Jumat, 28 Februari 2014

BLUE FLAME BAND 2 (part 12)



Author              : Annisa Pamungkas (@nniissaa11)
Main Cast          :
·        Lee Joon/Changsun (Mblaq)
·        Lee Minhyuk (BtoB)
·        Jung Yong Hwa (CN Blue)  
Original cast     : Hye Ra
Support cast     :
·        Luhan (Exo-M)
·        Im Yoona (SNSD)
·        Choi Sulli (F(x))
·        Lee Sungmin (Super Junior)
·        Cha Hackyeon ‘N’ (VIXX)
·        Lee Hyorin (Sistar)
Genre               : romance
Length              : part

***

        “Hye Ra kekasih Joon. Bagaimana kau bisa bersamanya?”
        Yong Hwa menoleh cepat ke tempat Sungmin duduk di balik kemudi. “Hyung lupa dengan foto skandal mereka? Pemuda lain yang juga tertangkap kamera bersama Hye Ra adalah aku,” desis Yong Hwa. Tiba-tiba saja perasaannya pada Hye Ra yang sudah ia kubur dalam-dalam, kini membuncah.
        Seperti apa perkiraan Yong Hwa. Joon dan Hye Ra memang bertemu. Namun yang Yong Hwa temui justru hanya Hye Ra seorang diri di dalam sebuah taman dengan kondisi menangis pilu. Kemungkinan besar sangat berkaitan dengan Joon. Terlebih pemuda itu sudah tidak berada di sana.
        “Jika tau seperti ini jadinya, aku tidak akan melepaskan Hye Ra pada Joon. Atau mungkin aku akan membiarkan Minhyuk mendekatinya saja,” seru Yong Hwa yang dikuasai emosi.
        “Maksudmu Minhyuk adiknya Joon?” tanya Sungmin yang mendengar suara Yong Hwa tadi.
        “Minhyuk adiknya Joon?” Yong Hwa mengulangi pertanyaan Sungmin untuk memastikan lebih jelas. “Apa dia juga mengenal Luhan dan Doojoon?”
        Sungmin mengangguk cepat meski sambil menyetir. “Dia satu sekolah denganmu juga berarti. Kau tidak pernah tau itu?”
        “Apa-apaan ini? Bagaimana bisa Minhyuk dan Joon…” Yong Hwa meletakkan kepalan tangannya ke kening sambil melempar pandangan ke luar jendela. Sulit mencerna begitu saja sebuah fakta menarik antara Minhyuk dengan Joon.
        Yong Hwa memeriksa ponselnya. Ia juga sesekali mengawasi Sungmin melalui ekor matanya. Yong Hwa mencari-cari sebuah kontak. Dan akhirnya ia menemukan kontak tersebut di ponselnya dengan nama ‘Hackyeon’. Buru-buru Yong Hwa mengirimi pemuda itu sebuah pesan singkat.

***

        “Sebaiknya aku pulang,” seru Hye Ra buru-buru. Namun belum sempat ia bangkit, Luhan kembali lebih dulu menahannya.
        “Ku antar,” tawarnya.
        Dengan lembut, Hye Ra melepaskan genggaman tangan Luhan hingga membuat pemuda itu menoleh. “Joon akan membunuhmu jika kau berani melakukan itu.”
        Luhan mengerutkan kening. Joon tidak akan mungkin sekejam itu. “Dan ia juga pasti akan membunuhku kalau membiarkan kau pulang sendiri seperti ini,” balasnya menanggapi candaan serius dari Hye Ra.
        “Kau tidak tau apa yang baru saja terjadi pada kami.”
        “Kalau begitu, katakan apa yang tidak ku tahu,” tantang Luhan. Ia menunggu reaksi Hye Ra selanjutnya. Namun karena tidak ada jawaban, Luhan hanya mampu menghela napas. “Joonie hyung sudah seperti saudara untukku. Dan kau, kau adalah kekasihnya. Walau selama ini hubungan kita tidak baik, tapi apa salahnya jika aku peduli padamu? Hyung yang lain juga pasti akan melakukan hal yang sama jika berada di posisiku.”
        Air mata Hye Ra kembali jatuh meski tentu saja langsung terurai oleh air hujan. “Selama ini aku tidak tahu jika Joon dan Minhyuk saudara,” ujar Hye Ra akhirnya dengan suara sedikit bergetar.
        Luhan mendengarkan setiap kata yang ke luar dari bibir gadis itu sambil mengusap lembut pundak Hye Ra. “Terjadi sesuatu antara kalian?” tebaknya setelah bisa membaca suasana.
        Hye Ra mengangguk lemah dengan mata yang terpejam sesaat. Sakit karena terpaksa teringat kembali kejadian tadi. “Minhyuk… Minhyuk, dia… Dia memukul Joon.”
        Mata Luhan sontak melebar. “Kenapa Minhyuk melakukan itu?”
        Hye Ra menggeleng. Itu pertanyaan yang sejak tadi tidak sama sekali ia dapati jawabannya. “Tidak tahu. Saat itu Joon tengah memelukku dari belakang.”
        “Mungkinkah…” desis Luhan pelan tanpa berniat melanjutkan ucapannya. “Kau tau Minyuk selama ini memiliki perasaan padamu?”
        Mendengar ucapan Luhan, Hye Ra mendongak kemudian menggeleng. “Aku tidak pernah tau.”
        Luhan menatap Hye Ra gemas karena kepolosan gadis itu. “Ya sudah,” ujarnya mengalah. “Kau bawa mobil atau tidak? Biar ku temani pulang.”
        “Aku tidak bawa mobil dan tidak ingin pulang. Di rumah juga tidak ada Minho oppa dan Yoona eonnie. Antar saja aku ke manapun,” kata Hye Ra menyerahkan semua keputusan pada Luhan.
        “Ayo,” seru Luhan sambil menarik tangan Hye Ra dengan lembut.

***

Flashback…
        “Masih ingat kalau aku pernah bilang sangat ingin memelukmu?”
        “Apa artinya kau akan merealisasikan hal itu?” tanya Hye Ra setengah menantang dan masih pada posisi semula. Ia membelakangi pemuda tersebut.
        Di bawah sorot lampu taman yang memang tidak terlalu terang tersebut, bisa dilihat pemuda tadi tersenyum. Senyuman khas seorang Lee Joon, leader band ‘Blue Flame’. Pemuda tersebut, yang bisa dipastikan memang Joon, mengeluarkan ke dua tangannya dari dalam saku celana. Lalu ia rentangkan untuk bisa memeluk tubuh Hye Ra dari belakang.
        Hye Ra tersenyum dengan perlakuan Joon saat itu. Namun hanya sesaat karena setelah itu, ada seseorang yang menarik tubuh Joon menjauhinya. Dan bahkan ia memberikan sebuah pukulan pada Joon. Saat mendongak, betapa terkejutnya pemuda itu bahwa yang melakukan hal tersebut padanya adalah Minhyuk, adik kandungnya sendiri.
Flashback end…

        Joon menyandarkan belakang kepala ke sandaran tempat tidur. Matanya terpejam erat untuk berusaha mengurasi rasa sakit hatinya. Sementara satu tangannya ia gunakan untuk menggenggam ponsel dengan erat.
        “Kenapa harus kau, MINHYUK!” jerit Joon. Setelah membuka mata, Joon langsung melempar ponselnya ke lantai hingga beberapa bagiannya terlepas. “AKHHH…!”
        Joon terisak di sana. Ke dua kalinya ia menangis hari ini. Dan ini lebih menyakitkan dari pada melihat Hye Ra bersama Yong Hwa atau mungkin Doojoon. Tak pernah pemuda itu merasa sesakit ini. Bahkan saat melihat Yoona bersanding dengan Minho, rasanya bahkan tidak separah ini.
        Kesedihan membuat Joon justru teringat semua kenangan-kenangannya bersama Hye Ra. Mulai dari pertemuan pertama mereka saat acara fans sign ‘Blue Flame’. Saat itu bukanlah kejadian manis yang terjadi. Tapi Joon dan Hye Ra saling berebut album music ‘Blue Flame’ sambil saling beradu mulut.
        Tapi justru itulah yang membuat Joon merasakan sebuah sensasi tersendiri bersama Hye Ra. Dan tanpa sadar membuat Joon tertarik pada Hye Ra meski saat acara makan malam, Doojoon memperkenalkan Hye Ra sebagai kekasihnya. Akhirnya Joon pula yang mengetahui ternyata semua itu hanya scenario antara Doojoon dan Hye Ra.

***

        Luhan menggenggam erat pergelangan tangan Hye Ra karena gadis itu menolak saat di ajak kembali ke apartmen Joon. Tak lama kemudian, pintu terbuka dan memunculkan sosok Hyorin. Wanita itu tentu saja sedikit tersentak karena mendapati Luhan kembali dan bahkan membawa gadis yang tadi ia pikir orang gila bersamanya.
        “Kau?” seru Hyorin dengan tatapan menyelidik pada Hye Ra.
Sementara Hye Ra hanya mampu tertunduk karena secara tidak langsung ia sudah berpikir yang macam-macam tentang keberadaan Hyorin di sana. Terlebih wanita itu sedang hamil.
        Kali ini Hyorin menatap Luhan menuntut penjelasan. “Bagaimana bisa kau bersama dia? Tadinya ku pikir gadis ini orang gila.”
        “Hmm… noona. Ini Hye Ra. Kekasih Joonie hyung,” jelas Luhan akhirnya.
        Mendengar itu, tatapan Hyorin berubah. Tentu saja ia senang dengan berita tersebut. “Joon memang pernah cerita sudah memiliki kekasih. Tentu saja setelah ku paksa. Dan ternyata akhirnya aku bisa bertemu denganmu. Hmm… kau tidak datang bersama Joon?” tanyanya.
        Hye Ra sontak melirik Luhan seperti meminta penjelasan.
        “Joonie hyung…”
        “Minhyuk?” seru Hyorin menyela perkataan Luhan. Sontak saja Luhan dan Hye Ra menoleh kebelakang tempat Minhyuk memunculkan diri di sana.

***

        Seseorang mengetuk pintu kamar Joon dari luar. “Joon!” seru suara orang tersebut.
        Joon yang sempat tertidur, langsung terbangun karena suara ketukan itu. Joon menyingkap selimutnya lalu bergegas membukakan pintu. Sosok Sungmin muncul di sana. Joon langsung membukakan pintu lebih lebar lagi dan secara tigak langsung ia menyuruh Sungmin untuk masuk ke dalam.
        Sungmin sendiri melangkah tanpa beban karena ia sudah mengantisipasi kejadian ini. Menejer ‘Blue Flame’ tersebut menarik kursi untuk ia duduk, sementara Joon menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur.
        “Kau pasti menyadari aku di taman itu, kan?” ujar Joon dingin memulai pembicaraan.
        Sungmin hanya mengangguk menanggapinya.
        “Dan kau mengenal pemuda yang membawa Hye Ra tadi?”
        Sungmin kembali mengangguk lalu berujar, “dia Yong Hwa. Adikku.”
        Joon sontak membeku mendengarnya. “Apa kau bilang?” serunya memastikan bahwa ia tidak salah mendengar.
        “Tapi ku rasa Yong Hwa dan Hye Ra tidak menyadari keberadaanmu di sana,” jelas Sungmin sekaligus mengalihkan pikiran Joon tentang hubungannya dengan Yong Hwa. “Karena jika iya, aku yakin Hye Ra tidak akan pergi dengan Yong Hwa. Yong Hwa sendiri juga sudah bertunangan, dan kau sudah tahu itu.”
        “Lalu, di mana Hye Ra sekarang?” tanya Joon khawatir.
        “Kami sudah mengantarnya pulang. Kau tenang saja,” kata Sungmin menenangkan. “Kalau boleh tau, kalian ada masalah? Ku lihat Hye Ra tadi tidak dalam kondisi baik.” Sungmin berusaha membuat Joon senyaman mungkin untuk bercerita.
        Joon tidak langsung menjawab. “Ku rasa Minhyuk dan Hye Ra memiliki hubungan. Entah apapun itu. Karena Minhyuk sampai memukulku tadi.”
        “Min… Minhyuk memukulmu?” tegas Sungmin sedikit tergagap. Sepasang kakak beradik yang ia ketahui sangat rukun, tau-tau terlibat baku hantam seperti itu hanya karena masalah yang belum jelas kebenarannya.
        “Sudahlah, hyung,” seru Joon enggan membahas hal tersebut. Pemuda itu kemudian bangkit dari posisi duduknya. “Aku pulang dulu,” kata Joon setelah menyambar ponsel dan jaketnya. Kemudian ia melesat pergi dari sana.

***

        Hackyeon berlari dan melesat ke luar rumahnya setelah menerima panggilan dari Yong Hwa tadi. Pemuda itu mengatakan ia sudah berada di depan rumah Hackyeon.
        “Ada apa, hyung? Kau mengejutkanku dengan tiba-tiba menelpon lalu datang ke sini,” seru Hackyeon saat menemukan Yong Hwa bersandar di badan mobilnya. Ia juga buru-buru menghampiri pemuda itu.
        Yong Hwa menegakkan tubuhnya. Ke dua tangannya masih ia tenggelamkan ke dalam saku celana. Ia menoleh sesaat sebelum merespon perkataan Hackyeon. “Kau mengenal dekat dengan Minhyun? Kau tau bagaimana keluarganya? Siapa kekasihnya sekarang?” cecar Yong Hwa sedikit tidak bisa menahan rasa penasarannya.
        Hackyeon sendiri tidak langsung menjawab. Pertanyaan Yong Hwa sedikit banyaknya cukup mengejutkan. Pemuda itu kini sibuk memikirkan jawaban yang pas. “Minhyuk tidak berniat merebut Sulli kembali darimu kan, hyung?” Di luar dugaan, Hackyeon justru melemparkan pertanyaan lagi pada Yong Hwa.
        Sebenarnya Yong Hwa cukup terkejut dengan pertanyaan itu, namun ia berusaha setenang mungkin menanggapinya. Hackyeon masih sepupuan dengan Sulli. Dan kemungkinan besar ia memang tau tentang hubungan tunangannya dengan Minhyuk.
        Yong Hwa menggeleng. “Tolong jawab pertanyaanku.”
        “Akh, iya. Aku dan Minhyuk berteman sejak SMA. Kalau untuk keluarga, yang aku tahu Minhyuk punya seorang kakak perempuan dan laki-laki. Hyorin noona dan Lee Joon hyung, kau tahu ‘Blue Flame’? kakak laki-lakinya itu Lee Joon vocalis ‘Blue Flame’. Tapi kalau untuk masalah kekasih, aku kurang tau. Terlebih setelah ia memutuskan untuk melepaskan Sulli,” jelas Hackyeon panjang lebar tanpa hambatan.
        “Kalau begitu, apa Minhyuk tahu siapa kekasih Lee Joon?”
        “Lee Joon hyung?” ulang Hackyeon meyakinkan. “Minhyuk tidak pernah cerita apapun tentang hal itu selain kalau Lee Joon hyung pernah menyukai seorang model bernama Im Yoona. Hanya itu. Lagi pula, untuk apa hyung menanyakal hal tentang Lee Joon hyung? Maaf, bukannya apa. Tapi jika kau ingin tahu, kau bisa mencarinya di internet. Kau tahu kan ‘Blue Flame’ sudah cukup terkenal,” sarannya hati-hati. Takut menyinggung hati Yong Hwa.
        “Informasi yang aku butuhkan bukan sekedar berita yang tersebar di media. Tapi lebih dari itu. Berita yang hanya diketahui oleh orang-orang terdekat saja,” kata Yong Hwa.
        Hackyeon tampak menghembuskan napasnya, kasar. “Walaupun aku dekat dengan Minhyuk dan cukup mengenal Luhan, tapi ku rasa tidak semudah itu juga mengetahui berita pribadi member ‘Blue Flame’.”
        Yong Hwa tampak mengangguk mengerti. Tidak mungkin ia mendesak Hackyeon. Pemuda itu sudah menceritakan semua yang ia ketahui. “Pertanyaan terakhir. Apa kau tahu Minhyuk masih memendam perasaan pada Hye Ra?”
        “Aku tidak tahu pasti. Tapi yang jelas, mereka terlibat suatu proyek renovasi butik. Dan kalau melihat dari reaksi Minhyuk jika bertemu Hye Ra, ku rasa Minhyuk masih menyukainya.”
        Yong Hwa diam setelah mendengar penjelasan Hackyeon tadi.
        “Maaf, hyung.” Suara Hackyeon tampak membuyarkan lamunan Yong Hwa. “Apa terjadi sesuatu?” tanyanya hati-hati. Namun karena hal tersebut cukup melibatkannya, Hackyeon memberanikan diri bertanya.
        “Entahlah,” kata Yong Hwa tak yakin. “Sepertinya ada kesalahpahaman di sini.” Yong Hwa tampak menepuk pundak Hackyeon. “Sudahlah. Tidak perlu kau pikirkan. Tapi yang jelas, aku cukup berterima kasih untuk semua informasi darimu. Aku pulang dulu,” pamit Yong Hwa kemudian.
        “Hati-hati, hyung,” seru Hackyeon sebelum Yong Hwa benar-benar masuk ke dalam mobil.

***

        Hye Ra dan Luhan masih berada di apartmen Joon. Mereka bahkan dapat pinjaman pakaian ganti karena pakaian mereka sebelumnya basah. Hye Ra mengenakan mini dress santai beserta kardigan milik Hyorin. Sementara Luhan dipinjami kaos dan celana training. Mereka saat itu tengah duduk di ruang tamu dengan kondisi saling diam dan terasa cukup canggung. Terutama antara Hye Ra dan Minhyuk.
        Sementara Hyorin tampak berada di dapur untuk mengambil sesuatu. “Minhyuk!” teriak wanita itu dari arah dapur. “Di mana Joon meletakkan kotak obat?”
        “Kotak obat?” ulang Minhyuk seraya berpikir. Walau sudah beberapa minggu ia tinggal di sana, namun ia belum menguasai tiap sudut apartmen tersebut. “Ada di…” serunya terpotong karena tidak menemukan jawaban yang tepat.
        Hyorin bahkan sampai ke luar karena kesal Minhyuk tidak juga menjawabnya. “Di mana?”
        “Di…” Minhyuk kembali kehilangan kata-kata.
        “Di dekat wastafel,” ujar Hye Ra. Dan tanpa curiga, Hyorin langsung kembali ke dapur. Sedangkan Minhyuk menatap cewek itu intens. Luhan sendiri hanya diam mengawasi tanpa berbuat apa-apa.
        “Kau?” desis Minhyuk dengan suara tertahan.
        Hye Ra menoleh dengan tatapan yang kurang bersahabat. “Dulu apartmen ini milikku. Lalu sekarang menjadi milik Joon. Dan sekarang aku mohon padamu untuk mengembalikan cincinku,” ujar Hye Ra datar namun terdengar cukup memerintah. Responnya untuk Minhyuk tidak seramah biasanya.
        “Cincin apa?” balas Minhyuk. Tentunya ia pura-pura tidak tahu tentang cincin yang di maksud oleh Hye Ra.
        Luhan kini terlihat cukup khawatir dengan ke duanya. Ia ingin melerai, namun bingung memutuskan hal apa yang harus ia perbuat. Terlebih ia mengetahui cerita Hye Ra sebelum mereka datang ke sana. “Sepertinya aku salah membawa Hye Ra ke sini,” sesal Luhan sambil mengacak rambutnya, frustasi.
        Minhyuk dan Hye Ra masih saling melempar tatapan yang sulit untuk diartikan. Beruntung Hyorin sudah terlanjur datang dan menginterupsi hawa dingin di antara mereka. Hyorin duduk di samping Hye Ra dan berniat mengobati luka gadis itu karena ia sudah membawa obat luka di tangannya.
        “Kalau aku terlalu kasar, katakan saja,” ujar Hyorin lembut. Setelah Hye Ra mengangguk dan menunjukkan senyumannya, barulah Hyorin mulai bergerak mempersiapkan obat-obatan di tangannya. Ia lalu menempelkan kapas yang sudah di tetesi obat ke lutut Hye Ra.
        Luhan mengawasi Hye Ra dan Hyorin dengan cukup khawatir. Berbeda dengan Minhyuk yang tampak tak ingin peduli dan lebih memilih untuk memfokuskan diri pada sebuah tanyangan di televisi.
        “Sudah,” seru Hyorin yang kemudian langsung membereskan peralatan yang tadi ia gunakan. Ia tersenyum menatap wajah manis Hye Ra. “Ternyata kau gadis yang kuat. Tadinya ku pikir kau akan kesakitan.”
        Hye Ra hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Hyorin. “Luka ini tidak seberapa dibandingkan dengan luka hatiku karena diacuhkan Joon,” lirih gadis itu dalam hati setelah Hyorin melesat ke dapur untuk mengembalikan obat tadi.

***

        Joon menghentikan mobilnya di sebuah pelataran parkir. Cukup lama ia diam di dalam sana sebelum akhirnya memutuskan untuk ke luar dari mobilnya. Pemuda itu sudah berada di gedung apartmennya. Alasan ia ke sana hanya satu, karena ia sudah berjanji pada Hyorin akan pulang ke apartmen. Tentu Joon tanpa berpikir dua kali untuk setuju. Apartmen itu miliknya, dan Hyorin adalah kakaknya. Namun yang mengganjal sekarang karena kejadian beberapa waktu lalu yang melibatkan ia dan Minhyuk.
        Dengan langkah berat, Joon menyeret kakinya ke dalam. Perjalanan dari parkiran sampai depan pintu apartmennya terasa cukup lama. Berkali-kali Joon meyakinkan dirinya untuk masuk ke sana. Joon menghirup udara dalam-dalam sebelum akhirnya membuka pintu lalu masuk ke dalam.
        Pemuda itu mendapati Hyorin muncul dari dapur. Sementara Minhyuk seakan tidak menyadari kehadirannya dan masih menonton televisi dengan tidak minat.
        Hyorin melangkah mendekati Joon. “Kenapa kau tidak menemui kekasihmu? Dia sampai datang ke sini.”
        Mendengar itu, Joon melebarkan matanya. “Maksudmu Hye Ra?” seru Joon memastikan. Ada setitik kebahagiaan yang menyelimuti hatinya. Namun rasa kesal dan bersalah itu bercampur hingga akhirnya sedikit lebih mendominasi.
        “Memangnya kau memiliki berapa kekasih?”
        Joon tidak menjawab dan lebih memilih melirik ke tempat Minhyuk berada. Pemuda itu masih mengacuhkannya. Namun Joon sadar itu hanya trik. Minhyuk sendiri juga sebenarnya cukup tegang dengan ucapan Hyorin yang secara tidak langsung menegaskan bahwa Joon dan Hye Ra benar-benar menjalin sebuah hubungan.
        “Tentu saja hanya Hye Ra. Memangnya kau pikir aku punya berapa?” tegas Joon pada Hyorin dan tentu saja pada Minhyuk juga. Namun ia tidak mengetahui jika ada seseorang lagi di antara mereka yang mengawasi dari balik pintu toilet. Tidak terlalu jauh dari tempat Joon berdiri sekarang.
        Itu Hye Ra. Gadis itu masih di sana. Namun Luhan sudah pulang beberapa menit sebelum Joon sampai. Mendengar ucapan Joon tadi, membuat Hye Ra mengukir senyumnya. Ia percaya Joon hanya membutuhkan waktu sehingga tega meninggalkannya tadi di taman. Perlahan Hye Ra membuka pintu kamar mandi hingga menimbulkan sedikit suara deritan yang sontak saja membuat Joon dan Hyorin menoleh.
        “Joon,” ujar Hye Ra lirih. Ia benar-benar merindukan kekasihnya itu meski mereka sudah bertemu sebelum di sini. Namun kondisi yang terjadi justru di luar dugaan.
        Joon sendiri juga sudah hampir melangkahkan kaki dan berniat memeluk Hye Ra. Namun sekuat tenaga ia menahan semua karena melihat mata Hye Ra. Sisa air mata masih terlihat. Tadi, saat pemuda itu ingin kembali karena menyesal telah membuat Hye Ra menangis, ia justru melihat kekasihnya bersama pemuda lain. Bukan Minhyuk, tapi Yong Hwa.
        “Kau ingin menginap di sini?” tanya Joon datar. “Kau bisa sekamar dengan noonaku. Kalian juga sudah saling kenal, kan?” lanjutnya. Kali ini ia juga sempat melirik Hyorin.
        “Joon!” pekik Hyorin seakan mengingatkan adiknya. Aura yang ditunjukkan Joon membuatnya merasakan hal aneh di sana. Joon dan Hye Ra sedang terlibat masalah. Dan itu sangat jelas terlihat. “Kau…” Kata-kata Hyorin terputus karena Joon sudah lebih dulu melesat masuk ke dalam kamarnya. “Aku belum selesai…” Hyorin kehilangan kata-kata lagi. Kali ini karena ia melihat Hye Ra melangkah ke arah pintu. Dan Hyorin justru lebih memilih untuk mengejar Hye Ra. Sedikit tidak peduli dengan kondisinya yang tengah mengandung.
        Hye Ra sempat berhenti di ambang pintu dan menoleh ke dalam. Ia melihat Hyorin di sana. “Eonnie, aku…” Hye Ra tak bisa melanjutkan ucapannya karena terinterupsi oleh air matanya sendiri.
        Hyorin menggenggam salah satu tangan Hye Ra sambil menatap lembut ke mata gadis itu. “Aku tidak akan memaksa kau untuk bercerita. Tapi ku mohon bertahanlah di sini. Aku tidak akan mengijinkan kau pulang karena ini sudah malam,” pinta Hyorin sungguh-sungguh. Ini pertemuan pertamanya dengan Hye Ra, namun ia sudah sangat menyayangi gadis itu.
        Hye Ra sempat mengalihkan pandangannya karena ia melihat Minhyuk di sana yang tengah menatapnya juga. Tatapan posesif yang belum pernah ia lihat dari seorang Minhyuk selama ini. Hye Ra membalasnya dengan tatapan tajam dan menegaskan bahwa ia adalah kekasih Joon. Namun Minhyuk justru dengan tidak merasa bersalah sama sekali, balik badan dan meninggalkan tempat itu.
        “Hye Ra?” seru Hyorin menyadarkan Hye Ra dari lamunannya. Secara tidak langsung ia juga ingin menanyakan jawaban Hye Ra tentang permintaannya.
        Gadis itu menyerah dengan keadaan. Ini sudah malam, dan tubuhnya juga sudah cukup lelah. Belum lagi luka yang membuat kakinya sedikit lemah. Hye Ra akhirnya mengangguk.

***

        Joon tampak ke luar dari dalam kamarnya sambil membawa bantal dan selimut. Namun Joon kembali menyembunyikan diri karena mendapati Hye Ra dan Hyorin di dekat pintu ke luar. Hye Ra tampak mengangguk yang kemudian langsung di tarik oleh Hyorin ke dalam pelukannya.
Kemudian, Minhyuk muncul dari arah dapur dan membuat Joon melanjutkan langkah. Ia melempar barang-barang yang ia bawa ke atas sofa sambil menatap Minhyuk penuh arti. Minhyuk sendiri hanya menatap bingung apa yang dilakukan kakaknya tersebut.
        “Kau menyuruh Minhyuk tidur di luar?”
        Joon yang tahu kalau itu suara Hye Ra, sama sekali tak menolehkan kepalanya. “Kau keberatan?” tanya Joon seolah menantang. Masih tidak menatap Hye Ra.
        “Tapi di sini ada dua kamar,” balas Hye Ra.
        Joon menolehkan perlahan kepalanya ke tempat Hye Ra berada. “Apartmen ini milikku. Dan aku berhak mengatur segalanya,” kata Joon dingin. Ia seperti bukan berbicara dengan kekasihnya, tapi musuh. “Kau boleh saja protes. Tapi malam ini aku sama sekali tidak mengijinkan Minhyuk masuk ke dalam kamarku.”
        “Tapi…”
        “Kalau begitu, Minhyuk bisa tidur dengan noona, dan kau bersamaku,” putus Joon dengan tatapan menantang.
        Minhyuk dan bahkan Hyorin sudah ingin buka mulut untuk menentangnya, namun Hye Ra sudah lebih dulu menyelak. “Minhyuk bisa tetap tidur di luar.”
        Mendengar itu, Joon tersenyum samar.
        “Dan aku akan menemaninya,” seru Hye Ra dengan beraninya merespon tantangan dari Joon.

***

Rabu, 26 Februari 2014

PERFECT LOVE (chapter 8)



Author              : Annisa Pamungkas (@nniissaa11)
Main Cast          : B.A.P (Yongguk, Himchan, Daehyun, Youngjae,
  Jongup, Zelo [Junhong])
Support cast     : A-Pink (Chorong, Bomi, Naeun, Eun Ji, Namjoo,
                          Hayoung), G.Na (Soloist), B2ST (Doojoon), BtoB
Genre               : romance, family, brothership
Length              : chapter

***

        “Yookyung, aku pulang ya.” Himchan berpamitan setelah mengantar kekasihnya pulang.
        Yookyung justru tampak menahan lengan Himchan, tepat sebelum cowok itu berbalik. “Kok tumben sih buru-buru banget? Masuk dulu, ya? Kita tadi bahkan nggak jadi jalan, loh.”
        Himchan tampak kurang bersemangat. “Aku ganti lain waktu. Ada kerjaan yang harus aku selesain. Sekolah sebentar lagi ngadai ujian. Dan mungkin malam minggu besok aku nggak bisa nemuin kamu dulu,” jelas Himchan sekaligus meminta pengertian pada kekasihnya itu.
        “Ya udah,” kata Yookyun pendek. Jelas cewek itu kecewa dengan keputusan kekasihnya.
        “Aku pulang dulu,” kata Himchan sekali lagi sebelum benar-benar pergi dari sana menggunakan sepeda motornya. Semangatnya sedang turun untuk tetap bersama kekasihnya itu.
        “Himchan!” panggil Yookyung yang seolah nggak rela pacarnya pergi begitu saja dari sana. Namun Himchan tetap memacu motornya seakan tak mendengar teriakan Yookyung.
        Beberapa saat kemudian, Himchan sampai di rumahnya. Jongup yang juga tampak baru sampai, langsung membukakan kembali pintu pagar untuk kakaknya tersebut. Setelah Himchan memasukkan motornya, Jongup kembali berniat menutup pintu pagar dan matanya jatuh pada rumah Bomi yang tepat berada di depan rumahnya. Ada sebuah mobil yang baru saja tiba di sana dan Eunkwang tampak memunculkan diri.
        Hicmhan sempat mengintip dari balik punggung adiknya apa yang sedang dilihat Jongup. Lalu setelah ia juga melihat bahwa ada seorang pemuda bertamu ke rumah Bomi, Himchan segera balik badan dan melesat masuk ke dalam rumah. Himchan bahkan menutup pintu sedikit lebih keras hingga sukses membuat Jongup terlonjak di tempat.
        “Mas Himchan kenapa, sih?” seru Jongup karena bisa dipastikan memang kakaknya yang melakukan hal tersebut.

***

        Youngjae berada di depan pintu sebuah apartmen. Ia menekan bel beberapa kali dan menunggu di bukakan pintu oleh seseorang dari dalam. Jantungnya berdegup dua kali kebih cepat. “Sial. Kenapa gue deg-degan gini sih?” gerutunya dalam hati.
        Nggak lama kemudian, pintu terbuka dan Ilhoon memunculkan diri di sana. Ia menatap Youngjae dari atas ke bawah. “Cari siapa?”
        Youngjae menghirup udara dalam-dalam sebelum menjawab. “Eun Ji ada?”
        Sementara di dalam, Eun Ji ternyata menyusuli adiknya ke pintu. “Siapa, Hoon?” serunya, namun ia langsung tersentak mendapati Youngjae di sana. Buru-buru Eun Ji menarik tangan Ilhoon. “Jangan suruh dia masuk!” perintah Eun Ji sambil memaksa adiknya untuk kembali masuk ke dalam.
        Youngjae juga nggak hanya tinggal diam. Ia menahan pintu yang berusaha di tarik Ilhoon. “Kalo lo mau transkrip nilai itu balik, jangan usir gue!” seru Youngjae dan terkesan sedikit mengancam.
        “Transkrip?” ujar Ilhoon sambil menoleh ke tempat Eun Ji berada. Namun kakaknya itu nggak memberikan jawaban apapun. Kemudian Ilhoon menoleh ke Youngjae. “Jadi, transkrip nilai kak Eun Ji…” Ilhoon sontak kehilangan kata-kata. “Mas, tolong balikin dong.”
        “Gue bakal balikin. Tapi gue perlu bicara sama Eun Ji,” pinta Youngjae. Ia menunggu Ilhoon membujuk Eun Ji.
        “Yaudah, tapi…”
        “Hanya berdua,” sela Youngjae sebelum Eun Ji sempat menyelesaikan kalimatnya. “Gue mohon.”

***

        Di kamarnya bersama Daehyun, Jongup tampak membongkar isi laci-laci di meja belajarnya. Ia bahkan sudah memeriksa ransel sekolahnya. Namun benda yang ia cari belum juga ketemu. Dan nggak lama kemudian, tampak Daehyun yang baru saja sampai.
        “Ya ampun Jongup!” pekik Daehyun melihat kondisi kamarnya yang sedikit berantakan. “Kamu ngapain, sih?”
        “Nyari kartu memori. Masalahnya itu punya Zelo,” kata Jongup tanpa menoleh sedikitpun pada Daehyun.
        “Kartu memori?” ujar Daehyun pelan. Ia seperti teringat sesuatu.

Flashback…
        “Punya flashdisc nggak, Dae?”
        Daehyun yang sedang mengerjakan tugas kuliahnya, langsung menoleh ketika ada seseorang yang berbicara kepadanya. Ternyata Yongguk yang hanya menyembulkan kepalanya di balik pintu. “Waah… kebawa Bomi, mas. Jongup mungkin punya.”
        “Mas aja yang nyari,” sela Yongguk saat Daehyun sudah berinisiatif untuk bergerak ke tempat meja belajar Jongup berada. Yongguk membuka laci teratas. Dan ia menemukan sebuah kartu memori yang biasa di gunakan pada kamera. “Cuma ada ini.” Yongguk menunjukkan benda yang ada di tangannya. “Pinjem bentar aja, kok.”
Flashaback end…

        “Dipinjem sama mas Yongguk, Jong.”
        Mendengar ucapan Daehyun, sontak saja Jongup menghentikan kegiatannya sesaat lalu menoleh ke tempat Daehyun berdiri di dekat pintu. “Mas Yongguk?” tanya Jongup memastikan.
        Daehyun hanya mengangguk cepat.
        “Kok bisa?” ujar Jongup pelan. Sedikit kurang bisa mempercayai kalau barang berharga milik Zelo ada di kakak tertuanya. Belum sempat Daehyun mejawab, Jongup sudah lebih dulu melesat pergi ke luar kamarnya.

***

        Kini Youngjae dan Eun Ji duduk berhadapan di sofa apartmen Eun Ji. Setelah membuatkan minuman tadi, Ilhoon pamit ke luar dan meninggalkan kakaknya di sana bersama Youngjae.
        “Kedokteran bukan jurusan yang lo pengen, ya?” tanya Youngjae memulai pembicaraan.
        “Untuk apa lo nanya hal itu?” balas Eun Ji ketus tanpa mau menatap Youngjae sedikitpun.
        Youngjae meremas tangannya yang saling bertautan setelah mendengar perkataan Eun Ji. “Oke, gue ganti pertanyaannya. Kenapa waktu itu lo bikin gue terjebak di antara cewek-cewek nggak penting di kampus?”
        Eun Ji meringis sesaat mendengar pertanyaan Youngjae yang tentu saja membuatnya mengingat akan ciuman mereka di kelas kosong.
        “Lo marah sama gue karena waktu itu gue nggak ngasih lo tempat sembunyi dari cowok tadi?” lanjut Youngjae dan langsung di jawab anggukan oleh Eun Ji. “Lo ketakutan banget ketemu dia?”
        Kali ini Eun Ji memaksakan diri mendongak, meski hanya sesaat. “Apa lo punya cita-cita jadi wartawan?” sindirnya karena Youngjae selalu melemparinya pertanyaan.
        Youngjae mengukir senyum tipis. Eun Ji cewek unik yang pernah ia temui. “Gue minta maaf untuk hal itu,” ujarnya tulus. Jika mengingat kejadian di taman tadi, Youngjae sangat merasa bersalah pada Eun Ji.
        “Gue maafin asal lo nggak ngeganggu Naeun dan Daehyun lagi.”
        “Apa Naeun sangat berarti di hidup lo?”
        Eun Ji menghela napas, kasar. “Naeun sahabat gue. Dan gue nggak mau dia merasakan hal yang sama seperti yang gue terima dari Minhyuk. Jangan pernah memaksakan cinta lo ke Naeun. Karena gue akan menjadi orang pertama yang ngelawan lo.”
        “Minhyuk? Cowok yang tadi?” seru Youngjae dengan tatapan meremehkan meski Eun Ji nggak melihat itu. Justru itu menjadi keuntungan baginya. Dengan begitu, Youngjae bisa leluasa menatap wajah Eun Ji. “Kenapa lo nggak ngelawan dia duluan?”
        “Di taekwondo, Minhyuk dua tingkat di atas gue.”
        Mendengar itu, Youngjae sontak menelan ludahnya. “Gila? Eun Ji nguasain taekwondo? Beneran bisa abis gue di hajar kalo ngelanggar tetep ngedeketin Naeun.” Namun cowok itu tetap memasang ekspresi tenang. “Kalo gitu, gue juga nuntut permintaan maaf dari lo,” kata Youngjae terdengar nggak mau kalah.
        “Youngjae, gue minta maaf untuk masalah lo di kejar-kejar cewek kampus waktu itu,” ujar Eun Ji menyesal.
        “Gue maafin. Asal, lo mau jadi cewek gue.”
        Sontak Eun Ji menatap Youngjae tajam. “Nggak!” tolak Eun Ji. “Karena lo udah berani nyium gue!”
        Dalam hati, Youngjae tampak puas dengan reaksi Eun Ji. “Dan gue udah nolongin lo lepas dari Minhyuk tadi.”
        “Jelas-jelas Daehyun…”
        “Apa Daehyun bakal tau kalo nggak karena gue yang nyari dia?” tanya Youngjae dengan nada datar. Namun secara nggak langsung itu menegaskan kalau dialah yang telah menyelamatkan Eun Ji.
        Eun Ji bungkam. Kali ini ia sama sekali nggak bisa membalas perkataan Youngjae.
        “Gue rasa sekarang kita impas. Nggak ada dendam, dan nggak ada syarat apapun dari kita masing-masing.” Setelah berkata, Youngjae kemudian berdiri. “Gue pamit pulang.”
        “Transkrip nilai gue!” seru Eun Ji yang sontak membuat langkah Youngjae terhenti. Cowok itu berbalik dan mendapati salah satu tangan Eun Ji menengadah ke arahnya.
        Dengan jahilnya Youngjae justru menyalami tangan Eun Ji. “Besok aja di kampus. Dan lo, nggak boleh nyamain gue sama Minhyuk. Kalo ketemu, gue nggak mau liat lo nunduk. Atau…” Youngjae sengaja menggantungkan ucapannya sementara Eun Ji berusaha menarik tangannya yang digenggap erat oleh Youngjae. Perlahan Youngjae mendekatkan wajahnya ke wajah Eun Ji. “Atau gue bakal nyium lo lagi,” desisnya semisterius mungkin.
        Sedetik kemudian, Youngjae benar-benar melangkah pergi dari apartmen Eun Ji. Cewek itu lalu terduduk di sofa dan matanya tertuju pada gelas minuman Youngjae yang sudah kosong. “Kapan Youngjae ngabisin minumnya?” pikir Eun Ji. Jelas saja cewek itu nggak memperhatikan Youngjae karena ia sibuk mengalihkan tatapannya dari cowok tadi.

***

        Jongup mengetuk pintu kamar kakaknya. “Mas Yongguk, mas Himchan,” serunya dari luar.
        “Masuk aja, Jong.” Terdengar teriakan suara Himchan dari dalam, dan setelah itu barulah Jongup berani menerobos masuk. Hanya ada Himchan sendiri di sana tengah bersandar di kursi belajarnya.
        “Mas Yongguk belum pulang, ya?” tanya Jongup memastikan meski ia memang nggak melihat kakak tertuanya di sana.
        “Iya,” jawab Himchan pendek. Ia bahkan bicara dengan posisi membelakangi Jongup.
        Jongup memang sudah mencurigai kakaknya menyimpan sesuatu sejak tadi. Namun ia belum berani menelisik lebih dalam lagi. Perlahan Jongup melangkah masuk karena memang ada benda yang ingin ia cari di sana. “Mas Himchan tau mas Yongguk bawa-bawa kartu memori gitu nggak?”
        “Iya, tapi nggak tau ada di mana. Mas Yongguk yang nyimpen,” kata Himchan datar. Masih dengan posisi membelakangi adiknya itu. “Cari aja di mejanya mas Yongguk,” lanjutnya.
        Jongup menghembuskan napas seraya berpikir. Ia sedikit segan menggeledah barang-barang milik Yongguk.
        “Jong!” terdengar suara Daehyun dari luar. “Gue mau ke rumah Bomi sebentar. Dia sakit,” seru Daehyun yang tentu saja suaranya sampai terdengar di telinga Himchan.
        “Ya udah, mas. Nanti aku nyusul,” balas Jongup yang masih berada di ambang pintu kamar Himchan.
        Sementara Himchan sendiri sebenarnya cukup terkejut mendengar perkataan Daehyun tadi. Namun ia nggak ingin menunjukkan kekhawatirannya pada Bomi dan lebih memilih mempertahankan egonya jika menyangkut tentang cewek itu.
        “Aku nunggu mas Yongguk pulang aja deh, mas. Aku juga mau langsung nyusul mas Daehyun,” putus Jongup lalu meninggalkan Himchan di sana.
        Setelah terndengar pintu tertutup, barulah Himchan berbalik lalu menghela napasnya, berat. Nggak berapa lama, Himchan memutuskan bangkit lalu ke luar kamar. Ia menuju jendela dan mengintip Jongup yang baru melewati pagar dari sana. Tepat ketika ibunya juga muncul. Himchan tetap mempertahankan posisinya dan sedikit mengabaikan kedatangan ibunya.
        “Kamu nggak ikut nengokin Bomi?” tegur G.Na. Wanita itu memang cukup ramah terhadap Bomi. Mungkin karena ia nggak memiliki anak perempuan, dan ia memang sudah mengenal Bomi sejak cewek itu masih kecil.
        “Hmm,” hanya itu kata yang terucap dari bibir Himchan. Ia kemudian balik badan dan memilih kembali ke dalam kamarnya.
Terkadang ia iri dengan perhatian ibunya pada Bomi melebihi anaknya sendiri. Jika Bomi sakit, G.Na akan sedikit memberikan perhatian pada cewek itu. Namun sebaliknya pada ke empat anak laki-lakinya itu. Meski demikian, biasanya Bomilah yang menggantikan posisi G.Na membantu merawat Yongguk, Himchan, Daehyun dan Jongup jika mereka sakit.
Himchan membaringkan tubuhnya ke atas kasur sambil meletakkan ke dua tangannya di bawah kepala. Matanya menatap kosong langit-langit kamar. Mood-nya sedang buruk akhir-akhir ini. Dan ingatannya melayang ke kejadian tadi sore saat ia menjemput Yookyung di halte dekat kampus Bomi juga. Ia bahkan bertemu Bomi di sana. Andai tidak ada Yookyung, mungkin Himchan sudah menyeret paksa Bomi untuk ikut pulang dengannya.

***

        Di depan rumah Bomi masih ada mobil Eunkwang. Namun karena memang nggak pernah memiliki masalah apapun dengan cowok itu, Daehyun tetap melesat masuk ke kediaman Bomi tersebut.
        “Bomi, ini gue Daehyun,” teriaknya saat melewati pintu utama.
        Dari arah dalam, tampak Eunkwang memunculkan diri untuk menyambut kedatangan Daehyun. “Bomi di dalam, Dae.”
        Daehyun hanya mengangguk sebelum melangkahkan kaki ke dalam. Nggak lama, Jonguppun tiba di sana dan langsung saja menyusul kakaknya menuju kamar Bomi.
        “Bomi nggak mau makan, nih. Tolong bujukin dong,” kata Eunkwang melapor.
        Daehyun duduk di tepi ranjang Bomi. Sementara mata cewek itu tampak terpejam dan wajahnya sedikit pucat. Daehyun menggenggam tangan Bomi yang terasa hangat di kulitnya.
        “Dae,” panggil Eunkwang sampai Daehyun menoleh. “Nitip Bomi ya, gue harus balik ke café.”
        Daehyun mengangguk cepat. “Iya, mas.”
        “Aku antar ke depan,” kata Jongup yang kemudian menemani Eunkwang meninggalkan kamar Bomi.
        Sesaat setelah Eunkwang pulang, Bomi mulai membuka matanya. Jongup juga sudah kembali ke sana. “Eukwang udah pulang?” tanya Bomi sambil berusaha bangkit, namun Daehyun menahannya.
        “Gue jemput Naeun buat nemenin lo malam ini, ya?” tawar Daehyun karena nggak mungkin jika hanya ia yang di sana. Sementara Bomi hanya tinggal di sana sendiri.
        “Nggak usah, Dae. Kasian Naeun,” tolak Bomi.
        “Gue udah hubungin Naeun. Tinggal ngejemput dia aja, kok. Gue pergi dulu, ya.” Kemudian Daehyun berdiri tanpa bisa dicegah. “Temenin Bomi dulu,” kata Daehyun pada Jongup. Adik bungsunya itu hanya mengangguk cepat.
        Jongup kemudian duduk di samping Bomi yang sudah memaksakan diri untuk duduk dan bersandar di kepala tempat tidur. Jongup memberanikan diri merangkul Bomi karena cewek itu sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri. Jongup bahkan menyandarkan kepala Bomi ke pundaknya, merasakan hangatnya tubuh Bomi.
        “Mba lagi mikirin apa, sih?” seru Jongup lembut. Curiga kalau Bomi sedang memiliki masalah yang melibatkan Himchan, meski Jongup juga sadar bahwa Himchan juga memiliki masalah yang nggak mungkin ia ceritakan padanya.
        “Mendingan dijutekin Himchan dari pada ngeliat dia jalan sama cewek lain,” ujar Bomi lirih.
        Mendengar itu, Jongup justru semakin mengeratkan pelukannya. Ia hanya bisa menghela napas, berat. Apa yang ia takutkan terjadi. “Kalo aja mas Himchan bukan kakak aku, mungkin dia udah aku hajar,” canda Jongup yang sukses membuat Bomi terkekeh pelan.

***

        Himchan masih berbaring di dalam kamarnya. Kemudian terdengar suara motor Yongguk yang sontak membuatnya bangkit seketika dan langsung melesat menemui kakaknya itu. “Mas, di cariin Jongup. Dia nanyain kartu memori yang kemarin,” kata Himchan saat ia bertemu Yongguk di ruang tengah.
        Yongguk mengangguk cepat. “Suruh ambil di kamar,” ujar Yongguk yang kemudian kembali melanjutkan langkah ke kamarnya.
        Tanpa berpikir dua kali, Himchan melangkahkan kaki ke rumah Bomi. Setidaknya ada sedikit alasan untuk dia bisa sampai ke sana. Pintu rumah Bomi sedikit terbuka. Himchan sempat mengintip ke dalam, namun tidak ada siapapun yang ia lihat. Himchan memang hampir tidak pernah menginjakkan kaki ke sana.
        “Jong?” seru Himchan pelan. Namun nggak ada jawaban. Himchan meyakinkan diri untuk semakin ke dalam karena ia sempat melihat sandal Jongup di luar. Dan itu artinya, Jongup masih di sana. “Jong?”
        “Mas Himchan?” teriak Jongup memastikan karena sayup-sayup ia mendengar suara kakaknya itu. Ia juga sama sekali nggak merubah posisinya yang masih merangkul tubuh Bomi yang sedikit lemas itu.
        “Nggak mungkin mas Him…” suara lemah Bomi terhenti karena melihat sosok Himchan muncul di ambang pintu kamarnya.
        Himchan sendiri hanya mampu meneguk ludahnya setelah melihat pemandangan di hadapannya tersebut. Jongup bahkan masih merangkul Bomi. “Mas Yongguk udah pulang tuh,” kata Himchan akhirnya. Itu memang alasan terbesar ia datang ke sana.
        Jongup menatap Himchan aneh. Ia lalu memeriksa ponselnya yang ada di dalam saku. Dalam keadaan aktif. “Kenapa nggak nelpon atau sms aja? Biasanya juga gitu,” ujar Jongup polos.
        Himchan harus buru-buru memutar otak. Ia juga sempat melirik Bomi yang sama sekali nggak terpengaruh dengan keberadaannya di sana. “Pulsanya abis. Udah, cepetang pulang dulu,” putusnya yang tiba-tiba sedikit salah tingkah. Himchan kemudian bergegas balik badan dan melangkah pergi.
        Dengan lembut, Jongup menarik tangannya yang melingkar di pundak Bomi. “Jongup ambilin minum lagi, ya? Pulangnya nanti aja kalo mas Daehyun udah dateng,” putus Jongup yang kemudian melangkah ke luar kamar Bomi.

***

Pagi itu, cahaya matahari mulai menerobos celah-celah kecil jendela yang masih tertutup gordain di sebuah kamar. Seorang cewek berusaha menetralisir cahaya yang menembus retina matanya. Cewek itu Chorong. Ia terkesiap mendapati dirinya berada di ruangan asing tersebut. Chorong semakin merapatkan selimut yang menutupi tubuhnya karena ia merasakan sesuatu yang aneh telah terjadi.
        Nggak lama, terdengar pintu kamar mandi di dalam kamar itu terbuka. Chorong buru-buru menoleh dan mendapati Changsub memunculkan diri di sana. Cowok itu hanya mengenakan handuk sebatas pinggang. Ia sempat melirik Chorong sekilas, kemudian beralih ke lemari pakaian.
        “Ini apartmen gue. Gue cuma mau bikin lo mulai terbiasa. Setelah nikah, kita bakal tinggal di sini,” seru Changsub tanpa menoleh karena ia sibuk mengganti pakaiannya.
        Mendengar itu, Chorong menitihkan air mata. Memang sudah terjadi sesuatu yang buruk semalam. Nyeri di sekujur tubuhnya yang membuktikan bahwa Changsub telah melakukan hal yang dilarang itu padanya.
        Isakan tangis Chorong terdengar sampai telinga Changsub hingga membuat cowok itu menghentikan kegiatannya sesaat lalu menoleh ke tempat Chorong berada. “Bulan depan kita bakal nikah. Dan itu bentuk tanggung jawab atas apa yang semalem aku lakuin ke kamu.” Changsub kembali meneruskan kegiatannya tanpa mempedulikan tangisan Chorong yang semakin terdengar memilukan.
        Changsub menghembuskan napasnya, kesal. Namun ia tetap melangkahkan kaki ke tempat tidur tempat Chorong berada. Changsub duduk di tepinya. “Aku mau ke kantor. Kalo mau pulang, aku udah nyiapin supir buat nganter kamu,” ujarnya lembut. Kemudian ia mendekatkan tubuhnya ke tubuh Chorong dan berniat menciup pipi cewek itu. Namun Chorong justru semakin memperbesar jarak antara dirinya dan Changsub tanda ia menolak. “Aku pergi,” kata Changsub mengalah. Dan akhirnya cowok itu hanya mengusap lembut rambut panjang Chorong.
        Setelah Changsub benar-benar meninggalkan tempat itu, Chorong semakin nggak bisa menghentikan tangisannya. “Yongguk…” lirih Chorong mengingat kekasih yang sangat dicintainya itu. “Maafin aku.”

***

        Zelo mendongak saat tangan seseorang terulur di hadapannya. Ada sebuah kartu memori di atas telapak tangan orang itu. Jongup menatap penuh arti ke arah Zelo. “Janji gue yang kemarin,” jelasnya.
        Dengan enggan Zelo meraih benda itu. Lalu kemudian ia memeriksa ranselnya dan mengeluarkan sebuah amplop coklat ke hadapan Jongup. “Uang lo.”
        Jongup menghembuskan napasnya, kasar. Ia juga nggak langsung menerima amplop itu. “Gue ikhlas kok ngelakuinnya sebagai bentuk tanggung jawab dari gue.” Jongup sudah berniat kembali ke tempat duduknya, namun Zelo juga sudah lebih dulu menahan pundak Jongup.
        “Ambil,” putus Zelo yang bahkan sudah memberikan paksa amplop tersebut ke tangan Jongup. “Siapa tau nanti lo ngelakuin kesalahan lagi ke gue,” ujarnya asal.
        Jongup sudah ingin membuka mulut, namun langsung di bungkam oleh suara bel tanda masuk. Belum lagi Himchan yang menjadi guru pertama di kelas itu sudah memunculkan diri. Hari itu Himchan akan mengajar kelas seni. Dengan terpaksa Jongup kembali ke tempatnya di samping Sungjae.
        Himchan berdiri di depan kelas. Raut wajahnya datar, namun nggak mengurangi ketampanannya. “Sebelum kita mulai. Alangkah baiknya berdo’a menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Berdo’a mulai,” serunya yang langsung dituruti murid-murid di kelas itu yang kompak menundukkan kepala.
        Zelo juga menundukkan kepala, namun ia tidak bisa berdo’a dengan khusyuk. Hayoung belum berada di sampingnya. Bahkan nggak ada tanda-tanda kehadiran cewek itu di kelas.
        “Zelo, ke mana Hayoung?” tegur Himchan.
        Zelo sedikit tersentak. Ia bahkan nggak sadar kalau Himchan sudah selesai memimpin do’a sejak beberapa saat lalu. “Saya kurang tau, pak.”
        “Ya sudah, kita mulai saja materi hari ini,” ujar Himchan yang kemudian mulai menjelaskan materi pelajarannya hari itu.
        Diam-diam Jongup mengawasi Zelo yang cukup merasa kesepian karena ketidakhadiran teman semejanya itu. Jongup bahkan sampai menopang wajahnya dengan satu tangan sambil menatap minat ke tempat Zelo. “Andai lo tau kalo Hayoung suka sama lo,” gumam Jongup dalam hati.

***