Minggu, 15 Februari 2015

PERFECT LOVE (chapter 19)


Author              : Annisa Pamungkas (@nniissaa11)
Main Cast          : B.A.P (Yongguk, Himchan, Daehyun, Youngjae,
  Jongup, Zelo [Junhong])
Support cast     :
·        A-Pink (Chorong, Bomi, Naeun, Eun Ji, Namjoo, Hayoung)
·        G.Na (Soloist)
·        B2ST (Doojoon)
·        BtoB
Genre               : romance, family, brothership
Length              : chapter

***

        Setelah mengetahui punya banyak kakak laki-laki, sifat manja Zelo mendadak muncul. Ia memaksa dan terkesan sedikit merengek agar Jongup untuk ikut menginap di rumahnya. Pulang ke kediaman Doojoon bersama pasangan pengantin baru itu juga, Youngjae dan Eun Ji. Zelo benar-benar sudah melupakan masalah yang pernah terjadi antara dirinya dan Jongup. Bahkan seperti tidak pernah ingat kalau kedekatan Jongup dengan Hayoung membuat pemuda tinggi itu menjadi resah. Tidak lupa Zelo bahkan memaksa Ilhoon untuk ikut bersamanya juga.
        Eun Ji menggamit lengan Youngjae saat menaiki anak tangga di rumah mewah tempat tinggal Youngjae selama ini. Sementara Zelo dan Jongup dengan semangat bersedia memegangi bagian belakang gaun pernihakan Eun Ji yang menjuntai panjang. Lalu Ilhoon membantu membawakan tas besar berisi barang-barang milik Eun Ji.
        Sesampainya di ambang pintu kamar Youngjae, Ilhoon menyodorkan tas milik Eun Ji pada kakak iparnya itu. Tapi mereka belum juga membubarkan diri. Seakan menggoda pasangan pengantin baru itu dengan tatapan jahil mereka. Youngjae sudah tidak bisa menahan diri lagi. Sementara Eun Ji benar-benar merasa tidak nyaman dengan cara ketiga pemuda itu menatapnya.
        “Pada nggak pengen istirahat?”
        Zelo, Jongup, dan Ilhoon tampak menahan tawa mereka. Entah apa isi kepala mereka saat itu yang kelihatannya hampir serupa. Zelo dan Jongup bahkan saling sikut. Kemudian tiba-tiba Zelo mendekatin Eun Ji lalu memeluk gadis itu.
        “Selamat istirahat ya kakak ipar. Dan selamat datang juga dikeluarga kami.”
        Eun Ji hanya diam tanpa bisa membalas perkataan Zelo. Begitu juga dengan Youngjae yang hanya bisa terperangah dengan perlakuan Zelo pada Eun Ji. Cukup di luar dugaan mengingat Zelo termasuk anak yang cuek. Selesai Zelo, kini giliran Jongup melakukan hal yang sama. Dan tersisa Ilhoon. Youngjae menatap adik laki-laki Eun Ji yang ikut ke sana itu seakan bertanya apakah Ilhoon akan melakukan hal serupa pada Eun Ji?
        Mengerti maksud tatapan Youngjae, Ilhoon terkekeh kecil kemudian ia justru memeluk Youngjae. “Aku udah sering meluk Kak Eun Ji,” ledeknya.
        Setelah tiga ‘pengganggu’ itu pergi, Youngjae mengajak Eun Ji masuk ke dalam kamarnya. Menggenggam lembut tangan gadis yang sudah resmi menjadi istrinya itu. Eun Ji terlihat memaksa berhenti karena ia melihat ada sesuatu yang berbeda di kamar itu dari saat terakhir kali ia ke sana. Ada seperangkat meja rias dengan kaca besarnya di salah satu sudut kamar. Dan memang tampak masih baru.
        “Hadiah dari Om Doojoon. Tapi buat lo, bukan buat gue.”
        Eun Ji terkekeh melihat raut wajah kesal dari Youngjae. Tapi tentu Youngjae tidak serius bersikap seperti itu karena kemudian ia ikut tertawa.

***

        Beberapa menit lalu, Zelo baru saja dari dapur untuk mengambil segelas air. Lalu saat kembali ke lantai atas, ia justru melihat Ilhoon berdiri di depan kamar Youngjae. Padahal saat itu masih tengah malam. Tapi bisa saja Ilhoon sedang membutuhkan sesuatu.
        “Ngapain, Mas?” tegur Zelo.
        Ilhoon menoleh cepat sambil meletakkan jari telunjuknya dibibir dan berdesis pelan. “Kakak gue diapain ya sama Mas Youngjae? Kok kayak kesakitan gitu masa,” ujar Ilhoon sepelan mungkin agar tidak menimbulkan kecurigaan. Terutama untuk dua orang yang berada di dalam kamar tersebut.
        Zelo hanya diam karena memang ia tidak bisa menjawab kebingungan Ilhoon. Namun cowok itu justru masih bertahan di sana sambil menenggak minumannya.
        “Akh, Youngjae! Bisa pelan sedikit kan? Kasar banget sih!”
        Tanpa sadar Zelo menyemburkan kembali ke dalam gelas air yang belum sempat ia telan setelah mendengar teriakan Eun Ji tadi.
        “Iya, maaf. Soalnya ini susah banget ditariknya,” lanjut terdengar suara Youngjae.
        “Balik ke kamar,” ajak Zelo. Ia bahkan sampai menarik kaos yang dikenakan Ilhoon dengan sedikit kasar.

***
       
        Eun Ji duduk di depan meja rias. Menatap pantulan dirinya dengan pandangan kosong. Sementara Youngjae sudah melesat ke kamar mandi. Tidak lama kemudian, Youngjae memunculkan diri dan sudah berganti pakaian dengan piyama tidurnya. Tapi Eun Ji masih bertahan seperti tadi dengan riasan lengkap.
        “Lo mau tidur pakai baju begitu?” tegur Youngjae sambil duduk di tepi ranjangnya. Sementara salah satu tangannya mengusap rambutnya yang basah menggunakan handuk.
        “Iya,” ujar Eun Ji pendek. Ia lalu mulai melepas satu persatu perhiasan yang menempel ditubuhnya. Namun karena banyaknya aksesoris yang memenuhi kepalanya, Eun Ji sedikit bingung untuk melepasnya.
        Youngjae berdiri dan berinisiatif untuk membantu Eun Ji karena ia lihat gadis itu seperti berada dalam masalah. “Sini gue bantu.”
                “Akh, Youngjae! Bisa pelan sedikit, kan? Kasar banget, sih!” pekik Eun Ji saat Youngjae membantunya melepas aksesoris yang menempel di kepalanya.
“Iya, maaf. Soalnya ini susah banget ditariknya.” Youngjae menatap Eun Ji melalui cermin, cukup merasa bersalah.
        Setelah beberapa menit, mereka akhirnya selesai. Eun Ji sampai memijat-mijat kepalanya yang sudah terasa sangat berat. Tanpa sepengetahuan Eun Ji, Youngjae tengah memperhatikannya dalam-dalam. Merekam wajah cantik Eun Ji yang biasanya tampil tanpa make-up. Youngjae mengembalikan kesadarannya karena dirasa Eun Ji tampak berdiri.
        “Lo mandi aja dulu. Nanti gue bawain teh hangat,” ujar Youngjae yang tanpa menunggu persetujuan Eun Ji sudah lebih dulu meninggalkan kamar. Namun Youngjae sempat bertahan sesaat sambil menyandarkan punggungnya pada daun pintu sebelum akhirnya ia melangkah pergi. Sambil berjalan menuju dapur, pikiran Youngjae melayang pada kejadian beberapa saat lalu. Tepat seusai resepsi pernikahannya dengan Eun Ji. Ia menemui sahabat kecilnya, Gikwang.

Flashback…
        Youngjae menemui Gikwang di sebuah koridor yang sepi. Pemuda itu sudah menunggunya di sana. Youngjae sedikit mempercepat langkahnya.
        “Jadi, calon istri yang lo bilang waktu itu adalah Eun Ji? Padahal lo tahu kalau Eun Ji itu cewek gue,” desis Gikwang saat Youngjae sudah benar-benar berhenti tepat di hadapannya.
        “Sorry, tapi sebenernya gue nggak pernah tahu pasti wajah cewek lo itu. Dan lagi pula, itu udah lama sebelum gue denger lo ninggalin dia.” Dalam hati sebenarnya Youngjae menyesali ucapannya yang bisa saja membuat pertemanan mereka justru menjadi hancur.
        “Lepasin Eun Ji.”
        Youngjae melebarkan matanya mendengar ucapan Gikwang. “Lo terlambat, Kwang.”
        Gikwang menunduk sesaat untuk menghela napas. “Bukan untuk gue. Tapi untuk kebaikan lo.”
        “Kebaikan apa?”
        “Gue nggak mau lo nerima kekejaman Minhyuk.”
        “Oh,” Youngjae justru berujar enteng.
        Gikwang menoleh cepat. Berusaha memberi peringatan untuk Youngjae. “Lo nggak tahu siapa itu Minhyuk. Dia seseorang yang cukup kejam dan sangat mencintai Eun Ji. Dia bisa berbuat apa saja untuk mendapatkan Eun Ji kembali.”
        Youngjae menatap Gikwang dengan santainya. “Apa itu juga alasan lo ninggalin Eun Ji? Hanya karena takut menghadapi Minhyuk?”
        Gikwang mengerjap tak percaya. Ucapan Youngjae sangat tepat. Padahal ia sama sekali tidak pernah bercerita tentang masalah tersebut. “Jae, lo…”
        “Gue bahkan udah pernah dihajar oleh Minhyuk sampai masuk rumah sakit. Dan bonus mobil gue dibawa pergi sama Minhyuk juga.” Youngjae menatap Gikwang. Menunggu reaksi pemuda itu yang ternyata hanya bisa diam. “Gue udah tahu cerita antara Eun Ji dan Minhyuk. Dan itu justru bikin gue dan Eun Ji berada di posisi seperti sekarang ini.”
        Gikwang masih diam tanpa bisa membalas ucapan Youngjae.
        “Tapi gue bersyukur nggak pernah tahu siapa cewek lo dulu.”
        Gikwang melirik ragu. Perkataan Youngjae cukup menyakiti hatinya.
        Youngjae tersenyum penuh arti untuk membalas tatapan Gikwang. “Kalau gue tahu Eun Ji itu cewek lo, mungkin gue nggak akan bisa sedeket ini sama Eun Ji. Gue menghargai perasaan lo. Dan akhirnya justru lo yang jadi korban dari Minhyuk. Seperti lo mengkhawatirkan gue, gue juga pasti merasa hal yang sama. Bahkan mungkin dua kali lipat akan lebih ngerasa bersalah.”
        Gikwang semakin bungkam. Youngjae merangkul pemuda itu. Perasaannya juga bercampur aduk sekarang ini.
        “Mungkin terdengar klasik, tapi wajah lo itu asset berharga buat hidup lo. Karena lo seorang model. Cukup gue aja yang hampir mati dihajar sama Minhyuk,” ujar Youngjae. Secara tidak langsung ia juga menghibur Gikwang.
        “Tapi lo baik-baik aja kan waktu itu?”
        Youngjae mengangguk cepat. “Sangat merasa baik karena yang nolongin gue waktu itu Eun Ji dan Mas Himchan.”
        Gikwang sudah ingin membuka mulut, tapi Youngjae sudah lebih dulu membuat Gikwang membatalkan niatnya.
        “Jangan bahas apa-apa lagi hari ini. Cuma bikin gue semakin ngerasa bersalah sama lo.”
        “Lo nggak usah khawatirin hal itu. Niat gue balik emang buat memperbaiki hubungan gue sama Eun Ji. Karena siapa tahu Minhyuk udah nyerah buat ngedapetin Eun Ji. Tapi nyatanya, Eun Ji justru jatuh ke tangan orang yang jauh lebih baik dari gue.”
        Youngjae tertawa keras membuat Gikwang menatapnya heran. “Eun Ji adalah orang pertama yang akan ngehajar gue kalau sampai hubungan Naeun dan Daehyun rusak. Eun Ji sama sekali nggak berpikir gue cowok baik-baik, inget itu. Hubungan gue dan Eun Ji jauh dari kata ‘baik’.”
        “Tapi…”
        “Tapi gue akan berusaha untuk mencintai Eun Ji,” kata Youngjae. Terdengar jauh lebih serius. Youngjae kemudian bercerita dengan singkat saat-saat yang dilalui dirinya dan Eun Ji sebelum hari ini tiba. Mereka memang baru bertemu karena selama ini Gikwang berada di luar kota meski pertemanan keduanya masih bertahan sampai sekarang.
Flashback end…

        Youngjae kembali ke kamar dengan membawa 2 cangkir teh hangat. Gaun Eun Ji tampak tergeletak begitu saja di atas kursi. Gadis itu juga masih berada di dalam kamar mandi saat Youngjae meletakkan cangkir di atas meja. Pemuda itu memilih bersandar di kepala tempat tidur sambil memeriksa ponselnya.
        Terdengar pintu kamar mandi terbuka. Namun tidak ada yang terjadi setelah itu. Youngjae akhirnya mendongak karena penasaran dan hanya mendapati kepala Eun Ji yang menyembul ke luar dari dalam kamar mandi.
        “Lo ngapain masih di situ? Nggak mau ke luar?”
        Eun Ji menggigit bibirnya. “Gue cuma pakai handuk, Jae. Bisa tolong ke luar dulu nggak? Gue mau ganti baju. Sebentar aja. Janji nggak bakal lama.”
        Youngjae nyaris terkekeh melihat sikap pemalu Eun Ji yang baru saja ditunjukkan gadis itu. Tentu karena selama ini Eun Ji hanya menunjukkan sikap galaknya pada Youngjae. Tapi Youngjae menahan diri agar tawanya tidak pecah. Ia memilih mengembalikan ponselnya ke atas meja, kemudian merebahkan badan sambil menarik selimut hingga menutupi sebagian tubuhnya.
        “Gue capek, mau istirahat.”
        Eun Ji menahan rasa kesalnya untuk saat ini. Dengan terpaksa ia melangkahkan kakinya ke luar setelah beberapa saat. Mendekap handuk yang hanya menutupi bagian dadanya hingga paha. Sambil terus menatap waspada ke arah Youngjae, Eun Ji berjingkat menuju pakaian yang sudah ia siapkan di atas tempat tidur. Tepat di dekat kaki Youngjae yang tertutup selimut.
        Tentu Youngjae belum sepenuhnya tertidur. Ia mengintip dari balik guling yang didekapnya. Tepat saat Eun Ji kembali berlari kecil menuju kamar mandi setelah berhasil mengambil pakaiannya di tempat tidur. Melihat kaki mulus Eun Ji, membuat Youngjae meneguk ludah. Buru-buru pemuda itu menenggelamkan wajahnya ke balik selimut.
        “Sial…! Kenapa tadi gue nggak nurutin permintaan Eun Ji aja buat ke luar kamar!” Youngjae berdesis kesal.

***

Empat hari berlalu setelah hari pernikahan Youngjae dan Eun Ji. Mereka sementara masih tinggal di rumah keluarga Doojoon. Dan hari itu Youngjae tampak sudah siap dengan sebuah koper besar miliknya. Ia akan bertolak ke luar kota karena memang sudah mulai belajar mengurus perusahaan keluarga Doojoon. Atau yang sebenarnya memang miliknya juga sebagai salah satu anak kandung Hyunseung.
        Youngjae ke luar kamar sambil menarik koper besarnya. Ia juga belum melihat Eun Ji pagi ini. Dan ternyata gadis itu justru muncul dari kamar Zelo yang tidak terlalu jauh dari kamar Youngjae berada.
        “Suami lo tuh gue atau Zelo, sih? Lo abis ngapain di sana?” Youngjae menegur dengan nada cukup tinggi. Sukses membuat Eun Ji sedikit terkejut mendengar suaranya.
        “Adik lo sakit. Apa salah kalau gue juga perhatian ke Zelo?” Eun Ji membalas ucapan Youngjae dengan nada lebih rendah. Membuat Youngjae kini balik merasa bersalah.
        “Maaf,” ujar Youngjae mengalah. “Lo nggak mau nganter gue ke bandara?”
        “Nggak. Lagian, bukannya lo udah biasa sendiri. Gue mau di rumah aja. Kasian Zelo nggak ada yang nemenin. Om Doojoon juga nggak ada tanda-tanda bakal pulang. Lagi pula, gue belum ngapa-ngapain juga.”
        Youngjae menghela napas, pasrah. Ia sudah ingin berangkat, dan tidak mungkin memaksa Eun Ji untuk mengantarnya ke bandara. Eun Ji bahkan masih memakai piyama tidurnya.
        “Kalau nganter gue sampai depan rumah, nggak nolak ‘kan?” Youngjae tetap ingin Eun Ji mengantarnya. Meski hanya sampai depan rumah. Pagi itu rasanya ia ingin memanjakan diri pada Eun Ji sebelum meninggalkan istrinya tersebut.
        Meski sebenarnya masih saling bersikap dingin, Eun Ji dan Youngjae sepakat untuk sedikit berbaikan. Eun Ji tetap mengabulkan permintaan Youngjae. Tapi saat Youngjae berniat merangkulnya, gadis itu sedikit menolak. Tentu Youngjae tidak ingin mengalah. Ia bahkan sampai terkesan memaksa Eun Ji.
        “Kalau lo nurut, gue nggak bakal kasar.” Youngjae membalas tatapan tajam Eun Ji atas perbuatannya.
        “Gue cuma nggak enak aja. Soalnya gue belom mandi.”
        Youngjae terkekeh mendengar jawaban Eun Ji yang menurutnya hanya sebuah alasan klasik. “Oh, ya? Apa menurut lo itu masalah buat gue?”
        Eun Ji menoleh cepat untuk memastikan maksud ucapan Youngjae. Tapi yang didapat jauh lebih besar dari sekedar jawaban. Youngjae sudah lebih dulu mendaratkan bibirnya sekilas pada bibir Eun Ji. Dan setelah itu, Youngjae dengan jelas menunjukkan tatapan penuh kemenangan pada Eun Ji sambil mengajak Eun Ji turun ke lantai bawah.

***

        Eun Ji melenggang riang, menaiki escalator menuju tempat Peniel dan teman-temannya menunggu. Ia sedang berada di bandara sekarang. Eun Ji juga akan melakukan perjalanan ke luar kota. Menghadiri bahkan ikut terlibat dalam sebuah event besar bersama rekan kerjanya di kantor Peniel.
        “Gue belum terlambat, kan?” seru Eun Ji saat sudah berdiri di depan Namjoo dan Peniel.
        Namjoo dan Peniel sontak berdiri bersamaan. Menatap penuh minat kehadiran Eun Ji di sana. Peniel bahkan sampai membuka kacamata hitamnya.
        “Gue kira lo nggak bakal dateng? Youngjae tahu lo pergi?”
        Mendengar pertanyaan Peniel, membuat Eun Ji diam dan hanya bisa menggigit bibirnya. “Youngjae bahkan udah pergi dari tadi pagi. Bisa sebulan dia baru balik.”
        “Akh, nggak seru dong? Kenapa nggak minta ijin langsung aja, sih?” goda Peniel.
        “Udah, deh. Gue masih belum yakin Youngjae bakalan nggak rese ke gue. Bisa-bisa dia ngadu ke bokap gue.” Eun Ji berujar malas. Namun Peniel hanya tersenyum.
Mereka kemudian duduk sambil berbincang seru tentang rencana mereka. Termasuk juga sempat membahas sedikit tentang ketidak hadiran Peniel saat pernikahan Eun Ji dan Youngjae. Cukup melupakan kehadiran Namjoo yang kini sibuk dengan pikiran-pikirannya tentang Youngjae.
        “Apa lo bisa bahagia dengan Eun Ji yang bahkan nggak sedikitpun memiliki rasa untuk lo?” Namjoo mengkhawatirkan Youngjae. Pemuda yang masih memiliki tempat tersendiri dihatinya.

***

        Daehyun dan G.Na mendapat tugas malam dan baru akan pulang dari rumah sakit siang nanti. Sementara Yongguk, Jongup serta Himchan juga sudah berangkat sejak pagi. Memulai aktifitas mereka hari ini. Meninggalkan Chorong seorang diri di sana. Tapi itu cukup menyenangkan untuk Chorong. Wanita itu sangat menikmati keberadaannya di tengah-tengah keluarga Yongguk yang hangat. Terlebih G.Na juga sudah mulai membuka diri semenjak kejadian di hari pernihakan Youngjae waktu itu.
        Seusai membersihkan semua peralatan makan yang digunakan untuk sarapan, kegiatan Chorong berikutnya hanya menonton televisi. Ia memang dilarang melakukan pekerjaan berat. Chorong juga masih dalam kondisi cuti bekerja hingga akhir pekan ini. Chorong sempat ke dapur untuk mengambil segelas air. Tepat beberapa saat kemudian terdengar suara pintu terbuka dan bunyi ponsel miliknya.
Chorong menempelkan ponselnya ke telinga, sementara tangan yang lainnya masih menggenggam gelas. Ternyata Himchan juga sudah pulang. Padahal waktu masih menunjukkan pukul 11 siang. Mereka hanya saling sapa melalui tatapan mata karena Himchan berniat langsung menuju kamarnya. Namun saat mendengar suara pecahan kaca, Himchan membatalkan niat untuk masuk ke dalam kamar.
        Gelas dalam genggaman tangan Chorong terlepas begitu saja hingga pecah di atas lantai. Buru-buru Himchan melesat ke tempat Chorong berada. Wanita itu sudah menangis, tepat saat Himchan menangkap tubuhnya yang sedikit sempoyongan. Himchan membimbing Chorong untuk duduk di sofa. Setelah itu ia merebut ponsel Chorong yang mencurigakan. Himchan tertegun sesaat saat mendengar seseorang bicara dari ponsel Chorong.
        Himchan berusaha mengimbangi berat tubuhnya agar tetap berdiri tegap. Tangannya yang memegang ponsel Chorong juga terasa lemas. Kemudian ia melirik Chorong karena merasakan tangannya digenggam seseorang.
        “Him, kita harus segera ke… akh!” Tiba-tiba Chorong memegangi perutnya yang terasa sakit.
        “Chorong!” Himchan menatapnya panik. Sambil memegangi pundak Chorong. “Darah…” gumam Himchan saat matanya mendapati noda darah mengalir di kaki Chorong yang hanya mengenakan dress selutut. Tanpa pikir panjang, Himchan mengangkat tubuh Chorong dan membawanya ke luar.
        “Bomi…!” seru Himchan meneriaki nama Bomi saat cewek itu baru saja memasuki rumahnya.
        “Mba Chorong kenapa, Mas?” tanya Bomi sambil mendekat.
        “Gue mau bawa Chorong ke rumah sakit.”
        “Pakai mobil gue aja.”
Bomi berlari kembali menuju rumahnya. Membukakan pintu mobil untuk Chorong. Himchan kemudian membuka pintu kemudi. Namun sesaat ia menatap Bomi.
        “Bisa minta tolong? Gue belom sempet ngunci rumah.”
        “Oke, tapi gue juga ikut ke rumah sakit.” Bomi segera melesat ke rumah Himchan. Melakukan permintaan pemuda itu yang tadi memang terburu-buru ke luar rumah.

***

        Bomi masih menemani Himchan di ruang tunggu rumah sakit sementara Chorong sedang mendapatkan perawatan. Namun ia tidak berani bertanya apa-apa tentang apa yang terjadi pada Chorong. Bomi hanya menunggu dengan resah kehadiran Daehyun di sana.
        “Mas, Jongup belum tahu kan?”
        Himchan dan Bomi menoleh bersamaan. Daehyun juga sudah duduk di samping Himchan masih lengkap dengan seragam dokternya.
        “Gue nggak ngasih tahu Jongup, kok. Dia juga lagi ke rumah Zelo. Zelo sakit,” jelas Himchan. “Oiya, gimana Mas Yongguk?”
        “Tadi Mas Yongguk keserempet motor gitu. Tapi udah nggak-papa kok. Cuma luka-luka aja. Nanti bisa langsung di ajak pulang sekalian dan…” Daehyun melebarkan mata saat baru menyadari sesuatu. “Mba Chorong mana?”
        Belum sempat ada yang menjawab, pintu tempat Chorong mendapat perawatan terbuka. Himchan, Daehyun dan Bomi langsung berdiri dan menghampiri seorang dokter yang menangani Chorong.
        “Siapa suami dari nyonya Chorong?” dokter itu menatap Daehyun dan Himchan bergantian.
        “Saya, dok.”
        Mereka menoleh cepat ke arah sumber suara. Tampak Yongguk sudah berdiri di sana dengan kondisi lengan kirinya yang dibalut perban.
        “Mas Yongguk?” Himchan, Bomi serta Daehyun berujar hampir bersamaan.
        “Maaf, istri anda mengalami keguguran. Nampaknya ada sesuatu yang dipikirkannya.”
        Mendengar jawaban dari dokter tersebut, Yongguk melempar tatapan menyelidik pada 2 adiknya, terutama pada Daehyun. “Siapa yang ngasih tahu Chorong kalau gue kecelakaan?”
        Himchan sendiri juga ikut menatap Daehyun.
        “Petugas UGD,” Daehyun berujar sepelan mungkin.
        Yongguk dengan cepat bergerak memasuki ruangan. Tidak ingin melakukan perdebatan lebih dulu dengan Daehyun karena pemuda itu tentu tidak tahu apa-apa.
“Untuk kita punya keponakan tertunda dong?” Daehyun terdengar mengeluh. “Akh, tapi seenggaknya masih ada Youngjae kan ya?”
        Himchan mentap Daehyun dengan pandangan aneh. “Jelas-jelas Eun Ji nggak hamil,” desisnya seolah mengingatkan.
        Daehyun terlihat menjentikkan jarinya. “Mas Himchan bener.” Ia menatap Bomi dan Himchan bergantiang. Tatapannya sangat penuh minat. Mata Daehyun kemudian terlihat menerawang. Seperti ada sesuatu yang ia pikirkan. Dan saat melihat dua orang di hadapannya, mendadak isi kepala Daehyun berubah. Ada sesuatu yang ia inginkan dari dua orang itu. “Kalian jangan lama-lama ya nyusul Youngjae nikah.”
        “Apa?” seru Bomi. Tentu ia memprotes dengan tegas. Meski ia memang masih menyukai Himchan, tapi bukan saatnya membahas pernikahan. Hubungan antara dirinya dan guru tampan itu saja bahkan belum jelas sampai sekarang.
        Himchan hanya diam menanggapi ucapan jahil Daehyun. Tapi tentu saja itu hanya usaha menutupi sesuatu yang ia pikirkan. “Ayo pulang,” putus Himchan pada Bomi. Ia tidak ingin terjebak di sana dengan pikiran Daehyun yang mulai serupa dengan Jongup.

***

Yongguk menutup pintu di belakangnya. Tidak ingin 2 adiknya yang masih di luar mengganggu. Di sana ia mendapati Chorong dalam keadaan sadar. Wanita itu bahkan sampai tersenyum melihat kedatangan Yongguk.
        “Kamu baik-baik aja?”
        Yongguk mendesah berat sambil menghempaskan badannya ke kursi. “Harusnya aku yang nanya begitu.” Tangan Yongguk perlahan mengarah pada perut Chorong yang masih terlihat rata. “Kamu ngelakuin apa di rumah sampai bisa bikin kamu keguguran gitu?” tanyanya selembut mungkin. Tidak ingin menyakiti Chorong dalam bentuk apapun.
        “Aku memang wanita keras kepala. Tapi aku bukan wanita pembangkang. Terutama setelah kita nikah. Jadi, tolong jangan salahin aku atas kejadian ini. Karena setidaknya, sudah tidak ada nama ‘Changsub’ lagi yang tersisa di antara kita.”
        “Apa kamu nggak sedih karena…”
        “Tentu aku sedih. Tapi sumpah, Yongguk, aku nggak kelakuin hal jahat pada bayi ini.” Chorong menatap Yongguk, sementara tangannya ia letakkan di atas tanggan Yongguk yang masih memegangi perutnya. “Sebelumnya aku baik-baik aja. Sampai.. ada seseorang yang telepon aku dan bilang kalau kamu…”
        “Maaf.” Yongguk memeluk tubuh Chorong. “Maaf karena udah bikin kamu khawatir sampai mengganggu janin kamu.”
        “Ketakutan aku untuk kehilangan kamu jauh lebih besar.”
        Yongguk perlahan melepaskan pelukannya. Tersenyum sambil mengusap pipi Chorong yang sudah basah. “Aku mencintaimu,” ujarnya sesaat sebelum mendaratnya bibirnya di atas bibir Chorong.

***

        Eun Ji duduk bergabung di meja makan bersama Peniel, Namjoo dan beberapa rekan kerjanya yang lain. Eun Ji memilih kursi di antara Namjoo dan Peniel.
        “Gue denger, kita bakal ketemu sama CEO acara ini besok siang?” tanya seorang pemuda berkaca mata bernama Dongwoon. Ia duduk di seberang Peniel.
        “Iya,” ujar Peniel pendek. Ia sendiri tampak memegang sebuah buku agenda. Membolak-balikkan isinya dengan penuh minat sambil menelusuri setiap sudut halaman tanpa ada yang terlewatkan. “Setelah makan malam, kita rapat.” Peniel lalu menoleh ke tempat Eun Ji berada yang mulai menikmati makanannya. “Lo udah bikin daftar yang gue minta, kan?”
        Eun Ji mengangguk cepat. “Model tambahan yang kita butuhin itu udah ada?”
        “Catetannya gue taruh di halaman belakang,” kata pemuda lain yang duduk di samping Dongwoon.
        “Oh.” Peniel langsung membuka halaman yang dimaksud oleh Yoseob tadi. “Iya, ada 3 orang. Lee Jonghyun, Ahn Jaehyo dan…” Peniel tidak langsung meneruskan ucapannya karena nama tersebut. ‘Lee Gikwang’. “Kayaknya waktu kita nggak banyak. Kalian selesai makan malam kalian. 15 menit lagi kita ketemu di ruang rapat.” Peniel tampak berdiri.
        Namjoo, Yoseob dan Dongwoon kembali melanjutkan makan malam mereka. Namun tidak untuk Eun Ji. Ia menatap punggung Peniel yang sudah berjalan semakin menjauh. Seperti ada yang disembunyikan pemuda itu.

***

        “Kalian jangan tinggalin gue sendirian dong di sini,” rengek Zelo dengan suara paraunya. Ia juga masih tenggelam di balik selimut tebalnya.
        Daehyun dan Jongup saling melempar pandangan. Daehyun baru saja memeriksa kondisi Zelo. Dan sekarang, ia juga Jongup harus pulang. Meski tentu saja Yongguk atau mungkin Himchan tidak melarang mereka untuk lebih lama berada di rumah Zelo. Terutama Jongup. Tapi keduanya masih memiliki keingin pulang ke rumah mereka selama ini, bahkan rasanya jauh lebih besar.
        “Lo ikut kita pulang aja,” putus Jongup secara sepihak.
        Daehyun sontak menoleh cepat. Menatap Jongup seakan adiknya itu tidak bisa sembarangan memutuskan sesuatu. Terlebih dikondisi yang seperti sekarang ini. Namun Jongup membalas tatapan Daehyun dengan pandangan tenang. Pemuda itu sudah memiliki pemikiran sendiri.
        “Gue kan bisa tidur di sofa. Cuma buat semalam aja, kan?”
        Jongup sudah lebih dulu menepuk pelan lengan Daehyun untuk memastikan semuanya baik-baik saja. Ia lalu menyingkir dan berniat membawa beberapa helai pakaian untuk Zelo. Sementara Daehyun sendiri mampu mengawasi kegiatan Jongup.
        Sekitar hampir 1 jam, mereka akhirnya sampai di rumah G.Na. Tentu dengan membawa serta Zelo bersama mereka. Himchan yang tampak membukakan pintu karena mendengar seseorang datang, sukses dibuat tercengang melihat tubuh tinggi Zelo yang merangkul pundak Daehyun.
        “Ini darurat, Mas.”
        Himchan hanya mampu menyingkir tanpa berkomentar apa-apa. Membiarkan Daehyun dan Jongup membawa Zelo untuk duduk di sofa. Sesaat Himchan masih tertegun di tempatnya tanpa bergerak sedikitpun. Memperhatikan 3 adiknya dengan pikirannya yang cukup bercampur aduk. Zelo sakit, dan Jongup tampak begitu perhatian. Seperti bukan Jongup yang selama ini ia kenal. Jongup sempat menyelimuti Zelo dengan jaket tadi sebelum ia ke dalam. Sementara Daehyun, tentu karena profesinya yang sebagai seorang dokter.
        G.Na tampak memunculkan diri dari dalam kamarnya, bertepatan saat Jongup dan Daehyun melintas. Namun 2 pemuda itu tampak biasa saja. Seakan tidak menyadari keberadaan G.Na di sana.
        “Himchan, apa Yongguk mengabari sesuatu tentang Chorong?”
        Himchan tidak langsung menoleh. Fokusnya masih untuk Zelo. Seseorang yang selama ini ia anggap sebagai muridnya. Ternyata anak kandung dari Ibunya juga. Meski ayah mereka berbeda.
        Melihat Himchan mengabaikan pertanyaannya, tentu G.Na merasa sedih. Perlakuannya yang selama ini mengabaikan anak kandung, seperti sedang terbalaskan. Bahkan pelakunya adalah anak kandungnya sendiri.
        “Nanti aku temenin Jongup tidur di luar, deh. Nggak-papa kan kalau Zelo di kamar kita malam ini?”
        G.Na baru menyadari jika Himchan tidak sendirian di sana. Karena posisi Daehyun dan Zelo terhalang sebuah lemari besar sebagai pembatas ruangan. Dan saat mendengar Daehyun menyebut nama Zelo, sontak G.Na mendekat. Dengan jelas ia melihat wajah pucat Zelo yang duduk di sofa dengan mata terpejam erat.
        “Aku pergi beli obat buat Zelo dulu ya.” Jongup berpamitan sambil berlalu.
        “Nggak minta uang?” tanya Daehyun.
        Jongup menaikkan resleting jaketnya. “Masih punya kok, Mas.”
        “Zelo sakit? Apa dia akan menginap di sini juga?”
        Mendengar G.Na bersuara, Jongup hanya mampu melempar tatapan pada dua kakaknya. Seakan berusaha untuk saling bertukar pikiran. Kejadian saat di pernikahan Youngjae beberapa hari lalu seperti belum memberikan dampak apapun di keluarga itu.
        “Tapi kan nggak bagus tidur di luar. Zelo bisa di kamar ibu aja.”
        Ketiga pemuda itu tentu terkejut. Tatapan Himchan kini kembali jatuh pada sosok Zelo. Sementara Daehyun menatap khawatir pada Jongup yang berdiri di samping Himchan.
        “Sama Jongup juga kan, Bu?”
Himchan bertanya dengan penuh penekanan. Tidak sekalipun selama ini G.Na mengijinkan Jongup untuk tidur bersamanya. Ia bahkan teringat kejadian di rumah sakit saat Jongup mencium pipi G.Na yang sedang dirawat. Jongup sangat merindukan Ibu mereka. Namun Himchan, Daehyun, bahkan Yongguk sadar, Jongup tidak memiliki kekuatan sedikitpun untuk membenci G.Na. Tapi ia tidak yakin untuk beberapa detik kemudian saat G.Na memberikan jawaban yang mungkin akan menyakiti hati Jongup. Atau sebaliknya…
        “Tentu. Kita bisa tidur sama-sama.”
        Semuanya runtuh. Kekhawatiran Himchan bahkan sama sekali tidak terjadi. Dan ini yang sudah ia tunggu-tunggu selama belasan tahun. G.Na kini mulai membuka hatinya.
        “Jong, cepet pergi. Keburu malem,” tegur Daehyun.

***

Baby Boy and Baby Girl (2/3)


Author              : N-Annisa (@nniissaa11)
Main Cast          :
·        Jeon Jungkook (BTS)
·        Oh Hayoung (A-Pink)
·        Kim Yukwon (Block B)
Support Cast     :
·        Yoogeun, Recipon Leo, Dayoung, Lauren, Illayda, Jeongmin (Hallo Baby)
·        Minhyuk, Jihoon, Zico (Block B)
·        Hoseok, Yoongi, Jimin, Taehyung (BTS)
·        Junhong, Jongup (BAP), Eunji (A-Pink)
·        Jessica, Hyoyeon, Sooyoung, Yoona, Seohyun (SNSD)
·        Krystal, Sulli, Victoria (Fx)
·        Yunho, Changmin (TVXQ)
·        Hyukjae, Heechul, Donghae, Kyuhyun (SuJu)
Length              : 3 shoot
Genre               : Romance, family

***

        “Kamu ngantuk ya?”
        Lauren menggeleng. Hayoung mengembuskan napas, frustasi. Lauren tidak seceria setengah jam yang lalu. Dan Hayoung sudah kehabisan akal untuk merayu Lauren. Lalu Hayoung memegangi perutnya. Saat melirik jam dinding, ternyata sudah hampir sore. Pantas saja ia sudah merasa lapar lagi dan kemungkinan Lauren juga merasakan hal yang sama.
        “Lauren ayo ke bawah.”
        Hayoung menggandeng tangan Lauren menuju lantai bawah. Memperhatikan langkah Lauren saat mereka menapaki anak tangga. Dan saat di dapur, ternyata Jessica tidak sempat meninggalkannya makanan. Lalu saat memeriksa persediaan serealnya, Hayoung mendadak lesu. Hanya tersisa satu kotak mengingat kemarin tiba-tiba Yukwon, Hoseok dan Junhong memiliki minat pada sereal yang lebih banyak disukai anak kecil itu.
        “Noona hanya punya ini. Kamu mau?”
        Lauren sama sekali tidak bersuara sejak ia merasa lapar dan tidak berani mengadu pada Hayoung. Ia hanya mengagguk saat Hayoung menawarinya sekotak sereal. Lauren menunggu Hayoung menyiapkan sereal untuknya. Hayoung juga hanya bisa menatap Lauren penuh minat saat anak itu mulai menyantap serealnya. Ia tidak tega untuk memintanya barang sedikit saja. Dan lebih parahnya, Hayoung juga tidak bisa mengolah bahan makanan yang ada di dapur. Harapannya hanya pada Yukwon untuk membelikannya makanan, tapi Yukwon juga belum membalas pesannya sejak tadi.
        Lamunan Hayoung buyar saat mendengar suara bel rumah berdentang. Melihat Hayoung pergi, Lauren diam-diam menyusul dan ikut berdiri di samping Hayoung yang mengintip melalui jendela rumah. Hayoung berusaha menajamkan pandangannya karena ia tidak mungkin membukakan pintu untuk sembarangan orang di saat rumah tidak ada siapa-siapa.
        “Itu siapa?”
        “Paman Jungkook!”
        Hayoung menoleh saat mendengar suara riang Lauren. Mendapati Hayoung menatapnya tiba-tiba, Lauren langsung bungkam. Karena pernah mengenal nama itu, Hayoung memberanikan diri membukakan pintu.
        “Maaf, apa Lauren di sini?”
        Hayoung sedikit menggeser tubuhnya karena merasakan Lauren mengintip dari balik pintu. Jungkook tersenyum lega melihat salah satu keponakannya benar-benar berada di sana.

***

        Jungkook duduk dengan canggung sambil sesekali melirik Lauren yang tertidur di karpet tebal yang disediakan Hayoung. Hayoung bahkan nyaris ikut terlelap di samping Lauren yang memeluk boneka Hello Kitty milik Hayoung. Merasakan Hayoung melakukan pergerakan, Jungkook buru-buru mengalihkan tatapannya ke arah televisi.
        “Kalian sudah makan?” Jungkook bertanya. Berusaha berbasa-basi lebih tepatnya karena Hayoung benar-benar sudah dalam posisi duduk.
        “Aku tidak bisa masak. Tidak berani beli makanan di luar.” Hayoung melirik Lauren dengan perasaan sedikit bersalah. “Lauren juga hanya bisa aku beri sekotak sereal.”
        “Aah, iya.” Jungkook semakin merasa salah tingkah. “Mau aku masakkan sesuatu? Ya tapi hanya makanan biasa.” Jungkook cepat-cepat bicara karena tadi Hayoung melirik dengan tatapan sedikit sulit diartikan.
        Jungkook dan Hayoung kini sudah berada di dapur. Tapi Jungkook menunggu Hayoung yang sedang mengeluarkan beberapa bahan makanan dari dalam kulkas. Hayoung tersenyum miris menatap sayuran di tangannya. Jungkook yang sedang mencuci tangan, menoleh karena merasakan sesuatu yang aneh pada Hayoung.
        “Memalukan. Harusnya aku yang memasak, bukan dirimu.”
        Jungkook tidak bisa memprotes dalam bentuk apapun. Sedikit banyaknya ia mengerti posisi Hayoung. Sikap kekanakannya yang sudah sering ia dengar dari Minhyuk. Tapi melihat cara Hayoung bersama Lauren tadi membuat Jungkook merasa Hayoung bisa bersikap sedikit lebih dewasa dibanding dengan Eunji. Meski begitu, Jungkook tetap harus menghibur Hayoung.
        “Eonnie benar-benar memperlakukanku seperti seorang putri raja. Hingga aku tidak bisa melakukan banyak hal. Mengurus diriku saja terkadang aku masih mengandalkan Yukwon, Hoseok dan Junhong.”
        “Bagaimana kalau aku mengajarimu memasak?”
        Hayoung menoleh cepat, membuat Jungkook menahan napas karena takut ia telah salah bicara. Nyatanya kekhawatiran Jungkook tidak terjadi karena Hayoung dengan antusias menyetujui tawaran Jungkook. Memang harus ada seseorang dulu yang menyeretnya ke luar dari zona ‘manja dan tidak bisa apa-apa’.”

***

        “Eonnie tolong eyeliner-nya.”
        “Kamu mau yang mana?”
        “Yang merah muda.”
        Setelah selesai Eunji buru-buru memastikan tampilannya dengan berkaca melalui cermin. Sebuah kaos oblong berlengan panjang yang dipadukan dengan rok pendek setengah paha. Rambutnya diikat satu kebelakang dan poninya ia biarkan menutupi kening hingga alis. Sementara itu teman-temannya yang membantu Eunji tadi kini sedang sibuk membereskan kamar gadis itu.
        “Apa rambutku tidak terlihat kekanakan?” Eunji meminta saran karena sedikit terganggu dengan gaya rambut yang dibuat oleh Bomi tadi. Sesekali ia juga melempar tatapan ke cermin.
        “Tidak. Itu bagus.”
        Tepat sesaat setelah itu, Naeun ternyata muncul dari luar kamar sambil menenteng dua pasang sepatu kets bertali dengan sol tebal sebagai alasnya. Eunji yang melihat itu tampak kecewa, tidak seperti apa yang ia harapkan.
        “Tidak ada heels atau wedges? Aku harus terlihat dewasa di depan Minhyuk Oppa.
        Chorong merebut salah satu sepatu di tangan Naeun dan melangkah ke tempat Eunji berdiri. Dengan tatapan datar, gadis yang usianya 2 tahun di atas Eunji itu menyodorkan sepasang sepatu kets berwarna putih.
        “Kamu itu mau kencan kan? Bukan diajak ke kondangan?”
        Karena sudah mempercayakan semuanya pada 3 sahabatnya itu, Eunji dengan cukup terpaksa menerima benda tersebut dan langsung duduk di kursi rias untuk memakainya. Tepat saat Bomi melangkah ke jendela setelah ia mendengar suara deru mesin mobil yang berhenti di depan rumah Eunji.
        “Itu Minhyuk Oppa. Kamu harus cepat.”
        Suasana kembali ricuh karena Eunji yang terlalu senang mendengar seseorang yang memang ia tunggu itu sudah tiba. Ia masih saja menanyakan penampilannya. Setelahnya ia mencium satu-persatu pipi teman-temannya itu sebagai ucapan terima kasih sebelum akhirnya ia melesat ke luar.
        Minhyuk mengajak Eunji makan direstoran yang berada di sebuah pusat perbelanjaan. Sebelum ini mereka juga baru selesai menonton film. Pemuda itu tampak puas melihat penampilan Eunji yang pas seperti keinginannya. Tidak kekanakan, tapi Eunji juga tidak berlebihan.
        “Setelah ini, ayo kita jalan-jalan dulu sebelum pulang. Ada sesuatu yang sedang aku cari juga.”
        Eunji tentu mengangguk tanpa ingin melakukan protes sedikitpun atas permintaan Minhyuk. Pemuda itu sudah membuatnya senang seharian ini dan itu tidak akan ia lupakan. Kurang dari setengah jam Eunji dan Minhyuk menghabiskan waktu di tempat itu. Setelahnya mereka pergi seperti apa yang diminta Minhyuk untuk mereka berjalan-jalan terlebih dahulu.
        Sepanjang perjalanan, Minhyuk sama sekali tidak melepaskan genggaman tangannya pada Eunji. Ia bahkan menautkan jari-jari ke dalam jari-jari tangan Eunji. Minhyuk sempat menghentikan langkah sesaat yang secara tidak langsung membuat Eunji menghentikan langkah juga.
        “Waah, bonekanya bagus. Kamu tidak ingin?”
        “Aku sudah ingin benda-benda seperti itu, Oppa.”
        Minhyuk hanya mengangguk kecil dan kemudian melanjutkan langkah mereka. Ia tidak sadar jika Eunji sempat mencuri-curi pandang kembali ke belakang. Tentu sebenarnya gadis itu sangat tertarik dengan boneka kelinci berwarna biru muda yang Minhyuk maksud tadi. Tapi Eunji tidak ingin membuat Minhyuk salah paham padanya dan ia hanya ingin bermain aman jika masih ingin bersama pemuda itu.

***

        Mereka akhirnya saling mengenal tentang kehidupan pribadi masing-masing. Jungkook juga hampir senasib dengan Hayoung. Sama-sama anak bungsu dikeluarga dan memiliki kakak yang semuanya sudah menikah. Hanya saja semua keponakan Jungkook masih cukup kecil-kecil. Tidak seperti Hayoung dan Yukwon. Dan orang tua Jungkook masih lengkap, berbeda dengan Hayoung yang bahkan tidak pernah melihat ibunya. Perlakuan yang mereka dapat juga hampir sama.
        “Aku suka melakukan banyak hal secara diam-diam bersama teman. Jika Noona-noonaku tahu aku bisa masak, mereka mungkin akan merebusku hidup-hidup di dalam panci besar.”
        Hayoung ikut terkekeh kecil karena Jungkook sambil tertawa saat menceritakan kehidupannya. Namun ia mendadak sedih mengingat kehidupannya tidak semenarik kehidupan Jungkook.
        “Aku bahkan lebih parah darimu. Aku tidak punya teman dekat selain Yukwon, Hoseok, Junhong dan beberapa keponakanku yang  lain.”
        “Kalau begitu kita sekarang berteman?”
        Hayoung benar-benar senang mendengar tawaran Jungkook. Ibaratnya seperti ia bisa dengan leluasa pergi ke luar rumah dengan bus umum atau kereta ke tempat-tempat menyenangkan yang ia suka. Karena selama ini semua itu hanya bisa terjadi jika ada Yukwon atau Hoseok. Selain itu, ‘tidak’.
        “Seperti apa aku harus menyebutmu? Malaikat?”
        Jungkook mengerutkan dahi. “Angel? Tidak ada yang lain?”
        Hayoung menertawai pikiran Jungkook. “Kamu kan tidak memakai bandana penuh bunga atau membawa tongkat peri?” Hayoung juga bingung mengutarakan maksud khayalannya. “Ah, sudahlah.”
        “Aku kenyang. Bagaimana masakanku?”
        “Aku yakin ini enak jika tadi aku tidak menganggumu.”
        Hayoung menyesali perbuatannya. Namun Jungkook justru tersenyum melihat wajah bersalah yang ditunjukkan Hayoung.
        “Itu justru bagus kalau kamu antusias seperti itu. Semua kakak bahkan mungkin keponakanmu pasti akan terkejut jika kamu membuatkan sesuatu untuk mereka. Dan tenang saja, aku pasti akan membantumu apa pun itu.”
        Hayoung ikut berdiri saat Jungkook juga tampak bangkit dari kursi dan membantunya membereskan tumpukan piring kotor mereka. Hayoung mengikuti dan memperhatikan semua yang dilakukan Jungkook saat pemuda itu meletakkan peralatan makan yang sudah kotor ke dalam bak wastafel.
        Jungkook menoleh dan terkekeh melihat tingkah Hayoung. Antara ingin tahu, salah tingkah, dan tidak ingin mengacaukan pekerjaan Jungkook. Gadis itu juga terkadang terlihat bingung karena malam ini ia hanya sendiri di rumah.
        “Kamu kenapa?”
        “Hmm?” Hayoung tampak tidak siap dengan pertanyaan Jungkook yang selanjutnya justru membuat ia gugup. “Ah, itu. Aku hanya tidak tahu harus bagaimana. Perasaanku hari ini bercampur aduk.”
        Jungkook masih senantiasa menyunggingkan senyuman terbaiknya. Ia menggelung lengan kaosnya hingga siku. “Lakukan saja sesukamu.”
Belum sempat tangan Jungkook meraih sebuah piring kotor, tubuhnya justru merasa goyah dan ia merasa tidak bisa bernapas selama beberapa detik. Hayoung ternyata memeluknya singkat dan gadis itu justru semakin merasa bersalah karena melakukan hal itu. Jungkook berkedip tak percaya. Ia bahkan seperti tidak bisa melakukan apa-apa selama beberapa saat.
        “Bukannya tadi kamu…”
        Jungkook terkekeh sekaligus menyelak ucapan Hayoung yang belum selesai. “Aku tidak marah kok. Kita beres-beres dulu ya.”
        Hayoung mengangguk lalu membereskan hal lain yang bisa ia lakukan. Membenarkan posisi kursi yang mereka gunakan saat makan tadi ke posisi semula. Karena sudah tidak ada yang bisa ia lakukan lagi, Hayoung kembali ke tempat Jungkook yang sedang mencuri piring.
        “Aku ingin coba.”
        Mendengar suara Hayoung, Jungkook menggeser sedikit posisi berdirinya agar tidak terlalu jauh dari wastafel. Ia mengambilkan sebuah piring yang masih kotor kepada Hayoung.
        “Ambil spons yang sudah penuh sabun.”
        Hayoung mengikuti semua petunjuk yang diberikan Jungkook. Jungkook sendiri juga dengan sabar membimbing Hayoung yang memang baru kali pertama melakukan hal itu.
        “Ah, licin.”
        Jungkook dengan sigap memegang tangan Hayoung. Menyelamatkan sebuah piring yang nyaris tergelincir. Kejadian tersebut membuat keduanya sempat saling melempar tatapan sesaat.
        “Itu memang licin. Kamu harus lebih berhati-hati lagi.”
        Hayoung mengangguk penuh semangat mendengar peringatan Jungkook. Namun Jungkook justru mengambil alih piring tersebut hingga membuat Hayoung menatapnya kecewa.
        “Aku saja yang memberikan sabun. Nanti kamu yang membilas dengan air bersih.”

***

        Jungkook menatap kecewa layar ponselnya, lalu beralih ke Lauren yang masih tertidur dan terakhir ia melirik Hayoung dengan khawatir saat gadis itu sedang sibuk menunggu seseorang menjawab teleponnya. Yukwon justru benar-benar tidak bisa pulang. Yukwon justru mengandalkan Hoseok untuk menemani Hayoung malam ini di rumah. Padahal nyatanya, Hayoung sendiri belum bisa menghubungi Hoseok.
        “Paman, kapan kita pulang?”
        Jungkook nyaris terlonjak mendengar suara Lauren yang mengagetkannya. Padahal semenit lalu gadis kecil itu masih terlelap dan sekarang Lauren sudah duduk dengan wajah imutnya yang baru bangun tidur itu. Jungkook sendiri bahkan tidak bisa menjawab pertanyaan Lauren yang bisa dikatakan sederhana itu. Intinya Jungkook masih mengkhawatirkan Hayoung jika gadis itu hanya tinggal sendiri dirumah.
        Saat masih sibuk dengan pikirannya, ponsel Jungkook bergetar dan tertera nama ‘Tiffany Noona’ pada layarnya. Segera Jungkook menekan tombol ‘jawab’.
        “Iya, Noona.
        “Kamu di mana? Jeongmin sakit. Noona dan Siwon Oppa sedang membawa Jeongmin ke rumah sakit. Cepat pulang dan jemput Yoogeun di rumah Minhyuk ya. Noona mengandalkanmu.”
        “Tapi, Noona.” Jungkook melirik ponselnya yang sudah kembali memunculkan gambar utama layarnya. Saat mendongak, tatapan Jungkook jatuh pada sosok Hayoung yang juga sedang menatapnya. Hayoung menoleh pada Jungkook saat Jungkook berteriak pada kakaknya ditelepon.
        “Kamu sudah ingin pulang ya?”
        Jungkook menggigit bibirnya tanpa terburu-buru melirik ke tempat Hayoung berada. Gadis itu juga sama sekali belum menyingkirkan ponsel dari samping telinganya. Jungkook tidak menjawab, ia justru mencari kontak Yukwon di ponselnya.
        “Hyung, sepertinya Hoseok tidak pulang. Dan kalau Hyung juga tidak bisa pulang, aku akan membawa Hayoung ke rumahku karena aku tidak mungkin di sini lebih lama. Tiffany Noona menyuruhku menjaga Yoogeun juga.”
        Hayoung melesat cepat ke tempat Jungkook karena ia mendengar Jungkook berbicara dengan seseorang dan membicarakannya juga. Menatap penuh curiga pemuda yang bahkan belum lama ia kenal.
“Kamu menelepon Yukwon?”
        Jungkook baru ingin membuka mulut, tapi tangan Hayoung lebih cepat menyambar ponselnya.
        “Kamu di mana, Kwon?”
        Noona ikut dengan Jungkook saja. Hoseok tidak bisa diandalkan untuk pulang. Besok aku yang akan menjemput. Dan untuk urusan Ibu, itu biar aku yang mengurusnya. Kita bisa beralibi pergi bersama. Maaf tidak bisa menerima telepon lebih lama. Jaga dirimu, Noona.
        Hayoung hanya membeku mendengarkan semua ucapan yang meluncur dari bibir Yukwon tanpa bisa membalasnya sedikitpun. Kemudian terdengar ‘klik’ tanda sambungan terputus. Sadar jika Yukwon mematikan telepon, Hayoung hanya mengembalikan ponsel Jungkook dengan reaksi datar.
        “Yukwon Hyung bilang apa?” Jungkook tidak bisa menahan rasa penasarannya.
        “Aku disuruh ikut bersamamu.” Hayoung langsung berdiri. “Aku akan bersiap-siap dulu.”

***

        Hayoung akhirnya ikut dengan Jungkook untuk pulang ke rumah pemuda itu seperti saran dari Yukwon juga. Di hari yang baru mulai gelap itu, mereka menumpang sebuah bus kota yang membuat Hayoung kembali merasa antusias. Jungkook memangku Lauren, sementara Hayoung membawakan tas miliknya dan Lauren juga.
        “Kalau kamu lelah, tidur saja.”
        Tatapan Hayoung bertemu dengan sorot mata teduh milik Jungkook. Dalam dekapannya, Lauren begitu terlihat nyaman bahkan nyaris kembali tertidur dalam pangkuan Jungkook.
        “Aku tidak apa-apa.”
        Hayoung mengulurkan tangan dan meraih rambut panjang Lauren yang lalu ia main-mainkan. Membuat posisi tubuhnya menjadi lebih dekat dengan Jungkook yang mulai merasa membeku. Namun Hayoung nampaknya tidak menyadari apa yang terjadi pada Jungkook. Jungkook bahkan sudah menyadari tatapan beberapa penumpang lain kepada mereka. Jungkook nyaris tersedak saat sepasang suami-istri paruh baya memberikan senyuman untuknya dan Hayoung.
        Jangan bilang mereka mengira aku Hayoung dan Lauren adalah sebuah keluarga? Jungkook hanya bisa memprotes dalam hati. Tapi ini bukan pertama kalinya ada yang menatap seperti itu saat Jungkook dan Hayoung tengah bersama. Pertama kali saat mereka berada di toko mainan.
        Apa aku sudah terlihat setua itu? Jungkook mengeluh sambil menatap Lauren, sendu. Lalu Jungkook merasakan sesuatu menyentuh pundaknya. Saat menoleh, ternyata Hayoung yang tadi mengatakan ia baik-baik saja ternyata sudah jatuh tertidur dan menempatkan kepalanya di pundak Jungkook.
        Suami-istri itu pasti kembali berpikir yang macam-macam tentang kami? Jungkook menahan diri untuk tidak mendongak. Tapi rasa penasarannya jauh lebih besar. Dan kecurigaannya benar-benar terjadi. Jungkook hanya menahan napas saat sepasang suami-istri tersebut turun di sebuah halte. Masih menyisakan senyuman mereka saat melewati tempat Jungkook duduk.
        Jungkook akhirnya bisa bernapas lega saat bus kembali berjalan. Itu artinya, sepasang suami-istri itu sudah tidak di sana. Tapi hal tadi tidak pernah terjadi saat Jungkook bersama Eunji. Eunji bahkan sering kali bergelayut manja pada Jungkook, namun tidak ada yang menatap mereka seperti saat Jungkook bersama Hayoung.
        Hampir setengah jam kemudian Jungkook membangunkan Hayoung karena mereka telah sampai.
        “Rumahmu dekat sini?”
        Jungkook tidak menjawab, tapi ia justru berjongkok di hadapan Lauren yang menggandeng tangan Hayoung. “Paman akan menjemput Yoogeun Oppa. Karena rumah paman Minhyuk cukup jauh, Lauren tunggu di sini saja ya dengan bi…” Sesaat Jungkook terdengar ragu dan mendongak, mendapati Hayoung melemparinya tatapan tajam karena tentu gadis itu menyimak semua perkataan Jungkook. “Maksudnya dengan Eonnie.”
        “Maksud kamu Minhyuk…”
        “Iya.” Jungkook berdiri dengan cepat. “Makanya kamu tunggu di sini saja. Atau bawa saja Lauren ke mini market dan membeli sesuatu.” Jungkook sempat menyelipkan selembar uang ke tangan Hayoung sebelum ia benar-benar meninggalkan mereka berdua.

***

        “Ayo masuk.”
        Jungkook, Hayoung, Lauren serta Yoogeun sudah sampai di rumah salah satu kakaknya Jungkook, Tiffany. Ia memang tinggal di sana karena jarak rumah tersebut dari kampus lebih dekat dibandingkan ia tinggal bersama orang tua dan kakak tertuanya, Taeyeon.
        Setelah berganti pakaian dan bersiap tidur, Jungkook membawakan dua gelas tinggi yang berisi susu hangat untuk dua keponakannya. Lauren dan Yoogeun menerima dengan sedikit tidak sabar. Hayoung ikut tersenyum dan membantu Lauren menghabiskan susunya.
        “Kamu mau susu juga? Biar aku buatkan.”
        “Jungkook, tidak usah.” Hayoung mencegah Jungkook untuk berdiri. “Sepertinya kamu terlalu banyak membuatkan susu.”
        Sedetik kemudian, Yoogeun mengembalikan gelas susunya kepada Jungkook yang masih ia sisakan setengah gelas. Tidak jauh berbeda dengan Lauren yang menolak saat Hayoung kembali mendekatkan gelas ke bibir Lauren. Lalu Hayoung menatap Jungkook seolah membuktikan bahwa ucapannya benar. Jungkook yang semula menatap kagum, kini tersenyum saat Hayoung justru yang menghabiskan sisa susu di gelas Lauren yang masih cukup banyak.
        “Ah, iya. Kamu tidur di kamarku saja bersama Lauren.”
        Hayoung menatap mengikuti arah tangah Jungkook yang menunjuk salah satu pintu di ujung ruangan.
        “Aku juga ingin tidur bersama Lauren.”
        “Apa?” Jungkook berseru sambil menatap Yoogeun tidak percaya.
Tapi Yoogeun tampaknya seperti tidak mempedulikan tatapan Jungkook. Bocah itu justru menarik tangan Lauren dan mengajaknya memasuki kamar Jungkook. Jungkook hanya bisa mendesah berat. Tidak mungkin ia memaksakan kehendaknya pada Yoogeun, apalagi Lauren.
        “Kamu bisa menempati kamar Yoo…” Ucapan Jungkook terputus saat mendapati Hayoung sudah berdiri dan dengan santainya berjalan mengikuti arah yang dituju Yoogeun dan Lauren tadi.
        “Aku juga ingin tidur dengan Lauren.”
        Jungkook hanya mampu mengusap wajahnya tanpa bisa menghentikan Hayoung juga. “Apa aku harus ikut tidur dengan Lauren juga!” seru Jungkook dengan nada frustasi.
        Hayoung hanya menahan senyumannya mendengar suara Jungkook tanpa menghentikan langkah sedikitpun atau pun menoleh ke belakang. Ia tetap memantapkan langkah memasuki kamar Jungkook. Hayoung berhenti sejenak dan memandangi tiap sudut kamar. Cukup rapi untuk ukuran seorang Jungkook. Meja belajar pemuda itu memang dipenuhi beberapa barang, namun tidak ada barang yang berserakan sembarangan.
        “Akh!”
        Hayoung sedikit terdorong karena ada seseorang yang membuka pintu dan ia masih berdiri di sana. Hayoung memutar badannya dan mendapati Jungkook menatapnya dengan sedikit rasa bersalah.
        “Kamu tidak mungkin tidur berhimpitan dengan mereka ‘kan?”
        Jungkook melirik ke arah Yoogeun dan Lauren yang mulai terlelap di atas ranjang Jungkook yang bahkan sudah penuh dengan dua anak kecil itu. Jungkook juga menyadari tatapan Hayoung yang pasrah. Sebenarnya maksud Jungkook adalah agar Hayoung tidur dengan Lauren di kamarnya, sedangkan ia sendiri akan tidur bersama Yoogeun di kamar bocah itu. Tapi justru bocah itu pula yang merusak semuanya.
        “Kamu di kamar Yoogeun saja.”
        Hayoung sudah ingin buka mulut, namun ia batalkan karena Jungkook bahkan sudah tidak berada di sana. Buru-buru Hayoung menyusul Jungkook ke luar dan Jungkook tampak sudah membukakan salah satu pintu kamar lagi untuk Hayoung.
        “Lalu kamu?” tanya Hayoung sebelum melangkah masuk ke dalam kamar.
        “Aku di kamar Noonaku, ada di bawah. Ya sudah, selamat tidur.”
        Lagi, Jungkook sudah pergi begitu saja sebelum Hayoung sempat mengucapkan kata ‘selamat tidur’ juga untuk Jungkook. Setelah berada di dalam kamar, Hayoung langsung membaringkan tubuhnya. Apa yang terjadi hari ini sungguh di luar dugaan. Jessica dan Hyukjae yang mendadak pergi, juga Hoseok serta Yukwon yang mendadak tidak pulang. Dan ia sendiri bermalam di rumah Jungkook yang bahkan baru ia kenal dalam hitungan hari saja.
        “Aduh, aku ingin buang air kecil.”
        Hayoung segera bangkit dan ke luar dari kamar menuju toilet yang berada tidak jauh dari letak kamar Yoogeun. Lampu toilet terlihat mati, namun saat Hayoung mencoba menyalakannya ternyata lamput tetap mati. Tentu saja Hayoung tidak akan memaksakan diri masuk ke dalam toilet yang gelap itu. Tidak akan. Bahkan untuknya ke luar kamar tengah malam seperti ini dan sendirian adalah sesuatu yang mustahil. Kecuali dalam keadaan terpaksa seperti saat ini. Lalu Hayoung berinisiatif menuju lantai bawah karena tidak mungkin rumah sebesar ini hanya memiliki satu toilet saja.
        Setelah beberapa menit, Hayoung ke luar dari kamar mandi dengan perasaan lega. Namun sontak matanya membulat lebar saat matanya menangkap seseorang tidur di atas sofa. Saat menuju toilet tadi Hayoung tidak melihatnya karena sandaran sofa menutupi pemuda itu yang tak lain adalah Jungkook.
        Hayoung mendekati Jungkook. Dalam cahaya yang remang itu, ia bisa melihat Jungkook terlelap. Terlihat sangat tenang. Meski saat bangun pun, Jungkook memang bukan seseorang yang mudah meletup-letup dan seenaknya seperti Yukwon. Tanpa sadar tangan Hayoung terulur seakan terhipnotis untuk membelai wajah tampan pemuda itu. Tapi beruntung Hayoung bisa menahan diri dan akhirnya lebih memilih untuk membenarkan letak selimut yang menutupi Jungkook.
        “Kamu sedang apa di sini?”
        Hayoung membeku bahkan tidak sempat menarik kembali tangannya saat ia menyadari mata Jungkook yang perlahan membuka. Jungkook sampai bangun dari posisi tidurnya.
        “Kenapa tidak tidur?”
        Hayoung akhirnya bisa menegakkan bada. “Aku dari toilet. Karena lampu toilet atas mati, makanya aku ke bawah. Dan harusnya aku sadar kalau kamu mungkin segan untuk tidur di kamar kakakmu.”
        “Ya sudah, kamu kembali ke atas saja.” Jungkook kemudian berniat kembali membaringkan tubuhnya.
        “Kamu kan bisa tidur di ruang tivi lantai atas. Jika anak-anak membutuhkan sesuatu, kamu bisa cepat untuk mengetahuinya.”
        Jungkook menatap Hayoung. Perkataan gadis itu membuatnya berpikir jauh. Anak-anak? Kenapa Hayoung memilih kata itu? Padahal ia bisa saja bilang ‘Yoogeun dan Lauren’. Membuat orang yang dengar seolah menganggap itu anak-anak mereka. Jungkook yang sadar pikirannya melayang jauh, sontak berdiri.
        “Ayo ke atas,” putus Jungkook dan langsung mendahului Hayoung.
        “Kamu lupa ini.”
        Hayoung menyodorkan selimut yang tadi sempat ditinggalkan Jungkook di lantai bawah.

***

        Keesokan paginya, Jungkook mengajak Hayoung, Lauren serta Yoogeun untuk sarapan bersama. Setelah selesai, Hayoung mengajak Lauren serta Yoogeun kembali ke lantai atas untuk mandi. Jungkook juga menyusul kemudian dan mendapati Hayoung sedang mengepang rambut panjang Lauren. Dua anak kecil itu juga sudah bersih dan wangi.
        Dirasa Hayoung bisa menangani semuanya, Jungkook memilih untuk tidak mengganggu dan kembali ke bawah. Ada beberapa pekerjaan yang belum selesai ia kerjakan. Pakaian-pakaiannya yang ia jemur kemarin lupa ia angkat. Jungkook membawa keranjang cucian keringnya ke dalam rumah. Langkah Jungkook sukses berhenti saat ia mendapati Tiffany sudah berdiri menunggunya diambang pintu dapur.
        “Noona?”
        “Apa kamu tidak dengar suara Noona? Dan siapa yang bersama Yoogeun dan Lauren? Pacarmu? Kamu bahkan baru masuk kuliah dan sudah berani membawa gadis ke rumah.”
        “Justru karena jika tidak ada dia, pekerjaanku mungkin akan sedikit berantakan. Aku tidak mungkin mengurus Yoogeun dan Laurena secara bersamaan.”
        Jungkook berusaha memberikan pengertian pada Tiffany. Namun hasilnya, tidak bisa semudah itu membuat Tiffany mengerti maksud ucapannya.
        “Jadi, dia pacarmu ‘kan Jungkook?” Tiffany menatap Jungkook, frustasi. “Apa yang harus kukatakan pada Eonnie dan ibu?”
        Tiffany sudah memutar tubuh dan berniat meninggalkan Jungkook. Jungkook sendiri langsung meletakkan keranjang cuciannya sembarangan dan menyusul Tiffany. Menahan tangan kakaknya itu, lalu mendesak agar Tiffany mendengarkan ucapannya.

***

        “Aku senang ternyata kakakmu baik.”
        Jungkook menelan ludahnya saat ia mendengar Hayoung bersuara di tengah-tengah perjalanan mereka menuju halte bus. Jungkook berencana mengantarkan kembali Hayoung ke rumahnya karena Yukwon tidak bisa menjemput.
        “Tapi, bagaimana dengan Yoogeun dan Lauren? Bukannya anak bungsu kakakmu itu sedang di rawat?”
        “Oh, itu. Nanti kakak sulungku akan datang juga. Sekalian ingin menjenguk anaknya Yuri Noona yang juga temannya Yukwon Hyung itu.”
        Hayoung hanya mengangguk-angguk mengerti. Padahal Hayoung sendiri tidak tahu jika awalnya Tiffany justru memarahi Jungkook karena mengajak seorang gadis ke rumah, bahkan sampai bermalam di sana.
        Saat sudah di dalam bus, Jungkook menerima sebuah panggilan dari Eunji. Hayoung saat itu lebih memilih melempar pandangan ke luar jendela tanpa ingin mengganggu pembicaraan Jungkook yang bahkan Jungkook sendiri sama sekali tidak mengeluarkan suara setelah mengucapkan salam tadi. Kemudian Jungkook memutuskan sambungan secara sepihak. Ia lalu sedikit memutar tubuhnya menghadap Hayoung.
        “Bisa hubungi Hoseok untuk menjemputmu di halte? Dia pasti tahu halte tersebut.”
        Hayoung menggeleng. “Kata Yukwon, Hoseok belum pulang. Tapi kamu tenang saja, di rumah ada Junhong meski aku yakin dia sedang tidur sekarang.”
        Hayoung sudah menoleh kembali ke luar jendela karena ia rasa tidak ada hal yang ingin dibacarakan lagi. Tapi Jungkook justru menyentuh pudak Hayoung seakan meminta gadis itu untuk menatapnya lagi.
        “Maaf aku tidak bisa mengantarmu pulang karena ada seseorang yang sedang membutuhkanku. Tapi ya sudah. Aku bisa ke sana setelah mengantarmu.”
        Kini giliran Hayoung yang menyuruh Jungkook untuk menoleh ke arahnya. Hayoung juga tidak ingin memaksa Jungkook. Tapi lebih tidak mungkin untuk ia pulang seorang diri menggunakan bus kota.
        “Apa akan menggangu jika aku ikut denganmu dulu. Kamu tahu ‘kan…” Hayoung sengaja menggantungkan ucapannya karena ia yakin Jungkook mengerti maksud tatapannya.
        “Sebenarnya aku bisa saja mengajakmu. Hanya saja kita akan ke rumah.. Minhyuk Hyung. Kamu pasti kenal dengannya, Lee Minhyuk.”
        Hayoung menatap datar, membuat Jungkook tidak bisa membedakan maksud tatapan itu. Terkejut atau…
        “Aku ‘kan bisa menunggu di luar. Eh, tapi tunggu dulu. Kenapa kamu khawatir? Atau kamu sudah tahu jika aku dan Minhyuk Oppa dulu pernah menjalin hubungan?”
        Iya, Hayoung benar. Jungkook sudah tahu semuanya. Termasuk alasan-alasan Minhyuk mengakhiri hubungannya dengan Hayoung hanya karena sifat Hayoung yang masih kekanakan. Hanya karena masih menyukai sereal, boneka Barbie dan film kartu. Semua alasan itu tidak bisa diterima sebenarnya. Dan Jungkook juga terpaksa mengajak Hayoung ke rumah Minhyuk. Entah reaksi apa yang akan ditunjukkan Minhyuk nantinya.
        Seperti apa yang ia bilang tadi, Hayoung akan menunggu di luar. Dengan berat hati Jungkook membiarkan Hayoung di sana sendirian. Tapi yang terjadi justru Hayoung bertemu dengan Zico yang baru sampai dengan mengendarai sepeda motornya.
        “Hayoung? Kenapa kamu di luar? Minhyuk sedang sakit. Kamu tidak ingin menjenguknya? Ayo ke dalam.”
        Zico bicara sambil melangkah memasuki rumah. Hayoung sempat menatap pintu utama sesaat dan sudah tidak melihat keberadaan Jungkook. Ia akhirnya menyusul Zico ke dalam, menuju kamar Minhyuk. Hayoung hanya menunggu di depan pintu, sementara Zico bahkan sudah duduk di tepi ranjang Minhyuk yang sedang berbaring.
        “Kamu bilang Eunji di sini? Mana dia? Apa dia tidak bisa melakukan apa-apa? Ayo kita ke rumah sakit saja!”
        Zico tampak sedikit memaksa dan nyaris menarik selimut yang menutupi tubuh Minhyuk. Minhyuk dengan mata sendunya menatap Zico tajam.
        “Kenapa kamu berisik sekali? Aku hanya ingin istirahat.”
        “Tapi badanmu panas.” Zico masih tidak ingin mengalah.
        Hayoung menjatuhkan ranselnya sembarangan. Zico dan Minhyuk menoleh bersamaan saat mendengar suara itu. Hayoung mulai melangkah ke dalam kamar Minhyuk.
        “Kamu?” Minhyuk bersuara sangat pelan mendapati Hayoung di sana.
        “Oppa, kamu demam?”
Hayoung ikut duduk di tepi ranjang Minhyuk. Ia bahkan sampai memaksa Zico untuk menggeser dan memberinya sedikit tempat. Tangan gadis itu sama sekali tidak canggung saat menyentuh kulit tangan Minhyuk yang memang terasa panas. Kemudian Hayoung sedikit menarik selimut Minhyuk.
        “Sejak kapan kamu merasa tidak enak badan seperti ini? Seharusnya kamu jangan menutupi hampir seluruh tubuh dengan selimut jika badanmu panas seperti ini.”
        Minhyuk sampai tidak bisa merespon perkataan Hayoung karena kini gadis itu membuka dua kancing teratas kemeja yang sedang dikenakannya. Melihat itu, Zico melebarkan mata bahkan mulutnya juga.
        “Jika tahu seperti itu, aku rela menggantikan posisi Minhyuk yang sakit.”
        “Apa?” Hayoung menoleh cepat saat mendengar suara jahil Zico dibelakangnya. Ia bahkan sampai melempari Zico tatapan membunuhnya. “Aku ingin mengambil air dingin dulu untuk mengompres Minhyuk Oppa.”

***

        Jungkook menemukan Eunji sedang duduk memeluk lututnya dan menenggelamkan wajahnya, di bawah meja makan rumah Minhyuk. Segera saja Jungkook langsung melesat dan berjongkok di hadapan Eunji. Merasakan ada seseorang di dekatnya, Eunji mendongak dengan wajah yang sudah basah dengan air mata. Mendapati ternyata orang itu adalah Jungkook, Eunji langsung saja memeluk pemuda itu.
        “Kamu kenapa?” Jungkook bertanya dengan nada khawatir sambil mengusap punggung Eunji agar gadis itu merasa lebih tenang.
        “Minhyuk Oppa marah padaku karena aku tidak bisa apa-apa. Aku tidak bisa merawatnya saat ia sedang sakit. Aku.. aku benar-benar tidak tahu harus melakukan apa. Aku juga tidak bisa membantu Minhyuk Oppa mengurus Maru.”
        Pandangan Jungkook tampak kosong. Ia hanya mampu semakin mengeratkan pelukannya pada Eunji. Lagi-lagi karena Minhyuk. Sebenarnya sejak awal ia tidak suka Eunji mendekati Minhyuk. Karena.. tentu saja karena ia juga menyukai Eunji. Namun anehnya, sama sekali tidak ada niatan sedikit pun untuk Jungkook merebut Eunji dari Minhyuk. Bahkan rasanya ia akan menjadi orang pertama yang menentang Minhyuk jika pemuda itu ingin kembali mendekati Hayoung.
        Membantu mengurus Maru. Maru adalah keponakan Minhyuk, satu-satunya. Tentu rasa sayangnya pada Maru sangat besar. Karena Maru sudah tidak memiliki Ibu. Ibunya Maru meninggal setelah melahirkan Maru. Ayah Maru, Jaehyo, adalah kakak sulung Minhyuk yang sibuk bekerja. Tentu tujuannya baik untuk menghidupi Maru, tapi justru membuat waktu Jaehyo untuk bersama Maru lebih sedikit. Dan akhirnya, Minhyuk yang menggantikan posisi seorang ayah untuk Maru.
        Tidak ada yang menyadari jika Hayoung sudah berada di sana. Menyaksikan Eunji dan Jungkook berpelukan. Menatap dengan sorot mata lurus dan tajam. Ada rasa tidak suka karena ia merasa ia dan Jungkook sudah sangat dekat karena kejadian kemarin, tapi Hayoung menahan diri. Kebaikan Jungkook yang membuatnya berharap lebih pada pemuda itu.
        “Noona, aku lapar.”
        Ada suara anak kecil diantara mereka yang sukses membuat Jungkook melepaskan pelukannya. Ia bahkan dua kali lebih terkejut karena mendapati Hayoung juga berada di sana. Sementara Eunji sibuk menyembunyikan wajah sambil menyeka air matanya. Mendapati Jungkook menatapnya, Hayoung sontak menoleh ke arah seorang bocah laki-laki yang berdiri tepat di sampingnya. Bocah itu bahkan menatapnya penuh harap jika Hayoung akan memberikannya makanan.

***