Senin, 20 Januari 2014

BLUE FLAME BAND 2 (part 7)


Author              : Annisa Pamungkas (@nniissaa11)
Main Cast          :
·        Lee Joon/Changsun (Mblaq)
·        Lee Minhyuk (BtoB)
·        Jung Yong Hwa (CN Blue)  
Original cast     : Hye Ra, Soo In, Minjung, Sung Hye, Han Yoo
Support cast     :
·        Im Siwan (Ze:a)
·        Nichkhun Horvejkul (2PM)
·        Yoon Doojoon (Beast/B2ST)
·        Luhan (Exo-M)
·        Im Yoona (SNSD)
·        Choi Minho (SHINee)
·        Choi Sulli (F(x))
·        Kim Himchan (B.A.P)
Genre               : romance
Length              : part

***

        “Ke mana setelah ini?” Tanya Minhyuk setelah mereka ke luar dari café. Saat itu hari baru beranjak sore.
        Hye Ra mendesah berat. Mood-nya agak buruk akibat paksaan Minho tadi. Ia sempat melirik jam yang melingkar di tangannya. “Nanti malam aku baru akan bertemu temanku itu.”
        Minhyuk tampak mengangguk mengerti. Hye Ra telah bercerita tadi ketika terpaksa membatalkan janji dengan temannya demi bertemu Minhyuk dan Himchan.
        “Kau naik apa tadi?”
        “Naik bus umum,” jawab Minhyuk sambil melihat-lihat kamera yang menggantung lehernya.
        “Kau tinggal di Phoenix apartmen, kan? Ayo ku antar pulang. Kebetulan aku bawa mobil,” seru Hye Ra yang sudah lebih dulu beranjak ke parkiran mobil.
        “Aku tidak ada kerjaan setelah ini. Ayo kita pergi nonton dulu. Setelah itu aku ingin ikut kau menemui temanmu itu. Boleh?”
        “Oke,” seru Hye Ra singkat meski tak terlihat terlalu antusias. Meski demikian, ia tetap senang bisa pergi dengan Minhyuk. Pemuda yang sudah lama berteman dekat dengannya. Ia kemudian menyerahkan kunci mobilnya pada Minhyuk.
        Minhyuk tertegun sesaat. Tidak lama, karena setelah itu ia terkekeh. Jelas saja ia yang menyetir. Tidak mungkin Hye Ra. Mereka kemudian melesat ke salah satu pusat perbelanjaan besar di kota itu.
        Minhyuk meninggalkan ransel serta kamera kesayangannya di mobil Hye Ra ketika mereka baru saja sampai di area parkir pusat perbelanjaan. Setelah itu keduanya langsung melesat ke bioskop untuk menonton film.
        “Kau ingin menonton apa?” Tanya Minhyuk ketika mereka sedang mengantri untuk membeli tiket.
        “Terserah kau saja.” Hye Ra menjawab seadanya.
        Minhyuk hanya mendesah pasrah. Semangat gadis itu belum kembali. Mungkin sebuah film berbau komedi setidaknya bisa sedikit membuat Hye Ra tersenyum. “Tiket untuk film ‘Baby And Me’, dua.” Minhyuk menyerahkan uang pada kasir yang melayani pemesanan tiketnya. Dan hanya film itu yang sekiranya tidak terlalu berat jalan ceritanya.

***

        Sementara itu, ‘Blue Flame’ masih tetap pada jadwalnya yang padat. Ke lima pemuda tampan itu baru saja menyelesaikan sesi gladi resik sebelum memulai konser mereka nanti malam. Dan saat ini, mereka masih berada di atas panggung. Mengobrol dan saling sapa terhadap beberapa kru yang membantu mereka.
        Joon tampak masih setia berdiri di belakang standing mic miliknya. Karena sound telah dimatikan, Joon mendengarkan lagunya melalui headphone dan bernyanyi secara lypsing di depan mic. Hanya leader satu itu yang kembali sedikit latihan.
        Ke lima pemuda tampan yang tergabung di ‘Blue Flame’ itu sangat bekerja keras demi lancarnya konser mereka. Bahkan tidak hanya Joon, tapi Luhan dan Doojoon juga masih bersama alat music andalan mereka, duduk di satu titik dan memainkannya. Di batu Siwan dengan gitar akustiknya. Sementara Nichkhun hanya menemani mereka di sana.
       
                Tell me why why why neoman wonhago ittjanha
No bye bye bye keureon seulpeun mareun hajima
I can try try try dashi doraondamyun
You know I want get get get your love

Love Love Love Everybody
Clap Clap Clap I want you back to
Mekkumeseorado nae soneul jabdeon
Keu ddaero doragago shipeunde
        (‘LOVE’ - CN Blue)

        “Berhenti dulu.” Luhan berhenti memainkan gitarnya karena merasakan suatu getaran dari ponsel yang berada di dalam saku jinsnya. Luhan terpaku beberapa saat melihat nama penelpon. “Dari noonanya Joonie hyung,” kata Luhan meski tak ada yang bertanya. Ia lalu memberikan gitarnya pada Nichkhun tanpa meminta persetujuan terlebih dulu. Kemudian melesat ke tempat Joon masih berdiri saat ini.
        Tanpa berkata apa-apa, Luhan menyodorkan ponselnya yang masih menunggu untuk di jawab. Namun kemudian, sambungan itu putus karena Joon sama sekali tak langsung menyambar ponsel Luhan. Melainkan hanya menatapnya dengan pandangan malas.
        Joon melepas headphone-nya. “Untuk apa noonaku menelponmu?”
        Luhan menarik kembali ponselnya sambil menghela napas kasar. “Tentu saja pasti karena panggilannya selalu di abaikan olehmu, hyung.”
        “Joon!” teriak Siwan yang masih duduk di atas panggung bersama Nichkhun dan Doojoon. Ia bahkan sambil mengangkat ponselnya karena kini kakaknya Joon itu menelponnya. “Selesaikan urusanmu.”
        Dengan terpaksa Joon melesat ke tempat Siwan berada, lalu menyambar ponsel milik pemuda itu yang kemudian membawanya sedikit menjauh dari member yang lain. Dengan malas, Joon menekan tombol answer pada ponsel milik Siwan. “Hmm…” sahutnya. Entah apa yang membuat pemuda itu enggan di ganggu oleh kakak perempuannya itu.
        “Ku dengar kau memiliki apartmen baru. Minhyuk juga ada di sana, kan? Dan aku ingin main ke tempatmu.”
        KLIK!
        Joon membeku sesaat. “Noona!” teriak Joon sedikit frustasi karena kakaknya itu memutuskan sambungan secara sepihak. “Ish! Di matikan!” pemuda itu hanya menggerutu karena terlalu kesal. Joon melesat kembali ke tempat rekan-rekannya berada. “Ku kembalikan.”
        Siwan menerima ponselnya dari tangan Joon tepat ketika Nichkhun bertanya, “ada apa dengan kakakmu?”
        Joon menghela napas berat sambil bergabung duduk dengan yang lain lalu memeriksa ponselnya. Benar saja, ada beberapa panggilan tak terjawab dari kakaknya dan hanya satu dari Minhyuk. “Ku rasa jika tadi telpon Siwan juga tak di jawab, mungkin noonaku juga akan menghubungi Nichkhun atau Doojoon.”
        “Lalu?”
        Joon hanya melirik Nichkhun yang tadi bersuara. Namun ia sama sekali tak berniat meresponnya karena sudah terlanjur menempelkan ponselnya ke telinga dan menunggu jawaban dari Minhyuk. “Apa noona sudah lebih dulu mengatakan padamu kalau dia akan datang?”
        Di tempatnya berada, Minhyuk baru saja ke luar antrian membeli tiket dan sedang berjalan pelan menuju tempat Hye Ra berada. “Iya. Tadi pagi dia menelponku. Tapi aku tak bisa menjemputnya untuk saat ini. Masih ada kerjaan.”
        Hye Ra yang mendengar itu, hanya mencibir ke hadapan Minhyuk. Jelas-jelas pemuda itu sedang pergi menonton dengan seorang gadis, dan bukan sedang bekerja. Minhyuk hanya tersenyum menanggapi reaksi sinis Hye Ra.
        “Bagus. Dan jangan mau menjemputnya. Kalau noona ingin datang, minta saja Seulong hyung yang mengantarnya. Ya sudah, nanti ku telpon lagi.” Joon langsung mematikan ponsel tanpa menunggu persetujuan Minhyuk terlebih dahulu.
        Semua percakapan Joon dengan Minhyuk sudah mewakili pertanyaan-pertanyaan di benak member ‘Blue Flame’ yang lain tentang kakak perempuannya Joon. Bahwa wanita itu akan datang mengunjungi dua adiknya.
        “Hyung, ayo makan.” Terdengar suara Luhan yang seakan mengingatkan para hyungnya bahwa mereka butuh tenaga lagi.
        Yang lain langsung mengangguk setuju. Termasuk juga Joon. Tak sempat berdebat dengan kakaknya membuat Joon sedikit lapar. Mereka kemudian meninggalkan panggung setelah sebelumnya membereskan beberapa barang milik mereka.
        Joon memilih berjalan paling akhir karena ia sambil mencoba menghubungi Hye Ra.

***

        “Aku setuju denganmu,” kata Minhyuk meski ia tahu bahwa Joon sudah menutup telponnya beberapa saat yang lalu. Minhyuk berdecak sambil memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku jins. Saat mendongak, ia melihat Hye Ra melangkah menjauh dan tampaknya sedang menerima sebuah panggilan.
        “Aku tunggu di sini!” teriak Minhyuk meski tak yakin Hye Ra mendengarnya karena gadis itu justru terus melangkah menjauh. Pemuda itu hanya bisa menghela napas.
        Sementara itu, Hye Ra berjalan ke dekat tembok kaca yang membatasi lobi bioskop. “Iya, Joon.”
        “Apa jika bukan aku yang menelpon, kau tidak akan menelponku?” protes Joon. Hari ini ia memang menunggu panggilan apapun dari kekasihnya itu. Namun semuanya nihil. Justru kakaknya yang bahkan sampai menelpon Luhan dan Siwan.
        Hye Ra sempat melirik Minhyuk yang masih saja mengawasinya. Mendapati itu, Hye Ra mengalihkan pandangannya lagi. “Bukankah aku sudah sering menelponmu dan sering tak ada jawaban?” balas Hye Ra yang tak ingin di salahkan. “Sudah bagus aku tidak terlalu protes dengan kesibukanmu,” lanjutnya dengan nada sedikit sinis.
        “Maaf,” lirih Joon. “Mungkin karena aku terlalu merindukanmu.”
        “Kapan kau pulang?” Tanya Hye Ra. Ia bahkan tak berkomentar apapun dengan ucapan Joon sebelumnya.
        “Ku usahakan minggu depan,” kata Joon tak yakin.
        Hye Ra menghela napasnya berat. Ia tau kesibukan Joon membuat kekasihnya itu sedikit tertekan. “Jangan mencemaskan aku. Aku baik-baik saja. ‘Blue Flame’ yang harus kau prioritaskan lebih dulu.”
        “Bisakah kita bersama seharian ketika aku pulang nanti?” pinta Joon penuh permohonan. Pemuda itu kini baru saja duduk di kursi sebuah ruang makan gedung tempat ia konser nanti bersama bandnya. Joon duduk di samping Luhan.
        “Baiklah,” seru Hye Ra tanpa pikir panjang.
        Di tempatnya berada, Joon tersenyum pernuh arti. Meski Hye Ra sama sekali tak bisa melihatnya. Namun member lain di sekitarnya, menatap Joon sedikit aneh saat tersenyum seperti itu. Terutama Siwan yang saat itu baru saja bergabung. Di susul Doojoon kemudian.
        “Apa dia selalu seperti itu jika bertelpon dengan Hye Ra?” bisik Siwan pada Doojoon. Namun ia juga tak terlalu membutuhkan jawaban. Doojoon dan Luhan terkekeh melihatnya.
        “Aku akan menagih janjimu nanti. Nanti ku telpon lagi. Aku mencintaimu, Hye Ra.”
        Hye Ra memutar bola matanya, kesal mendengar Joon berkata seperti itu. Bukannya tak suka, hanya saja ketika Joon yang mengatakan itu, terkesan terlalu berlebihan di telinganya. “Aku tau, Joon.”
        “Hye Ra! Apa kau tak bisa mengatakan hal yang sama?” Joon melancarkan protes keras. Bahkan suaranya seakan bisa memenuhi ruangan yang cukup besar tersebut.
        Beberapa staf ‘Blue Flame’ sampai menoleh ketika mendengar suara Joon. Siwan yang sedang makan bahkan tersedak di buatnya. Buru-buru Luhan menyodorkan minuman pada Siwan.
        “Kenapa kau selalu mengatakan ‘aku tau’, ‘aku tau’?” Joon mempraktikan cara Hye Ra berbicara. Ia tidak tau bahwa di sana Hye Ra sibuk menahan tawa karena kelakuan Joon.
        Joon sempat melirik tajam ke arah Siwan yang tersedak. Ia masih dengan posisi ponsel menempel di telinganya. Ia sadar itu semua karena suaranya tadi. Doojoon yang duduk berhadapan dengan Joon, menyodorkan piring makannya yang belum tersentuh sama sekali.
        “Sudah, cepat makan.” Doojoon kembali berdiri untuk mengambil makanan lagi.
        Joon menarik lebih dekat lagi piring makanan pemberian Doojoon. “Kau sukses membuat mood-ku buruk hari ini. Tapi aku membenci itu karena justru membuatku semakin mencintaimu.”
        “Oh. Aku sangat berterima kasih untuk itu, Joon.”
        “Nanti ku telpon lagi,” ujar Joon yang kemudian mematikan sambungan telponnya.
        Hye Ra memasukkan kembali ponselnya ke dalan saku jins. Sejujurnya ia senang dengan kata-kata cinta dari Joon. Tapi ia lebih senang lagi jika mengerjai kekasihnya itu. Gadis itu masih tersenyum mengingat percakapannya barusan. Lalu ia berbalik dan berniat untuk menghampiri Minhyuk. Namun pemuda itu sudah tidak ada di sana.
        “Ke mana Minhyuk?” Tanya Hye Ra untuk dirinya sendiri. Saat mengedarkan pandangan, mata Hye Ra menangkap sosok pemuda yang ia cari. Ternyata Minhyuk baru saja dari counter makanan untuk membeli camilan menonton nanti.
        “Sudah ku duga kau pasti akan lama menerima telpon,” kata Minhyuk saat mereka sudah berhadapan. “Jadi, aku pergi membeli ini seorang diri.”
        Hye Ra berinisiatif membawakan sendiri jatah untuknya dari tangan Minhyuk. “Oh. Terima kasih.”

***

        Sesekali Minhyuk melirik gadis yang duduk di sampingnya. Hye Ra begitu menikmati suguhan film layar lebar di depannya. Suasana gadis itu cukup baik. Berbeda ketika saat pertama mereka bertemu di café bersama Himchan juga.
        Lain halnya dengan Minhyuk. Pemuda itu justru sama sekali tak bisa menikmati jalannya film. “Hye Ra berbubah setelah menerima telpon itu tadi.”
        Sampai akhirnya, lampu bioskop mulai terang seiring berakhirnya film tersebut. Minhyuk dan Hye Ra tak langsung beranjak untuk bangkit karena pintu keluar masih di padati penonton. Mereka menunggu sampai suasana sedikit lengang.
        “Kau mau ke mana setelah ini?” Tanya Minhyuk.
        Hye Ra tak langsung menjawab karena ia sedang memeriksa pesan masuk di ponselnya. Gadis itu lalu melirik Minhyuk yang masih duduk di sampingnya. “Ku rasa aku akan ke rumah temanku itu setelah nanti ku antar kau pulang.”
        Minhyuk memeriksa arlojinya. “Masih terlalu sore untuk pulang ke rumah.”
        “Kau mau minum kopi?” tawar gadis itu yang sudah berdiri. “Setidaknya aku masih punya waktu satu jam di sini.”
        Minhyuk menyusul untuk berdiri. “Padahal aku berharap kau mengajakku ke tempat temanmu itu.” Minhyuk berpura-pura tak menatap Hye Ra, namun ia tetap mengawasi gadis itu.
        Hye Ra tampak berfikir. Ia tak ingin langsung menolak ataupun menyetujui permintaan Minhyuk. “Mungkin nanti kami akan mengabaikan keberadaanmu.”
        “Aku bisa menunggu sambil mengerjakan projek kita.”
        Hye Ra menghela napas. “Baiklah. Ayo temani aku.”
        Minhyuk menahan senyumnya, mengingat ia masih bisa bersama Hye Ra lagi setelah ini. Seperti yang Hye Ra katakan tadi, sebelum benar-benar meninggalkan pusat perbelanjaan tersebut, mereka mengunjungi sebuah café untuk menikmati kopi.

***

        Yong Hwa dan Sulli memasuki sebuah toko kaset. Sulli langsung menariknya ke sebuah rak tempat beberapa album milik ‘Blue Flame’ terpajang. Wajah gadis itu terlihat cerah ketika berhadapan dengan foto-foto pemuda tampan dari ‘Blue Flame’ tersebut yang terpampang pada setiap sampul album.
        “Akhirnya… Aku punya waktu untuk ke tempat ini.”
        Yong Hwa menoleh cepat. Di sana ia melihat Sulli sangat antusias melihat-lihat daftar lagu di bagian belakang album terbaru milik ‘Blue Flame’. “Apa kau sesuka itu dengan mereka?” Tanya Yong Hwa. Terkesan sedikit tak suka. 



        Sulli menatap heran ke arah Yong Hwa. Sementara kekasihnya itu pura-pura sibuk dengan album music yang lain. Yong Hwa mengambil secara acak salah satu album music yang ternyata adalah milik ‘Red Inject’. Girlband tempat istrinya Nichkhun masih bergabung hingga sekarang.
        “Bukankah Doojoon oppa itu temanmu? Kenapa aku tidak boleh sesuka ini?” protes Sulli. “Kakakmu juga bekerja untuk mereka, kan?”
        “Jadi kau menyukai mereka karena aku memiliki teman di sana?” balas Yong Hwa tanpa menoleh sedikitpun.
        Sulli hanya bisa menghela napas. “Aku bahkan suka mereka sejak ‘Blue Flame’ debut. Bukan hanya karena Doojoon oppa. Lagipula, member ‘Blue Flame’ yang ku suka adalah Lee Joon oppa, bukan Doojoon,” kata Sulli dengan santainya. Ia bahkan tak menyadari perubahan raut wajah Yong Hwa saat ia menyebut nama ‘Lee Joon’.
        Sekuat tenaga Yong Hwa menahan gemuruh di dadanya. Belum lagi dari dalam toko, Yong Hwa bisa melihat dengan jelas suasana di luar karena dinding di sana terbuat dari kaca. Dan tepat bersamaan saat Yong Hwa menangkap sosok Minhyuk dengan Hye Ra berjalan bersama. Pemuda itu membeku seketika. Melalui ekor mata, Yong Hwa mengawasi Sulli. Ternyata kekasihnya tak melihat apa-apa karena terlalu sibuk dengan album milik ‘Blue Flame’ di tangannya.
        “Oppa, aku mau membayar ini dulu.”
        Yong Hwa tak merespon. Saat menoleh, Yong Hwa mendapati Sulli yang sudah lebih dulu berjalan menuju meja kasir. Ketika menoleh kembali ke arah rak, tatapan Yong Hwa terhenti pada album music ‘Blue Flame’ yang sama seperti yang Sulli beli tadi. Di bagian belakang, terdapat gambar siluet seorang gadis yang entah mengapa menurut Yong Hwa itu adalah foto siluet milik Hye Ra.
        Tanpa semangat, Yong Hwa meletakkan kembali album music di tangannya ke tempat semula karena ia sudah mendengar suara Sulli yang meneriakinya untuk pergi dari sana.

***

        Minhyuk menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah mewah. Ia menatap rumah setinggi 2 lantai tersebut dari dalam mobil. “Yakin ini rumahnya?” Tanya Minhyuk ragu-ragu sambil menyembunyikan sesuatu dari Hye Ra.
        Hye Ra mencocokkan kembali dengan alamat yang ia dapat. “Coba ku Tanya dulu.”
        Ketika Hye Ra sudah meninggalkan mobil, Minhyuk menghempaskan tubuhnya ke sandaran jok. Ia tak mungkin melupakan rumah itu begitu saja meski sudah cukup lama.
        “Apa Sulli sudah pindah dari sini?” Minhyuk bicara seorang diri karena kekhawatirannya saat ini. Yang ia tau, rumah itu adalah kediaman keluarga mantan kekasihnya, Sulli. Tidak salah lagi. Minhyuk hanya mampu menunggu dengan gelisah di dalam mobil.
        Minhyuk hanya mampu mengawasi Hye Ra yang berbicara dengan seorang satpam rumah tersebut dari dalam mobil.
        “Tidak mungkin aku kabur begitu saja. Hye Ra bisa curiga karena aku yang memaksa untuk ikut dengannya.” Minhyuk berdecak kesal dan menyesali keputusannya sendiri.
        Pemuda itu menyibukkan diri dengan melihat-lihat isi mobil Hye Ra. Dan tanpa sengaja ia menemukan album music ‘Blue Flame’ lengkap dari album pertama hingga yang terbaru. Bahkan yang membuatnya sedikit tercengang adalah kesemuanya telah di tandatangani langsung oleh member ‘Blue Flame’.
        “Apa dia telah menjadi ‘Flamers’ fanatic?” Tanya Minhyuk bingung, dan masih untuk dirinya sendiri. Di saat pikirannya sibuk dengan pertanyaan-pertanyaan tentang Hye Ra dan ‘Blue Flame’, tangan pemuda itu justru membuka salah satu kotak album tersebut dan memutar CD-nya di player.
“I don’t know why… I love you baby,” kata Minhyuk mengikuti salah satu lirik lagu yang dinyanyikan ‘Blue Flame’. “Bukan ‘baby’, tapi ‘Hye Ra’,” Minhyuk meralat sendiri ucapannya.

***

        Sulli langsung mencoba album music ‘Blue Flame’ di dalam mobil Yong Hwa saat mereka sedang menuju perjalanan pulang. Yong Hwa sendiri tak mungkin menghalangi apa yang ingin dilakukan Sulli.
        “Aku baru mendengar beberapa judul saja,” kata Sulli. Yong Hwa masih diam. Dan Sulli sendiri tampaknya tak terlalu menyadari perubahan sikap Yong Hwa sejak Sulli menyebut nama ‘Lee Joon’ saat di toko kaset tadi. Bahkan tanpa sungkan, Sulli sedikit mengeraskan volume music.
“I think about you a lot take care I wanna do. And wish I think about you all the time my life.” Sulli ikut bernyanyi bersama dengan suara Joon yang berasal dari speaker mobil.
        Yong Hwa menghembuskan napasnya kasar. Tentu saja Sulli tak terlalu menyadari itu karena terlalu sibuk mengikuti lagu ‘Blue Flame’ sambil membaca teks yang berasal dari kotak album music tersebut. “Tak bisakah aku terlepas dari bayang-bayang Joon dan Hye Ra?” jerit Yong Hwa dalam hati dan terdengar sedikit frustasi. “Apa aku baru bisa tenang jika mereka sudah menikah?” Yong Hwa mengawasi kekasihnya yang masih sibuk sendiri. “Maaf Sulli, aku bukan ingin mengkhianatimu.”

***

I think about you a lot take care I wanna do
And wish I think about you all the time my life
I think about you a lot take care, do you wanna do ?
Of course I know your situation backwards too

See my eyes (in my eyes), see you lips (in my lips), See my face
I would like to know what you really think I wanna
I don’t know why I don’t know why… I love you baby
I don’t know why I don’t know how… To put it baby
I don’t know how to do…
(I Don’t Know Why-CN Blue)

        Sesudah berakhirnya lagu tersebut, seluruh member ‘Blue Flame’ kembali ke belakang panggung untuk bersiap menghadapi konser yang kurang lebih sekitar 2 jam lagi akan di gelar. Sungmin mengisyaratkan anak asuhnya untuk beristirahat dulu sebelum melakukan persiapan sebelum konser.
        Sungmin tampak merangkul Joon yang turun terakhir dari atas panggung. “Manfaatkan waktu istirahat kalian dengan maksimal. Kau terlalu keras bekerja, leader.”
        Joon terkekeh mendengar candaan Sungmin. Ia juga sempat menerima sebotol minuman isotonic dari seorang staf mereka. “Tidak lagi setelah aku menelpon vitaminku,” candanya sambil menengadahkan tangan di hadapan Sungmin membuat menejer mereka itu juga terkekeh menanggapinya.
        Sungmin merogoh saku jinsnya karena mengerti dengan maksud Joon. Ponsel pemuda itu memang berada di tangannya sejak Joon dan ‘Blue Flame’ melakukan persiapan terakhir di panggung sebelum konser. “Jangan terlalu lama. Kau tetap butuh istirahat.” Sungmin tampak mengingatkan sebelum meninggalkan Joon dengan ponselnya.
        “Siap hyung,” jawab Joon yang kemudian mencari tempat yang sedikit sepi. “Ternyata Hye Ra memang tak menghubungiku sama sekali,” kesal Joon setelah ia memeriksa ponselnya. Tentu saja ia tak membuang waktu untuk menghubungi kekasihnya itu.
        Di tempatnya berada, tangan Hye Ra sudah terjulur untuk membuka pintu mobil. Namun ia kurungkan niatnya karena ponsel di tangannya bergetar. Joon menelponnya. Segera saja gadis itu menjawab panggilan dari kekasihnya.
        “Kau sedang istirahat?” tanya Hye Ra yang bahkan tidak mengucapkan salam atau sebagainya.
        “Ya…!” Joon menjawab pendek. “Dan kau juga sama sekali tidak menghubungiku walau kau tau aku tidak mungkin langsung menjawabnya.”
        Hye Ra mengusap keningnya karena heran dengan sikap Joon yang selalu di luar dugaan. “Baiklah. Besok kau akan ku berikan panggilan tak terjawab dari nomorku,” ujar gadis itu akhirnya.
        Joon tersenyum dan tentu saja Hye Ra tak bisa melihatnya. “Aku percaya kau pasti akan melakukan itu.”
        “Ya sudah. Aku harus menemui temanku dulu,” kata Hye Ra sebelum mengakhiri obrolan mereka.
        “Aku mencintaimu,” ujar Joon namun ia masih mempertahankan posisi ponselnya yang menempel di telinga.
        “Aku tau, Joon.”
        “Apa sekali saja aku tak bisa mendengar pernyataan cinta darimu?” protes Joon. Ia bahkan tak mempedulikan beberapa pekerja di sana memperhatikannya.
        Hye Ra sedikit menjauhkan ponsel dari jangkauan telinganya. “Nanti saja.”
        “Tapi, aku ingin mendengarnya sekarang!” pinta Joon setengah memerintah.
        Hye Ra sedikit menegakkan badan yang sebelumnya bersandar di badan mobil, karena ada sebuah mobil yang mendekat bahkan memarkirkan diri tepat di depan pagar rumah mewah yang menjadi tujuan Hye Ra saat itu.
        “Kau terlalu banyak meminta yang aneh-aneh. Sudahlah. Nanti ku telpon lagi. Temanku sudah datang. Sukses untuk konsermu nanti malam.” Hye Ra langsung memutuskan sambungan. Tak peduli jika Joon pastinya akan marah-marah sendiri di tempatnya berada.
        Minhyuk juga memunculkan diri dari dalam mobil Hye Ra. Sementara gadis itu sendiri sedikit membeku setelah memperhatian tiap detail mobil yang baru saja muncul di hadapannya.
        Seorang gadis bertubuh tinggi keluar dari dalam mobil. Ia langsung berlari kecil menghampiri Hye Ra. “Kau Hye Ra?” sapanya.
        Hye Ra sempat melirik ke tempat Minhyuk berada. Dan ia cukup terkejut melihat perubahan sikap Minhyuk yang tampak membeku sambil menatap lekat-lekat gadis yang kini di hadapan Hye Ra.
        “Minhyuk?”
        Hye Ra menoleh cepat ke arah gadis itu yang tadi menyebutkan nama ‘Minhyuk’ dengan nada sangat pelan. Gadis itu Sulli. Yang kini bahkan juga melakukan hal yang sama pada Minhyuk. Mereka saling tatap dalam-dalam, sekaligus berusaha menutupi kerinduan mereka yang tidak mungkin dimunculkan dihadapan Hye Ra dan seorang pemuda yang juga baru saja memunculkan diri dari dalam mobil.
        “Sulli, jadi mereka…” pemuda itu langsung kehilangan kata-kata setelah menangkap sosok Hye Ra yang juga secara tidak langsung melihat ke arahnya.


***

Senin, 13 Januari 2014

FC LOVE (chapter 9)


Author              : Annisa Pamungkas (@nniissaa11)
Main Cast          :
·        B2ST/Beast Lee Gikwang
·        Infinite Lee Howon (Hoya)
·        SNSD Im Yoona
Support cast     :
·        Other member B2ST/Beast, Infinite and SNSD
·        Yong Hwa CN Blue
·        Siwan Ze:a
·        Jonghyun, Minho and other member Shinee
·        Member Super Junior
·        All member A-Pink
·        Hara KARA
·        Sulli, Victoria F(x)
Genre               : romance, family, friendship
Length              : chapter

***

        Seminggu kemudian. Setelah menyelesaikan ujian kenaikan kelasnya, Yoona di jemput Taeyeon di rumahnya untuk sama-sama pergi ke Surabaya. Menemui ke dua orang tua Yoona yang sudah lebih dulu berada di sana, sekaligus liburan.
        Sesampainya di Surabaya, Yoona dan Taeyeon di jemput oleh Doojoon di bandara dan langsung melesat ke rumah sakit. Di sana mereka melihat Seulong dan Victoria berbicara dengan sepasang suami istri.
        “Itu orang tua Siwan,” kata Doojoon.
        Yoona sudah tidak sabar bertemu orang-orang itu, namun Doojoon menahannya. Orang tua mereka tampak berbicara serius dengan orang tua Siwan dan seorang dokter di sana.
        Victoria tampak menangis dan Seulong berusaha menenangkannya. “Anak kita meninggal. Dan kakakku yang tak lain adalah ibunya Doojoon juga meninggal. Jadi aku memutuskan memberikan Doojoon padamu sebagai ganti anak kita yang meninggal itu,” jelas Seulong pada Victoria.
        Semua yang mendengar itu tercengang. Tak terkecuali Doojoon, Yoona serta Taeyeon.
        “Tapi bagaimana bisa Siwan memiliki kesamaan DNA denganmu?” seru Victoria sedikit tak terima.
Karena kecelakaan itu, semuanya terbongkar. Terlebih, dulu Siwan dan Doojoon lahir di Surabaya, tepatnya di rumah sakit tersebut. Dan ada kejadian tak terduga. Ternyata anak yang meninggal itu adalah anak dari Changmin dan Sooyoung, orang tua Siwan. Entah bagaimana, Siwan dan anak yang meninggal itu tertukar.
        “Pantesan tanggal lahir gue sama Siwan barengan,” ujar Doojoon lemah.
        Yoona yang sudah tak kuat, memeluk Doojoon erat. Nggak menyangka, cowok yang selama ini ia kira kakak kandungnya, ternyata Cuma sepupu. Tapi itu semua sama sekali nggak ngurangin rasa sayang Yoona pada Doojoon. Namun itu artinya, ia tidak boleh mencintai Siwan selayaknya cewek kepada cowok.
        Setelah itu, Yoona benar-benar pergi menemui ke dua orang tuanya. Nggak peduli sama teriakan Doojoon yang entah kenapa seakan ngelarang Yoona bertemu Seulong dan Victoria.
        “Ibu…” Yoona berhamburan memeluk ibunya.

***

        Yoona sempat mengintip ke dalam kamar tempat Siwan di rawat. “Yoona boleh masuk nggak, bang?”
        Siwan yang saat itu lagi duduk aja di atas ranjangnya, Cuma memberikan senyuman sebagai tanda bahwa ia mengijinkan Yoona untuk masuk ke kamarnya. “Masa aku ngelarang kamu masuk, sih?” candanya.
        Yoona menguatkan diri untuk melangkah masuk. Jujur aja, dia sedikit nggak tega ngeliat apa yang terjadi pada Siwan. Beberapa bagian tubuh cowok itu tertupi perban. Termasuk keningnya. “Apa separah itu kecelakaannya?”
        Siwan menatap tangannya yang terbalut perban. “Aku jatoh di jalan yang nggak rata gitu. Jadinya gini deh.” Cowok itu ikut diam karena Yoona tak lagi bersuara setelah duduk di kursi. “Kamu udah tau tentang…”
        “Kita yang ternyata adik kakak?” Yoona melanjutkan ucapan Siwan. Terlihat senyuman getir terbentuk samar di bibir tipis cewek itu. Tapi kemudian, Yoona seperti menertawakan dirinya sendiri. “Sadar nggak sih kalo udah lama aku suka sama bang Siwan. Tapi nyatanya…”
        Siwan menggenggam salah satu tangan Yoona. “Aku tau. Tapi nggak tau kenapa selama itu aku sama sekali nggak bisa ngerubah perasaan aku yang selalu nganggep kamu seperti adik sendiri. Lagi pula, aku kan juga nggak punya adik cewek.”
        “Terus, bang Siwan bakal tinggal sama keluarga aku atau tetap tinggal sama om Changmin?”
        Siwan hanya merespon dengan senyuman sambil membelai lembut rambut panjang Yoona yang tergerai. “Aku nggak bisa mutusin sepihak. Tapi, kalau bisa aku tetep pengen tinggal sama ayah Changmin dan ibu Sooyoung. Mereka yang udah ngerawat aku dari kecil. Nggak mungkin juga kalo om Seulong ngusir Doojoon, kan?”
        Yoona hanya bisa membalas dengan helaan napas. “Aku udah nggak tau harus ngomong apa. Yang pasti, aku doain bang Siwan bisa cepet sembuh.”
        “Amin,” sambung Siwan.
        “Aku juga sekalian mau pamit pulang ke Jakarta.”
        “Sama Taeyeon?” Tanya Siwan yang hanya di jawab anggukan oleh Yoona. “Ya udah, hati-hati ya.”

***

        Tiga hari setelahnya. Tahun ajaran baru sudah di mulai. Termasuk juga di lingkungan SMA Sun Moon. Howon muncul dari mobil yang sama dengan Minho dan Sulli. Hari itu Sulli sudah resmi menjadi siswi SMA di Sun Moon. Terlihat jelas melalui pakaiannya. Seperti biasa, Sulli akan pergi lebih dulu yang di susul Minho kemudian.
        Howon masih berdiri di sana. Terlebih dari arah parkiran motor, ia melihat sosok Yoona. “Yoona!” Segera saja cowok itu mengejar Yoona.
        Yoona yang merasa diteriaki, tentu saja langsung berbalik dan mendapati Howon yang berlari kecil ke arahnya. “Eh, Hoya? Ada apa?” tanyanya datar.
        Howon menatap Yoona dari atas ke bawah. Cewek itu keliatan sedikit kurang ceria pagi ini. “Lo gapapa, kan?”
        “Emang gue kenapa?” Yoona justru balik bertanya karena merasa nggak ada hal aneh dalam dirinya. “Ya udah ya, gue ke kelas dulu.” Tanpa menunggu respon dari Howon, Yoona sudah lebih dulu membalikkan badan dan bersiap pergi.
        “Tunggu!” cegah Howon yang menghalangi langkah Yoona dengan tubuhnya langsung. “Lo ngapain ke sana? Itu kan gedung untuk anak kelas 3.”
        Yoona semakin di buat bingung dengan kelakuan Howon. “Lah? Emangnya lo pikir gue kelas berapa? Udah, akh!” serunya malas bahkan sampai sedikit menubruk pundak Howon yang seakan menghalangi jalannya.
        Howon nggak mencegahnya lagi. Cowok itu Cuma bisa memperhatikan punggung Yoona yang semakin jauh melangkah.

***

        Yoseob menyenggol lengan teman semejanya, Tiffany, ketika melihat sosok Yoona di ambang pintu kelasnya.
“Hmm…” Tiffany merespon datar.
        “Yoona tuh,” bisik Yoseob.
        Dengan penuh semangat, Tiffany bangkit dan langsung melesat ke tempat Yoona berada. Yoona sendiri sedang sedikit berbincang dengan beberapa teman sekelas mereka. Tahun ajaran baru sudah di mulai sekitar 3 hari yang lalu, tapi Yoona baru memunculkan diri hari ini.
        “Yoona! Lo ke mana aja? Gue kirain lo pindah sekolah lagi!” Tiffany sudah berhamburan memeluk Yoona.
        “Waah… pagi-pagi udah ada yang peluk-pelukan nih? Bikin iri aja!”
        Tiffany buru-buru melepaskan pelukannya karena ada suara khas cowok yang dengan jahilnya mengganggu acara temu kangen mereka. Dia Dongwoon yang muncul bersama Sungyeol.
        “Yaelah, ganggu aja sih nih si duo jangkung!” protes Tiffany yang kesal.
Namun dua cowok bertubuh tinggi itu justru hanya terkekeh sambil berlalu begitu saja dari hadapan dua cewek tersebut. Tujuan Sungyeol dan Dongwoon berada di sana adalah karena ingin menemui Yoseob.
        “Lo ke mana aja sih, Yoon?”
        “Liburan aja ke Surabaya nemuin bokap. Eh, ternyata nyokap juga nyusul ke sana,” jelas Yoona sambil berjalan menuju mejanya. Namun baru saja sampai di dekat meja milik Tiffany dan Yoseob, langkah cewek itu terhenti. Ia lalu menoleh penuh arti ke Tiffany. “Kursi yang kosong di mana?”
        Mendengar itu, Tiffany menatap Yoona penuh rasa bersalah. “Lo sih, susah banget gue hubungin. Jadinya kan gue nggak bisa milihin tempat buat lo.”
        “Udahlah, nyantai aja. Sekarang kasih tau, di mana meja yang kosong?” ulang Yoona sekali lagi.
        Dengan berat hati, Tiffany menunjuk ke salah satu meja yang berada di barisan paling belakang. “Sama anak baru,” ujarnya lemah.
        “Gue duduk dulu, ya. Bentar lagi masuk.” Segera saja Yoona melesat ke tempat yang dimaksud Tiffany. Meja di sana masih kosong. Yoona duduk di salah satu kursinya. Sekilas ia sempat mendengar Tiffany menyebutkan bahwa ada anak baru, tapi cewek itu tampaknya nggak terlalu penasaran.
        Yoona meletakkan tentengannya ke atas meja. Tepat ketika sepasang sepatu berhenti di dekat mejanya.
        “Akhirnya, gue punya temen semeja juga. Kirain bakal ngejomblo sampe lulus.”
        Mendengar suara seseorang yang bicara padanya, Yoona mendongak. Ia membeku seketika melihat sosok cowok tampan di hadapannya. Cewek itu bahkan sampai berdiri di buatnya. “Gikwang? Kok lo bisa ada di sini?”
        “Eh? Yoona?” seru Gikwang nggak kalah terkejutnya. Pembicaraan mereka sempat membuat mereka menjadi pusat perhatian karena ternyata keduanya telah saling mengenal sebelum ini.

***

        Sungyeol menjadi orang terakhir yang bergabung bersama Howon, Yoseob dan Dongwoon yang udah lebih dulu berada di kantin.
        “Bokapnya bang Doojoon masih ngelatih di Surabaya, kan?” ujar Yoseob di tengah-tengah obrolan mereka.
        “Iya. Bang Doojoon aja sekarang juga lagi di sana,” kata Dongwoon.
        “Lo bilang temen sekelas lo yang namanya Yoona itu adiknya bang Doojoon?” Sungyeol ikut buka suara. Dan pertanyaannya itu tertuju pada Yoseob. Namun Howon ikut tertarik terhadap hal itu.
        “Maksudnya Im Yoona?” Howon menuntut penjelasan pada Yoseob dan di jawab anggukan oleh cowok itu. “Jadi, dia beneran anak kelas 3?” serunya lagi.
        “Inget Eun Ji, tuh. Malah nanyain cewek lain,” goda Dongwoon sekaligus mengingatkan Howon.
        “Iya,” timpal Sungyeol. “Tadi gue ketemu Eun Ji. Dia nyariin lo tuh. Katanya lo susah banget di ajak ketemu.”
        Howon menghela napas berat. “Gue lagi sedikit renggang sama Eun Ji, gara-gara gue sempet liat dia jalan sama Kibum temen sekelas lo itu.” Howon menatap Dongwoon saat menjelaskan tentang cowok bernama Kibum itu.
        Dongwoon menggaruk kepalanya yang nggak gatal. Sedikit salah tingkah saat Howon menatapnya seperti ia adalah Kibum. “Hmm… Emang lo nggak tau, ya?”
        Tak terkecuali, ketiga cowok itu langsung menatap Dongwoon penuh Tanya. “Tentang apa?” Tanya Sungyeol mewakili dua temannya.
        “Mereka pernah pacaran sebelum lo sama Eun Ji jadian,” jelas Dongwoon akhirnya.
        “Oh,” kata Howon pendek.
        “Kok lo nyantai banget, sih?” protes Yoseob melihat reaksi datar yang ditunjukkan Howon. “Eun Ji masih cewek lo, kan?”
        Howon hanya menjawab dengan anggukan.
        “Kok lo cuek aja, sih? Nggak mau ngelurusin salah paham. Atau jangan-jangan, lo juga selingkuh?” tuduh Sungyeol.
        “Selingkuh sih nggak, Cuma lagi suka sama cewek aja.”
        “Hah!” hampir ketiganya bereaksi sama. “Lo gila? Sama siapa?” desak Dongwoon yang udah nggak bisa nahan rasa penasarannya.
        “Sama cewek yang bantuin lo nyembunyiin sepatu sama seragam bola lo, ya?” tebak Sungyeol dengan tatapan penuh selidik.
        “Yoona?” Yoseob ikut menebak juga. Dan jawaban Howon kembali mengejutkan. Cowok itu mengangguk dengan tegas. Yoseob lalu menatap Dongwoon. “Yoona kayaknya anak baru pas pertengahan kita kelas 2 itu, ya? Soalnya gue juga baru kenal.” ia hanya bertanya pada Dongwoon karena Cuma mereka berdua yang sudah kelas 3. Sementara Howon dan Sungyeol baru kelas 2.
        Dongwoon mengangkat bahu. “Gue tau Yoona aja karena dia udah kenal sama Howon duluan.”

***

        Myungsoo, Dongwoo, Woohyun dan Sungjong berjalan bersama menuju lapangan sepakbola sekolah merek untuk menjalani latihan rutin. Namun ada sedikit keramaian nggak jauh dari pintu masuk, dan didominasi oleh siswi SMA Paradise yang bahkan masih mengenakan seragam mereka. Perlahan ke empat cowok itu mendekat karena nggak biasanya pemandangan itu terjadi.
        “Ada cewek lo juga tuh, tanyaain gih.” Myungsoo melirik Woohyun.
        Tanpa berkata apa-apa, Woohyun sudah lebih dulu melangkah mendekat lalu menarik lengan salah satu cewek yang kebetulan berdiri di barisan paling belakang. Itu Chorong, cewek yang sempat ikut mendemo Gikwang mewakili para cewek yang sempat ‘kencan’ dengan mantan pangeran SMA Paradise tersebut.
        “Ada apaan?” Tanya Woohyun langsung.
        “Ada penyusup dari SMA Sun Moon,” jelas Chorong.
        Myungsoo, Dongwoo dan Sungjong juga mendengar apa yang di katakan Chorong. Lalu nggak lama setelah itu, kerumunan seperti bergerak. Ada seorang cowok yang mencoba menerobos keluar.
        “Myung! Tolongin gue donk!”
        Myungsoo langsung berusaha menerobos kerumunan karena orang tersebut seperti mengenalinya. “Woooiii! Berenti!” teriak Myungsoo. “Ngerti bahasa Indonesia nggak, sih?” serunya lagi yang semakin menjadi karena samar-samar ia sudah bisa melihat orang yang mendapat perlakuan nggak menyenangkan dari para cewek-cewek itu.
        Karena merasa ucapannya nggak di respon, Myungsoo sedikit berlaku kasar dengan menyingkirkan cewek itu satu-persatu. Dongwoo, Woohyun dan Sungjongpun akhirnya membantu setelah Myungsoo sudah bertindak lebih dulu. Akhirnya cowok itu bisa terselamatkan meski jahitan di bagian lengan kiri kaosnya terlepas karena tarikan-tarikan nggak jelas dari para cewek itu.
        “Makasih, Myung. Kalian juga.” Cowok itu yang ternyata adalah Gikwang, langsung bernapas lega setelah berhasil terbebas dari tawanan cewek-cewek itu.
        “Lo semua tuh apa-apaan, sih?” Kali ini Myungsoo menegur cewek-cewek itu yang udah bersikap seenaknya pada cowok yang udah ia anggap seperti kakak sendiri itu.
        “Dia udah bukan siswa sini lagi. Dan nggak menutup kemungkinan kalo dia sekarang jadi mata-mata dari SMA Sun Moon,” kata perwakilan dari mereka membela diri.
        “Atas dasar apa?” kali ini giliran Dongwoo yang bicara.
        “Sekolah kita bakal tanding lagi lawan SMA Sun Moon. Dan Gikwang sekarang udah jadi bagian dari mereka. Apa salahnya kalo kita curiga,” kata seorang yang lain lagi.
        Myungsoo geleng-geleng kepala mendengarnya. “Kecurigaan kalian nggak beralasan!” sinis Myungsoo sambil melepaskan jaketnya yang kemudian ia berikan pada Gikwang. “Kita ngobrol di luar aja, bang.” Myungsoo merangkul Gikwang dan mengajak salah satu sahabat kakaknya itu ke luar gerbang sekolah.

***

        Junhyung menghentikan mobilnya di pelataran parkir lapangan sepakbola milik sebuah klub besar bernama ‘Running Boys’. Niat cowok itu ke sana bukan untuk menjalani pelatihan sebagai peserta calon anggota klub tersebut. Karena pakaian yang ia kenakan bukan seragam sepak bola. Dan Junhyung juga nggak membawa tas atau apapun yang menandakan bahwa ia akan berlatih di sana.
        Tujuan pertama cowok itu adalah kantor official klub untuk menemui Eunhyuk, pamannya. Ia juga udah membuat janji dengan adik kandung dari ayahnya itu. Junhyung mengetuk pintu yang terbuka di hadapannya. Setelah mendapat persetujuan dari dalam, Junhyungpun melangkah masuk dan hanya mendapati Eunhyuk di sana. Duduk di balik sebuah meja.
        “Oh, Jun? Kamu udah dateng?”
        Tanpa berbasa-basi, Junhyung duduk di salah satu sofa dan Eunhyuk mengikutinya pindah ke sana. Junhyung meletakkan amplop coklat penolakan klub atas nama Gikwang ke hadapan Eunhyuk.
        “Kok ada di kamu?” Tanya Eunhyuk setelah melihat nama penerima surat tersebut adalah Lee Gikwang.
        “Siapa yang bikin keputusan kayak gitu?” Tanya Junhyung dingin. Ia bahkan nggak menjawab pertanyaan Eunhyuk sebelumnya.
        “Pimpinan klub,” jawab Eunhyuk seadanya.
        “Terus tanggapan om?”
        “Di sepakbola yang dilihat itu kemampuan dia bermain. Orang yang nonton nggak akan peduli bahwa salah satu pemain tersebut ada yang pernah meraih medali emas olimpiade matematika atau bahkan pernah tinggal kelas saat sekolah.”
        Junhyung menghembuskan napasnya berat mendengar jawaban Eunhyuk yang seharusnya berpihak pada Gikwang. “Terus, kenapa om nggak nyoba nyegah hal ini terjadi? Om tau kemampuan Gikwang, kan?”
        “Om emang denger rumor kalo ada calon pemain kami yang di keluarin dari sekolah, padahal dia udah tinggal nunggu surat kelulusan. Tapi om belom sempet cari tau siapa orangnya, tau-tau surat itu udah turun,” jelas Eunhyuk.
        “Ini semua gara-gara papa!”
        Eunhyuk melirik Junhyung, curiga. “Maksud kamu?”
        Akhirnya Junhyung bercerita tentang kronologi kejadian sampai akhirnya Gikwang dikeluarin dari SMA Paradise.
        “Aku mohon om bisa bantuin aku nebus kesalahan yang nggak Gikwang lakuin sama sekali,” pinta Junhyung sungguh-sungguh.
        “Om baru inget. Kalo nggak salah Gikwang salah satu saingan terberat kamu, kan?”
        Junhyung menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi. “Persaingan kami selama ini tuh karena tuntutan papa yang selalu ingin aku menjadi yang pertama. Padahal seharusnya aku beruntung karena bisa selalu satu klub sama dia. Sepakbola bukan permainan individu. Dan setelah apa yang papa lakuin ke Gikwang, dia justru sama sekali nggak dendam ke aku. Malah dia tetep nolong aku.”
        Eunhyuk tampak mempertimbangkan perkataan Junhyung tadi. “Om tau bang Shindong kayak gimana.”
        Junhyung menatap Eunhyuk penuh harapan. “Jadi?”
        “Nanti om usahain bicara sama official yang lain,” kata Eunhyuk akhirnya, membuat Junhyung bisa bernapas lega.

***

        “Iya, ini gue udah mau nyampe sekolah lo kok. Oke.” Yoona memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku jaket setelah mengakhiri pembicaraannya dengan seseorang. Ia lalu meneruskan kembali mengayuh sepedanya ke suatu tempat. SMA Paradise.
        Yoona sudah melewati depan gerbang sekolah tersebut. Tujuannya adalah halte yang nggak jauh dari sana. Halte itu hanya ramai ketika jam pulang anak sekolah. Dan saat ini halte tersebut hanya di huni dua orang cowok. Yoona menghentikan sepedanya di sana tanpa mengalihkan tatapannya pada dua cowok tersebut.
        “Loh? Gikwang?” seru Yoona yang menatap Gikwang lekat-lekat karena ia mencurigai penampilan cowok itu yang sedikit berantakan. Karena belum ada yang menjawab, Yoona beralih menatap Myungsoo. “Kalian udah saling kenal?”
        “Bang Gikwang dulu sekolah di sini. Dia juga sahabatnya kakak gue, bang Sunggyu,” jelas Myungsoo.
        Yoona tampak menganggukan kepala lalu mengambil posisi duduk di samping Myungsoo. Namun ia tetap menatap ke arah Gikwang. “Lo kenapa, Kwang?”
        “Bang Gikwang di tuduh penyusup sama cewek-cewek temen sekolah gue yang nggak jelas itu.” Myungsoo yang menjelasnya dengan tatapan jengkelnya mengingat apa yang baru aja terjadi sama Gikwang.
        Gikwang tampak memain-mainkan resleting jaket milik Myungsoo yang dipinjamkan padanya. “Gue janjian ketemu sama Sunggyu, Jonghyun, Yong Hwa di sini.”
        Mendengar Gikwang menyebut nama Jonghyun, Yoona sebenanya sempat membeku sesaat. “Yang namanya Jonghyun kan nggak Cuma satu atau dua orang aja,” kekehnya dalam hati mengingat nama salah satu temannya Gikwang itu mirip dengan kekasihnya yang ada di Surabaya.
        “Lebay aja tuh cewek-cewek nuduh bang Gikwang penyusuplah, mata-matalah. Nggak jelas!”
        Gikwang sedikit terkekeh melihat kekesalah Myungsoo yang masih berlanjut hingga sekarang. Ia bahkan sampai meletakkan tangannya di pundak Myungsoo sebagai ungkapan terima kasih karena Myungsoo sampai sekarang masih sangat baik dan peduli terhadapnya. Padahal bisa saja Gikwang khilaf dan bertindak curang karena kemungkinan di pertandingan nanti mereka akan menjadi lawan.
        “Sepakbola lebih mengerikan dari pada apa yang kita pikirin,” ujar Yoona dengan pandangan lurus ke depan. Sadar bahwa ia pasti menjadi pusat perhatian, cewek itu menoleh ke arah dua cowok di sampingnya. “Itu yang menjadi gue sedikit kurang suka sama sepakbola karena gue pernah berada di posisi Gikwang.”
        “Jadi, waktu di Surabaya, Yoona sempet pindah sekolah beberapa kali,” lanjut Myungsoo tentang kehidupan Yoona yang mungkin belum diketahui oleh Gikwang. “Oiya, bokap sama kakak lo masih di sana?” Tanya Myungsoo pada Yoona yang di jawab anggukan oleh cewek itu. “Kalo nyokap?”
        “Masih di sana juga. Paling beberapa hari lagi baru balik ke Bandung.”

***

        Siwan masih harus mendapat perawatan di rumah sakit. Dan saat itu, dia sedang menyaksikan pertandingan sepakbola melalui televisi. Tak lama, pintu kamarnya terbuka dan memunculkan Doojoon dari baliknya.
        “Lo nggak latihan?” Siwan justru bertanya lebih dulu. Ia juga sempat menangkap parsel buah yang di bawa oleh Doojoon dan kemudian ia letakkan di nakas samping tempat tidur Siwan. “Pake bawain gue buah segala.”
        Doojoon duduk di kursi. “Dari Henry. Tadi gue ketemu dia di depan. Tapi Cuma sebentar. Henry Cuma mau ngasih lo buah doank,” jelasnya. “Ayah juga yang nyuruh gue nemenin lo di sini.”
        Setelah itu hanya suara komentator sepakbola yang berasal dari televisi mendominasi di kamar yang sepi itu.
        Siwan menghela napas berat. “Kalo boleh milih, gue lebih baik nggak tau kenyataan sebenernya tentang gue yang ternyata anak kandung om Seulong dan tante Victoria.”
        “Ternyata kita sepupu.” Doojoon terkekeh mengingat kenyataan mereka yang sebelumnya adalah teman sejak sekolah dulu.
        Siwan memaksakan senyumnya. Ia tau bahwa tawa kecil yang di buat oleh Doojoon itu terdengar tidak lepas. Doojoon tertawa, tapi hatinya tidak. “Yoona gimana? Dia udah mulai masuk sekolah donk, ya?” serunya mengalihkan pembicaraan mereka.
        Doojoon nggak langsung menjawab. Nggak mungkin juga ia bercerita bahwa Yoona baru masuk, padahal tahun ajaran baru udah di mulai sejak 3 hari yang lalu. Itu semua karena Yoona masih sedikit syok dengan takdir yang mereka terima. Yoona harus benar-benar mengubur dalam-dalam seluruh perasaannya pada Siwan.
        “Iya. Dia udah mulai masuk sekolah. Katanya sih sekelas lagi sama sahabatnya yang namanya Tiffany itu,” jelas Doojoon meski tak sepenuhnya ia berbohong.
        Setelah itu, kembali nggak ada yang bicara. Hubungan mereka yang hangat itu menjadi sedikit canggung setelah terbongkarnya rahasia tentang Siwan dan Doojoon. Keduanya menjadi seperti saling menjaga perasaan masing-masing.
        “Gue tetep di keluarga ayah Changmin,” putus Siwan.
        Doojoon menoleh cepat. “Lo nggak mau ngumpul sama keluarga lo yang sebenernya?” Ucapan Doojoon terdengar seperti protes keras. Cowok itu benar-benar menahan perasaannya. Bagaimanapun, suami istri yang selama ini ia anggap orang tua kandungnya, ternyata hanya sebatas saudara dari ibu kandungnya yang sudah meninggal.
        “Udahlah, nggak usah pake protes. Lo pikir gue rela ninggalin Chunji gitu aja?” Siwan berkata sambil terkekeh pelan. Ia nggak ingin menggantikan posisi Doojoon di keluarga Seulong. Karena ia sendiri juga udah mendapat tempat tersendiri di keluarga Changmin.
        Doojoon sudah membuka mulut, namun nggak ada sepatah katapun yang terucap.
        “Ayo, mau ngomong apa?” goda Siwan karena Doojoon nggak bisa memprotesnya lagi.


***