        Siwan berfikir sesaat. Joon memang pernah menceritakan hal itu pada member. Bahkan Joon sangat penuh semangat melakukannya. Namun sedetik kemudian, Siwan melirik Soo In dengan tatapan penuh antisipasi.
        “Kenapa?” Tanya Soo In melihat tingkah aneh Siwan.
        “Tapi kau tidak akan menginjak kakiku seperti yang Hye Ra lakukan pada Joon, kan?” Tanya Siwan takut-takut.
        Soo In justru tertawa menanggapinya. “Bulan depan kakakku akan menikah,” ujarnya mengalihkan pembicaraan mereka.
        “Dengan siapa?” Tanya Siwan polos.
        Soo In menghela napas sebelum menjawab pertanyaan Siwan. “Yunho,” jawabnya singkat dan tentu saja Siwan terkejut mendengarnya. “Dia akhirnya bisa meyakinkan keluargaku.”
        “Ku rasa itu memang sudah takdir mereka.”

***

        Setelah memastikan semuanya berjalan lancar sesuai rencana. Joon akhinya bisa menginjakkan kaki di Jepang meski hari sudah gelap. Pemuda itu langsung menghentikan sebuah taksi yang akan mengantarnya ke sebuah hotel.
Jadwal ‘Blue Flame’ ke Jepang harus di undur. Maka dari itu, Joon sangat memanfaatkan waktu yang sempit ini untuk ke Jepang. Dan tentu saja untuk menemui Hye Ra. Mungkin besok ia sudah akan kembali lagi ke Korea. Mungkin pagi ia baru akan menemui gadis itu. Karena ini sudah cukup malam.
        Di tengah perjalanan, Joon sama sekali tak hentinya tersenyum. Ia sungguh menikmati suasana malam di Jepang sambil mempersiapkan diri. Sebentar lagi ia akan bertemu dengan Hye Ra.
        Belum sempat Joon meneruskan khayalannya, tiba-tiba taksi berhenti mendadak. Joon sendiri langsung bergegas ke luar karena sekilas ia melihat ada seseorang yang melintas. Ada seorang gadis yang sedang berusaha bangkit. Joon berinisiatif untuk membantunya.
        Keduanya membeku saat menyadari siapa yang ada dihadapan mereka. “Joon?” pekik gadis itu cukup histeris dan langsung memeluk Joon.
        Tentu saja Joon balas memeluk gadis itu dan membelai rambut panjangnya karena gadis itu ternyata Hye Ra. “Kau baik-baik saja?” Tanya Joon khawatir. Khayalannya hancur. Dan mereka bertemu dalam susasana seperti ini. Hye Ra terlihat cukup kacau.
        Sebelum Hye Ra menjawab, Joon sudah lebih dulu membawa gadis itu ke dalam taksi. Ternyata Hye Ra memang terpaksa pulang sedikit malam karena ada yang harus ia lakukan di tempat kursus. Dan saat perjalanan pulang, ada kejadian yang tidak di inginkan. Ia di rampok. Tasnya di bawa kabur oleh preman-preman itu. Beruntung, gadis itu bisa melarikan diri.
        Beberapa menit kemudian, mereka telah sampai di apartmen tempat Hye Ra tinggal. Joon membimbing Hye Ra untuk duduk di sofa. Sementara pemuda itu menuju dapur dan membawakan Hye Ra segelas air hangat karena gadis itu masih terlihat cukup syok.

***

        Sudah lewat tengah malam. Hye Ra masih belum bisa memejamkan matanya. Ia masih resah. Cepat-cepat ia bangkit lalu turun dari ranjangnya sambil menarik selimut. Perlahan Hye Ra membuka pintu kamar. Suasana di luar cukup gelap. Tapi ada cahaya masuk dari arah dapur. Ternyata pintu yang mengarah ke balkon terbuka.
        Joon di paksa untuk menginap di sana. Tentu saja pemuda itu menyetujuinya. Terlebih ia sangat mengkhawatirkan kondisi gadis itu. Dan saat ini Joon tengah duduk seorang diri di balkon apartmen Hye Ra.
        “Kenapa belum tidur?” tegur Hye Ra sambil mengambil tempat di samping Joon.
        Joon yang sedikit terkejut, langsung menoleh dan mendapati Hye Ra sudah duduk di sampingnya sambil memeluk selimut. “Kau belum tidur?” Joon mengulangi pertanyaan Hye Ra namun tak di jawab oleh gadis itu. Joon tersenyum lalu mengusap puncak kepala Hye Ra. “Sudah lebih baik?”
        Hye Ra hanya mengangguk sekilas. Kemudian langsung mengarahkan pandangannya ke depan. “Sebenarnya, ada apa kau datang ke Jepang?” Tanya Hye Ra tanpa menoleh.
        “Ingin menemui kekasihku.”
        Hye Ra membeku mendengar pengakuan Joon. Saat melirik pemuda itu, Hye Ra mendapati Joon yang tengah menatapnya sejak tadi. Hanya sesaat. Hye Ra segera memutuskan kontak matanya pada Joon. Hatinya seperti hancur tiba-tiba. “Kau sudah menemukannya?” Hye Ra susah payah mengeluarkan pertanyaan itu.
        Tanpa sepengetahuan Hye Ra, Joon terkekeh. Ia yakin gadis itu pasti cemburu karena salah sangka. “Iya, aku sudah menemukannya.” Tak ada reaksi apapun dari Hye Ra. “Gadis itu ada di hadapanku sekarang.”

*flashback*
        “Aku tidak percaya Hye Ra berkata seperti itu padamu,” seru Siwan merendahkan cerita Joon sebelum insiden Hye Ra menginjak kakiknya.
        “Terserah kau,” balas Joon yang sudah enggan bertengkar perihal Hye Ra.
        “Lalu, apa kau juga mengatakan kau juga menyukainya?” Tanya Nichkhun penasaran.
        Joon pura-pura berpikir untuk mengulur waktu. “Tidak.” Terdengar decakan kecewa dari Luhan, Siwan serta Nichkhun. Tapi tak ada satupun dari mereka yang menyadari keberadaan Doojoon yang sudah mengawasi sejak beberapa saat yang lalu. “Tapi aku mencium pipinya.”
        “Apa!” pekik Doojoon bahkan sebelum yang lain meresponnya. Sedetik kemudian ia sudah menjadi pusat perhatian. “Jadi kau sudah resmi berpacaran dengan Hye Ra?”
        “Tapi kan Joonie hyung belum mengatakan apa-apa,” seru Luhan tampak membela Joon dan yang lain hanya mengangguk menyetujui.
        Doojoon bergegas untuk bergabung dengan yang lain. “Harusnya sudah. Meski tidak dikatakan secara langsung, tapi yang dilakukan Joon sudah mewakili perasaannya. Jadi mereka sudah berpacaran sekarang.”
        Joon yang sejak tadi mendengarkan perkataan Doojoon dengan serius, kini mengembangkan senyumannya.
*flashback end*

        “Benar seperti itu?” Tanya Hye Ra dengan polosnya menanggapi cerita Joon tadi. “Kenapa kau tidak pernah mengatakannya di telpon?” lanjutnya melancarkan protes.
        “Sudahlah. Apa kau tak senang mendengarnya?” rayu Joon mengalihkan pembicaraan.
        Hye Ra melirik Joon dengan tatapan ragu. “Berarti sudah selama 3 minggu, ya?” serunya sambil menunjukkan tiga jarinya. Joon hanya mengangguk, sementara Hye Ra kembali menatap ke depan dan tak mengatakan apa-apa.
        “Bagaimana kau kita pastikan lagi?”
        “Maksudmu?”
        “Tunggu sebentar.” Joon sibuk mencari-cari sesuatu di dalam saku jinsnya. “Aku memiliki sebuah cincin.” Tak lama ia mengeluarkan benda yang dimaksudnya. Tanpa meminta izin terlebih dahulu, Joon meraih tangan kiri Hye Ra dan memasangkan cincin tersebut.
        Hye Ra terkekeh melihat aksi Joon yang berusaha mencari-cari jari yang tepat. “Cincin itu terlalu besar untukku.”
        “Kau benar,” seru Joon menyerah.
        “Sebenarnya untuk apa cincin itu?”
        Joon mengeluarkan sesuatu yang menggantung di lehernya. “Kau ingat ini?”
        Hanya melihat sekilas saja, Hye Ra sudah bisa memastikan ia mengenal cincin yang dijadikan liontin kalung oleh Joon. “Jadi benda itu ada padamu? Kenapa tak kau buang saja?” perintah Hye Ra.
        “Kenapa harus ku buang?” jelas-jelas Joon menolak perintah Hye Ra. “Cincin ini akan selalu ku pakai sebagai pengganti karena kau belum bisa benar-benar berada di sampingku.”
        “Tapi cincin itu pemberian Yong Hwa. Kau bisa memeriksanya karena terukir nama pemuda itu di dalamnya.” Hye Ra bersikeras meyakinkan Joon.
        “Kau saja yang memeriksanya.”
        Demi meyakinkan Joon tentang cincin itu, Hye Ra terpaksa melihat sendiri kebenarannya. Gadis itu mendekatkan tubuhnya karena kalung tersebut masih tergantung di leher Joon. Setelah melihatnya, Hye Ra langsung kembali menjauhkan tubuhnya dan mendongak untuk menatap Joon. “Bagaimana bisa ada namaku di sana?” Tanya Hye Ra bingung.
        “Mungkin Yong Hwa diam-diam menukarnya?” ujar Joon berspekulasi. Hye Ra masih diam, sibuk dengan pikirannya sendiri. “Kau memiliki kalung, kan?” Joon menarik kembali tangan Hye Ra lalu memasangkan cincin tadi di ibu jari gadis itu. “Ya sudah, kau pasang sendiri ya?”
        Hye Ra tersenyum geli melihat cincin yang melingkar di ibu jarinya. Tak habis pikir dengan apa yang dilakukan Joon padanya.
        “Kapan Nichkhun hyung dan Minjung eonnie akan menikah?” Tanya Hye Ra setelah mereka diam beberapa lama.
        “Setelah Siwan dan Soo In bertunangan. Mungkin.” Jawaban Joon terdengar ragu dan belum pasti. “Tapi bisa jadi setelah Luhan bertunangan dengan Han Yoo,” lanjutnya.
        Hye Ra membualatkan matanya tanda terkejut. Namun kejutan bahagialah yang ia rasakan. “Aku ikut senang mendengarnya. Bahkan Luhan juga sudah berencana untuk tunangan. Dan sebentar lagi, satu-persatu dari kalian akan menikah.”
Namun berbeda dengan Joon. Reaksinya sangat bertolak belakang. “Apa kau akan memaksaku agar kita juga bertunangan?” Tanya Joon takut-takut. Karena sepertinya memang ada sesuatu yang ia hindari.
        Hye Ra mengusap tengkuknya, bingung. “Entahlah. Aku saja baru menyadari hari ini bahwa aku memiliki kekasih sekarang.”
        Joon melirik jam tangannya yang sudah menunjuk ke angka satu. “Ini sudah lewat tengah malam. Sebaiknya kau tidur,” perintah Joon yang tidak ingin ada penolakkan. Ia bahkan sudah menarik tangan Hye Ra dan mengajaknya ke dalam.
        Hye Ra melangkah menuju kamarnya, sementara Joon merebahkan diri di sofa yang sudah dilengkapi dengan bantal dan selimut karena di sana hanya tersedia satu kamar. Joon menoleh karena merasa Hye Ra masih memperhatikannya.
        “Kapan kau akan pulang?”
        Joon bangkit ke posisi duduk sambil berpikir. “Pesawatku akan terbang jam 7 pagi.”
        “Secepat itu?”
        Joon menghela napas sebelum menjawab. “Jadwalku tidak bisa di ubah sesuka hati,” seru Joon menyesal.
        “Apa kau keberatan jika kita mengobrol sampai pagi? Kebetulan hari ini hanya aka nada pameran desain di tempat kursusku. Dan waktunya akan di laksanakan sore hari.”
        Joon tak langsung menyetujuinya. Ia ingin sedikit menggoda kekasihnya itu. “Tapi kau memiliki sesuatu yang bisa di makan, kan?”
        “Kau tunggu di sana, aku akan memasakkan sesuatu untukmu.” Hye Ra buru-buru melempar selimutnya ke dalam kamar, lalu bergegas menuju dapur.
        “Aku ingin menemanimu,” ujar Joon yang kini sudah mengikuti langkah Hye Ra ke dapur.
        Sadar bahwa mereka akan tidak bertemu dalam beberapa minggu ke depan, Joon dan Hye Ra benar-benar memanfaatkan waktu mereka yang sempit ini dengan semaksimal mungkin. Meski harus tidak tidur sampai pagi.
        “Sepertinya harus ada yang ku pikirkan lagi mulai sekarang,” ujar Joon di sela-sela makan mereka.
        “Apa ada keinginanmu yang belum tercapai?” Hye Ra dengan serius menanggapi perkataan Joon.
        Joon tersenyum dan memberikan suasana misterius di balik senyumannya itu. “Tentu saja masih banyak sekali. Tapi untuk jangka waktu dekat, aku mungkin akan membeli apartmen.”
        “Kau ingin meninggalkan dorm?”
        “Yang lain juga pasti akan melakukan hal yang sama jika sudah menikah. Dan aku akan membelinya untuk kita tempati bersama nanti.”
        “Uhuk!” Hye Ra tersedak dengan perkataan Joon tadi.
        Joon menyodorkan gelas pada Hye Ra. “Aku tidak terlalu suka membuat berita yang menghebohkan. Karena itu, mungkin aku akan langsung melamarmu tanpa harus mengurus pertunangan terlebih dahulu.”
        “Apa kau sudah benar-benar yakin padaku?”
        “Kita tidak akan menikah besok, Hye Ra. Masih cukup banyak waktu. Kau tenang saja.” Joon berkata lembut sambil memegang salah satu tangan Hye Ra.
Beberapa saat kemudian, suasana hening mendominasi mereka.
        “Aku tak membayangkan jika berita dari mu akan menjadi yang paling menghebohkan di ‘Blue Flame’,” Hye Ra akhirnya memecah keheningan.
        “Kau benar. Luhan dan Siwan memberikan berita bahwa mereka ternyata memiliki kekasih. Sementara Doojoon dan Nichkhun membuat heboh karena berita pertunangan mereka. Maka dari itu, aku tak mau kalah dengan berita pernikahanku.”
        Hey Ra tertawa menanggapi ucapan Joon yang terlalu percaya diri. “Itu artinya, kau harus cepat membeli apartmen,” ujarnya memberi saran.
        “Tentu saja. Untuk lokasinya, kau yang pilihkan.” Dengan santainya Joon melemparkan beban pada Hye Ra.
        “Kau sudah pernah mengunjungi apartmenku, kan? Bagaimana menurutmu?”
        Joon diam sesaat sambil mengingat-ingat tempat itu. Karena ia baru sekali kesana. “Di bandingkan dengan yang ini, apartmenmu yang di Korela terlalu luas jika hanya kau tempati sendiri. Dan aku cukup nyaman berada di sana.”
        “Bagaimana kalau kau membeli apartmen itu saja?” saran Hye Ra penuh semangat. “Ada kenangan yang indah terjadi di sana.”
        “Maksudmu kenangan bersama Doojoon? Atau bersama Yong Hwa?” Joon bertanya dengan nada tak suka.
        “Apa aku harus mengatakannya?” Hye Ra menatap Joon ragu. Ia tak terlalu mempedulikan reaksi Joon yang bertolak belakang dengan apa yang dipikirkannya. “Karena, di tempat itulah pertama kalinya aku jatuh cinta padamu,” ujar Hye Ra pelan sambil tertunduk.
        Joon mendongak dan menatap Hye Ra. Ia terkekeh melihat gadis itu tampak malu-malu saat mengatakan hal tadi. Tiba-tiba, terbesit sebuah ide di benaknya. Joon melepaskan kalung lalu memakaikan cincin di jari manis Hye Ra. “Pasangkan cincin itu padaku,” pintanya sambil menunjuk ke arah ibu jari Hye Ra. Meski bingung, Hye Ra hanya menuruti permintaan Joon. Lalu pemuda itu mengajak Hye Ra berdiri. Dan tak lupa ia mengeluarkan ponsel dan membuka fitur kamera. “Tunjukkan cincinnya,” pinta Joon sambil mengangkat tangannya yang memegang ponsel, lalu mengabadikan momen tadi dalam sebuah foto.
        “Kau kenapa?” tegur Hye Ra yang heran melihat Joon sibuk dengan ponselnya sambil tersenyum.
Belum sempat Joon menjawab, ponselnya berbunyi. Sebuah panggilan dari Minho.
        “Jangan main-main Joon!” teriak Minho. Joon bahkan mengaktifkan loadspeaker pada ponselnya. “Kalian tidak bisa melakukan pertunangan tanpa persetujuanku dan keluarga yang lain!”
        Klik! Joon dengan tidak sopannya mematikan telpon Minho.
       

***


Rabu, 21 Agustus 2013

BLUE FLAME BAND (part 16)


Author              : Annisa Pamungkas
Main Cast          :
·        Lee Joon/Changsun (Mblaq)
·        Siwan (Ze:a)
·        Nichkhun (2PM)
·        Doojoon (Beast/B2ST)
·        Luhan (Exo-M)
Original cast     : Hye Ra, Soo In, Minjung, Sung Hye, Han Yoo
Support cast     :
·        Yong Hwa (CN Blue)  
·        Yoona (SNSD)
·        Minho (SHINee)
·        Yunho (TVXQ)
·        Sungmin (Super Junior)
Genre               : romance
Length              : part

***

        “Hyung, sampai kapan kita akan menunggu di sini?” Tanya Luhan yang sudah bosan berada di sana. Tidak ada kejelasan yang pasti dari leadernya itu tentang nasib mereka di sana.
        “Kau bisa pulang sekarang. Dan jika ada yang bertanya, bilang saja aku menyuruhmu turun di jalan, lalu kau pulang naik taksi,” ujar Joon santai.
        “Hyung!” bentak Luhan. Kesal karena leadernya berkata demikian. Ia juga hanya bisa menahan kesal. Merutuki diri yang bisa-bisanya terjebak bersama orang seperti Joon. Andai saja pemuda itu bukan leadernya, mungkin Luhan sudah akan menendangnya turun dari mobil.
        Di sisi lain, Joon tiba-tiba menegakkan badannya. Ia melihat mobil yang dikendarai Yong Hwa sudah meninggalkan gedung dorm mereka. Joon juga tidak bisa melakukan apapun. Ia hanya mampu kembali menghempaskan punggungnya ke sandaran jok mobil.
        “Luhan, maaf.”
        Luhan melirik Joon. Tapi ia tak mendapati Joon menatapnya. Leader ‘Blue Flame’ itu memandanga lurus ke depan. Namun Luhan tau bahwa Joon berkata tulus dan cukup menyesal melakukan hal tadi padanya.
        “Ayo kita pulang,” ajak Joon.
        Luhan hanya menghela napas. Sejujurnya ia juga tak bisa berlama-lama marah dengan Joon meski yang dilakukan pemuda itu sudah cukup keterlaluan. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Luhan menyalakan mesin mobil Joon untuk kembali ke dorm.

***

        “Kau tidak menemui Soo In?” Tanya Doojoon pada Siwan, lalu duduk di samping pemuda itu. Tak lupa ia juga membawakan segelas susu coklat hangat untuk Siwan.
        “Dia sedang bekerja,” jawab Siwan. Setelahnya, ia kembali focus pada layar televisi yang tengah menayangkan sebuah film kartun ‘Tom and Jerry’.
        Sedetik kemudian, Siwan dan Doojoon tenggelam dalam kelucuan film tersebut. Doojoon bahkan sampai memegangi perutnya, sedangkan Siwan tertawa sambil menepuk-nepuk lengan sofa di sampingnya.
        Tiba-tiba terdengar suara pintu utama dorm terbuka dengan kasar dan memunculkan Joon dari baliknya. Pemuda itu segera meluncur masuk ke dalam kamar dan membanting pintu kamarnya dengan keras. Sontak saja kejadian tadi menghentikan tawa Doojoon dan Siwan. Dua pemuda itu menoleh dan mendapati Luhan berdiri tak jauh dari pintu utama. Mereka menatap sang maknae penuh selidik.
        Luhan mendekat lalu menjatuhkan tubuh di tengah-tengah antara Doojoon dan Siwan. “Apa Hye Ra ke sini dengan seorang pemuda?” Luhan justru bertanya lebih dulu sebelum Siwan atu Doojoon menanyainya perihal Joon.
        “Yong Hwa hanya menunggu di parkiran,” jawab Doojoon.
        Siwan sedikit menjulurkan kepalanya agar bisa melihat Doojoon lebih jelas karena tubuh pemuda itu sedikit tertutup oleh Luhan yang berada di tengah-tengah mereka. “Jadi Yong Hwa ikut ke sini?” Tanya Siwan hanya untuk memastikan. Ia tidak memerlukan jawabannya.
        “Ternyata benar,” gumam Luhan sibuk dengan pikirannya sendiri.
        “Apa yang terjadi dengan Joon?” Doojoon sedikit mendesak Luhan untuk bercerita karena kepulangan Joon memberikan suasana kurang nyaman di dorm mereka.
        Belum sempat Luhan memulai cerita, dari dalam kamar Joon sedikit terjadi kegaduhan dan membuat tiga member lain yang ada segera melesat ke kamar leader mereka itu. Terdengar pula suara pecahan kaca.
        Siwan membuka pintu kamar Joon dengan kasar. “Joon!” pekiknya.
        “Siwan hati-hati,” seru Doojoon memperingati karena ada pecahan gelas berserakan di lantai. Sementara Joon sendiri sudah meringkuk di balik selimut.
        Siwan berjalan menghindari pecahan gelas menuju tempat tidur Joon. Doojoon yang masih berdiri di ambang pintu, menyuruh Luhan untuk membersihkan sisa pecahan kaca.
        “Hyung, kau sakit?” Tanya Siwan, namun tidak ada jawaban dari Joon. Siwan yang tak sabar, menarik selimut yang menutupi tubuh Joon. Ia memeriksa kening leader mereka itu. “Kita harus membawa Joon ke rumah sakit,” perintahnya pada Doojoon yang langsung mendapat persetujuan dari pemuda itu.
        Saat Siwan mulai beranjak untuk mengikuti Doojoon, Joon sudah lebih dulu menahan tangannya. “Aku baik-baik saja,” kata Joon dengan suara pelan dan terdengar sedikit serak.
        Siwan melirik tajam pada Joon. “Besok kita akan kembali sibuk. Demam mu semakin parah. Dan tolong kau jangan membantah ucapanku untuk kali ini saja,” seru Siwan dan tidak ingin ada penolakan.

***

        Hye Ra berlari menelusuri koridor rumah sakit. Sesekali ia mengusap tepi matanya yang basah. Gadis itu menatap satu-persatu papan nomor yang tertera pada pintu. Saat sampai pada ruangan yang ia cari, Hye Ra segera menerobos masuk. Di dalam sana ada seorang pemuda yang duduk di atas tempat tidur dengan posisi kaki menggantung ke bawah. Setelah meyakini pemuda itu adalah Joon, Hye Ra langsung melesat memeluk Joon. Joon sendiri cukup tersentak karena ada seorang gadis yang tiba-tiba memeluknya.
        “Hye Ra?” bisik Joon memastikan. Meski sebenarnya ia tidak terlalu menyadari kedatangan gadis itu.
        Hye Ra melepaskan pelukkannya. “Kemana saja kau? Kenapa semalam tidak mencariku di pesta?” Hye Ra menatap Joon dengan mata yang sudah basah.
        Ada setitik kebahagiaan terpancar di wajah Joon, namun pemuda itu masih ingin menyebunyikannya. Terlebih karena kejadian beberapa jam yang lalu. Joon melirik tangan Hye Ra yang masih terpaut di kedua lengannya. Pemuda itu tak berani menatap Hye Ra.
        “Bukankah harusnya kau kembali ke Jepang?”
        Pertanyaan sederhana yang disampaikan secara datar. Namun itu cukup menusuk hati. Hye Ra sedikit menengadahkan wajahnya ke atas untuk menahan air matanya agar tidak kembali jatuh.
        “Harusnya aku tidak mempedulikan ucapan Yong Hwa yang memaksaku untuk ke sini.”

*flashback*
        Mobil Yong Hwa sudah memasuki area parkiran bandara. Setelah memarkirkan mobil, mereka segera ke luar. Dan tepat bersamaan saat ponsel Hye Ra berdering.
        Gadis itu langsung menjawab telpon tanpa pikir panjang karena yang menelpon adalah Doojoon.
        Yong Hwa berjalan memutari mobil untuk menghampiri Hye Ra. Tak lama, Hye Ra tampak mengakhiri telponnya. Raut wajah gadis itu berubah. Seperti ada sesuatu yang disembunyikan. Belum sempat Yong Hwa bertanya, perhatiannya langsung teralih karena ada seseorang yang menghubungi ponselnya. Orang yang sama seperti yang menghubungi Hye Ra sebelumnya. Doojoon.
        “Jangan pengaruhi Hye Ra! Bawa gadis itu kembali!” sambar Doojoon bahkan sebelum Yong Hwa sempat menyapa.
        “Apa yang kau katakan! Aku tidak melakukan apa-apa.” Yong Hwa tampak membela diri atas apa yang tidak ia lakukan.
        “Joon sakit. Dan ku harap kau membawa Hye Ra ke sini.”
        Yong Hwa tampak berdecak. “Kau pikir aku pemuda jahat? Tanpa kau paksa, aku juga akan membawa Hye Ra ke sana!” Yong Hwa mematikan sambungan telpon secara sepihak. Ia lalu melirik Hye Ra sambil memasukkan kembali ponsel ke saku jinsnya. “Ayo,” ajak Yong Hwa yang kini sudah meraih salah satu tangan Hye Ra.
        Hye Ra tak langsung menyetujui ajakan Yong Hwa. Ia mengerti maksud pemuda itu karena Yong Hwa sudah membukakan pintu mobil untuknya. “Aku harus kembali ke Jepang!” seru Hye Ra mengingatkan. Terlebih mereka bahkan sudah sampai di bandara.
        “Doojoon pasti sudah mengabarimu, kan? Joon masuk rumah sakit! Apa kau tidak ingin menjenguknya?”
        “Tapi…” Hye Ra tampak ragu. “Aku bisa ketinggalan pesawat,” ujarnya menolak.
        Yong Hwa seperti tak mendengar ucapan Hye Ra. Ia tetap memaksa gadis itu untuk masuk ke dalam mobil. Setelah masuk, Yong Hwa langsung menyalakan mesin mobil.
        “Aku harus kembali ke Jepang!” Tangan Hye Ra sudah hampir membuka pintu, namun Yong Hwa tak kalah cepat dengan menyambar tangan gadis itu yang lainnya.
        “Jangan membohongi dirimu. Aku tau kau hanya menghindar karena kecewa tadi kau tidak bisa menemuinya.” Yong Hwa menghembuskan napasnya. Ia juga telah melepaskan tangan Hye Ra. “Kau boleh pergi jika kau tega melihat Doojoon menghajarku,” serunya setengah mengancam. Pemuda lalu menyandarkan tubuhnya ke jok dan membiarkan mesin mobil tetap berderu.
*flashback end*

        Joon buru-buru menyambar tangan Hye Ra sebelum gadis itu melangkah lebih jauh lagi. Ia bahkan tidak peduli bahwa tangannya yang lain masih tertusuk jarum infuse. Bahkan saat Joon mengejar Hye Ra, otomatis selang infuse tertarik hingga menjatuhkan tiang tempat untuk menggantungkan botol infuse.
        Saat kejadian, Joon langsung melepaskan pegangan tangannya terhadap Hye Ra. Gadis itupun menoleh mendapati tiang yang sudah roboh ke lantai.
        “Ku mohon jangan pergi,” ujar Joon lirih. Ia bahkan tak menyadari bahwa tangannya yang tadi tertusuk jarum infuse, kini robek akibat kejadian tadi. Dan darah segar kini mulai mengalir hingga menodai lantai.
        “Joon, tanganmu…” Hye Ra tak melanjutkan ucapannya. Ia segera melesat ke luar. Di sana ada Doojoon, Luhan, Siwan bahkan Nichkhun dan Minjung sedang menunggu.

***

*flashback*
        Sesekali Yong Hwa melirik Hye Ra. Membagi konsentrasi antara menyetir dengan gadis di sampingnya. Mereka kembali dikuasai oleh suasana sunyi. Yong Hwa sangat membenci saat-saat canggung seperti ini. Sangat ingin ia mengatakan sesuatu. Tapi ia tidak tau apa yang harus ia katakan.
        “Kenapa kau justru memaksaku untuk menemui Joon?” suara Hye Ra akhirnya memecah keheningan.
        Yong Hwa menoleh tanpa berujar sedikitpun. Hanya sesaat, ia kembali menatap lurus ke depan. Di sisi lain, Hye Ra juga tampak tak sedikitpun meliriknya ketika bicara tadi.
        Pikiran pemuda itu kacau. Yang terjadi pada Hye Ra saat ini sama seperti dirinya. Gadis itu kini pasti mulai memiliki rasa pada Joon. Tapi ia hanya khawatir jika Joon sama sekali tak meresponnya. Sama seperti Yong Hwa saat ini. Tapi setidaknya, ia hanya ingin Hye Ra merasakan sesuatu yang lebih baik dari pada dirinya.
        “Joon…” lirih Hye Ra pelan. Gadis itu tampak tidak tenang dengan menatap ke luar jendela meski ia berusaha menyembunyikannya dari Yong Hwa.
        Yong Hwa menghela napas. Melepaskan sesak di dadanya.
        Hye Ra sudah tersiksa ketika harus melepaskan Doojoon kembali pada gadis yang dicintainya. Semakin lama gadis itu bersama Yong Hwa, hanya akan semakin membuat Hye Ra menderita. Gadis itu berhak menemukan pemuda lain yang lebih baik dari dirinya. Meski ia yakin, ia tak lebih buruk dari seorang Joon.
        Sudah hampir dua menit sejak Yong Hwa menghentikan mobilnya di parkiran rumah sakit. Tapi tak satupun dari mereka yang beranjak ke luar. Terlebih Hye Ra.
        “Kau sudah pernah menderita karena menunggu balasan cinta dari Doojoon yang tidak pernah kau dapatkan. Dan itu sangat tidak nyaman.”
        Hye Ra melirik Yong Hwa, namun pemuda itu sama sekali tak merubah arah pandangannya saat berbicara tadi.
        Tapi kali ini, Yong Hwa benar-benar menatap Hye Ra dalam. “Jangan biarkan Joon menunggu.”
*flashback end*

        Kejadian beberapa saat yang lalu masih terekam baik di benak Yong Hwa. Kini pemuda itu masih dalam keadaan yang sama. Berada di dalam mobil yang terparkir di rumah sakit tempat Joon di rawat.
        Yong Hwa meraba dashboar mobilnya dan menarik selembar undangan. Lalu ia membuka laci mobil dan mengeluarkan sebuah majalah remaja edisi saat wajah ke-lima ‘Blue Flame’ menghiasi bagian sampulnya. Mereka tampak terlihat tampan. Tak terkecuali Joon. Dan saat ini focus Yong Hwa tertuju pada leader band tersebut.
        Pemuda ini menyandingkan majalah serta kartu undangan di tangannya. Ia bahkan menutupi wajah beberapa member ‘Blue Flame’ menggunakan kartu undangan hingga menyisakan wajah Joon yang kebetulan berdiri paling pinggir. Undangan tersebut adalah undangan pertunangan atas nama dirinya dengan seorang gadis, dan ditujukan untuk Hye Ra.
        Yong Hwa menurunkan jendela mobil lalu menjatuhkan majalah serta undangan tadi ke luar. Setelah menutup kembali jendela mobilnya, Yong Hwa membawa mobilnya meninggalkan area parkir rumah sakit. saat mobil pemuda itu ke luar, bertepatan dengan sebuah mobil yang baru saja parkir di sampingnya.
        Pintu salah satu mobil tadi terbuka. Seseorang dengan menggunakan wedges ke luar dan kakinya hampir saja menginjak majalah dan undangan yang ditinggalkan Yong Hwa jika ia tak segera menyadari benda tersebut. Seorang wanita yang ternyata adalah Yoona itu memungut majalah tadi. Ia terpaku karena tertera nama ‘Hye Ra’ sebagai undangan.
        “Apa yang kau temukan?” tegur Minho yang kini sudah berdiri di samping istrinya.
        Yoona tak sanggup menjawab karena terlalu terkejut dengan apa yang dilihatnya. Ia hanya mampu menyodorkan ke dua benda tadi pada Minho.
        Beberapa saat kemudian, Minho dan Yoona sudah bergabung dengan yang lain di ruangan tempat Joon di rawat.
        “Kau masih di sini?” seru Minho terkejut melihat adiknya di sana, berdiri di samping Luhan tak jauh dari pintu. Sementara yang lain hampir mengerubungi Joon yang baru saja selesai menerima perawatan punggung tangannya yang terluka.
        “Hyung, kau pasti mengerti keadaan yang terjadi,” ujar Siwan yang kebetulan berada tidak jauh dari sana. Ia yang menjawab kebingungan Minho. Meski tidak terlalu menjelaskan, tapi dengan kondisi yang tengah terjadi sekarang, Minho sudah bisa menebaknya sendiri.
        “Aku tidak butuh infuse lagi! Aku sudah sembuh!” protes Joon menolak untuk kembali dipasangkan jarum infuse pada tangannya yang lain. Ia bahkan menjauhkan tangannya dari jangkauan perawat tersebut.
        Hye Ra hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan Joon. Ia sendiri tidak terlalu peduli saat Joon menatapnya. Hye Ra lalu melirik Minho. “Aku akan kembali ke Jepang dengan menggunakan penerbangan terakhir.”

***

        Suasana kamar tempat Joon di rawat kembali sepi. Member ‘Blue Flame’ yang lain harus melakukan rutinitas mereka tanpa Joon. Minho dan Yoona juga memiliki kesibukan tersendiri seperti halnya ‘Blue Flame’. Sang leader tersebut terpaksa harus beristirahat di rumah sakit meski ia sangat menentang keputusan itu. Dan Joon sudah bertekad tidak akan beristirahat dengan baik di sana.
        Joon hanya bersama Hye Ra di sana. Mereka bahkan duduk bersila di atas tempat tidur dan saling berhadapan. Ini permintaan Joon. Hye Ra terpaksa mengerjakan tugasnya dengan posisi seperti itu. Hanya sebuah meja yang menengahi mereka.
        Hye Ra sibuk menggambar sketsa desainnya. Sementara Joon sama sekali tak mengalihkan tatapannya dari gadis itu. Sesekali ia tersenyum geli saat Hye Ra kesal sendiri karena karyanya tidak sesuai harapan atau banyak sekali kesalahan dalam pembuatannya.
        “Kau hanya akan tiga bulan lagi kan di Jepang?” Joon akhirnya buka mulut untuk bicara. Tidak tahan rasanya berdiam diri dalam jangka waktu yang lumayan lama, padahal ada seseorang bersamanya saat itu.
        Hye Ra mendongak sambil melepaskan kacamatanya. Ia mendesah sesaat sebelum merespon ucapan Joon. “Tidak janji.”
        Joon membulatkan matanya sebagai upaya melancarkan protes. “Kenapa? Bukankah waktumu hanya tersisa tiga bulan lagi?” lanjutnya seakan tak terima.
        “Kau yang membuatku ketinggalan pesawat sehingga merusak jadwalku hari ini di Jepang. Dan itu sama saja kau membuatku tidak ikut ujian hari ini. Jadi, jangan protes kalau aku harus sedikit lebih lama tinggal di Jepang.”
        “Kalau ujian itu sangat penting, kenapa kau memaksa diri untuk menemuiku?”
        Hye Ra menatap Joon, cukup terkejut dengan apa yang baru saja diucapkan pemuda itu. Di sisi lain Joon tersenyum. Dan senyuman itu pula yang menyadarkan Hye Ra. Gadis itu memutuskan kontak mata untuk mengalihkan kegugupannya.
        “Aku tau,” pekik Joon yang merasa menang. “Kau pasti sangat mengkhawatirkanku, bukan?” goda Joon.
        “Jangan terlalu percaya diri,” balas Hye Ra.
        Joon kembali tersenyum puas.
        “Kenapa kau tersenyum seperti itu?” protes Hye Ra dan sukses membuat Joon bungkam.
        “Aku hanya terlalu bahagia hari ini.”
        Ucapan Joon tadi membuat Hye Ra menatapnya heran. “Kau aneh,” serunya sambil menggelengkan kepala, lalu bersiap melanjutkan aktifitasnya yang sedikit tersita. Namun Joon sudah lebih dulu menghalangi tangan Hye Ra yang akan memasang kembali kacamatanya.
        “Terima kasih atas semua yang kau korbankan untukku hari ini,” ujar Joon lembut.
        Tapi nampaknya tidak untuk Hye Ra. Gadis itu tidak terlalu menanggapi dengan serius ucapan Joon untuknya. “Memang apa yang ku lakukan untukmu?” tanyanya polos.
        Joon berdecak kesal. Ia turun dari tempat tidur. Dan tanpa berkata-kata lagi, Joon masuk ke dalam toilet dan menutup pintu dengan keras. Tepat sekali saat seseorang membuka pintu kamar itu dari luar.
        Terlihat kepala Luhan menyembul ke dalam. “Joonie hyung kenapa?”
        “Joon aneh sekali hari ini,” Hye Ra hanya mengangkat bahu. “Kenapa kau kembali, ada yang tertinggal?”
        “Iya, jaketku,” seru Luhan membenarkan sambil menyambar sebuah jaket yang tergeletak di atas sofa. “Mungkin Joonie hyung masih kesal dengan kejadian tadi.”
        Hye Ra menatap Luhan penuh minat. “Kejadian apa?” Ia sangat ingin tau penyebab Joon menjadi aneh seperti tadi.
        Pemuda itu mendekat ke arah Hye Ra. “Kami melihatmu pergi dengan Yong Hwa,” bisik Luhan yang akhirnya membongkar rahasia. “Ku rasa ia cukup sakit hati melihat kalian. Tapi setelah mendapati kau ada di sini, kondisinya langsung berubah drastis.”
        Hye Ra tersenyum geli mendengar semua cerita dari Luhan. Gadis menoleh saat mendengar pintu kamar mandi terbuka. “Jadi kau cemburu melihatku dengan…” Hye Ra tak melanjutkan ucapannya karena melihat Joon sudah mengganti pakaian pasiennya. “Kau mau ke mana?”
        Joon tak menjawab. Ia melempar baju pasiennya sembarangan ke atas sofa, lalu mendekat ke tempat Hye Ra berada.
        “Apa yang kau lakukan?” protes Hye Ra ketika Joon mulai mengumpulkan kertas-kertas yang digunakan Hye Ra untuk menggambar.
        “Bukankah kau akan lebih lama di Jepang?” Tanya Joon. Namun belum sempat mendapat jawaban, pemuda itu kembali berujar, “jadi aku juga ingin lebih lama menghabiskan waktu bersamamu hari ini.”
        “Tapi…”
        “Pesawat terakhir jam 7 malam. Sedangkan ini masih jam 3.” Joon seolah tak memberikan Hye Ra kesempatan untuk membela diri. “Kita masih punya cukup waktu.”
        Sementara itu, Luhan hanya tersenyum geli menyaksikan pemandangan dihadapannya. Dan saat Hye Ra meliriknya seolah meminta bantuan ketika Joon menarik tangan gadis itu untuk ikut bersamanya, Luhan hanya mengangkat bahu dan tak ingin ikut campur atas apa yang dilakukan leadernya itu.
        “Joon, kita mau ke mana?”
        Joon tidak langsung menjawab pertanyaan Hye Ra. “Ke mana pun yang kau mau. Jika pemuda itu bisa pergi denganmu, aku juga harus bisa.”
        Hye Ra melirik Joon yang kini tengah menyetir. Tiba-tiba ia teringat ucapan Luhan beberapa saat yang lalu. “Kami melihatmu pergi dengan Yong Hwa.” Hye Ra tersenyum geli. “Kau cemburu dengan Yong Hwa?”
        Joon berdecak kesal. Gadis itu senang sekali menggodanya. “Iya aku cemburu! Kau senang?”
        Hye Ra mengangkat bahu. Tak ingin terlalu ambil pusing dengan apa yang terjadi pada Joon. Meski di lubuk hatinya, Hye Ra sangat senang melihat Joon cemburu pada Yong Hwa.
        “Aku memang cemburu,” Joon mengulangi ucapannya. “Tapi bukan pada pemuda itu.”
        Hye Ra tertegun mendengarnya. Kecewa seketika.
        “Tapi karena aku tidak bisa membawamu ke manapun yang kau inginkan. Kencan kita pasti akan berantakan,” kesal Joon saat membayangkan jika ia benar-benar membawa Hye Ra ke tempat umum.
        “Resiko seorang super star.
        “Kau benar,” Joon menyetujui ucapan Hye Ra. Ia pun langsung murung seketika.

***

        Joon menghentikan mobilnya di tepi jalan. Dekat dengan pembatas jalan karena mereka tengah berada di jalan layang yang cukup tinggi. Mereka bahkan bisa melihat gedung-gedung pencakar langin dari sini. Terlebih saat ini sudah hampir malam. Dan tak lupa, mereka sempat membawa makanan sebelum pergi ke sana.
        “Kenapa tak terpikirkan olehku sebelumnya.” Joon merutuki dirinya sendiri. Ide melihat sunset di tengah kota seperti ini memang berasal dari Hye Ra. Mereka tidak mungkin jika harus ke pantai terlebih dahulu. Waktunya tidak akan sempat. Karena setelah ini, Hye Ra harus kembali ke Jepang.
        “Kau terlalu mempersulit hidupmu,” ujar Hye Ra seenaknya lalu menyeruput minuman yang ia bawa.
        “Kenapa kau selalu membuatku kesal?”
        “Kau pikir kau tidak?”
        Joon tak ingin membalas ucapan gadis di sampingnya. Ketika Hye Ra sibuk dengan makanannya dan seolah melupakan dirinya, Joon masih tetap setia memandangi wajah gadis itu. Ingin lebih lama merekam tiap lekuk wajah Hye Ra.  Karena selama tiga bulan ke depan, mereka tidak bisa saling bertatap wajah secara langsung. Sesekali ia tersenyum. Dan lama-kelamaan, Hye Ra menyadari apa yang tengah dilakukan Joon.
        “Apa?” Tanya Hye Ra ketus.
        “Terima kasih karena kau telah mengkhawatirkanku tadi,” ujar Joon. Pemuda itu benar-benar tulus saat mengatakannya.
        Hye Ra memutar bola matanya. Bosan karena Joon sudah beberapa kali mengatakan hal yang sama. “Apa hanya itu yang bisa kau katakan?”
        “Kau ingin mendengar aku mengatakan yang lain? Contohnya… aku menyukaimu. Aku mencintaimu. Aku menyayangimu. Aku ingin kau menjadi kekasihku. Akh, tidak. Aku juga ingin kau menjadi… hmmp!”
        Hye Ra membekap mulut Joon dengan roti yang tadi ada di tangannya. Tanpa bicara, Hye Ra menunjuk jam tangannya sebagai upaya mengingatkan Joon agar mereka segera ke bandara.
        “Oke…” seru Joon dengan susah payah karena mulutnya masih dipenuhi roti. Dan ia melakukan itu dengan sedikit terpaksa.

***