Kamis, 31 Oktober 2013

FC LOVE (chapter 5)


Author              : Annisa Pamungkas
Main Cast          :
·        B2ST/Beast Lee Gikwang
·        Infinite Lee Howon (Hoya)
·        SNSD Im Yoona
Support cast     :
·        Other member B2ST/Beast
·        Other member Infinite
·        Yong Hwa CN Blue
·        Siwan Ze:a
·        Jonghyun, Minho Shinee
·        All member A-Pink
·        Hara KARA
·        Sulli F(x)
Genre               : romance, family, friendship
Length              : chapter

***

        Yoochun yang menutup pintu ruang kesehatan, tapi Gikwang langsung menahan tangannya sebelum dua siswa SMA Sun Moon itu benar-benar membawanya pergi dari sana.
        “Eh, cewek tadi siapa namanya?” Tanya Gikwang penasaran sekaligus setengah berbisik membuat Yoochun dan Jaejong meliriknya dengan tatapan menggoda. Gikwang langsung salah tingkah di buatnya. “Gue Cuma nanya aja kok. Nggak ada…”
        “Ada maksud tertentu juga boleh kok,” goda Jaejong dengan penuh semangat memotong perkataan Gikwang.
        “Namanya Yoona,” kata Yoochun. “Dia temen sekelas gue. Kalo lo mau nomor telpon…”
        “Udah udah udah,” sela Gikwang yang sudah setengah malu sebelum Yoochun menyelesaikan ucapannya. “Gue Cuma pengen tau nama doank. Dia tuh temennya adik kelas gue di Paradise. Ayo pergi,” ajaknya sambil menarik tangan Yoochun dan Jaejong sebelum keduanya semakin memojokkan Gikwang.
        Yoochun dan Jaejong hanya terkekeh melihat Gikwang yang salah tingkah seperti tadi.

***

        Tak lama setelah Gikwang, Jaejong dan Yoochun meninggalkan ruang kesehatan, Sulli menegakkan badannya dan mendapati Yoona baru saja selesai mengembalikan kotak P3K ke tempatnya.
        “Kak, tadi yang luka itu anak dari SMA Paradise, ya?” Tanya Sulli yang membuat Yoona sedikit terkejut.
        “Eh? Maksud kamu yang pake seragam bola itu, kan?” Yoona balik bertanya untuk memastikan. Sulli hanya mengangguk, membuat Yoona menatapnya bingung. “Memangnya kenapa?”
        “Nggak.” Sulli tersenyum malu. “Kakak kenal sama dia?”
        Yoona tak langsung menjawab. Ia memilih kembali duduk di tempatnya tadi dengan posisi membelakangi Sulli.
        “Gapapa kok kalo emang nggak tau,” kata Sulli karena Yoona tak kunjung memberikan jawaban padanya. “Nanti aku tanyain ke mas Minho aja. Dan kalo nggak salah, tadi dia pake baju nomor 10, kan?” Sulli tampak seperti bicara seorang diri. Meski tengah dalam kondisi kurang sehat, nada suaranya tetap terdengar ceria.
        Yoona hanya tertunduk menahan sesak di dadanya. Ia menatap pintu tempat Gikwang menghilang tadi. Rasanya tak ikhlas jika ada yang mengagumi Gikwang di depan matanya meski ia sendiri tak terlalu mengenal cowok tadi. Bahkan tau namanya juga, nggak.
        Tak lama, pintu ruang kesehatan kembali terbuka. Yoona buru-buru menoleh dan sangat berharap yang kembali datang adalah Gikwang. Namun nyatanya tidak.
        “Kak Tiffany?” seru Sulli riang.
        Tiffany langsung mengahmpiri Sulli. “Kamu baik-baik aja?” ujarnya khawatir. Sulli hanya menggangguk sambil tersenyum. “Yoon, makasih banget ya lo udah nemenin Sulli.”
        Yoona menoleh. “Iya, santai aja.” Yoona tertawa kaku. “Sulli kan calon adik ipar lo,” lanjutnya setengah menggoda. Tentu saja ia melakukan itu dengan terpaksa.
        “Gimana pertandingannya?” Tanya Sulli antusias pada Tiffany.
        “Tadi sih kita kalah 0-1, tapi tenang aja. Minho sama Howon pasti bisa bawa sekolah kita untuk menang.”

***

4 hari kemudian.
        Pagi itu Gikwang mengendarai mobil mewahnya seorang diri setelah sejak beberapa hari yang lalu ia di jemput Yong Hwa, atau bahkan sesekali di antar ayahnya. Ketika di perjalanan, ia melihat seorang cewek yang sudah tak asing lagi untuknya. Cewek itu berdiri di pinggir jalan, dekat dengan sebuah mobil yang sepertinya mogok di jalan. Tanpa pikir panjang, Gikwang langsung menepikan mobilnya.
        “Hara!” teriak Gikwang setelah membuka pintu mobilnya.
        Merasa terpanggil, cewek yang ternyata Hara itu mendekat ke tempat Gikwang berada. “Kenapa, Kwang?”
        “Mobil lo mogok?” Tanya Gikwang sambil melirik ke arah mobil yang kap depannya terbuka.
        “Iya,” kata Hara pendek.
        “Ya udah, ikut gue aja,” putus Gikwang santai. Ia bahkan sudah bersiap masuk kembali ke dalam mobilnya.
        “Tunggu, Kwang!” cegah Hara. “Tapi gue…”
        “Ra! Hari ini kita tuh ujian Negara, loh. Emangnya lo mau gitu, telat masuk? Udah ayo. Gapapa kok,” ajak Gikwang lagi.
        Hara sempat melirik sekilas ke tempat sopirnya berada yang sibuk mengutak-atik mesin mobil yang entah sampai kapan. Setelah menatap jam yang melingkar di tangan kirinya, Hara sedikit terkejut. Taksi yang sejak tadi ia tunggupun tak kunjung datang. Mau tidak mau, ia harus menerima tawaran Gikwang.
        “Maaf ya, Kwang. Aku ngerepotin,” kata Hara tak lama setelah masuk ke dalam mobil Gikwang. “Apa lagi kita juga belum lama deket.”
        Gikwang mulai menjalankan mobilnya. Berusaha tak terlalu memikirkan perasaan Hara yang merasa tak enak padanya. “Ya ampun Hara, sekalipun kita belum saling kenal, kalo gue tau lo satu sekolah sama gue ya pasti gue tetep melakukan hal yang sama, lah.”
        Setelah itu, suasana cukup hening.
        “Gimana kabar lo sama Junhyung?” Gikwang memulai pembicaraan.
        “Gimana apanya? Kamu suka bercanda gitu deh, Kwang.” Hara terkekeh canggung sambil meninju pelan lengan Gikwang untuk menutupi kegugupannya.
        “Akh!” Gikwang meringis karena tangan Hara mengenai luka di siku kirinya yang ia dapati ketika menjalani pertandingan beberapa hari yang lalu.
        “Eh, maaf Kwang. Aku lupa kalo…”
        “Gapapa kok, Ra. Gue Cuma bercanda.” Gikwang terkekeh melihat ekspresi khawatir sekaligus bersalah yang ditunjukkan Hara. “Emang sih, kalo di lapangan tuh Junhyung keliatan kasar. Tapi dia sebenernya  baik banget, kok,” lanjutnya membicarakan Junhyung.
        “Aku tau,” kata Hara pendek. “Tapi, kamu sama sekali nggak dendam kan ke Junhyung?” Tanya cewek itu dengan nada takut. Biar bagaimanapun ia tau kalau ada hubungan kurang baik antara Gikwang dengan Junhyung. Dan kini ia justru semakin memperkeruh keadaan meski ia sendiri kurang tau masalah tentang Junhyung yang terlihat tak suka jika dekat dengan Gikwang.
        Gikwang masih mempertahankan tawanya. “Ya nggak lah. Kan gue udah bilang. Junhyung tuh cemburu karena gue bisa deket sama lo. Dan untuk masalah di pertandingan kemaren, gue yakin dia nggak sengaja kok. Kondisi kayak gitu udah biasa terjadi.”
        “Udah akh, Kwang. Jangan bahas Junhyung dulu,” ujar Hara seakan tak suka jika Gikwang sudah mulai menyinggung hal tadi. Tapi tak bisa di pungkiri juga kalau Hara sebenarnya cukup senang jika ternyata apa yang di katakan Gikwang tentang Junhyung bukan sekedar untuk menghiburnya semata.
        “Nanti siang mau pulang bareng gue lagi?” tawar Gikwang tak lama setelah ia memarkirkan mobilnya di area parkir sekolah.
        “Nggak usah, Kwang. Aku berterimakasih banget sama kamu hari ini. Nanti siang aku yakin mobilnya juga udah selesai dibenerin kok. Sekali lagi makasih banyak ya, Kwang.” Hara berujar dengan cukup canggung. Dan setelah itu ia benar-benar memilih untuk lebih dulu meninggalkan mobil Gikwang sebelum menyulut sesuatu yang tak di inginkan jika ia berlama-lama bersama Gikwang.

***

        “Woooy! Gikwang!” seru Jonghyun sambil merangkul Gikwang. Ia bahkan sampai mengejutkan Gikwang yang baru saja meninggalkan kelasnya seusai ujian tadi.
        “Lo ngagetin aja sih, Jong!” protes Gikwang yang sibuk menetralkan kerja jantungnya akibat terkejut. Sementara sang pelaku justru terkekeh melihat raut kesal yang ditunjukkan Gikwang.
        “Gimana ujian? Lancar?” Tanya Jonghyung basa-basi. Atau lebih tepatnya mengalihkan pikiran Gikwang agar tak marah berkelanjutan.
        “Alhamdulillah deh,” kata Gikwang kurang yakin. “Eh, yang lain mana?” Gikwang mengedarkan pandangannya kepenjuru koridor.
        “Jong! Kwang!”
        Tiba-tiba terdengar teriakan dua pemuda yang ternyata adalah Yong Hwa dan Sunggyu sambil setengah berlari menghampiri tempat Jonghyun dan Gikwang berada.
        “Kenapa sih?” Tanya Gikwang cemas karena dua temannya datang dengan terburu-buru.
        “Tadi pagi lo berangkat sama Hara?” Tanya Yong Hwa to the point.
        Gikwang mengangguk. “Nggak sengaja ketemu di jalan. Mobilnya mogok. Ya gue nggak tega aja. Dari pada dia telat.”
        “Kita sih nggak masalah apapun alasannya. Tapi yang bermasalah itu para penggemar lo. Mereka nunggu di deket mobil lo tuh. Nggak tau pada mau ngapain,” jelas Sunggyu.
        Gikwang langsung melesat ke tempat yang di maksud Sunggyu. Sementara yang lain tanpa perintah mengikuti langkah Gikwang yang bahkan sampai setengah berlari itu. Dan benar saja. Di sana sudah berkumpul para siswi SMA Paradise yang berdiri mengelilingi bahkan hampir menutupi seluruh badan mobil Gikwang. Gikwang sendiri hanya bisa menelan ludah melihat gerombolan cewek-cewek yang hampir kesemuanya adalah cewek yang pernah melakukan ‘kencan’ dengannya.
        “Ada apaan nih?” Tanya Gikwang sedikit takut-takut.
        Salah satu dari mereka mendekat ke arah Gikwang selayaknya seorang pemimpin. “Kita semua mau protes sama lo!” ujar cewek bernama Bomi itu sambil melipat tangan di depan dada dan menatap Gikwang, angkuh.
        “Protes masalah apa, sih?” Yong Hwa yang berdiri tepat di samping Gikwang, ikut bicara. “Lagian, kenapa lo yang ribet? Seinget gue, lo nggak pernah deh ‘kencan’ sama Gikwang.”
        Cewek bernama Bomi tadi langsung diam.
        “Iya bener,” Seru Jonghyun menimpali. “Nah, lo juga,” tunjuknya pada seorang cewek lagi yang berdiri tak jauh dari tempat Bomi. “Kalian kan nggak seangkatan sama kita.”
        “Lo bukannya Chorong ya?” Tanya Sunggyu yang tampak mengenali cewek yang di tunjuk Jonghyun tadi. “Lo ceweknya Woohyun, kan? Ngapain ikut-ikut? Lo juga, Bomi! Gue bilangin Dongwoo, loh!” lanjut Sunggyu setengah mengancam dan sukses membuat dua cewek tadi sedikit gemetaran.
        “Lagian, ini kan ujian Negara untuk anak kelas 3. Bukannya kalian libur?” Yong Hwa menimpali.
        Mereka—Bomi dan Chorong—saling tatap, seolah berbicara lewat tatapan mata. “Kakak-kakak yang cantik. Maap ya kita nolongnya sampe di sini aja,” ujar Chorong yang juga di respon anggukan oleh Bomi. Sedetik kemudian, mereka langsung kabur sebelum diprotes yang macam-macam oleh semua kakak kelasnya.
        Tersisa sekitar 9 orang. Dan kembali, salah satu dari mereka maju layaknya pemimpin seperti yang dilakukan Bomi tadi. “Kita sebagai fans yang pernah ‘kencan’ sama lo, butuh kepastian,” ujarnya tegas. Terlebih ketika menyindir kata ‘kencan’.
        “Butuh kepastian apa lagi sih, Hyuna?” tantang Gikwang. “Lagian, gue dengar lo udah pacaran sama Hyunseung, kan? Apa lo mau bahas masalah  ‘kencan’ kita yang dulu? Itu kan udah lama banget, Hyun.”
        Cewek bernama Hyuna tadi menggerak-gerakkan matanya, panic. Ia juga berusaha berpikir dengan jernih apa yang bisa ia jadikan alasan di depan Gikwang. “Bukan itu juga, Kwang! Tapi, apa lo mau kehilangan banyak fans lo di sekolah ini?”
        Gikwang memutar bola matanya. Sebenarnya ia tak terlalu mau ambil pusing masalah jumlah fansnya yang semakin bertambah atau bahkan berkurang drastis sekalipun.
        “Kita Cuma pengen tau. Apa lo beneran pacaran sama ‘Hara’?” Tanya Hyuna akhirnya dengan memberi penekanan ketika menyebut nama cewek yang ia maksud.
        Ketika Hyuna menyebut nama ‘Hara’, cewek itu kebetulan melintas tak jauh dari sana. Ia bahkan sampai menghentikan langkah yang kebetulan juga tengah melalui jalan itu. Sementara Yong Hwa, Sunggyu dan Jonghyun saling melempar tatapan bingung. Pasalnya, Gikwang tak pernah bercerita ia ingin mendekati Hara meski mereka pernah memergoki secara langsung saat Gikwang makan berdua dengan Hara di kantin.
        “Bagaimana bisa lo memberikan kesimpulan kalo gue jadian sama Hara?” Tanya Gikwang, dingin.
        “Jangan lo pikir, cerita malam minggu waktu itu nggak menyebar di sekolah. Dan apa yang lo lakuin ke Hara itu beda dengan apa yang lo lakuian ke kita pas ‘kencan’. Terlebih, pagi ini kalian datang bareng naik mobil lo. Padahal selama ini lo pasti pake motor kalo pergi ‘kencan’ sama kita,” ujar Hyuna panjang lebar.
        Gikwang tersenyum geli menanggapi protes Hyuna yang mewakili teman-temannya itu. “Jadi sebenernya kalian Cuma pengen nyobain mobil gue atau apa, sih? Yaudah, gue bakal nganterin kalian naik mobil gue. Gitu aja ribet. Tapi gantian ya, soalnya mobil gue paling banyak Cuma bisa buat berlima,” ketus Gikwang yang udah siap meninggalkan tempatnya berdiri sekarang.
        “Gue belom selesai ngomong,” kata Hyuna tak kalah ketus yang benar-benar menjadi juru bicara di sana. “Kita Cuma butuh pertanggung jawaban dari semua ucapan lo kalo lo Cuma mau pergi ‘kencan’ dengan teman seangkatan aja.”
        “Tapi Gikwang emang nggak pernah ‘kencan’ sama adek kelas. Semua juga pada tau, kan?” sela Sunggyu membela temannya itu.
        Hyuna dan pasukannya tersenyum meremehkan atas pembelaan dari Sunggyu. “Gimana kalo ternyata Gikwang ngelakuin ‘kencan’ sama kakak kelas? Namanya TAEYEON!”
        Gikwang membeku di tempat. Berbeda dengan reaksi sebelumnya terhadap tuduhan-tuduhan Hyuna.
        “Lo mau nyangkal apalagi, Kwang?” tantang Hyuna yang merasa di atas angin.
        “Sebenernya apa yang kalian omongin itu udah nggak penting lagi. Kalian juga nggak perlu tau urusan gue sama Hara. Dan untuk masalah Taeyeon…” Gikwang memberi jeda sesaat pada ucapannya. “…gue emang pernah suka sama dia. Dan gue udah bukan anak orang kaya seperti apa yang kalian tau selama ini. Sekarang terserah kalian. Mau tetep mau jadi fans gue atau sebaliknya, gue-udah-nggak-peduli!” ujar Gikwang tajam. Ia lalu menggeser paksa barisan cewek yang menutupi jalannya.
        Ketika Gikwang sudah masuk ke dalam bahkan sudah menyalakan mesin mobil, cewek-cewek tadi sontak menyingkir. Dan benar-benar untuk membuktikan ketidakpeduliannya, Gikwang sengaja berhenti tepat di depan Hara berada. Gikwang menurunkan kaca mobilnya.
        “Ra, gue tau mobil lo masih di bengel. Ayo pulang sama gue,” ajak Gikwang dengan nada yang tak ingin ada penolakan.
        Hara tak langsung menyetujui. “Tapi…”
        “Gue nyimpen rahasia terbesar dari lo,” kata Gikwang pelan, namun untuk Hara itu adalah sebuah ancaman besar.
        Hara tersentak. Akan sangat memalukan jika Gikwang benar-benar membongkar rahasianya di depan umum seperti saat ia mengaku memiliki perasaan pada seorang kakak kelasnya yang bernama ‘Taeyeon’ tersebut di depan warga SMA Paradise. Saat menoleh, sekilas ia melihat sosok Junhyung yang baru saja pergi dari tempat itu. Hara menghela napas sebelum akhirnya memutuskan untuk pergi dengan Gikwang.
        Yong Hwa, Sunggyu dan Jonghyun tersenyum puas kala mobil Gikwang melintas di depan mereka. Gikwang juga hanya sempat pamitan melalui gerakan mata.
        “Terus, apa itu artinya agenda ini udah nggak berguna?” Tanya Sunggyu meminta saran dua temannya terhadap buku agenda jadwal ‘kencan’ Gikwang yang sudah ada di tangannya. Ia bahkan tak ragu lagi mengatakan hal itu di saat cewek-cewek tadi masih di sana.
        “Gue rasa begitu.” Jonghyun sangat mendukung saran Sunggyu. “Apa perlu di bakar sekalian?”
        “Biar Gikwang aja yang bakar,” ujar Yong Hwa menutup pembicaraan mereka yang setelah itu pergi dari sana meninggalkan para cewek tadi.

***

        “Ra, lo nggak tiba-tiba beneran takut sama gue, kan?” tegur Gikwang ketika di perjalanan. Sejak tadi ia sudah mengawasi Hara yang seperti tak tenang meski ia hanya diam.
        “Maksud kamu?” Tanya Hara, bingung.
        Gikwang tetap menatap lurus ke arah jalanan. “Gue tiba-tiba galak kayak tadi tuh Cuma acting doank. Soalnya gue udah capek sama ‘kencan’ begituan. Mereka makin nggak jelas.”
        “Jadi, kamu mau nyudahin itu?”
        “Kalo begitu terus, yang ada gue nggak dapet-dapet pacar, Ra.” Gikwang terkekeh sendiri dengan jawaban yang ia lontarkan.
        Hara ikut tersenyum. “Emang, siapa cewek yang lagi kamu suka sekarang ini? Masih suka sama kakaknya Junhyung? Atau jangan-jangan, kamu udah punya pacar, ya?” Hara yang sudah merasa terlanjur dekat dengan Gikwang, sedikit penasaran dengan kisah cinta cowok di sampingnya itu.
        Gikwang menoleh cepat dengan mata yang sedikit membulat. “Gue belom punya pacar, kok. Tapi, kakaknya Junghyung?” Ia mengulagi ucapan Hara dengan nada bingung. “Jangan bilang yang lo maksud itu Taeyeon?”
        Hara mengangguk, polos. “Emang Junhyung punya berapa kakak cewek? Cuma kak Taeyeon aja, kan? Ada juga paling cowok dan setau aku namanya Kyuhyun.”
        Gikwang tertegun mendengar cerita Hara. “Kenapa gue nggak pernah tau sih kalo Taeyeon sama Junhyung itu adik kakak?”
        “Kwang!” suara Hara membuyarkan lamunan Gikwang. “Kamu beneran nggak tau kalau Junhyung itu adiknya kak Taeyeon?”
        Gikwang menggaruk belakang kepalanya yang nggak gatal sambil menggeleng. “Oiya, tadi udah ketemu Junhyung?” Tanya Gikwang mengalihkan pembicaraan mereka.
        Hara menggangguk. “Di parkiran tadi, pas aku baru mau masuk ke mobil kamu. Itu juga Cuma ngelihat Junhyung dari jauh.”
        “Dia ada di sekitar parkiran juga?” Tanya Gikwang penuh minat.
        “Iya. Tapi nggak tau dari kapan. Pas aku nengok, dia udah jalan ngejauh.”
        Gikwang hanya manggut-manggut seolah mengerti apa yang terjadi pada Junhyung. Sedetik kemudian, ia tersenyum jahil karena pikirannya sendiri.
        “Eh, tadi pertanyaan aku belom di jawab. Siapa cewek yang lagi kamu suka?” Hara mengulangi pertanyaannya.
        Gikwang tak langsung menjawab. Ia tersenyum geli. “Malu akh, Ra.”
        “Cewek yang malem minggu waktu itu, ya?” tebak Hara.
        “Duh, ketebak ya?” Gikwang mengusap tengkuknya gugup.
        Hara menatap Gikwang tak percaya. “Jadi bener dia? Padahal aku Cuma asal tebak aja, loh.”
        “Jadi sebenernya lo nggak tau?” Tanya Gikwang panic.
        Hara justru terkekeh melihatnya. “Kenapa nggak bilang? Tau gitu, aku kan bisa pura-pura ngajak dia ngobrol. Terus gimana? Udah ketemu lagi sama dia?”
        “Waktu tangan gue luka, dia yang pertama ngobatin. Ternyata dia anak SMA Sun Moon,” Gikwang bercerita dengan cukup antusias. “Eh, tapi jangan cerita-cerita ke Jonghyun, Sunggyu sama Yong Hwa ya,” pintanya cepat-cepat.
        “Iya,” Hara hanya menjawab singkat.

***

        Lewat seminggu setelah ujian Negara berlangsung. Siang itu setelah mengantar Hara pulang, Gikwang membelokkan mobilnya ke arah berlawanan seperti biasa karena ia sudah tak tinggal di rumah lamanya. Terlebih Gikwang harus melintasi sekolah SMA Sun Moon. Ia hanya menoleh sekilas menatap gerbangnya.
        “Apa lo lagi ada di sana sekarang?” Gikwang terkekeh karena sadar ia bicara sendiri. Cukup jauh dari sana, Gikwang menghentikan mobilnya karena ada sebuah mobil yang dengan tiba-tiba menyalip lalu berhenti tepat di depannya. Gikwang mengerutkan dahinya sambil sesekali mengingat siapa pemilik mobil tersebut. “Junhyung!” pekiknya karena melihat cowok itu ke luar dari mobil. Mau tak mau, Gikwangpun menemui Junhyung.
        Junhyung menunggu sambil tersenyum sinis seolah memamerkan beberapa luka di sekitar wajahnya. “Sudah merasa hebatkah, ‘pangeran’?” Tanya Junhyung setengah mengejek karena ia memang sering menyebut Gikwang dengan nama ‘pangeran’.
        Gikwang merasa Junhyung membawa suasana buruk siang itu. Ingin sekali ia bertanya tentang asal luka di wajah Junhyung. Tapi tampaknya percuma. Hanya satu yang bisa ia simpulkan, luka Junhyung ada kaitannya dengan kedatangan cowok itu padanya.
        “Ingin tau dari mana luka-luka ini?” Tanya Junhyung seolah bisa menebak isi kepala Gikwang.
        Gikwang hanya menatap datar untuk menyembunyikan ekspresi yang sebenarnya.
        Junhyung maju beberapa langkah hingga menyisakan jarak beberapa meter saja. Ia masih menunjukkan senyuman sinisnya. Sesekali Junhyung mengawasi sekitar yang kebetulan cukup sepi. “Tentu saja ini perbuatan para ‘pengawal’ setiamu.”
        Selama ini Gikwang bisa cukup sabar menghadapi sikap Junhyung padanya. Kecuali jika sudah menyangkut tiga temannya—Yong Hwa, Sunggyu dan Jonghyun—yang di panggil oleh Junhyung dengan sebutan ‘pengawal’. Untuk Gikwang, masalah antara dirinya dan Junhyung, tidak boleh melibatkan siapapun juga. Dengan sembunyi-sembunyi, Gikwang mengepalkan tangannya untuk mengontrol emosi.
        “Apa luka itu ‘nggak’ terlalu parah sampe lo nggak butuh untuk ngelawan gue?” seru Junhyung penuh rahasia.
        Gikwang melirik ke bawah lengan kiri kemeja sekolahnya yang tergulung hingga siku dan menunjukkan bekas lukanya yang masih cukup terlihat jelas. “Jadi lo sengaja mencelakai gue?” Tanya Gikwang dingin. Setelah itu ia baru kembali mendongak dan menatap Junhyung, tajam.
        Junhyung berdecak meremehkan. “Jadi lo baru nyadar?”
        “Apa maksud lo? Kenapa lo ngelakuin itu ke gue?” Gikwang masih berusaha menahan amarahnya, meski tak di pungkiri nada bicaranya penuh dengan penekanan.
        “Lo pikir Cuma lo aja yang layak jadi kapten? Sedangkan gue nggak? Dan apa lo pikir, lo benar-benar udah ngerasa kayak ‘pangeran’ sungguhan karena banyak cewek cantik yang ngejar-ngejar lo? Lalu setelah itu, dengan bangganya lo ngegandeng Hara di hadapan para fans lo? Apa lo nggak mikirin perasaan mereka?”
        Gikwang mengerutkan dahi karena bingung menanggapi penuturan Junhyung. “Tunggu deh. Kenapa jadi bawa-bawa Hara, sih? Apa hubungannya? Lo nggak rela kalo Hara jalan sama gue?” Tanya Gikwang dengan tatapan polosnya.
Namun tak di sangka, Junhyung justru tersentak mendengar pertanyaan seperti itu yang sukses membuatnya bungkam.
        “Eh, jadi lo beneran cemburu liat gue…” Gikwang belum selesai bicara karena setelah itu… ‘BUUUK!’ Satu pukulan mendarat di wajanya hingga ia tersungkur.
        Junhyung menarik kerah seragam Gikwang yang masih tertidur di aspal. “Kalo emang gue bener ‘cemburu’ ngeliat lo sama Hara, apa lo mau ngelepas Hara buat gue? NGGAK, KAN?” bentak Junhyung.
        Gikwang justru terkekeh melihat kekesalan di wajah Junhyung. “Lo salah paham, Jun.” Cowok itu berusaha untuk terlihat tenang. “Gue emang ada maksud ngedeketin Hara, tapi itu semua…”
        “Cukup!” Junhyung menghentikan ucapan Gikwang. Matanya berkilat penuh amarah. “Apa lo udah bahagia ngeliat gue seperti ini?”
        Gikwang berdecak kecewa. “Bahagia dari mananya, sih? Lo Cuma nggak tau aja. Udah deh, ntar juga lo bakal ngerti. Dan untuk masalah jabatan gue, lo nggak perlu ngiri. Itu Cuma sekedar ‘status’ di lapangan. Kapten sebenarnya itu muncul dari hati. Lo juga bisa ngelakuin itu.” Gikwang berusaha memberikan pengertian.
        Junhyung melepaskan kerah kemeja Gikwang dengan sedikit kasar. Namun bukan berarti ia mengalah karena tersentuh dengan ucapan Gikwang tadi.
        “Lo nggak perlu ceramahin gue,” kata Junhyung ketus yang masih mempertahankan egonya.
        “Terus lo perlunya apa? Cintanya Hara, kan?” goda Gikwang sambil berusaha bangkit, namun Junhyung justru kembali mendorong tubuh Gikwang hingga kembali tersungkur di tanah. Ia lalu kembali berusaha berdiri ketika Junhyung sudah pergi bersama mobilnya. “Akh! Udah ketauan cemburu, masih aja galak sama gue.” Gikwang mencibir sambil menahan rasa sakit luka di tangan kirinya yang masih saja terasa.

***

Rabu, 30 Oktober 2013

FC LOVE (chapter 4)


Author              : Annisa Pamungkas
Main Cast          :
·        B2ST/Beast Lee Gikwang
·        Infinite Lee Howon (Hoya)
·        SNSD Im Yoona
Support cast     :
·        Other member B2ST/Beast
·        Other member Infinite
·        Yong Hwa CN Blue
·        Siwan Ze:a
·        Jonghyun, Minho Shinee
·        All member A-Pink
·        Hara KARA
·        Sulli F(x)
Genre               : romance, family, friendship
Length              : chapter

***

Ketika sampai di lapangan sepakbola pribadi milik SMA Paradise, Gikwang hanya tinggal mengganti pakaiannya dengan seragam klub karena ia sudah melakukan pemanasan mulai dari rumah hingga sekolah. Setelah itu, Gikwang bergabung dengan Jonghyung, Yong Hwa dan Sunggyu yang tengah melakukan peregangan.
        “Lemes banget lo bro,” sapa Jonghyun ketika melihat Gikwang mendekat.
        “Belom pindah rumah ke tempat yang lebih jauh kan, lo?” ledek Yong Hwa.
        Tentu saja mereka hampir sependapat karena melihat semangat Gikwang yang tampaknya agak sedikit menurun. Belum lagi wajah cowok itu terlihat cukup kelelahan. Padahal ia melakukan jogging dari rumah hingga sekolah bukan untuk kali pertama.
        “Jangan lemes gitu, Kwang. Sore ini ada orang-orang dari pihak klub sepakbola ‘Dream Boys’. Mereka akan ngawasin latihan kita. Dan yang terpilih bisa ikut seleksi untuk gabung di klub mereka,” jelas Sunggyu.
        “Akh, serius lu?” Tanya Gikwang memastikan.
        “Ngapain juga gue bohong?” protes Sunggyu yang merasa ucapannya hanya di anggap lelucon oleh Gikwang.
        “Pelatihnya Im Seulong, bukan?” Gikwang mulai penasaran.
        “Im Seulong masih ngelatih ‘Locket Boys’ di Surabaya,” jelas Yong Hwa yang langsung membuat Gikwang kehilangan semangatnya lagi.
        “Ayolah, Kwang. Gue denger ‘Dream Boys’ juga ngelakuin hal yang sama ke anak-anak di SMA Sun Moon. Kita jangan kalah dari mereka. Susah lo bisa lolos ‘Dream Boys’,” timpal Jonghyun mengintimidasi.
        “Kali aja pelatih favorit lo si Im Seulong itu kepincut sama permainan lo, terus dia pengen pindah ke ‘Dream Boys’ deh biar bisa ngelatih seorang Lee Gikwang,” sambung Sunggyu.
        Gikwang terkekeh mendengar rayuan tiga temannya. “Bisa aja lu sipit,” goda Gikwang sambil menyikut lengan Sunggyu dengan ekspesi malu yang dibuat-buat. Jonghyun dan Yong Hwa memasang tampak pura-pura ingin muntah. Sementara Sunggyu melotot ke arah Gikwang meski sebenarnya ia tidak terlalu bisa melakukan itu.
        PRIIITTT…!!!
        Gikwang, Sunggyu, Yong Hwa dan Jonghyun terlonjak mendengar suara peluit milik Leeteuk, pelatih klub sepakbola SMA Paradise yang ternyata memang ditujukan untuk mereka berempat yang masih saja asik mengobrol. Padahal rekan-rekan yang lain sudah pada berkumpul untuk menerima arahan sebelum memulai latihan yang katanya di saksikan langsung oleh orang-orang penting di salah satu klub sepakbola terbesar di ibukota.
        “Kapten tuh ngasih contoh yang baik donk,” sindir Junhyung ketika Gikwang dan tiga temannya sudah bergabung. Terlebih saat itu Gikwang mengambil tempat yang tidak terlalu jauh dari tempat Junhyung berdiri.
        “Diem lu!” bentak Jonghyun tak terima jika temannya di remehkan seperti tadi.
        “Sssttt…” desis Gikwang mengingatkan. “Udah deh, Jong.” Ia sendiri tidak terlalu ambil pusing dengan perlakuan Junhyung padanya. Sementara Yong Hwa dan Sunggyu hanya menggeleng melihat kelakuan temannya itu.
        “Bang, itu Lee Donghae,” bisik Myungsoo yang ketika Gikwang datang langsung mendekati sahabat kakaknya itu.
        Mata Gikwang langsung mencari-cari orang yang di maksud Myungsoo. Setelah melihat seorang pelatih muda yang kharismatik, Gikwang melirik Myungsoo lalu mengangguk.
        “Pantes lo ngefans sama dia. Pelatih muda. Keren, Myung.”
        Myungsoo tersenyum bangga mendengar komentar Gikwang tentang sosok pelatih yang ia idolakan. “Ayo kita sama-sama gabung di sana, bang,” ajak Myungsoo semangat.
        Tanpa pikir panjang Gikwang mengangguk tak kalah semangat mendengar ajakan sekaligus tantangan dari Myungsoo agar ia dengan semangat mengikuti serangkaian tes agar bisa bergabung di sana.
        “Ngapain lo berdua?” tegur Sunggyu yang berdiri di belakang Myungsoo karena tak bisa menahan rasa penasarannya dengan apa yang tengah di bicarakan Myungsoo dan Gikwang.
        “Ada deh,” seru Myungsoo dan Gikwang yang kompak menjahili Sunggyu.

***

        Esoknya sepulang sekolah, Gikwang langsung bergegas menuju sebuah kamar yang dihuni ayahnya, Sungmin. “Biar ku bantu, pa.” Gikwang menawarkan diri ketika melihat Sungmin hendak memindahkan sebuah kardus ke sudut ruangan. Ia juga sempat melempar ranselnya sembarangan ke lantai.
        “Akh, kamu sudah pulang Gikwang,” seru Sungmin sedikit terkejut dengan kedatangan putranya.
        “Papa udah nemu rumah yang baru?” Tanya Gikwang sedikit hati-hati. Tidak mungkin ia langsung menyatakan dengan gamblang bahwa rumah baru mereka bisa dipastikan lebih kecil dan tidak sebagus rumah mereka yang sekarang.
        Sungmin menegakkan badannya ketika pekerjaan tadi telah selesai mereka lakukan. Ia lalu menatap Gikwang penuh arti. “Papa hanya sanggup menyewa satu rumah di ‘Phoenix’ apartmen kelas dua,” serunya setengah menyesal karena harus menyeret putranya satu-satunya ke luar dari rumah mewah ini. Juga menyeretnya ke masa sulit kehidupan mereka.
        Gikwang melebarkan matanya tak percaya. Mungkin Sungmin menyimpulkan bahwa anaknya menaruh kekecewaan besar terhadapnya. Namun kenyataannya lain. “Yong Hwa tinggal di sana juga. Tepatnya kelas tiga B, dan itu udah bagus banget, pa.” Gikwang menunjukkan ekspresi takjub. Tapi sedetik kemudian, raut wajahnya kembali berubah. Ia menatap Sungmin penuh selidik. “Aku jadi nggak yakin kalo papa bener-bener bangkrut,” serunya dengan nada pelan dan sedikit didramatisir.
        Sungmin melipat tangannya didepan dada sambil menatap Gikwang menantang. “Sekarang coba kamu lihat. Tinggal di mana kamu selama ini?”
        Seolah mengikuti permainan Sungmin, Gikwang menyapukan pandangannya hampir ke tiap sudut kamar ayahnya yang luas. Jika saja mengabaikan keberadaan beberapa tumpuk kardus di salah satu sisi ruangan, kamar Sungmin itu memiliki desain klasik yang mewah.
        Gikwang akhirnya menghela napas, menyerah. “Aku sadar. Setidaknya rumah ini bisa membeli bahkan sampe empat rumah di ‘Phoenix’ apartmen kelas satu. Waah… betapa kayanya papaku tercinta,” goda Gikwang yang tak segan-segan memamerkan eye smile-nya.
        Sungmin tak kuasa menahan tawa melihat kelakuan putranya. Yang membuatnya sampai detik ini tidak bisa menghalangi keinginan Gikwang adalah karena anaknya itu tidak pernah melakukan protes keras terhadap apapun keputusannya untuk Gikwang. Dan Gikwang sendiri memiliki cara tersendiri untuk menghadapi ayahnya. Mereka saling melengkapi satu sama lain.
        “Kayaknya aku nggak peduli kita mau tinggal di mana nantinya. Asalkan…” Gikwang dengan sengaja menggantungkan ucapannya. Ia melirik penuh arti pada Sungmin yang berdiri sedikit tegang di depannya.
        “Apa?” Tanya Sungmin tegas untuk menutupi kegugupannya.
        “Motorku jangan di jual ya, pa.” Gikwang memohon dengan nada manja hingga membuat Sungmin nyaris saja memukulnya karena sudah membuat Sungmin berpikir jauh tentang kemungkinan yang dikatakan Gikwang padanya.
        Hening sesaat ketika mereka duduk di tepi tempat tidur Sungmin setelah kembali sibuk dengan kegiatan mengepak barang-barang milik Sungmin.
        “Kayaknya kamu nggak pernah protes apapun keputusan papa?” Sungmin menatap anaknya, curiga.
        Gikwang menoleh seraya mencerna maksud ucapan ayahnya. “Jadi papa maunya aku protes terus kita adu mulut sampe berantem? Terus, aku kabur deh dari rumah,” seru Gikwang dengan imanjinasi yang cukup berlebihan.
        “Ya nggak gitu juga, Kwang,” kata Sungmin sebal. “Bagus deh kalo kamu itu penurut.”
        “Tapi seru juga sih kayaknya,” lanjut Gikwang dengan tatapan menerawang. “Papa ngelarang aku main bola, tapi aku diem-diem tetep nekat main. Terus aku sampe di rekrut sama sebuah klub bola yang pelatihnya itu Im Seulong. Dan akhirnya, papa setuju deh karena aku bisa suk… aduh!” Gikwang menoleh sambil memegangi kepalanya yang sedikit berdenyut karena mendapat sebuah jitakan dari Sungmin. “Papa!” protesnya, namun diabaikan oleh Sungmin yang sudah berjalan menuju laci meja komputernya.
        Tak lama Sungmin kembali dengan membawa selembar kertas. Tapi ternyata, Gikwang justru sudah dengan seenaknya berbaring di kasur dengan mata terpejam dan kedua tangannya dijadikan alas kepala.
        “Bangun, atau papa bener-bener ngelarang kamu bermain bola,” ujar Sungmin dengan suara pelan, namun benar-benar ampuh membuat Gikwang tersentak dan bangkit.
        “Jangan gitu donk, pa!” Lagi, Gikwang melancarkan protes.
        Sungmin tersenyum penuh kemenangan. “Ini.” Ia lalu duduk di samping Gikwang seraya menyerahkan kertas tadi yang ternyata adala formulir dari sebuah klub sepakbola ‘Running Boys’.
        “Kok papa bisa dapet ini? Dari mana?” desak Gikwang yang tak bisa menutupi rasa penasarannya.
        “Lee Hyukjae, pelatih klub itu dulunya teman SMA sekaligus teman satu klub bola dengan papa. Beberapa waktu lalu, kita nggak sengaja ketemu. Setelah ngobrol panjang lebar, ternyata dia sedikit banyak tau tentang kamu dari beberapa turnamen yang pernah kamu ikutin. Dia tertarik dan akhirnya dia nawarin kamu untuk gabung ke klubnya,” jelas Sungmin. “Akh, ternyata Hyukjae benar-benar menekuni sepakbola sampai sekarang.”
        Gikwangpun menanggapi cerita ayahnya dengan cukup antusias. Kecuali ketika Sungmin memuji teman lamanya itu. Lalu ketika teringat bahwa dirinya ada jadwal kembali latihan sore ini, raut wajahnya berubah. “Cuma aku aja yang di ajak?” Tanya Gikwang yang sebenarnya cukup ragu melontarkan pertanyaan itu. Karena kemungkinan besar memang seperti itu kenyataannya.
        Sungmin mengangguk sambil tersenyum bangga dengan prestasi putaranya. “Kejarlah mimpimu, nak.” Sungmin mengusap rambut anaknya.
        Gikwang hanya mampu menatap nanar kertas di tangannya. Inilah jalannya. Ia memang tidak bisa selamanya terus bersama dengan Jonghyun, Sunggyu, Yong Hwa bahkan Myungsoo dan yang lainnya. Tapi akan selalu ada orang-orang baru di kehidupannya ke depan. Hanya saja yang menjadi masalah adalah, Junhyung. Rivalnya itu sudah lebih dulu bergabung di ‘Running Boys’ karena Hyukjae adalah pamannya meski ia tetap mendapatkan pantauan dari pihak ‘Dream Boys’. Dan yang lebih mengejutkan lagi ternyata Hyukjae juga teman lama Sungmin.

***

        Seperti yang biasa Yoona lakukan di sore hari, ia mengayuh sepedanya sampai ke taman. Taman tersebut termasuk jalan tengah antara rumahnya dengan SMA Sun Moon, tempat Howon bersekolah. Tepat sekali, Yoona memang berniat menemui cowok itu. Tentu saja untuk mengantarkan peralatan olahraga milik Howon.
        “Won, maaf banget ya, ternyata kaos kaki lo kebawa sama kakak gue,” kata Yoona tanpa basa-basi lagi. Ia juga tak lupa menyerahkan tas pada Howon. “Tapi tadi udah gue beliin yang baru kok. Cuma, yaa… gitu. Bukan barang mahal,” jelasnya.
        “Lo sekali lagi bahas barang-barang mahal, gue cium ya!” ancam Howon jengkel yang sukses membuat Yoona membekap mulutnya.
        “Gini aja deh, baju lo yang kemaren lo laundry di mana? Biar gue yang ambil.”
        Howon merogoh saku jinsnya dan mengeluarkan selembar kertas tanda bukti dari tempat Howon me-laundry kostum bola yang kemarin ia pakai latihan. Ia lalu memberikannya pada Yoona.
        “Ini udah di bayar, kan?” goda Yoona setelah menerima kertas darit tangan Howon.
        “Ya elah, Yoon. Takut amat. Kalopun belom juga pasti gue kasih lah duitnya ke lo,” seru Howon sambil terkekeh.
        Yoona ikut terkekeh mendengar candaan Howon. “Ya udah deh. Gue balik dulu ya. Belom beres-beres rumah nih soalnya,” pamit Yoona yang sudah bersiap dengan sepedanya.
        “Duh, maaf banget ya, Yoon. Kayaknya gue bakal ngerepotin lo terus,” kata Howon sedikit merasa bersalah.
        “Santai,” jawab Yoona pendek, sementara tangan kirinya menepuk pelan pundak Howon. “Oiya, lo sekolah di mana sih?” Tanya Yoona sedikit penasaran. Selama mereka saling kenal, belum sekalipun Yoona bertanya hal itu.
        “SMA Sun Moon. Lo sendiri?” Howon membalikkan pertanyaan Yoona. Namun sebelum mendengar jawaban cewek di depannya itu, ponsel Howon bergetar tanda sebuah pesan masuk.
        Yoona menepuk pundak Howon sampai membuat cowok itu menoleh. “Gue duluan ya. Sampe ketemu di sekolah.” Tanpa menunggu respon dari Howon, Yoonapun mulai mengayuh sepedanya dan meninggalkan tempat ia bertemu dengan Howon.
Sementara Howon sendiri hanya memperhatikan laju sepeda Yoona yang semakin menjauh sambil ia melakukan panggilan melalui ponselnya. “Iya ini gue udah lagi di jalan,” ucapnya pada seseorang di seberang telpon sambil melangkah ke arah yang berlawan dari tempat perginya Yoona.

***

        Esoknya, sebuah pertandingan penting di gelar. Dan tepat hari itu akan mempertemukan SMA Sun Moon sebagai tuan rumah dengan SMA Paradise yang di ketahui selama ini menjadi salah satu saingan terberat dari SMA Sun Moon.
        Yoona yang sore itu baru ke luar dari perpustakaan—karena sepulang sekolah tadi siang, ia harus melakukan kerja kelompok dengan beberapa teman sekelasnya—di buat bingung dengan pemandangan yang ada. Banyak siswa yang sudah tak mengenakan seragam sekolah, berbondong-bondong menuju area belakang sekolah tempat stadion kecil sepakbola pribadi milik SMA Sun Moon berada.
        “Jaejong!” teriak Yoona pada salah satu teman sekelasnya yang kebetulan melintas. “Ada apaan, sih?” tanyanya penasaran ketika cowok tinggi itu menghampirinya.
        “Ada turnamen bola. Kebetulan hari ini kita yang jadi tuan rumah. Masa lo nggak tau, sih?”
        Yoona menggeleng polos. Ia lalu menatap Jaejong dari atas ke bawah. Cowok itu memakai pakaian kasual. “Lo nggak ikut tanding bola?”
        Jaejong hanya terkekeh mendengar pertanyaan Yoona. “Gue tuh anak basket, bukan dari klub bola kayak cowoknya Tiffany si Minho itu tuh,” jelasnya sambil geleng-geleng kepala melihat Yoona.
Mungkin dari sekian banyak siswa SMA Sun Moon, hanya Yoona yang tidak tau apa-apa. Termasuk pertandingan sepak bola sore ini.
        “Kok Hoya nggak cerita kalo dia mau ada pertandingan bola sore ini? Nggak mungkin dia nggak ikut tanding, kan?” Yoona sibuk dengan pikirannya sendiri.
        “Ya udah, lo mau ikut gue ke sana nggak? Temen-temen klub basket gue udah pada nunggu di sana nih. Soalnya gue juga mau bantuin mereka kalo butuh sesuatu,” kata Jaejong karena Yoona hanya diam sejak beberapa menit yang lalu.
        “Kalian anak-anak basket pada nonton?” ujar Yoona takjub.
        “Walau kita beda klub, tapi kita selalu saling support. Anak-anak bola juga sering nonton kita main basket, kok,” jelas Jaejong. “Ya udah, ayo ke sana,” ajaknya lagi, kali ini ia sedikit memaksa.
        Yoona mengangguk cepat. “Ya udah deh,” ujar Yoona akhirnya.
Merekapun bergegas menuju lapangan sepakbola. Di sana Yoona dan Jaejong segera bergabung dengan siswa yang lain. Mengantri untuk masuk ke stadion yang tidak terlalu besar itu.
        “Eh, lo masuk duluan aja deh. Ada barang gue yang ketinggalan di gedung sekolah.” Tanpa menunggu persetujuan Jaejong, Yoona langsung ke luar dari barisan.
        Yoona menelusuri gedung SMA lantai satu yang sudah sangat sepi itu. Tanpa sengaja matanya menemukan seorang gadis berseragam SMP di dekat ruang kesehatan SMA Sun Moon. Merasa seperti mengenali cewek itu, Yoonapun mendekat.
        “Kamu… adiknya Minho, kan?” Tanya Yoona.
        Siswi SMP Sun Moon itu tersentak dengan keberadaan Yoona. Ia lalu menoleh sambil menegakkan badan. “Kakak temennya mas Minho?” cewek yang ternyata Sulli itu balik bertanya.
        Yoona menggangguk. “Kamu ngapain di sini sendirian? Nggak ke stadion?” Tanya Yoona yang langsung membuat Sulli tertunduk. “Kamu sakit?” tanyanya lagi karena melihat wajah putih Sulli yang sedikit pucat. “Kenapa nggak istirahat di dalam?” lanjutnya setelah memastikan ruangan di belakang Sulli benar-benar ruang kesehatan sekolah.
      Sulli menggeleng. “Aku nggak berani sendirian. Kakak-kakak petugasnya lagi pada mau nonton bola,” jelas Sulli pelan.
        Yoona berdecak kecewa dengan para petugas UKS—yang seluruhnya adalah siswi SMA Sun Moon—yang dengan seenaknya melalaikan tugas mereka. Terlebih di saat ada acara di sekolah. Tenaga mereka pasti sangat di butuhkan.
        “Ya udah, aku yang temenin aja ya?” tawar Yoona sambil membimbing Sulli untuk masuk ke dalam. Beruntung ruangan juga tidak di kunci. Ia semakin menggelengkan kepala. “Gimana kalau ada barang yang ilang?” cibirnya.
        “Kakak nggak mau nonton bola?” Tanya Sulli yang merasa tak enak karena secara tak langsung, ia yang meminta Yoona menemaninya di sana.
        Yoona tersenyum sambil menggeleng. “Gapapa, kok.” Ia lalu meletakkan ranselnya di meja, sementara Sulli sudah membaringkan diri di tempat tidur. “Tapi aku tinggal ke perpustakaan sebentar ya. Cuma mau ngambil barang aku yang ketinggalan,” pamitnya. Memang itu tujuannya kembali ke gedung sekolah.

***

        “Akh!” pekik Gikwang sambil memegangi siku tangan kirinya. Ia yang sedang berada di tengah lapangan untuk melakukan pertandingan sepakbola, tak sengaja bertabrakan dengan Junhyung ketika saling berebut bola melawan Minho dari tim lawan.
        Sunggyu yang kebetulan tak jauh dari tempat Gikwang berada, langsung berlari menghampiri temannya yang sudah berbaring di atas rumput. “Kwang, lo gagapa?” tanyanya setengah panic. “Tangan lo berdarah!” serunya heboh ketika melihat darah mengucur dari siku tangan Gikwang sambil ikut memegangi luka untuk menahan agar darah tak semakin deras ke luar.
        “Tim medis!” teriak Howon pada official SMA Sun Moon. Biar bagaimanapun, pengurus sepakbola SMA Sun Moon harus bertanggung jawab pada keselamatan semua orang yang hadir. Meski itu dari tim lawan sekalipun.
        Kebetulan Jaejong yang menyadari teriakan Howon. Meski dari tim basket, ia tak akan segan-segan membantu tim sepakbola dalam bentuk apapun. Karena yang di lakukan tim sepakbola sore ini demi nama sekolah juga.
        Tanpa pikir panjang, Jaejong berlari ke tempat Howon berada diikuti salah satu temannya yang tadi berdiri bersama di tepi lapangan. Tentu saja tujuan utamanya adalah melihat keadaan Gikwang.
        “Petugas PMR mana sih?” omel Howon ketika Jaejong datang bersama Yoochun yang sebenarnya adalah anggota tim basket, bukannya para petugas medis atau minimal anggota PMR yang bergerak.
        “Nggak tau, gue sama Yoochun bawa ke ruang kesehatan SMP aja, deh.” Jaejong menyeruak di antara beberapa aggota tim SMA Paradise untuk membantu Gikwang berdiri. Yoochun juga ikut membantu Jaejong memapah Gikwang.
        “Bawa ke ruang kesehatan SMA aja. Punya SMP lagi di renovasi,” kata Minho sebelum mereka bergerak percuma ke ruang kesehatan SMP Sun Moon.

***

        Yoona baru saja kembali ke ruang kesehatan setelah mengambil beberapa alat tulis miliknya yang tertinggal di perpustakaan sekolah. “Obat yang ku berikan sudah kamu minum?” Tanya Yoona sambil menyelimuti tubuh Sulli yang tengah berbaring.
        Sulli hanya mengangguk lemah sebagai jawaban.
        “Kalau kamu butuh sesuatu, bilang aja ya.” Yoona lalu memilih duduk di kursi tak jauh dari tempat tidur Sulli sambil membaca novel yang ia bawa di dalam tas.
        Tak lama pintu ruang kesehatan terbuka dengan sedikit kasar. Yoona sampai terlonjak dan Sulli sukses terbangun dari tidurnya. “Jaejong? Yoochun? Kalian kenapa…” Yoona tak melanjutkan ucapannya ketika melihat seorang cowok yang berada di antara dua temannya itu.
        Jaejong dan Yoochun mendudukkan Gikwang di kursi yang kosong.
        “Yoon, lo bisa ngobatin luka, kan?” Tanya Yoochun sedikit membuyarkan lamunan Yoona.
        “Iya, sebentar.” Yoona langsung menuju tempat kotak P3K yang tergantung di tembok.
        “Eh, kamu adiknya Minho, kan?” Tanya Jaejong ketika menyadari keberadaan Sulli di sana.
        Sulli yang masih dalam posisi berbaring, melirik ke arah Jaejong. Yoochun dan Gikwang juga menatap cewek itu. Sulli mengangguk lemah, sementara tatapannya jatuh ke wajah Gikwang.
        “Yoon, lo anak PMR, ya?” Tanya Jaejong ketika Yoona kembali dan tengah mempersiapkan barang-barang yang ia butuhkan untuk mengobati Gikwang.
        “Bukan,” kata Yoona singkat sambil meminta bantuan Yoochun untuk memegangi kotak kecil yang ia bawa tadi.
        “Akh.” Gikwang meringis ketika Yoona tengah membersihkan lukanya.
        Sontak Yoona menjauhkan tangannya yang memegang kapas basah karena cairan alcohol. “Maaf,” ujarnya merasa bersalah sambil mendongak membuat mata mereka bertemu.
        Yoochun berdecak kesal. “Bener-bener tuh anak PMR. Nggak ada satupun yang nongol pas lagi di butuhin.”
        Yoona dan Gikwang langsung kembali tersadar dan berusaha menyembunyikan apa yang baru saja terjadi di antara mereka.
        “Kalo sakit bilang ya,” ujar Yoona mengingatkan. Gikwang hanya mengangguk. Yoona lalu kembali melanjutkan pekerjaannya dengan sangat hati-hati.
        “Gue nggak kebayang kalo Howon beneran ngamuk ke anak-anak PMR itu. Lo liat kan Howon kecewa banget pas tau ternyata kita yang nongol?”
        Yoochun mengangguk membenarkan ucapan Jaejong. Mereka sibuk mengobrol berdua, membiarkan Yoona sibuk sendiri bersama Gikwang yang berada di tengah-tengah Jaejong dan Yoochun.
        Tak lama, Jaejong tampak merogoh saku jins lalu mengeluarkan ponsel miliknya. “Halo,” sapanya setelah menempelkan ponsel di telinga. “Oh, gitu? Ya udah, ini juga sebentar lagi selesai kok. Iya, pake mobil gue aja gapapa.”
        “Siapa?” Tanya Yoochun penasaran ketika Jaejong mengakhiri pembicaraannya di telpon.
        “Itu si Yunho. Katanya kita suruh bawa dia ke rumah sakit,” jelas Jaejong. Yang di maksud dengan ‘dia’ adalah Gikwang.
        “Ya ampun, ngerepotin banget kalo kalian yang bawa gue ke rumah sakit,” kata Gikwang tak enak.
        “Udah, gapapa.” Yoochun bicara sambil membantu Yoona melilitkan perban di sekitar siku tangan kiri Gikwang. “Lagian, init uh sebagai bentuk tanggung jawab sekolah karena kita nggak bisa nyiapin tim medis yang layak.”
        “Udah, nih. Cepet sana kalian bawa ke rumah sakit. Takut keburu infeksi,” kata Yoona yang dengan sigap membereskan peralatan P3K yang ia gunakan.
        “Ya udah. Kita pergi ya,” pamit Jaejong.
        Yoona yang sudah terlanjur memunggungi mereka, hanya menjawab dengan anggukan. Sementara Gikwang masih menatap punggung Yoona seakan tak rela ia di bawa pergi oleh Yoochun dan Jaejong. Yoona sendiri hanya menghela napas berat ketika pintu tertutup dari luar.

***