Senin, 21 Juli 2014

PERFECT LOVE (chapter 13)


Author              : Annisa Pamungkas (@nniissaa11)
Main Cast          : B.A.P (Yongguk, Himchan, Daehyun, Youngjae,
  Jongup, Zelo [Junhong])
Support cast     :
·        A-Pink (Chorong, Bomi, Naeun, Eun Ji, Namjoo, Hayoung)
·        G.Na (Soloist)
·        B2ST (Doojoon)
·        BtoB
Genre               : romance, family, brothership
Length              : chapter

***

        Dengan langkah yang sedikit sempoyongan, Himchan menuju dapur sambil memegangi perutnya yang kosong. Ia belum makan apa-apa dari pagi. Dan saat memeriksa tudung saji di atas meja makan, sudah tidak tersisa apa pun di sana.
        Himchan melirik jam dinding yang baru menunjukkan pukul 10 pagi. Masih cukup lama jika menunggu sampai Jongup pulang sekolah untuk membawakannya makan siang. Apa lagi mengharapkan Yongguk pulang. Karena paling cepat kakak tertuanya itu pulang di hari sibuk adalah jam 7 malam.
        Sementara Daehyun…
        “Kenapa tuh anak nggak kepikiran bawain gue makanan juga, sih?” Himchan menggerutu sendiri. Mungkin wajar Daehyun melupakan hal tersebut karena ia sedikit panik mendengar berita tentang Himchan. Dan jika saja Himchan dalam kondisi sehat, ia pasti bisa mengolah sendiri bahan makanan yang tersedia di dalam kulkas.
        Himchan menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi makan. Sesekali ia memejamkan matanya yang terasa berat. Pusing di kepalanya juga masih cukup terasa. Dan lebih tidak memungkinkan untuk ia pergi mencari makan ke luar. Himchan akhirnya memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Membaringkan tubuhnya di sana.
        Himchan sempat memeriksa ponselnya yang ternyata hanya berisi pesan tidak penting dari pacarnya, Yookyung. Cewek itu ingin bertemu Himchan sepulang cowok itu mengajar. Namun sama sekali tidak ada balasan apa pun dari Himchan sendiri.
        Detik berikutnya, terdengar pintu utama rumah terbuka pelan. Suaranya sampai ke telinga Himchan, namun cowok itu enggan untuk bangkit kembali. Karena mungkin saja yang ada adalah Yongguk, Daehyun, Jongup, atau mungkin ibunya, G.Na.
        Himchan menunggu sampai ada yang terdengar berbicara atau mungkin memastikan jika ada orang di sana. Tapi sama sekali tidak ada yang terjadi. Sampai akhirnya, pintu kamar terbuka. Sepintas terlihat rambut panjang yang berkibar. Dan Himchan sampai menajamkan matanya. Tidak mungkin ketiga saudaranya tiba-tiba memiliki rambut panjang.
        “Maaf, aku kira Mas Himchan tidur.”
        Himchan menghela napas karena ternyata yang datang hanya Bomi. Ia menegakkan tubuh seiring Bomi yang melangkah masuk. Seakan itu adalah ijin dari pemilik kamar.
        “Mas Himchan udah makan?” tanya Bomi untuk memastikan.
Bomi terlihat gugup dari biasanya ketika berhadapan dengan Himchan. Dan saat Himchan menggeleng, samar-samar Bomi terlihat tersenyum. Lega, karena usahanya tidak sia-sia. Meski biasanya Himchan memang selalu menghargai pemberiannya walau dengan tanggapan yang kurang bersahabat.
        “Mau di sini atau di meja makan?” tawar cewek itu lagi.
        Himchan hanya melirikkan matanya ke arah pintu. Dan itu artinya, ia ingin makan di luar kamar. Kemudian, Bomi mengulurkan tangan menawarkan bantuan pada Himchan. Namun saat Himchan membalas uluran tangan Bomi, ternyata tarikannya lebih kuat dan Bomi yang kurang siap. Akhirnya, Bomi justru terhuyung ke depan. Beruntung Himchan menangkap pundak cewek itu. Mengakibatkan wajah mereka menjadi sangat dekat.
        Beberapa saat mereka masih bertahan dalam posisi seperti itu. Sampai akhirnya, suara ketukan pintu yang membuyarkan mereka. Himchan yang terkejut, menyingkirkan tubuh Bomi dengan sedikit kasar ke samping hingga cewek itu terhempas duduk di sampingnya.
        Seseorang yang tadi mengetuk pintu kamar Himchan tidak lain adalah teman sekamar Himchan sendiri. Yaitu Yongguk.
        Yongguk melangkah pelan. “Lo sakit, Him?” Ia bertanya, tapi tatapannya tidak melihat ke arah Himchan. Karena Yongguk menuju ranjang kosong yang juga ada di kamar tersebut.
        “Bomi tunggu luar,” kata Bomi yang merasa sangat canggung di sana. Terlebih karena apa yang baru terjadi padanya bersama Himchan. Cewek itu lalu melesat pergi ke luar.

***

        Youngjae membawa Eun Ji ke sebuah kantin kampus yang letaknya berada cukup di belakang area kampus. Sengaja cowok itu memilihkan suasanya yang sedikit sepi. Sementara, ia meninggalkan Eun Ji menuju konter makanan.
        Eun Ji sudah sempat mengganti baju Taekwondo bagian atas dengan jaket miliknya. Sesaat sebelum akhirnya Youngjae kembali dengan membawakan segelas teh hangat dan plastik bening kecil berisi sebongkah es batu.
Youngjae menempatkan diri di samping Eun Ji. Ia duduk menyamping dengan posisi Eun Ji tepat di hadapannya. Menyodorkan teh hangat ke hadapan Eun Ji. Sementara ia sendiri berniat menghilangkan bengkak di wajah Eun Ji dengan menggunakan es batu tersebut.
        “Akh! Sakit, Young!” protes Eun Ji sambil menjauhkan wajahnya. Tak lupa ia juga sempat memberikan tatapan membunuh untuk cowok itu.
        Tatapan membunuh Eun Ji serasa bukan apa-apa bagi Youngjae. Ia menyentuh pipi Eun Ji yang tidak terluka dengan satu tangan dan membawanya untuk menoleh. Kemudian melanjutkan kegiatannya lagi. Menempelkan es batu ke atas luka Eun Ji. Kali ini Youngjae melakukannya dengan lebih hati-hati.
        “Apa lo mau pulang ke rumah dengan wajah kayak gini?”
        Eun Ji tidak menjawabnya. Ia justru menjauhkan tangan Youngjae dari wajahnya. Menghindari tatapan cowok itu. Dan lebih memilih menyeruput minuman hangat yang dibawakan cowok itu.
        Sesaat, Youngjae juga mengalah dan tidak melakukan apa-apa lagi pada Eun Ji selain menatap cewek itu dalam-dalam.
        Youngjae menoleh karena tiba-tiba ada seseorang yang duduk bergabung dengannya dan Eun Ji. Eun Ji juga tampak menatap orang tersebut yang ternyata adalah Naeun. Dengan wajah sedikit cemberut, Naeun menatap Eun Ji dan Youngjae bergantian.
        “Bikin ngiri aja sih kalian!” seru Naeun yang justru membuat Youngjae dan Eun Ji saling melempar tatapan, bingung.
        Eun Ji sebenarnya ingin menolak mentah-mentah atas ucapan Naeun yang secara tidak langsung menuduhnya dan Youngjae sedang ‘berpacaran’. Namun karena kondisinya lebih parah dari itu,—ia dan Youngjae justru akan menikah—Eun Ji lebih memilih bungkam. Mungkin membiarkan Youngjae yang bereaksi. Belum lagi bibirnya yang memang terasa sakit.
        “Daehyun mana? Tumben lo mau jauh-jauh ke kantin sini sendirian?”
        Benar saja, Youngjae yang berbicara. Ia juga menyadari kondisi Eun Ji yang tidak memungkinkan untuk banyak bicara. Kecuali untuk melancarkan protes padanya seperti tadi.
        Naeun mendesah berat. “Sengaja,” serunya malas sambil menyandarkan punggung ke kursi. “Biar ngulur-ngulur waktu sendirian. Daehyun lagi di rumah sakit. Bomi juga nggak dateng gara-gara pangerannya yang lagi sakit.”
        Eun Ji yang sejak tadi mengaduk-aduk minumannya, kini mendongak. Menatap Naeun penuh minat. Terlebih tentang Bomi dan ‘pangerannya’ yang tak lain adalah Himchan.
        Tersisa Youngjae yang sibuk dengan pikirannya sendiri. “Pangeran?” serunya memastikan jika ia tidak salah dengar. “Cowoknya Bomi? Siapa?”
        “Kim Himchan. Dia tetangganya Bomi sekaligus kakaknya Daehyun juga,” ujar Naeun. “Hmm… lo inget cowok-cowok waktu di rumah Eun Ji? Dia duduk di samping Daehyun.”
        Youngjae berusaha mengingat-ingat dari petunjuk yang Naeun berikan. Cowok tinggi, putih. Salah satu guru di sekolah Zelo. Seseorang yang bersama Eun Ji membawanya ke rumah sakit. Mengingat itu, Youngjae menarik pelan lengan Eun Ji sampai cewek itu menoleh padanya.
        “Lo bahkan pernah deket sama kakaknya Daehyun juga?” seru Youngjae. Dari nada bicaranya, secara tidak langsung Youngjae seperti menuduh Eun Ji.
        Eun Ji menangkap gelagat aneh dari Youngjae. Terlihat seperti orang cemburu. Dan mendapati hal tersebut, rasanya masih cukup aneh bagi seorang Eun Ji. Terlebih hubungan mereka yang tidak pernah membaik sejak kenal saat SMA dulu.
        “Gue kenal bahkan sama seluruh anggota keluarganya Daehyun. Mas Yongguk, Mas Himchan, bahkan sama adiknya Daehyun si Jongup. Hmm… nyokapnya juga gue kenal deh. Perawat di rumah sakit bokap gue.”
        Mendengar itu, tatapan Youngjae melunak. Dan Eun Ji kembali menangkap ekspresi janggal tersebut. Termasuk juga Naeun yang memang mengawasi Youngjae sejak tadi.

***

        Yongguk mengawasi Himchan yang berjalan ke arah dapur. Menyusul Bomi yang sudah menunggunya di meja makan sendirian. Sementara Yongguk hanya berdiri di ambang pintu dapur. Saat melihat Himchan duduk bergabung dengan Bomi meski agak sedikit berjauhan. Yongguk terkekeh samar melihatnya.
        “Sebenernya yang pacaran sama Bomi tuh lo atau Jongup sih, Him?” tegur Yongguk. Tatapannya setengah menggoda Himchan saat bertanya seperti itu. Belum lagi raut wajah datar milik Himchan yang membuatnya tidak ingin berhenti tersenyum.
        Bomi sendiri tidak berani melirik Yongguk yang berdiri di belakangnya. Hari ini cewek itu tidak seperti biasanya. Sejak Himchan mengajaknya pergi ke luar berdua, Bomi menjadi sedikit canggung untuk menggoda Himchan seperti kebiasaannya selama ini.
        “Ya udah kalau nggak ada yang mau jawab. Mas tinggal balik ke kantor ya.” Tanpa menunggu respon apa-apa lagi, Yongguk lebih memilik balik kanan dan pergi dari sana.
        Entah apa yang ada dipikiran Yongguk. Cowok itu masih memiliki sisa senyuman di wajahnya. Tentu karena Himchan dan Bomi yang sebenarnya tidak melakukan apa pun. Kecuali, insiden tidak sengaja saat di kamar tadi.
        Setelah Yongguk dipastikan sudah benar-benar pergi dari rumah, Himchan tampak menghela napas, lega. Ia dan Bomi tidak ada yang berani saling lirik. Himchan benar-benar menolehkan wajahnya yang terasa panas sejauh mungkin dari Bomi.
        “Coba nggak kepergok Mas Yongguk tadi. Nggak mungkin cangung gini kan jadinya!” Himchan memaki sendiri dalam hati.
        Himchan memberanikan diri untuk melirik Bomi. Dan… aman. Cewek itu masih tertunduk menatap sesuatu di atas meja makan. Jika ia tidak memulai, entah sampai kapan suasana seperti itu akan berlangsung.
        “Lo nggak kuliah?”
        Bomi menoleh cepat. Namun Himchan juga tak kalah cepat menghindari tatapan tersebut. “Hmm… tadi….”
        “Itu lo bawa apaan?” tanya Himchan lagi. Ia sadar Bomi tidak mempersiapkan jawaban atas pertanyaannya yang tadi. Belum lagi Bomi juga masih berpakaian rapih seperti saat ia ingin berangkat ke kampus.
        Mendengar suara Himchan, Bomi langsung menegakkan tubuhnya. “Oh, ini.” Cewek itu juga tiba-tiba teringat dengan masakan yang sengaja ia buat khusus untuk Himchan. “Cuma makanan buat Mas Himchan. Mas Himchan pasti harus minum obat, kan?”
        Himchan kemudian menggeser tubuhnya menjadi benar-benar berhadapan dengan Bomi. Ia menatap penuh minat kotak-kotak yang berisi makanan bawaan Bomi.
        “Bom, makasih ya. Gue nggak tahu gimana jadinya kalau nggak ada lo di sini.”
        Bomi sempat menghentikan kegiatannya saat ingin menuangkan nasi pada piring kosong. “Tadi juga kan Mas Yongguk sempet pulang,” ujarnya yang juga tersadar dan kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat sedikit tertunda. “Dia juga pasti bakal ngelakuin sesuatu buat Mas Himchan,” lanjutnya.
        Himchan tersenyum saat menerima piring berisi nasi yang disodorkan Bomi padanya. Setelah menyadari perbuatannya, Himchan justru menjadi aneh sendiri karena hal tersebut.

***

        “Terus, mau bagaimana jadinya?” Suara Youngjae memecah keheningan di sana. Ia menatap Eun Ji seperti menuntut sebuah keputusan.
        “Kenapa, Ji?” Naeun, ia bertanya karena tidak mengerti apa-apa.
        “Eun Ji nggak mungkin pulang dengan wajah begini,” ujar Youngjae. Dan dengan jahilnya ia sengaja menyentuh luka di tepi bibir Eun Ji menggunakan telunjuknya.
        Eun Ji sendiri sontak mendaratkan sebuah pukulan tepat di bagian lengan Youngjae. Membuat Youngjae mengelus-elus lengannya yang terasa perih.
        “Apa Eun Ji mau ke rumah gue aja?” tanya Naeun, menawarkan diri. Berusaha mengabaikan ‘kekerasan’ yang dilakukan Eun Ji pada Youngjae.
        Eun Ji melirik Youngjae seolah mengatakan tidak mungkin bisa semudah itu untuk dijalani. Namun Youngjae memiliki tanggapan berbeda. Cowok itu justru seperti mendapat sebuah jalan ke luar dari masalahnya.
        “Gue yang bakal bilang ke orang tua lo.”
        “Bilang apa, Young?” seru Eun Ji dengan tatapan meremehkan.
        Youngjae tersenyum. Membalas tatapan meremehkan dari Eun Ji. “Udah bukan hal sulit untuk gue. Nanti gue bakal bilang ke Om Junhyung kalau gue mau ngajak lo ketemu keluaga besar gue.”
        Eun Ji dan Naeun sontak melebarkan mata mereka. Ide Youngjae tampak terlalu berbahaya untuk mereka.
        “Gimana sama Om Doojoon…”
        “Itu urusan gue.” Youngjae menyambar ucapan Eun Ji dengan nada enteng. “Tiga hari cukup untuk ngilangin lukanya, kan?”
        Naeun menatap Eun Ji intens. Memastikan seberapa besar luka Eun Ji yang hanya diberi waktu 3 hari untuk sampai benar-benar hilang. “Gue nggak bisa mastiin, Young.” Naeun terdengar tak yakin.
        Youngjae memutar bola matanya. Tidak puas dengan jawaban Naeun. “Cewek pasti kenal sama yang namanya make-up, kan? Dan jangan bilang kalian nggak bisa gunain itu?”
        Naeun melirik Eun Ji seperti meminta pembelaan. Namun si target justru tidak ingin ambil pusing untuk masalah tersebut. Dan Naeun hanya tersenyum dengan menunjukkan deretan giginya ke hadapan Youngjae.
        “Lo nggak ada jam?” seru Naeun mengalihkan suasana.
        Youngjae tesenyum penuh arti. Ia tahu Naeun bicara padanya. Belum lagi Youngjae memang hanya membawa diri ke sana. Tanpa ransel atau apa pun yang biasa ia bawa untuk kuliah.
        “Cuma pengen ketemu Eun Ji. Soalnya setelah ini kita nggak bakal ketemu sampai hari pernikahan kami. Soalnya gue ada urusan di luar kota. Dan gue yakin dia pasti bakal kangen berat sama gue,” ujar Youngjae penuh percaya diri. Di sampingnya, Eun Ji melirik kesal.
Dan sedetik kemudian, Youngjae tampak tersentak. Perlahan cowok itu menoleh ke tempat Eun Ji berada dengan tatapan penuh ancaman. Youngjae juga tampak mengeraskan rahangnya. Menahan sakit karena tadi Eun Ji dengan leluasa menendang kakinya di bawah meja.
        Eun Ji sendiri hanya mendengus. Tak terlalu ambil pusing dengan apa yang baru saja ia lakukan pada Youngjae.

***

        Yongguk menghentikan motornya di depan pagar rumah milik keluarga Chorong. Ia baru saja mengantar cewek itu pulang. Setelah Chorong turun dari boncengan motornya, Yongguk juga ikut menyusul cewek itu. Membukakan pintu pagar untuk Chorong masuk.
        “Katanya kamu buru-buru?” seru Chorong menatap Yongguk, bingung. Dan ia semakin dibuat bingung karena Yongguk justru menjawab dengan senyuman. Chorong sempat ingin mengalihkan tatapannya dari Yongguk. Namun cowok itu justru menangkup wajah Chorong dengan ke dua tangannya.
        Yongguk menatap Chorong, lembut. Semenjak ada kejadian pahit yang menimpa Chorong, membuat Yongguk justru semakin tidak ingin kehilangan cewek itu. Pacarnya yang nyaris saja dinihaki cowok lain. “Aku nggak mau pulang sebelum…” Yongguk sengaja menggantungkan ucapannya sambil mendekatkan wajah ke arah Chorong.
        Chorong mencengkeram erat tali tasnya. Dan sebisa mungkin menghindari Yongguk. Belum lagi wajahnya kini sudah terasa panas. Chorong hampir selalu sulit berekspresi di hadapan Yongguk semenjak kasus Changsub tersebut.
        Yongguk tidak melakukan apa-apa. Selain menatap wajah Chorong yang terlihat panik. Dan itu menjadi kebahagiaan tersendiri untuknya. Yongguk lalu menegakkan kembali tubuhnya. Menjauhkan wajah sambil menahan tawa.
        “Kamu banyak berubah ternyata.”
        “Hmm?” Chorong tampak tak siap dengan pernyataan Yongguk. Ia melemparkan tatapan bingung. Menuntut penjelasan pada cowok di hadapannya tersebut.
        Masih dengan sisa senyum diwajahnya, Yongguk mengulurkan tangan untuk mengusap lembut puncak kepala Chorong. “Mana Chorong yang agresif ke aku? Yang sering nekat nyusul ke kantor kalau nggak bisa ketemu aku.”
        Chorong semakin tertunduk dalam. “Semua udah nggak seperti dulu. Aku malu sama kamu.”
        Mendengar itu, Yongguk menarik Chorong ke dalam pelukannya. “Harusnya aku yang malu. Kita bakal nikah, tapi pakai modal milik Changsub.”
        Chorong mendorong tubuh Yongguk agar menjauh. “Kita udah sepakat buat nggak bahas itu, kan?”
        Yongguk sempat berdecak kecil. “Kalau nggak karena paksaan keluarga kamu, mungkin aku nggak bakal ngelakuin itu.”
        “Itu sebagai rasa terima kasih keluarga aku ke kamu,” Chorong berujar cepat.
        Terdengar desahan berat napas Yongguk. “Ah… aku nggak sabar buat minggu depan,” desisnya sambil beranjak menuju motornya.
        Tepat seminggu kemudian. Pernikahan yang semula antara Chorong dan Changsub, kini akan berubah menjadi Chorong dan Yongguk. Yongguk bersedia menggantikan Changsub untuk menikahi Chorong meski kondisi Chorong yang dalam keadaan hamil karena Changsub. Dan beruntung, keputusan tersebut bisa diterima oleh ke dua belah pihak keluarga. Termasuk keluarga Yongguk.
        Jika Yongguk merasa Chorong jadi lebih pemalu. Sebaliknya, Chorong menganggap Yongguk yang dingin, kini jadi sedikit lembut. Dan tidak dipungkiri jika akhirnya Chorong mengukir senyum.
        “Yong!”
        Suara Chorong membuat Yongguk membatalkan niat untuk memutar kunci kontak motornya. Cowok itu lalu menoleh ke tempat Chorong berada dengan tatapan penuh tanya. Menunggu apa yang ingin dikatakan cewek itu.
        “Bisa siapin kamar untuk kita di rumah kamu?”
        Yongguk membulatkan mata mendengar permintaan Chorong. “Kamu yakin bakal tinggal di rumah aku? Nggak takut kalau tiga adik aku gangguin kamu.”
        “Aku nggak mau denger penolakan,” tukas Chorong. Cewek itu kemudian hanya melambaikan tangan dan bergegas masuk ke dalam rumah. Tidak sampai menunggu Yongguk membalas lambaian tangannya.

***

        Berikutnya, 3 hari kemudian. Eun Ji masih berada di kediaman keluarga Naeun. Seperti yang dikatakannya, Youngjae berhasil mendapatkan kepercayaan dari orang tua Eun Ji. Sementara cowok itu sendiri berada di dalam flat apartmen disuatu tempat. Membantu Doojoon mengawasi salah satu perusahaan mereka yang berada di luar kota.
        Sebenarnya Youngjae masih harus di sana sampai beberapa mingguk ke depan. Namun ia hanya diberikan waktu selama 3 hari untuk membawa Eun Ji pulang dari rumah Naeun. Dan hari ini ia akan pulang hanya untuk hal tersebut. Setelahnya, ia harus kembali ke kota ini.
        Youngjae menyambar ransel yang sudah ia persiapkan. Saat sudah ingin meninggalkan kamar, Youngjae berbalik kembali karena ada sesuatu yang masih tertinggal. Entah apa yang dicari Youngjae dari dalam laci nakas kecil di samping tempat tidur.
        Youngjae mengeluarkan hampir semua barang yang berada di sana. Isinya didominasi kertas-kertas kecil yang Youngjae sendiri tidak tahu kertas apa. Youngjae membongkar hingga laci tersebut benar-benar kosong. Namun saat ingin membereskan kembali barang-barang tersebut ke dalam laci, ada sesuatu yang menarik perhatiannya.
        Sebuah amplop coklat yang sudah usang. Amplop yang keberadaannya cukup mencolok di antara lembaran-lembaran kertas kecil tadi. Youngjae memungutnya perlahan. Kemudian ia membuka lipatan teratas, lalu melirik ke dalamnya.
Youngjae sudah ingin membatalkan niatnya. Namun rasa penasarannya jauh lebih besar. Belum lagi memang banyak hal yang tidak ia ketahui tentang kehidupan masa lalunya. Terutama tentang orang tuanya. Dan Doojoon hampir selalu menghindari Youngjae jika mulai membahas masalah tersebut.
        Di sana Youngjae menemukan sebuah foto keluarga dengan 5 anak mereka yang masih cukup kecil-kecil. Dan yang paling menarik perhatian Youngjae adalah sosok wanita dalam foto tersebut. Samar, namun Youngjae seperti pernah bertemu dengannya.
        Saat menoleh, Youngjae melihat pantulan wajahnya dicermin. Memang sudah tidak terlalu mencolok. Namun sisa luka yang pernah ia dapati dari Minhyuk masih terlihat. Dan ada satu orang yang tiba-tiba ia ingat. G.Na.

***

        Kesibukan terjadi dikediaman keluarga Yongguk. Daehyun dan Jongup tampak saling membantu menggotong kardus-kardus dari dalam kamar Yongguk. Mereka meletakkan barang-barang itu di depan kamar Daehyun dan Jongup.
        Himchan baru muncul dari arah dapur. Ia mengawasi ekspresi wajah dua adiknya. Dan saat mengintip ke dalam kamar Yongguk, kakaknya itu sedang mengatur beberapa barang di dalam sana. Kamar tersebut sudah terlihat lebih lengang dari sebelumnya.
        “Kalau nggak ikhlas gue pindah ke kamar kalian, ngaku aja.”
        Yongguk yang mendengar suara berat Himchan, sontak menghampiri tiga adiknya yang kebetulan berada di lokasi yang sama. Ia melirik Daehyun dan Jongup yang tampak terkejut dengan ucapan Himchan. Sementara Himchan sendiri hanya berdiri menunggu jawaban. Masalahnya, di sini Himchan menjadi pihak yang ‘diusir’ dari kamar yang biasa ia tempati dengan Yongguk.
        Yongguk langsung mengerti tentang suasana yang terjadi. Ia menjadi yang paling bertanggung jawab di sana karena nanti, Chorong ingin pindah ke rumahnya.
        “Ini cuma untuk sementara kok, Him.” Yongguk, ia berkata pada Himchan dengan tatapan sedikit merasa bersalah. “Mungkin Chorong cuma pengen lebih deket juga sama kalian.”
        “Nyantai, Mas. Ini juga nggak bakal berlangsung lama.”
        Ke tiga adik-kakak tersebut menatap adik bungsu mereka dengan penuh minat. Jongup seperti memiliki pemikiran sendiri yang tidak bisa diterka kakak-kakaknya. Jongup melirik Himchan penuh arti.
        “Kalau cewek itu udah lulus kuliah, buruan lamar deh. Keburu diambil sama cowok lain,” ujar Jongup dengan tatapan menggoda pada Himchan. Ia lalu melesat pergi dari sana.
        Jongup menuju dapur untuk mengambil minuman. Namun pikirannya masih melayang pada sosok Himchan. Jika menggoda Himchan, Jongup hampir selalu mengaitkannya pada Bomi. Ya, cewek itu tentu sudah bercerita tentang kejadian antara dirinya dan Himchan saat guru tampan tersebut jatuh sakit beberapa hari lalu.
        Sementara itu, Himchan, Yongguk dan Daehyun masih terlihat saling sibuk dengan pikiran masing-masing.
        “Mas Himchan berniat ngelamar pacarnya mas yang mana?” Daehyun bertanya dengan tatapan polosnya. Ia memang mengetahui Himchan memiliki lebih dari satu pacar. Namun Daehyun tidak bisa memastikan mana yang akan dipilih Himchan.
        Belum sempat Himchan membuka mulut, ada seseorang yang datang. Seseorang yang sudah terbiasa datang ke rumah tersebut tanpa harus merasa seperti tamu. Bomi. Cewek itu muncul dengan membawa bungkusan ditangannya.
        “Jongup bilang kalian lagi kerja bakti.” Bomi mengangkat tinggi-tinggi bungkusan tersebut. “Nih, Bomi bawain es kelapa. Sekalian aku siapin, deh. Kalian lanjut aja dulu.”
        Yongguk melirik samar ke tempat Himchan berada. Mengawasi ekspresi wajah adiknya itu saat Bomi datang. Himchan bahkan tidak melakukan apa-apa saat Bomi melintas. Biasanya Himchan akan menghindari untuk menatap cewek itu. Tapi kali ini, Himchan seperti sulit memilih ekspresi yang pas saat itu.
        “Gue punya firasat kalau Bomi bakal jadi anggota keluarga kita,” bisik Yongguk dengan suara pelan. Dan bisa dipastikan hanya Daehyun yang mendengarnya.
        Daehyun menoleh cepat. “Maksudnya sama Jongup?”
        Yongguk balas menatap Daehyun dengan ekspresi datar. Ia juga tidak ingin menjelaskan lebih rinci karena sepertinya hanya Daehyun yang tidak mengetahui perkembangan hubungan Bomi dan Himchan.

***

        Youngjae menjemput Eun Ji di rumah Naeun. Setelah bertemu dua cewek itu di depan pintu utama, langsung saja Youngjae meraih pergelangan tangan Eun Ji.
        “Kita langsung ya, Na. Makasih untuk semuanya,” ujar Youngjae. Terdengar sangat terburu-buru. Setelah memastikan Naeun memberi respon, Youngjae benar-benar membawa Eun Ji pergi dari sana. Bahkan seperti tidak memberi kesempatan Eun Ji berpamitan lebih lama dengan Naeun.
        Sementara di luar, taksi yang ditumpangi Youngjae masih tampak menunggu. Youngjae lalu membukakan pintu taksi untuk Eun Ji. Setelahnya, mereka segera melesat menuju kediaman rumah Eun Ji.
        Selama setengah jam perjalanan, Youngjae dan Eun Ji hanya saling diam. Youngjae sibuk dengan pikirannya sendiri. Sedangkan Eun Ji memang masih ada rasa ‘malas’ untuk memulai pembicaraan. Terutama untuk cowok di sampingnya tersebut.
        Setelah memastikan Eun Ji sampai di rumah, Youngjae langsung berpamitan untuk pergi lagi. Masih dengan menumpang taksi yang sama, cowok itu meminta diantar menuju rumahnya. Suasana di sana tampak sepi karena ini adalah hari biasa. Zelo pasti sedang sekolah, sedangkan Doojoon juga sedang sibuk di luar kota. Mengurus perusahaan mereka yang lain.
        Youngjae berlari menuju kamarnya di lantai atas. Langkah cowok itu langsung menuju lemari. Membuka pintunya dan membuka laci yang ada di dalam lemari. Dari dalam sana Youngjae mengeluarkan sesuatu. Selembar foto lama yang tidak sengaja pernah ia temukan di rumah tersebut. Beberapa hari sebelum hari ulang tahunnya waktu itu.
        Foto wanita yang sama seperti yang Youngjae temukan di apartmen sebelum pulang ke rumah. Namun yang ia temukan di rumah adalah saat wanita itu bersama Doojoon.
        Youngjae kembali meneliti foto yang baru saja ia temukan. Kali ini tatapannya jatuh pada anak kecil yang dalam pangkuan ayahnya. Bukan hanya sekedar terlihat familiar. Tapi Youngjae benar-benar mengenali sosok anak kecil itu.

***

        Selang beberapa saat sampai di rumahnya, Eun Ji sempat beristirahat sebentar di sofa. Tidak lama kemudian, ia tampak bangkit dan melangkah menuju kamarnya. Tepat saat Eun Ji menyadari kedatangan ke dua orang tuanya. Cewek itu masih belum ingin membicarakan apa-apa pada mereka dan masih ingin menghindar.
        “Apa Doojoon akan ngehubungin G.Na untuk datang dipernikahan Youngjae sama Eun Ji?”
        Mendengar suara ibunya, sontak Eun Ji menghentikan langkah. Ia menoleh sambil mencari tempat persembunyian untuk bisa mencuri dengar atas obrolan ke dua orang tuanya. Terlebih menyangkut tentang Youngjae dan pernikahan mereka.
        “Aku belum yakin kalau suster G.Na yang bekerja di rumah sakit kita adalah ibunya Youngjae,” seru Junhyung menanggapi ucapan istrinya.
        Hyuna sedikit memutar badan untuk menghadap Junhyung. “Belum yakin bagaimana? Kita udah saling kenal sejak lama. Termasuk dengan Hyunseung, ayahnya Youngjae.”
        Junhyung mendesah berat sambil berpikir keras. Biar bagaimana pun, anggota keluarga terdekat harus tahu berita bahagia tersebut.
        “Dibicarain dulu aja ke Doojoon,” seru Junhyung akhirnya. “Takut kita salah ambil sikap.”
        “Gara-gara masa lalu Doojoon, G.Na dan Hyunseung. Youngjae dan Zelo yang harus jadi korban.”
        Eun Ji sudah tidak sanggup mendengar lebih jauh lagi meski hanya sekilas tentang keluarga Youngjae. Cewek itu memilih meneruskan langkah menuju kamarnya. Menutup pintu rapat-rapat, dan menghempaskan tubuh ke atas ranjang.
        “Jadi, Papa sama Mama udah kenal sejauh itu sama keluarganya Om Doojoon? Apa karena itu pula mereka gampang banget ngelurusin lamarannya Youngjae ke gue?”
        Mendengar cerita tentang Youngjae, membuat Eun Ji sepintas terbayang wajah cowok itu.
        “Tapi masalahnya, apa alasan Youngjae justru ngaku-ngaku ngehamilin gue? Apa ada yang dia incer di sini?”
        Eun Ji perlahan bangkit. Ia menatap layar ponselnya. Berniat mengontak seseorang. Dan sudah tertera nama ‘Youngjae’ di sana. Namun Eun Ji tidak langsung menghubungi nomor cowok itu. Pikiran Eun Ji masih melayang entah ke mana.
        “Suster G.Na,” gumam Eun Ji.

***

Kamis, 17 Juli 2014

Oh My School (chapter 10)

“Welcome To Paradise”
 

Author      : N-Annisa (@nniissaa11)
Cast          :
·        Jung Hyerim (A-Pink)
·        Kim Seok Jin (BTS)
·        Kim Himchan (BAP)
·        Jung Taekwoon (VIXX)
·        Choi Minho (SHINee)
·        Lee Minhyuk (BtoB)
Genre       : Life school, teen romance, tragedy
Length      : Chapter

***

        “Gue ke atas, Kak.”
        “Hati-hati, Jeon!”
        Dengan terpaksa, Eun Ji membiarkan Jungkook meninggalkannya di lantai dasar. Karena perubahan lokasi kelas semenjak siswa SMA Destiny pindah, kelas Jungkook dengan kelas milik Hyerim jelas menjadi berjauhan. Karena tingkatan mereka yang memang berbeda, kelas untuk SMA Paradise digabung parallel dengan kelas dari SMA Destiny.
        Eun Ji mengedarkan pandangannya. Menatap takjub isi bangunan sekolah yang juga sudah cukup lama ia tinggalkan. “Waahh… nggak banyak yang berubah ternyata.”
        Cewek itu menginjakkan kaki di ambang pintu kelas 3-3. Kelas tersebut sudah ramai. Dan tatapan Eun Ji jatuh pada kursi kosong di samping Minhyuk. Jungkook sudah banyak menceritakan kepadanya tentang posisi duduk Hyerim di kelas.
        Suasana sontak berubah hening saat Eun Ji masuk. Dan itu cukup membuat Eun Ji sedikit panik. Namun kepanikannya tidak berkurang saat ia menyadari Himchan melangkah menuju kursinya.
        Eun Ji melempar tatapan pada Minhyuk dan Seok Jin bergantian. Memang dua orang itu yang sangat diandalkan oleh Hyerim selama ini. Namun tatapan keduanya justru tertuju pada seseorang di belakang Eun Ji.
        “Di kelas ini masih ada kursi kosong, kan?”
        Himchan sontak melebarkan matanya melihat orang yang tadi bicara. Ia sama kagetnya dengan siswa kelas 3 yang lain. Bahkan terlihat dua kali lipat lebih terkejut. Karena masih terbawa panik dengan masalah ‘Sungjae’, Himchan sampai tidak menyadari jika saat ia masuk tadi sudah ada sosok Minho di depan kelas.
        “Selamat pagi…” sapa Doojoon yang menjadi guru pertama di kelas 3 tersebut. “Dan selamat datang kembali di gedung B.” Doojoon membatalkan niat untuk melanjutkan kalimatnya. “Hyerim, kenapa nggak duduk?”
        “Maaf, Pak.” Beruntung Eun Ji langsung tersadar dari keterpakuan karena melihat Minho di kelas itu juga.
        “Dan…” Doojoon tampak memperlambat ucapannya untuk memastikan siswa yang masih berdiri di dekat ambang pintu. “Choi Minho? Kamu…”
        Minho mengangguk cepat. Tentu aksinya sangat mengagetkan. Bukan hanya dikalangan para siswa. Tapi untuk seorang kepala sekolah seperti Doojoon pun jelas perbuatannya di luar dugaan.
        “Karena saya udah balik lagi ke sini, berarti saya juga balik ke kelas ini kan, Pak?”
        Doojoon sudah membuka mulut, namun ia tidak menemukan kalimat yang tepat untuk memberi pengertian pada Minho. Kepala sekolah tampan itu juga sudah mendengar berita tentang Minho yang mengalami amnesia.
        Minho buru-buru menyapu pandangannya ke seluruh penjuru kelas untuk mencari kursi yang kosong. “Saya duduk di samping Himchan,” serunya cepat diiringi langkah panjangnya menuju tempat Himchan berada.
        Himchan sama sekali tidak melepaskan tatapannya pada Minho yang melangkah mendekat. Cowok itu bahkan sudah duduk di sampingnya. “Amnesia lo nggak tambah para kan, Min?”
        Minho melirik kesal dengan pertanyaan Himchan. Ia lalu mengalihkan tatapannya ke depan. Dan tak diduga, matanya menangkap sosok Eun Ji yang melihat ke arahnya. Dengan jahil, Minho menyikut lengan Himchan. “Hyerim ngeliatin lo tuh.”
        Mendengar ucapan Minho, Himchan sontak mendongak. Namun Eun Ji sudah kembali membelakanginya dan melihat ke depan. Selanjutnya, Himchan melirik Minho penuh arti.
        “Sejujurnya gue ngerasa kalau itu bukan Hyerim.”
        Minho menoleh cepat dengan tatapan heran. Jika Himchan berpikir demikian, kemungkinan besar cewek yang duduk di samping Minhyuk tersebut adalah Eun Ji. Menyimpulkan seperti itu, justru membuat Minho sedikit menyesal. Menyesal karena tidak menyadari bahwa cewek yang ia rindukan bahkan sudah ada di depan matanya.

***

        Temuin gue di gedung A.

        Taekwoon mengalihkan tatapannya dari layar ponsel menuju Seok Jin yang terlihat melangkah ke luar kelas tanpa kotak makan. Tepat saat itu memang sudah memasuki jam istirahat.
        “Jin!” Terdengar Eun Ji berteriak menghentikan langkah Seok Jin.
        Taekwoon sendiri tampak berdiri dan meninggalkan kursinya untuk menyusul Seok Jin. Ia sempat melirik sekilas ke tempat Minhyuk yang tidak melakukan apa-apa. Selain mempersiapkan makan siangnya.
        Sementara jauh di belakang kelas, Himchan dan Minho tidak ingin tertinggal sedikit pun momen tentang Eun Ji atau mungkin Hyerim. Belum ada yang mengetahui fakta tersebut kecuali Jungkook dan Eun Ji sendiri.
        “Makannya nanti dulu ya, Rim. Gue mau ke luar sebentar. Lo bawain jatah buat gue juga, kan?”
        Eun Ji menatap Seok Jin, bingung. Selain itu, ia juga berusaha berpikir cepat tentang penjelasan Jungkook yang mungkin saja sedikit ia lupakan. Namun tidak ada yang menjurus ke arah pembicaraan Seok Jin.
        “Lo dikasih apa sih Rim sama Jin? Sampe-sampe, lo sering bawain dia bekal makan. Gue juga mau kali, Rim.” Dari tempatnya berada, Minhyuk terdengar bersuara. Ia terlihat pura-pura cemburu atas ketidak adilan Hyerim terhadap persahabatan mereka.
        Eun Ji tidak berani menatap Seok Jin, apa lagi menoleh ke arah Minhyuk. Panik, karena mungkin hanya hal tersebut yang belum ia ketahui. Dan kemungkinan besar, karena Jungkook juga tidak mengetahui hal tersebut.
        Taekwoon akhirnya ikut turun tangan untuk menengahi. “Rim. Gue ada perlu sebentar sama Jin,” ujarnya sambil menyentuh pelan pundak Eun Ji untuk meminta pengertian dari cewek itu.
        Seok Jin kemudian melanjutkan langkah yang disusul Taekwoon di belakangnya. Mereka berjalan dengan berbisik seolah tidak ingin ada yang mencuri dengar obrolan keduanya.
        Sungjae berjalan dengan tubuh tegap menuruni anak tangga dari lantai 2. Kedua tangannya ia tenggelamkan ke dalam saku celana. Tidak seperti siswa SMA Paradise yang lain. Seragam Sungjae benar-benar terlihat rapih dan sempurna.
        Taekwoon dan Seok Jin yang tidak sengaja berpapasan dengan Sungjae, sontak membeku melihat cowok itu dengan jelas di hadapan mereka. Terutama Taekwoon yang hanya mampu meneguk ludahnya. Mengingat perlakuan kasar Sungjae terhadapnya.
        Namun kepanikan mereka tidak terjadi. Sungjae hanya melintas dengan kepala tegak dan pandangan yang hanya lurus ke depan. Tapi tidak menutup kemungkinan jika Sungjae sempat menyadari keberadaan Taekwoon dan Seok Jin di sana.
        “Dia keliatan ngenalin gue nggak?” Taekwoon bertanya tanpa berani menolehkan wajahnya sedikit pun ke arah Sungjae berjalan tadi.
        Seok Jin ikut terbawa suasana kepanikan Taekwoon. Namun ia harus berusaha tenang. “Kayaknya nggak. Tapi gue nggak yakin.”
        Taekwoon nyaris tersedak ludahnya sendiri memikirkan ucapan Seok Jin. Ia kemudian memaksakan langkahnya untuk pergi dari sana. Sekaligus menahan diri untuk tidak sampai berbalik ke arah Sungjae. Meski sebenarnya, ia sendiri juga penasaran dengan jawaban dari pikirannya sendiri.

***

        Minho sama sekali tidak melepaskan tatapannya dari sosok Eun Ji yang berjalan ke luar kelas. Berusaha menajamkan pernglihatan, dan perasaannya untuk memastikan cewek tersebut memang benar Eun Ji. Atau mungkin kesalahan Himchan yang menebak cewek itu adalah Eun Ji.
        “Berarti Hyerim di mana ya?”
        Minho menoleh ke tempat Himchan yang tadi bersuara. Teman semejanya itu berpikir keras tentang keberadaan cewek yang masih berstatus sebagai pacarnya.
        “Lo curiga sama Jin dan Taekwoon nggak sih?”
        Kali ini giliran Himchan yang menoleh cepat. Menatap Minho dengan kening berkerut. Himchan menggeleng, ragu. “Masalahnya gue nggak inget pasti apa yang udah terjadi selama gue balik ke sini.”
        Minho hanya mengangguk mengerti. Ia belum menangkap maksud tersembunyi dari kalimat Himchan. Mereka berdua memang baru bertemu di sini sekarang. Dan Himchan belum sempat menceritakan apa yang terjadi padanya kemarin.
        Minho lalu berdiri sambil menepuk pelan pundak Himchan. “Kantin yuk,” ajaknya dan bersiap melangkah pergi dari sana.
        Himchan menoleh dengan tatapan heran. Namun ia tak langsung menuruti ajakan Minho. Himchan masih duduk di kursinya. “Katanya di sini udah nggak ada kantin? Dan gue juga hari ini bawa bekal makan.”
        Belum sempat Minho berkata, Sunggyu sudah lebih dulu memunculkan diri dan berdiri tepat di samping Himchan. Minho menatap intens ke arah Sunggyu yang datang lengkap dengan bekal makan di tangannya.
        Minho kemudian melirik Himchan seperti ingin memastikan sesuatu. Dan tampaknya Himchan mengerti. Cowok itu lalu mengeluarkan kotak makan miliknya dari laci di bawah meja.
        “Terus gue ke kantin sama siapa, dong?” Minho mengeluh dengan ekspresi wajah memelas.
        Himchan memutar bola matanya, kesal dengan reaksi Minho. Tidak biasanya cowok itu bersikap demikian. “Temen-temen lo dari SMA Destiny banyak kan, Min? Lo nya aja yang tau-tau nyasar masuk ke sini,” cibir Himchan sekaligus mengingat keberadaan Minho yang seharusnya.
        “Oh, ya udah. Tapi gue nggak mau tau besok lo harus bawain gue bekal juga. Titik!” tegas Minho. Kemudian ia berjalan ke luar meninggalkan kelas.
        Semenjak SMA Destiny menumpang kelas, SMA Paradise pun juga terpaksa menerima kantin yang juga pindahan dari SMA Destiny. Dan alasannya pun bisa diterima. Karena di SMA Paradise sudah tidak memiliki kantin. Sedangkan beberapa SMA lain yang juga ditumpangi siswa SMA Destiny tentu saja sudah memiliki fasilitas lengkap. Termasuk kantin.
        Di luar kelas, Minho bertemu Cheondung yang tampaknya memang tengah mencari-cari cowok itu.
        “Min, lo ke mana sih? Dan kenapa sama seragam lo?” desak Cheondung.
        Minho hanya menyentuh kedua pundak Cheondung yang kemudian ia putar lalu ia rangkul. “Kita ke kantin,” putusnya sambil mengajak Cheondung pergi bersamanya tanpa ingin menjelaskan apa pun.

***

        “Jae, di belakang ada kantin lagi, ya?” Myungsoo bertanya sambil berbisik ke telinga Yougjae. Namun ucapannya bisa terdengar oleh Naeun, Jinri, Krystal, Hayoung dan Ho Seok yang kebetulan sedang berdiri bersama di depan kelas mereka.
        Mereka belum berniat menikmati bekal makan mereka. Sementara para siswa bersegaram SMA Destiny mulai terlihat meninggalkan kelas mereka. Hampir semuanya berbondong-bondong ke arah tangga. Belum lagi siswa kelas 1 yang muncul dari lantai 3 dan membaur dengan siswa kelas 2 lainnya.
        “Terus, kita ngapain di sini? Gue laper tau!” keluh Ho Seok. Tanpa menunggu respon teman-temannya, cowok itu bergegas mendului masuk ke dalam kelas.
        “Seok! Tunggu!” jerit Krystal yang menyadari Ho Seok meninggalkan mereka. Ia lalu menyusul Ho Seok ke dalam.
        “Gue juga makan ah,” sahut Hayoung. “Nunggu Kak Taekwoon nggak nongol-nongol.”
        Sementara Myungsoo hanya melirik Naeun dengan tatapan penuh arti. Naeun lalu menggamit lengan Myungsoo dan keduanya kemudian menyusul yang lain masuk ke dalam.
        “Gue nggak digandeng juga?” seru Youngjae dengan nada polos pada Jinri yang justru menatapnya kesal. “Jinri!” pekiknya karena cewek itu sudah mendahului ke dalam.

***

        Taekwoon dan Seok Jin tiba di lantai 4 gedung A yang kini sudah kosong. Itu tempat biasa Seok Jin, Hyerim dan Minhyuk makan siang.
        “Itu tadi pagi siapa yang ngomong?” desak Seok Jin begitu mereka sampai di sana. Tatapan dan nada bicaranya tampak serius.
        Taekwoon justru yang terlihat tidak mengerti dengan pertanyaan Seok Jin. “Emang gue ngomong apaan ke lo, Jin?” Taekwoon balik bertanya.
        Seok Jin tidak langsung memberikan penjelasan. Ia justru mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Memastikan jika mereka memang benar-benar hanya berdua di sana.
        “Pas lo nelpon gue. Lo nggak ngomong apa-apa, tapi ada suara orang lain.” Seok Jin berusaha memberikan sedikit petunjuk atas penjelasannya.
        Taekwoon tampak langsung berusaha berpikir keras untuk menangkap maksud ucapan Seok Jin.
        “Dia ngomongin masalah Paradise, Sungjae dan… Minho yang masih amnesia.”
        Kali ini Taekwoon menoleh cepat. Ia sudah menangkap dengan jelas maksud ucapan Seok Jin.

        “Gue tahu itu memang musibah! Tapi kenapa Paradise juga terlibat buat nampung mereka! Belum lagi Minho juga termasuk yang balik ke sini! Dan semua rencana gagal total!”
        “Sungjae udah tahu, tapi dia sama sekali nggak peduli dengan rencana ini. Dia punya misi sendiri di sini. Masalah cewek!”
        “Oke, gue bakal pastiin Minho masih amnesia.”

        Taekwoon merapatkan mulutnya. Berusaha tidak ada suara sekecil apa pun yang meluncur dari bibirnya. Ia juga sudah mendapatkan jawaban dari maksud ucapan Seok Jin. Dan kali ini Taekwoon sibuk mempertimbangkan diri untuk membongkar jatidiri suara seseorang yang dicurigai oleh Seok Jin.
        Tap.. Tap.. Tap..
        “Jin! Taek! Lo pada di mana sih!”
Terdengar suara teriakan seseorang beriringan dengan langkah-langkah cepat memijak lantai gedung yang kosong.
        “Siapa sih?” desis Taekwoon. Sedikit merasa terganggu dengan hadirnya seseorang lagi di sana.
        Seok Jin menatap lurus ke arah kemungkinan datangnya orang itu. “Min… Hyuk…”
        Tepat setelah Seok Jin mengakhiri tebakannya, sosok itu muncul. Dan memang benar seorang Lee Minhyuk. Minhyuk muncul dengan napas tersengal-sengal.
        “Tega banget sih lo berdua ninggalin gue!” protes Minhyuk. Padahal ia masih berjarak cukup jauh dari tempat Seok Jin dan Taekwoon berada.
        “Lho, kan masih ada Hyerim?” ujar Taekwoon santai. Ia sampai melirik Seok Jin seakan meminta dukungan.
        Minhyuk justru menunjukkan ekspresi kesal sambil melangkah mendekat. “Hyerim tuh aneh banget hari ini. Dia juga ikut-ikutan ninggalin gue. Nggak tau deh ke mana.”
        Seok Jin tidak bisa menyimpulkan apa pun. Karena ia sendiri juga belum sempat berinteraksi secara langsung oleh Eun Ji yang ia pikir sebagai Hyerim. Kecuali saat ia ingin ke luar kelas. Dan itu tidak menyimpulkan perilaku ganjil dari Hyerim atau Eun Ji.

***

        Seperti permintaan Eun Ji, Jungkook menemui cewek itu di halaman belakang yang beberapa waktu lalu sempat dijadikan sebagai lapangan untuk olahraga. Cowok itu menghempaskan tubuh ke atas rumput. Duduk di samping Eun Ji yang sudah berada di sana. Di bawah pohon tinggi dan rindang.
        “Hyerim sering bawain Jin bekal makan?”
        Jungkook sedikit tersentak dengan pertanyaan Eun Ji. Ia bahkan baru saja duduk di sana. Sambil berpikir, Jungkook melempar pandangan ke tengah halaman.
        “Hmm… mereka curiga?” tanya Jungkook. Terdengar sedikit ragu.
        Eun Ji menggeleng. “Nggak tau.”
        Jungkook kemudian tidak berkata apa-apa lagi. Ia hanya memberikan salah satu kotak bekalnya untuk Eun Ji yang memang sengaja ia bawakan. “Makan dulu aja.”
        Berikutnya, mereka sibuk dengan makanan masing-masing.
        “Oiya, Kak Taekwoon atau Kak Jin belum ada yang mastiin kapan bisa nemuin Kak Eun Ji sama Kak Minho.”
        Eun Ji mendesah berat. Membuat Jungkook menoleh cepat dengan tatapan merasa bersalah.
        “Minho bahkan di kelas gue sekarang.”
        Sesaat, Jungkook masih memastikan ucapan Eun Ji. Namun akhirnya, ia justru terbelalak setelah baru mengerti tentang maksud ucapan Eun Ji tersebut.
        “Jadi, Kak Minho itu sekolah di SMA Destiny?” Jungkook sibuk dengan pikirannya sendiri. “Emang sih, gue nggak mastiin waktu pada ketemu Kak Minho tuh kondisinya kayak gimana.”
        “Terus sekarang gue harus gimana, nih? Nggak mungkin gue deketin Minho, kan? Secara orang-orang tahunya gue itu Hyerim.”
        “Sementara Kak Eun Ji emang harus nahan diri untuk nggak terlalu keliatan ngedeketin Kak Minho.”
        “Ya tapi sampai kapan?” Eun Ji menyambar ucapan Jungkook. “Gue juga kan kangen sama Minho.”
        Jungkook menatap Eun Ji tanpa menunjukkan sedikit pun rasa bersalahnya. “Sampai Kak Hyerim bisa balik lagi ke sini,” ujarnya mantap. Jungkook kemudian kembali akan menikmati makannya. “Lanjutin tuh makannya. Nanti sepulang sekolah, temenin gue jenguk Kak Hyerim ya.”

***

        Taekwoon, Seok Jin dan Minhyuk terlihat berdiri di depan jendela koridor yang mengarah langsung ke halaman belakang. Area kantin pun bisa terlihat dari sana. Termasuk juga tembok pembatas sekolah tempat Taekwoon bisa lewat sebagai akses masuknya ke dalam wilayah SMA Paradise.
        “Jin!” Minhyuk menyentuh pundak Seok Jin yang berdiri di tengah-tengah antara dirinya dan Taekwoon. “Lo mau ke kantin aja? Hyerim kayaknya nggak bawa bekal apa-apa. Buat dia aja juga nggak.”
        Seok Jin hanya diam. Namun justru Taekwoon yang menatap Minhyuk penuh minat.
“Kok gitu? Hyerim nggak laper, apa?” Taekwoon lalu mencoba menajamkan penglihatannya ke arah kantin. Bisa dipastikan hanya ada siswa Destiny yang mengusai kantin. Terlihat dari warna seragam mereka. Kecuali satu orang yang dengan percaya diri, membaur di dalam kantin. Siapa lagi kalau bukan Minho yang kedatangannya memakai seragam SMA Paradise membuat gempar tadi pagi.
        “Lihat ke sana!” pekik Seok Jin yang ternyata tidak tertarik mengawasi kantin.
        Taekwoon dan Minhyuk kemudian ikut memastikan apa yang membuat Seok Jin begitu tertarik. Seorang cowok tinggi, berseragam SMA Paradise tampak berusaha memanjat tembok tersebut. Hampir serupa dengan kebiasaan Taekwoon selama ini.
        “Sungjae?” seru Taekwoon yang sejak tadi menyipitkan matanya untuk memaksimalkan penglihatan.
        “Apa, Taek?” ujar Minhyuk untuk memastikan. Namun tidak ada respon dari Taekwoon yang justru terlihat melesat pergi dari sana. Dan dengan terpaksa, ia dan Seok Jin juga menyusul.
        Ketiganya, Taekwoon, Seok Jin dan Minhyuk tampak ke luar dari gedung A. Mereka berlari melintasi jalan yang juga biasa digunakan untuk menuju kantin. Dan tentu saja aksi ketiganya cukup menarik perhatian, terutama untuk pada siswi berseragam SMA Destiny.
        “Waahh… OB gantengnya nambah satu?” seru Gyuri yang kebetulan sedang melintas di sana. Ia hanya mendapat lirikan aneh dari beberapa temannya. Termasuk cewek yang bernama Yura.
        “OB nggak mungkin pakai seragam sekolah kayak gitu,” seru Yura. Jelas menolak pernyataan Gyuri. Ia lalu berniat melanjutkan langkah menuju kantin. Namun Gyuri justru lebih dulu menahan tangannya.
        “Kalau gitu, mereka temen-temennya kakak lo dong? Gue minta kenalin dong, Yur.” Gyuri menatap Yura dengan wajah memohon.
        Yura menatap datar. “Kak Himchan lagi amnesia. Dan mungkin dia juga lagi nggak inget sama cowok-cowok itu.” Yura kemudian melanjutkan langkah dan tidak mempedulikan teriakan Gyuri yang memanggil namanya.

***

        Gikwang melihat keberadaan Minho bersama Cheondung di kantin. Ia sudah ingin menyusul, namun Yoona justru menarik tangannya ke arah berbeda. Tentu Gikwang menolak ajakan Yoona dan lebih ingin bergabung dengan Minho juga Cheondung.
        “Gikwang!” seru Yoona. Sedikit memprotes karena Gikwang seperti menolak ajakannya.
        “Gue mau ketemu Minho dulu,” ujar Gikwang yang sedang tidak ingin mengalah. Ia bersikeras menarik tangan Yoona ke tempat yang ia inginkan. “Sini ikut!” putusnya sambil menarik tangan Yoona dua kali lebih kuat sambil mengimbangi piring makanan di tangan yang lain.
        Dengan terpaksa, Yoona ikut duduk dan bergabung semeja dengan Minho juga Cheondung. Ia duduk di samping Cheondung, sementara Gikwang memilih tempat di samping Minho.
        “Min, lo ke mana sih tadi? Kok nggak masuk ke kelas?” cecar Gikwang yang memang sudah tidak sabar untuk menanyakan hal tersebut.
        Minho melempar pandangan ke tempat Cheondung berada. Lalu sempat melirik sekilas ke arah Yoona yang tampak cemberut karena dipaksa gikwang untuk ikut ke mejanya.
        “Lo gabung di kelasnya Chaerin ya?” tanya Gikwang lagi. Padahal yang tadi saja belum mendapat jawaban dari Minho. “Atau lo jadi murid selundupan ke kelasnya Minhyuk? Soalnya kan lo pakai seragam Paradise lagi. Kok lo nggak ngajak-ngajak gue, sih? …akh!”
        Gikwang tiba-tiba meringis lalu memegangi kakinya. Cheondung dan Minho sampai terkejut karenanya. Gikwang menatap Yoona dengan menahan kesal. Bisa dipastikan itu perbuatan pacarnya sendiri. Karena Yoona juga menunjukkan ketidak sukaannya pada segala hal yang kembali melibatkan SMA Paradise.
        “Kok gue ditendang, sih?”
        “Kenapa?” tanya Yoona, galak. “Mau bener-bener balik ke Paradise? Iya, kan? Biar ketemu Chorong sama Naeun. Mantan-mantan kamu!”
        “Nggak gitulah, Yoon! Mereka kan temen-temen kita juga!” balas Gikwang yang tidak ingin terlihat kalah begitu saja.
        Sementara Gikwang dan Yoona adu mulut, Minho dan Cheondung kompak berdiri. Sambil membawa makanan mereka, keduanya memilih pindah ke meja yang lain. Cukup jauh dari tempat Yoona dan Gikwang berada.

***

        Tidak hanya Seok Jin, Taekwoon dan Minhyuk, ternyata Ho Seok juga memunculkan diri dari arah yang berlawanan. Siswa kelas 2 tersebut juga tampak ingin mengejar Sungjae.
        “Gue denger Sungjae nyebut-nyebut nama Eun Ji lewat telepon. Katanya dia kecelakaan.” Ho Seok, ia berujar pada tiga kakak kelasnya tersebut meski tidak ada yang melemparinya pertanyaan apa pun.
        Posisi mereka masih setengah berlari. Dan karena informasi dari Ho Seok tersebut, Taekwoon semakin gencar mengejar Sungjae. Ia bahkan sampai ikut memanjat tembok. Tentu bukan perkara sulit untuk seorang Jung Taekwoon melakukan hal tersebut.
        Seok Jin yang terlihat sulit mengekspresikan diri jika ia harus benar-benar memanjat tembok sekolah, lagi. “Gimana ini?” serunya, panik.
        Ho Seok dan Minhyuk saling tatap. Dan keduanya mengangguk karena memiliki pemikiran yang sama. Lalu kemudian, Ho Seok juga Minhyuk kompak membantu Seok Jin memanjat pagar. Minhyuk bahkan sampai memeluk kaki Seok Jin dan mengangkatnya ke atas. Sementara Ho Seok berusaha mendorong tubuh Seok Jin dari bawah.
        Setelah Seok Jin sudah berada di atas, kini giliran Minhyuk dan Ho Seok yang memanjat. Mereka hanya perlu sedikit menjauh dari tembok untuk memberikan jarak agar mereka bisa sedikit berlari sebelum melakukan loncatan untuk memudahkan mereka dalam memanjat.
        Seok Jin semakin panik karena tidak bisa menemukan cara yang aman untuk menarat ke bawah. Ia justru menyapu pandangannya kesegala arah. Sampai akhirnya Seok Jin dapat melihat keberadaan Eun Ji bersama Jungkook di bawa sebuah pohon. Jika dilihat dari lantai 4 gedung A, Jungkook dan Eun Ji tertutup batang pohon.
        Kini Minhyuk dan Ho Seok sudah mendarat di luar wilayah sekolah. Mereka berniat mengejar Taekwoon yang sudah berlari semakin jauh. Namun kemudian tampak ragu karena tidak mungkin meninggalkan Seok Jin yang masih tersangkut di atas tembok.
        “Taekwoon!” teriak Minhyuk sekeras mungkin agar Taekwoon mendengarnya.
        Saat sudah di luar tadi, Taekwoon memang benar-benar melupakan tiga temannya. Terutama Seok Jin si ketua kelas yang tidak terbiasa memanjat tembok sekolah seperti dirinya.
        “Tinggalin aja!” seru Taekwoon dengan teriakan juga. Ia tadi hanya menoleh sesaat sebelum kembali berkonsentrasi berlari mengejar Sungjae.
        Ho Seok memutuskan mengejar Taekwoon saat dilihatnya Minhyuk berusaha memaksa Seok Jin untuk segera turun. Minhyuk bahkan sampai menarik-narik kaki Seok Jin.
        “Ho Seok, tunggu!” pekik Seok Jin yang justru memikirkan adik kelasnya itu.
        “Makanya buruan turun!” paksa Minhyuk yang tidak sabar karena Seok Jin masih saja bertahan di atas sana. “Jin!” jeritnya, frustasi melihat Seok Jin tidak juga memperlihatkan kemajuannya. “Lompat!”
        Lalu… Bugh!
        “Akh! Kaki gue, Min!” Seok Jin yang sudah berhasil mendarat, kini memegangi kakinya.
        “Minggir lo, Jin! Berat!” seru Minhyuk yang dengan kasar mendorong tubuh Seok Jin yang ternyata tadi menimpanya. Minhyuk lalu bangkit tanpa mempedulikan Seok Jin. Ia segera berlari mengejar Ho Seok yang dilihatnya sudah di ujung jalan.
        “Minhyuk, tunggu!” Seok Jin juga berusaha bangkit sambil meneriaki nama Minhyuk. Namun teman sekelasnya itu justru semakin kencang berlari. Saat sudah berdiri, Seok Jin kembali menjatuhkan tubuhnya ke tanah karena terjadi sedikit masalah pada kakinya.

***

        Jungkook melirik jam di pergelangan tangannya. “Ke perpus yuk, Kak.” Jungkook, ia bicara tanpa melirik ke arah Eun Ji. Namun ia justru sibuk membereskan wadah kotor bekas bekal makannya.
        Eun Ji sendiri ikut membereskan kotak bekal makannya yang sudah kosong. “Mau persiapan lomba itu ya? Bukannya lo bilang pas istirahat ke dua?”
        Jungkook menoleh dengan tatapan sedikit merasa bersalah. “Maaf, Kak. Biasanya emang gitu. Tapi hari ini kita pengumuman hasil seleksi. Tadi mendadak dikabarin dari Youngjae.”
        Jungkook kemudian terlihat berdiri. Tidak lupa ia mengulurkan tangan untuk berniat membantu Eun Ji berdiri. Tanpa menunggu lama, Jungkook merasakan sesuatu menyentuh tangannya. Setelah berdiri, Eun Ji sedikit menepuk-nepuk bagian bawah roknya yang sedikit kotor. Mereka lalu meninggalkan halaman belakang sekolah.
        “Akh! Kaki gue, Min!”
        “Minggir lo, Jin! Berat!”
        “Minhyuk, tunggu!”
        Jungkook menghentikan langkah karena mendengar suara sesuatu jatuh yang kemudian disusul suara seseorang bicara. “Kayak suara Kak Jin bukan sih?”
        Eun Ji juga tampak menghentikan langkah. “Sama Minhyuk ya kayaknya?”
        Jungkook mengibaskan sebelah tangannya sebagai tanda mereka untuk mendekati ke arah sumber suara. Tembok pembatas sekolah yang tidak jauh dari halaman belakang.
        “Tolong!”
        “Jin!” teriak Eun Ji yang mengenali suara tersebut.
        “Kak Jin!” Jungkook juga ikut meneriaki nama itu.
        Sementara di luar tembok, Seok Jin masih terduduk di aspal sambil memegangi kaki kanannya yang terasa terkilir. Ia juga mendengar suara orang yang meneriaki namanya tadi. “Jungkook! Hyerim! Tolongin gue, dong.”
        “Itu bener Kak Jin.” Jungkook bersiap dengan menyodorkan kotak bekal makannya yang sudah kosong ke tangan Eun Ji. Ia lalu mundur beberapa langkah sebelum akhirnya berlari cepat untuk mendapat dorongan agar bisa memanjat tembok tersebut.
        Mata Jungkook terbelalak saat ia menemukan Seok Jin di sana. “Kak Jin nggak pa-pa?” serunya sambil melompat turun lalu mendekati Seok Jin.
        “Jung!” Seok Jin berseru lega melihat salah satu adik kelasnya tersebut di sana.
        “Kakak ngapain di sini?” Jungkook membantu Seok Jin yang tampak sedikit sulit untuk berdiri.
        “Jungkook! Itu beneran Jin?” teriak Eun Ji dari dalam area sekolah.
        “Iya, Kak. Ini kita mau muter ke depan. Tunggu di gerbang ya. Sekalian minta bantuan sama yang lain,” balas Jungkook dengan teriakan juga. Ia lalu meraih salah satu tangan Seok Jin yang ia bawa ke atas pundaknya.
        Dengan perlahan, Jungkook membawa Seok Jin yang berjalan sedikit pincang pergi dari sana.


***