Selasa, 01 Maret 2016

PERFECT LOVE (chapter 20)



Author              : Annisa Pamungkas (@nniissaa11)
Main Cast          : B.A.P (Yongguk, Himchan, Daehyun, Youngjae,
  Jongup, Zelo [Junhong])
Support cast     :
·        A-Pink (Chorong, Bomi, Naeun, Eun Ji, Namjoo, Hayoung)
·        G.Na (Soloist)
·        B2ST (Doojoon)
·        BtoB
Genre               : romance, family, brothership
Length              : chapter

***

        Pagi itu, Jongup mendapati Himchan sedang mengawasi sesuatu dari balik jendela rumahnya. Tentu Jongup tertarik untuk mencari tahu apa yang menarik perhatian seorang Himchan yang sepertinya mengarah ke rumah Bomi.
        “Aku denger, ayahnya Mba Bomi pulang ya?”
        Himchan yang sedikit terkejut tentu langsung menoleh cepat. Ingin marah, tapi ia tidak bisa melakukan hal itu. Terutama kepada Jongup. Dan bukan hal sulit untuk Himchan mengendalikan perasaannya yang cukup kacau karena kepergok oleh Jongup tadi. Himchan memilih untuk menyingkir lalu duduk di sofa.
        “Kayaknya gue nggak pernah liat Bomi jalan sama cowok, deh.”
        Jongup yang masih berdiri di dekat jendela, mengawasi Himchan yang bicara namun sambil membaca Koran. “Sering, tahu!”
        “Sama siapa?” Himchan tidak bisa menahan rasa penasarannya. Tapi sedetik kemudian, Himchan tampak menyesal menanyai hal tersebut. Entah apa yang dipikirkan Jongup setelah ini.
        “Sama aku,” jawab Jongup enteng. Seolah tidak peduli dengan reaksi Himchan tadi. Padahal dalam hati ia terkekeh geli melihat sikap Himchan.
        “Oh,” kata Himchan pendek. Lebih pastinya hanya untuk menutupi perasaan. Jelas saja Himchan merasa sedikit lega meski sebenarnya masih ada yang mengganjal. Kenyataan masih ada seorang pemuda lain yang dekat dengan Bomi.
        Jongup bersandar di kayu jendela dengan tatapan yang kembali terlempar ke luar. Namun tentu saja ia tetap mengawasi sikap Himchan yang dimatanya hanya berpura-pura tenang.
        “Mba Bomi tuh percuma mau deket atau bahkan sampai pacaran sama siapa aja. Karena penentuan siapa yang bisa nikah sama Mba Bomi itu ya ayahnya. Bisa aja yang diterima itu cowok yang bukan pacarnya Mba Bomi.”
        “Kamu tahu dari mana?”
        Jongup tersenyum penuh rahasia, kemudian ia menoleh ke tempat Himchan berada. “Kurang jelas kalau tadi aku bilang cowok yang deket sama Mba Bomi itu aku? Apa mau aku datengin Mba Bomi ke sini buat ngejelasin ke Mas Himchan?”
        Himchan mendadak salah tingkah jika saja Jongup benar membawa Bomi ke sana. Anak itu suka nekat akhir-akhir ini. Terutama tentang urusan Bomi yang menyangkut dengannya juga. “Nggak perlu,” ujar Himchan.
        “Ibu berangkat, ya?”
        Jongup dan Himchan menoleh bersamaan. G.Na sudah berdiri tidak jauh dari sana dengan seragam lengkapnya. Tentu mereka menyambut baik perubahan Ibu mereka sendiri yang sekarang jauh lebih terbuka.
        “Himchan, kamu libur kan? Bisa tolong jaga Zelo juga? Dia masih tidur.”
        “Ibu tenang aja. Zelo itu lebih gampang diatur dari pada Jongup,” ujar Himchan yang sontak saja menyulut protes keras dari Jongup.
        “Jadi kamu selama ini suka nakal ya sama kakak-kakak kamu?” tegur G.Na. Tentu Jongup membatalkan niat melakukan protes pada Himchan.
        “Ibu nggak tahu aja sih, kalo Mas Himchan itu sebenarnya playboy dan punya 2 pacar sekaligus.”
        Dari awal Himchan sudah mengawasi Jongup bicara. Sampai akhirnya ia tidak bisa menahan diri untuk tidak berdiri lalu membekap mulut Jongup agar diam. Namun G.Na hanya terkekeh melihatnya. Merasa bahagia melihat dua anaknya saling menjahili satu sama lain yang membuktikan keakraban mereka.

***

        “Apa? Eun Ji kabur?” pekik Youngjae yang sontak saja membatalkan niat untuk memasuki sebuah ruangan. Ia lalu mengawasi sekelilingnya. Beruntung suasana di koridor itu masih sepi.
        “Youngjae?”
        Youngjae menoleh karena mendengar seseorang memanggilnya dari ujung koridor. Ternyata Gikwang yang terlihat memberi kode melalui gerakan tangan agar ia mengikutinya.
        “Kita mau makan siang bareng dulu sama yang lain.”
        Youngjae menjauhkan sedikit ponsel dari telinganya. “Gue lagi nerima telepon sebentar. Nanti gue nyusul.” Setelah memastikan Gikwang benar-benar pergi, Youngjae kembali menempelkan ponsel ke telinganya. Tidak lama—masih dari tempat Gikwang memunculkan diri tadi—Youngjae melihat kini giliran rombongan Peniel yang melintas. Salah satu diantara mereka, Youngjae melihat Eun Ji.
        “Iya, Om. Tapi tolong jangan bersikap seenaknya. Eun Ji sudah menikah. Dan hargai aku sebagai suami Eun Ji. Biar aku yang mencari Eun Ji.”
        Terdengar helaan napas berat dari Youngjae yang kemudian bersandar dengan sedikit kasar pada tembok terdekat. “Konyol banget punya mertua yang nyuruh detektif buat nyari anaknya. Mana tanpa sepengetahuan gue. Untung gue liat Eun Ji di si…” Youngjae diam sesaat untuk memikirkan ucapannya sendiri. “Apa? Eun Ji di sini?”
        Setelah bisa mengatasi keterkejutannya, Youngjae bergegas melesat menuju jalan yang dilalui Eun Ji. Berniat menyusul gadis itu yang memang akan makan siang bersama dengan seluruh staf yang terlibat. Termasuk dirinya yang bertindak sebagai CEO event tersebut. Namun saat tiba di ambang pintu, Youngjae membatalkan niat untuk masuk. Ia bahkan menarik kembali dirinya untuk bersembunyi karena Eun Ji berada di sana bersama Peniel. Youngjae berniat mengawasi istrinya yang sedang bersama pemuda lain.
        “Gue juga maunya minta ijin ke Youngjae. Tapi kan gue udah bilang kemarin, takut Youngjae ternyata ngadu ke Papa.”
        “Ya udah, sekarang lo bilang. Telepon dia. Gue yakin Youngjae bakal ngerti.”
        “Niel, gue takut Youngjae marah.”
        Dari balik pintu, Youngjae bisa mendengar semua pembicaraan Eun Ji dengan Peniel. Dan ucapan Eun Ji sukses membuat Youngjae terkekeh kecil. Melihat sisi lain dari Eun Ji yang baru ia ketahui, menjadi kesenangan tersendiri untuknya.
        “Setelah kita makan siang, ya? Janji, deh.”

***

        Jongup terlihat baru tiba di rumahnya. Baru saja ia melepas helm, Jongup melihat Bomi datang mendekat. Ekspresi wajah Bomi tampak sulit diartikan, namun matanya terlihat memerah seperti habis menangis. Dan itu membuat Jongup tak sabar menunggu, hingga akhirnya ia memilih menghampiri Bomi dengan langkah sedikit terburu-buru.
        “Ada ap…”
        Belum sempat Jongup menyelesaikan ucapannya, Bomi sudah lebih dulu memeluk Jongup. Cukup erat. Perlahan Jongup membalas pelukan Bomi sambil mengusap punggung gadis itu.
        “Kenapa, sih? Sini cerita sama aku.”
        Bomi mulai melonggarkan pelukannya. Sedikit merasa tenang karena ada Jongup di sana. “Aku mau cerita.”
        Jongup mengangguk setuju. Tentu ia akan setia mendengarkan apapun yang diceritakan Bomi padanya. Namun karena Bomi hanya melirik khawatir ke rumah Jongup tanpa mulai bercerita, Jongup berinisiatif untuk mengajak Bomi pergi. Duduk di salah satu bangku taman yang belum terlalu ramai itu.
        “Ada yang ngelamar aku.”
        “Hah? Siapa?” Jongup tentu tidak bisa menahan rasa penasarannya. Berita itu bukan berita kecil. Terlebih selama ini Bomi memang tidak pernah menjalin hubungan dengan lelaki manapun. Kecuali perasaannya pada Himchan yang belum berkurang. Tapi nampaknya Jongup kembali teringat tentang fakta jika ayahnya Bomilah yang menentukan pria yang akan menjadi pendamping hidup Bomi nantinya.
        “Aku juga nggak tahu. Ayah nggak mau bilang. Tapi katanya, aku nggak akan nyesel sama pilihan Ayah.”
        “Semua orang tua juga bakal bilang gitu.”
        Bomi hanya tertunduk. Sudah lelah jika ingin menangis lagi. Ucapan Jongup memang ada benarnya.

***

        Sore itu Daehyun terlihat ke luar dari dalam kamarnya. Terlihat lebih segar dengan rambutnya yang basah. Sambil menatap layar ponsel, Daehyun duduk bergabung di ruang tivi. Duduk di samping Zelo yang kini berada di tengah-tengah Daehyun dan Himchan. Tidak lama, terlihat Jongup muncul sambil meletakkan kunci motor di atas meja, kemudian duduk di sofa terpisah. Pemuda itu masih memakai jaketnya dan terlihat baru saja dari luar.
        “Dari mana, Jong?” tanya Daehyun. Karena saat pemuda itu pulang sekitar setengah jam lalu, Jongup sedang tidak di rumah.
        “Tuh,” ujar Jongup dengan tatapan mengarah pada Zelo. “Abis nganterin pulang ‘obatnya’ Zelo.”
        Daehyun menoleh penuh semangat ke arah Zelo yang tepat duduk di sampingnya. Sementara Himchan terdengar menahan tawanya karena ia mengerti maksud kata ‘obat’ yang ada dibenak Jongup. Zelo sendiri hanya menahan kesal dijahili kakak-kakaknya.
        “Nggak beda jauh kayak Mas Youngjae. Gue pasti dijailin, deh.” Zelo terdengar menggerutu. Sementara posisi duduknya sedikit merosot. “Pak, saya besok ijin ya. Kayaknya penyakit saya nggak jadi sembuh, nih.” Zelo menatap Himchan penuh permohonan.
        Himchan tidak berani menatap Zelo secara langsung, hanya melalui sudut matanya. Dari sisi seperti itu saja Zelo sudah terlihat lucu dengan wajah menggemaskannya yang kapan saja bisa meruntuhkan kewibawaan Himchan selama ini sebagai seorang guru muda.
        “Nggak ada!” jawab Himchan akhirnya. Membuat posisi duduk Zelo semakin merosot.
        “Oiya, Mas. Dapet salam dari Hayoung tadi. Mas Himchan pergi ke mana, sih?”
        “Yang Mas Himchan pulang bareng bokapnya Bomi itu, ya?” tanya Daehyun. Menimpali pertanyaan Jongup sebelumnya.
        “Kok bisa?” Jongup semakin penasaran. Dan secara tidak langsung ia mendesak Himchan untuk segera menjawabnya.
        “Nggak ada apa-apa. Cuma ngobrol biasa aja,” kata Himchan. Sementara tatapannya seperti menghindari Jongup atau pun Daehyun yang tadi melemparinya pertanyaan. Daehyun mungkin mengganggap itu memang seperti apa yang dikatakan Himchan, hanya obrolan biasa. Tapi tidak untuk Jongup yang menaruh curiga terhadap Himchan terutama jika melibatkan Bomi atau keluarga gadis itu.

***

        Eun Ji yang masih duduk di ruang rapat, sedikit melakukan peregangan sebelum akhirnya membereskan sketsa gambar gaun rancangannya. Ia sudah duduk di sana selama hampir 3 jam. Melakukan rapat dengan semua tim kreatif. Namjoo tidak termasuk di sana karena ia adalah seorang model. Begitu juga dengan Peniel yang melakukan rapat khusus dengan para pimpinan di ruangan berbeda dengan Eun Ji.
        Eun Ji menjadi orang terakhir yang berada di ruangan tersebut. Namun saat ingin meninggalkan ruangan itu juga, terlihat Peniel memunculkan diri sambil menutup pintu di belakangnya. Salah satu tangan Peniel tampak menenteng sebuah tas karton berukuran cukup besar.
        “Baru aja gue mau ke luar,” ujar Eun Ji. Namun Peniel sudah lebih dulu menarik kursi untuk ia duduk. Dan tidak lupa Peniel juga menyuruh Eun Ji kembali duduk di tempatnya.
        “Udah jadi telepon Youngjae?”
        “Pulsa gue habis. Nggak keburu buat beli dulu tadi,” Eun Ji menjawab dengan sedikit kesal. “Lo kenapa maksa banget gini sih, Niel?”
        Peniel tidak langsung menjawab pertanyaan Eun Ji. Bingung harus memulai pembicaraan dari mana. Sesaat Peniel terlihat berusaha membuat dirinya lebih tenang dulu dengan cara menyandarkan pungungnya lebih dalam ke kursi. Namun hal tersebut justru berdampak terbalik pada Eun Ji. Gadis itu terlihat gusar karena reaksi Peniel.
        “Niel.. Peniel,” ujar Eun Ji memanggil pemuda itu. “Lo nyembunyiin sesuatu dari gue?” Eun Ji mencoba memancing Peniel agar menceritakan sesuatu.
        Peniel menegakkan badannya. Menatap lurus ke arah Eun Ji. Bahkan kini Peniel sampai sedikit mencondongkan badannya karena ia memiliki pembahasan yang sangat serius.
        “Gue kayak gini karena kita temenan udah lama, Ji.”
        “Ya terus, apa?” desak Eun Ji sedikit tidak sabar dengan sikap Peniel yang masih ingin menutup-nutupi. “Lo mau bahas tentang siapa?”
        Sesaat, Peniel melempar pandangan ke arah pintu. Khawatir jika ada seseorang mencuri dengar obrolannya dengan Eun Ji. “Lo udah aman sekarang. Tapi gue minta, lo jangan nemuin Gikwang dulu sebelum lo yakin hati lo buat Youngjae.”
        “Gue aja nggak tahu Youngjae masih suka sama Naeun atau nggak. Gimana perasaan dia juga gue nggak berani tanya-tanya. Dan lo tahu sendiri kan kejadian sebelum gue dan Youngjae nikah?”
        Peniel tampak mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. Terlihat tidak terlalu terpengaruh dengan kalimat Eun Ji tadi. Peniel memberikan sebuah kunci mobil pada Eun Ji. Bahkan sampai sedikit memaksa agar gadis itu menerimanya.
        “Sebelum rapat, gue ketemu Minhyuk.”
        “Minhyuk ke sini?” seru Eun Ji yang tentu saja terkejut karena merasa keberadaannya kembali terancam. Meningat ia tidak pernah tenang setiap ada Minhyuk di sekitarnya.
        “Itu kunci mobil milik Youngjae,” kata Peniel yang selalu tidak ingin membahas kalimat Eun Ji dan sengaja menghindarinya. Namun tepat saat Eun Ji memeriksa surat kendaraan tersebut atas nama Yoo Youngjae.
        “Kunci ini dari Minhyuk?”
        Peniel mengangguk cepat. “Waktu lo nemuin Youngjae babak belur di depan klub malam. Dia abis digebukin sama Minhyuk. Minhyuk bahkan yang bawa kabur mobil Youngjae malam itu juga.”
        Eun Ji merasakan hatinya mencelos. “Tapi Youngjae bilangnya dia abis berantem sama perampok yang mau mencuri mobil.” Ia memang sempat menanyai Youngjae perihal kejadian itu. Tapi nyatanya, Youngjae menyembunyikan kebenaran.
        “Ambil positifnya aja untuk masalah Youngjae nggak jujur itu. Karena adanya kejadian itu, Minhyuk akhirnya bisa ngelepasin lo.”
        Eun Ji masih berusaha menerima semua cerita Peniel yang jauh di luar dugaannya. “Ya tapi, kenapa harus Youngjae?”
        “Jadi, lo berharap yang ada di samping lo itu si Gikwang?” Ada nada meremehkan saat Peniel menyebut nama pemuda yang baru saja muncul kembali dikehidupan Eun Ji akhir-akhir ini. Namun Eun Ji hanya mampu menghela napasnya, kasar.
        “Gikwang justru mundur duluan saat tahu kalau Minhyuk berniat menghajar siapa aja yang berani ngehalangin dia buat deket sama lo. Atau lebih tepatnya, kepada pemuda yang berniat ngedeketin lo juga. Dan Youngjae justru nantangin Minhyuk. Padahal Youngjae nggak terlalu nguasain ilmu bela diri.”
        Eun Ji membekap mulutnya saat mendengar cerita Peniel yang tentu saja sangat ia percayai. Mata Eun Ji bahkan sudah mulai terlihat berkaca-kaca.
        “Dihari pernikahan lo, sebenarnya gue datang. Tapi memang udah cukup malam dan acara udah selesai. Gue juga nggak sengaja denger Gikwang ngobrol sama Youngjae. Ternyata mereka temenan dari kecil.”
        Peniel akhirnya bercerita tentang sebagian besar pembicaraan Gikwang dengan Youngjae. “Intinya, Youngjae nggak akan ngelepas lo buat Gikwang. Tapi sebaliknya. Dia justru ingin berusaha untuk bisa mencintai lo. Bahkan mungkin Youngjae akan berusaha agar lo bisa cinta sama dia juga.”
        Mendadak Eun Ji justru teringat semua kejadian yang ia alami bersama Youngjae akhir-akhir ini. Sudah beberapa kali Youngjae melepaskan Eun Ji dari gangguang Minhyuk. Yang terakhir bahkan benar-benar membuat Minhyuk sama sekali tidak memiliki celah untuk bisa mendekati Eun Ji setelah Youngjae menikahi gadis itu.
        “Gimana gue mau ngehindarin Gikwang kalau Gikwang aja juga terlibat di sini.” Eun Ji mengawasi Peniel melalui sudut matanya. Terlihat Peniel sedikit terkejut dengan ucapan Eun Ji. “Gikwang model yang dipromosiin sama CEO acara kita, kan?”
        “Gue sama sekali nggak tau kalau Gikwang…”
        “Kayak gitu aja lo nggak jujur ke gue,” ujar Eun Ji sebelum akhirnya ia berdiri tanpa bisa dicegah Peniel. Membuka pintu, namun langsung ia tutup kembali sebelum seluruh tubuhnya benar-benar sempat terjulur ke luar.
        “Kenapa, Ji?” Peniel menatap Eun Ji, khawatir.
        Eun Ji bersandar tepat pada daun pintu. “Sial. Ada Gikwang di depan,” desisnya.
        Tepat saat Eun Ji membuka pintu tadi, Gikwang memang sedang melintas. Namun pemuda itu sama sekali tidak menyadari keberadaan Eun Ji di dalam ruangan tersebut. Karena Gikwang hanya melintas menuju ruangan sebelah untuk menyusul Youngjae yang juga baru ke luar dari ruangan tersebut.

***

        Yongguk menutup pintu kamar Chorong dari luar karena G.Na sudah ingin pulang. Setelah jam kerjanya selesai, wanita itu menyempatkan diri menjenguk menantunya.
“Ibu pulang duluan ya, Yongguk. Himchan bilang Zelo masih di rumah. Oiya, kamu ada barang yang masih diperluin lagi nggak?”
        “Aku udah bilang Daehyun kok, Bu. Paling nanti malam dia nganterin sekalian dinas. Apa nggak minta dijemput Himchan atau Jongup?”
        “Nggak usah. Ibu bisa sendiri, kok. Jagain Chorong, ya.” G.Na menyempatkan diri memeluk putra sulungnya tersebut. Yongguk membalasnya dengan pelukan erat. Cukup lama karena Yongguk benar-benar merindukan pelukan itu.
        Setelah G.Na sudah melangkah semakin jauh, Yongguk kembali ke dalam. G.Na sendiri sudah sampai di pintu utama. Suasana yang cukup ramai, membuat seseorang tidak sengaja menabrak tubuh G.Na dari belakang.
        “Maaf, saya…”
        G.Na menatap tajam orang yang menabraknya itu. Seorang pria yang sudah dikenalnya sejak bertahun-tahun lalu. Doojoon. Pria itu juga tak kalah terkejutnya melihat keberadaan G.Na di sana.
        Doojoon ingin bicara berdua dengan G.Na. Tentu pertemuan kali ini tidak ingin ia sia-siakan. Namun G.Na tidak semudah itu untuk ditakhlukan. Doojoon tidak berhasil mengajak G.Na ke tempat yang lebih santai. Akhirnya mereka tetap di depan gedung rumah sakit, berbicara sambil berdiri dengan sedikit menepi agar tidak menghalangi orang berjalan.
        “Apa kabar? Kamu makin cantik.”
        Mendengar Doojoon berkata seperti itu, membuat G.Na tertawa mengejek. “Youngjae bahkan sebentar lagi punya anak. Jangan mempermalukan dirimu dengan berkata seperti itu.”
        “Mungkin seharusnya aku bicara seperti itu sekitar 27 tahun lalu?”
        G.Na hanya melirik sedikit. Tanpa melihat Doojoon yang berdiri di sampingnya secara utuh. 27 tahun lalu. Itu waktu di mana G.Na dan Doojoon akhirnya benar-benar berpisah dan G.Na menikah dengan Hyunseung.
        “Aku ganti topik pembicaraan kita. Anak kamu selain Youngjae, sudah ada yang menikah? Yongguk mungkin?”
        G.Na mengangguk. Setidaknya Doojoon tidak membuat mereka terjebak di suasana tidak enak lebih lama lagi. “Iya Yongguk menikah beberapa minggu sebelum Youngjae. Dan baru Yongguk serta Youngjae yang sudah menikah.”
        “Oh.. Lalu, Himchan tidak ingin cepat-cepat menyusul?”
        “Do’akan saja. Himchan udah melamar seseorang.”
        “Memang baiknya gitu. Jangan sampai mereka terlalu lama berpacaran. Seperti Youngjae dan Eun Ji. Ternyata mereka sama sekali tidak pacaran selama ini.”
        “Nggak.” G.Na sempat menggeleng. “Himchan sama cewek ini juga nggak pacaran. Aku juga sedikit kaget sebenernya pas Himchan minta ijin ingin melamar.”
        Tanpa sadar, G.Na dan Doojoon mulai bergerak meninggalkan tempat tadi. Mereka bahkan sama sekali tidak menyadari jika ternyata Yongguk menyusul G.Na. Berniat mengembalikan ponsel Ibunya yang tertinggal di kamar rawat Chorong. Dan beruntung, Yongguk sempat mendengar pembicaran G.Na dengan Doojoon tadi.
Yongguk teringat Jongup. Ia lalu menelepon adiknya itu. Ada informasi sepenting itu, Yongguk menjadi orang terakhir yang tahu. Beberapa hari ini Yongguk memang sibuk menemani Chorong di rumah sakit. Jadi, wajar saja jika ia sedikit tertinggal berita.
        Sementara di rumah, Jongup masih berada di ruang televisi saat Yongguk meneleponnya. Jongup sempat mengawasi Himchan, Daehyun dan Zelo sesaat. Namun kecurigaan terbesarnya adalah pada Himchan. Firasatnya mengatakan memang ada sesuatu yang terjadi pada salah satu kakaknya tersebut. Agar bisa lebih leluasa berbicara, Jongup lebih memilih ke luar rumah tanpa ingin menimbulkan kecurigaan.
        “Iya, Mas. Ada apa?”
        “Kamu lagi sama Himchan atau Daehyun?” tanya Yongguk. Ia sendiri juga tidak langsung kembali ke kamar Chorong karena ingin bicara penting dengan Jongup.
        “Semua ada di rumah, tapi ini aku sengaja ke luar. Kayaknya ada yang terjadi ya, Mas? Ada apaan, sih?” Jongup langsung mencecar Yongguk tanpa ingin berlama-lama lagi. Tatapannya juga mengawasi pintu, takut ada yang mencuri dengar pembicaraannya.
        “Himchan ngelamar cewek. Kamu tau nggak siapa orangnya?”
        Reaksi wajah Jongup berubah cerah. Sebuah teka-teki besar telah terungkap. Jongup tersenyum penuh arti. Dalam hati ia menertawai Himchan. Kakaknya yang satu itu tidak bisa menyembunyikan hal besar dari dirinya. Terutama yang berkaitan dengan Bomi juga.

***

        Kak, kakak baik-baik aja, kan? Papa nyangkain kakak hilang. Papa sampe nyuruh orang buar nyari kakak. Tapi kayaknya nggak jadi, soalnya Mas Youngjae ngelarang. –Ilhoon-

        Eun Ji langsung menyimpan kembali ponselnya saat merasakan kehadiran Namjoo yang tadi sedang berganti pakaian. Tanpa perlu menunggu perintah, Eun Ji sontak bangkit dan menghampiri Namjoo yang sudah berdiri di depan cermin besar. Memperhatikan gaun panjang yang kini membalut tubuhnya.
        “Syukur deh badan gue belom terlalu banyak perubahan,” gumam Namjoo. Eun Ji juga ikut tenang mendengarnya.
        Tidak lama kemudian, terdengar seseorang mengetuk pintu kamar yang dihuni Namjoo dan Eun Ji. Eun Ji yang berinisiatif membukakan pintu. Tampak Peniel berdiri di balik pintu. Cowok itu tampak berusaha mengintip ke dalam setelah Eun Ji sedikit menyingkir agar Peniel bisa dengan leluasa melihat keberadaan Namjoo. Peniel terlihat tersenyum puas melihat penampilan Namjoo.
        “Lima menit lagi kalian udah bisa turun, kan?” Peniel bertanya, dan setelah melihat anggukan dari dua cewek tadi, ia melanjutkan, “Gue tunggu di lokasi, ya.” Peniel berbalik, tapi dia tidak melangkah pergi. Ada sesuatu yang menarik perhatiannya di depan sana.
        Namjoo yang menyadari keanehan reaksi Peniel, menyenggol lengan Eun Ji sebagai kode agar Eun Ji mengikuti arah pandangannya. Dan karena penasaran, Eun Ji melangkah mendekati Peniel.
        “Elu kena.. pa..?” ucapan Eun Ji mendadak terbata karena melihat seseorang yang tadi menyita perhatian Peniel. Youngjae di sana, dan tepat sedang menunjuk Eun Ji seperti sedang memberi tahu sesuatu miliknya yang berharga.
        Setelah itu, terdengar bisik-bisik diantara orang-orang di sana. Bahkan beberapa secara terang-terangan menatap Eun Ji membuat cewek itu sukses membeku dengan tatapan lurus mengarah pada Youngjae. Sementara Namjoo masih berdiri di ambang pintu dan hanya diam setelah mengerti kondisi yang terjadi.

***

        “Berhenti di taman biasa ya, Jong.”
        Jongup yang berkonsentrasi mengendarai sepeda motornya, hanya mengangguk menuruti permintaan Bomi yang duduk di belakangnya. Lalu tidak lama, pemuda itu menghentikan motor di depan sebuah taman. Bomi langsung melompat turun. Setelah menyerahnya helmnya pada Jongup, gadis itu segera melesat ke dalam taman dan duduk di sebuah  ayunan yang kosong.
        Tidak lama jongup tampak menyusul. Duduk di ayunan sebelah Bomi tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. Hampir setengah jam mereka saling diam. Sampai akhirnya Bomi tampak berdiri, berjalan pergi. Membiarkan Jongup menyusul dengan sendirinya. Jongup bahkan sedikit mempercepat langkah mendahului Bomi.
        Bomi menerima helm yang diberikan Jongup sambil berkata, “kita langsung pulang aja.”
        Jongup yang hendak memakai helm sampai menghentikan kegiatannya mendengar Bomi berkata seperti tadi. Jongup menoleh tegas. “Mba harus pesan baju pernikahan, kan?”
        Bomi menggeleng pelan sambil naik ke atas motor Jongup. “Aku pinjem baju Eun Ji aja.”
        Jongup terdengar menghela napas sambil menggeleng pelan. Ia tidak akan bisa memaksa jika Bomi dalam suasana seperti ini. Menatap wajah Bomi dari dalam kaca spion, Jongup mendapati raut datar wajah gadis itu.

***

        “Selamat beristirahat, Pak, Bu.”
        Youngjae dan Eun Ji mengangguk kompak membalas sapaan dari orang-orang sebelum mereka masuk ke dalam kamar. Keduanya masuk ke dalam kamar yang sama. Kamar itu sebenarnya ditempati Eun Ji bersama Namjoo. Tapi karena pertemuan tak terduga antara Eun Ji dan Youngjae tadi, tentu tidak mungkin mereka tinggal terpisah karena semua orang tahu jika keduanya telah menikah.
        Eun Ji masuk terlebih dulu, disusul dengan Youngjae beberapa saat kemudian sambil menutup pintu kamar. Eun Ji yang masih berada di sana, membalikkan badan dengan tatapan yang sulit diartikan.
        “Kenapa bisa lu di sini juga?” Eun Ji mendesis pelan.
        Youngjae tersenyum meremehkan.
        “Dan kenapa lu ngikutin gue ke sini?” lanjut Eun Ji lagi.
        “Istriku tercinta, ini acara milik gue. Dan harusnya gue yang tanya ke elu. Kenapa elu ada di sini tanpa sepengetahuan gue? Kenapa nggak minta ijin ke gue? Apa lu pikir gue nggak akan ngijinin elu?” Youngjae menyerang dengan beberapa pertanyaan sekaligus.
        Eun Ji yang memang merasa bersalah, hanya tertunduk tanpa berani menatap Youngjae.
        “Setelah kejadian ini, apa kata mereka kalau kita tinggal di kamar yang terpisah? Atau memang lu maunya begitu?” Youngjae bertanya lagi, namun Eun Ji tetap diam. “Lagi pula, gue memang harus ngawasin lu dengan ketat. Jadi, nggak mungkin kita pisah kamar.”
        Eun Ji akhirnya mendongak karena merasa ada yang janggal dengan perkataan dan nada bicara Youngjae. “Untuk apa?”
        “Bokap lu nyangkain lu kabur. Dia mau yuruh orang untuk nyari lu, tapi untungnya om Junhyung malah telpon gue dan ngasih tau niatnya.”
        Eun Ji meremas kedua tangannya sendiri. Terlihat khawatir dengan sikap ayahnya yang memang selalu di luar dugaan.
        “Tapi lu tenang aja. Gue udah bilang ke bokap lu kalau lu ada sama gue di sini.”
        Belum sempat Eun Ji bereaksi apapun, pintu di belakang Youngjae terlanjur terbuka dengan sedikit keras. Youngjae yang memang belum beranjak dari sana tidak bisa menghindar lagi saat daun pintu menubruk punggungnya.
        “Akh!” Youngjae menjerit cukup keras. Tubuhnya juga sampai terhuyung ke depan. Jatuh tepat ke hadapan Eun Ji yang bisa dengan sigap menahan berat tubuh Youngjae.
        “Aduh, Youngjae maaf.” Namjoo yang merasa bersalah karena itu tadi memang perbuatannya, bergegas menghampiri Youngjae. “Lu nggak pa-pa?” Namjoo bertanya dengan nada cukup khawatir.
        Youngjae yang sudah kembali menegakkan badan, mengangguk untuk memastikan. “Nggak pa-pa, kok.” Tapi sesekali Youngjae tampak berusaha mengusap punggungnya yang tertubruk daun pintu.
        Namjoo tersenyum tipis saat menyadari tangan Eun Ji juga ikut mengusap punggung pria itu. “Hmm, Jae.”
        “Iya,” sahut Youngjae.
        “Kayaknya kita harus tukeran kamar.” Namjoo terliat mengulurkan tangan dengan posisi telapak berada di atas. “Mana kunci kamar lu?”

***

        Siang itu, Naeun sedang berada di rumah Bomi. Ia bahkan sengaja membawa beberapa majalah fashion untuk membantu Bomi memilihkan gaun pengantin gadis itu nanti.
“Kamu tinggal pilih aja modelnya, nanti kalau Eun Ji balik, dia yang akan urus semuanya. Kamu tenang aja,” kata Naeun yang masih sibuk melihat-lihat isi majalah. Ia bahkan tidak mempedulikan Bomi mendengar semua ucapannya atau tidak. “Nggak mungkin Eun Ji nggak mau bantu, apalagi nanti kalian bakal jadi keluarga juga.” Naeun buru-buru membekap mulutnya sendiri. Sadar jika ia bisa saja mengacaukan semuanya. Saat melirik Bomi, ia mendapati gadis itu sedang menatap hampa ke luar jendela rumah yang tepat menghadap ke rumah Himchan.
Tepat saat itu pula, Daehyun tampak memunculkan diri dari balik pintu tanpa menunggu ijin sang pemilik rumah terlebih dulu. Ia masuk dan langsung mengambil tempat tepat di samping Naeun.
        Daehyun meletakkan kantung berisi camilan di atas meja. “Udah nemu model yang pas?” tanyanya sambil ikut melihat apa yang sedang menarik perhatian kekasihnya itu. Daehyun bahkan dengan sengaja melingkarkan tangannya ke pinggang Naeun.
        Naeun melirik Daehyun dengan tatapan frustasi. “Aku dari tadi dicuekin sama Bomi.”
        Bersama-sama, Daehyun dan Naeun melirik ke tempat Bomi berada. Tepat ketika Bomi menegakkan badannya dan menajamkan tatapan seolah ada yang menarik perhatiannya. “Jongup bawa barang, kayak undangan. Kalian mau nikah?” Bomi bertanya sambil membalikkan badan. Menatap tegas sepasang kekasih dihadapannya. Menuntut jawaban pada Daehyun dan Naeun.
        Dengan kompak Daehyun dan Naeun menggelengkan kepala mereka tanpa harus saling memberikan pertanda. Melihat itu, Bomi menghela napas. Terlalu sesak untuk menebak-nebak. Jika memang ada yang ingin menikah, bisa dipastikan itu bukan Jongup. Pemuda itu bahkan belum lulus SMA. Jika Daehyun saja menyangkal kalau ia akan menikah dengan Naeun, jelas bisa dipastikan itu milik Himchan.
        “Gue tinggal mandi sebentar ya, kalian di sini dulu nggak-pa pa, kan? Dan untuk masalah gaun, gue percayain ke Eun Ji aja semuanya.” Bomi beranjak dari tempatnya berada tadi. Tepat bersamaan, Daehyun berdiri.
        “Bomi,” panggil Daehyun. Bomi menghentikan langkah. Buru-buru Daehyun mendekati Bomi, menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Naeun menatap ke duanya, tidak sama sekali terlihat cemburu karana ia tahu Bomi sudah seperti saudara perempuan untuk Daehyun.
        Sedetik kemudian Naeun berdiri. Daehyun sontak mengulurkan satu tangannya untuk Naeun. Pemuda itu juga menarik Naeun ke dalam pelukannya. Merasa Naeun ikut memeluknya, Bomi semakin mengeratkan pelukan pada Daehyun. Bomi bahkan sudah tidak kuat untuk menahan air matanya untuk tidak menetes. Sementara Naeun melingkarkan tangannya ke pinggang Bomi dan menyandarkan kepalanya ke pundak Bomi. Daehyunpun tersenyum sambil mengecup kilas puncak kepala Naeun.
        “Bomi pasti akan menjadi pengantin yang sangat berbahagia di hari pernikahannya.”
        Mendengar ucapan Naeun, membuat air mata Bomi semakin deras mengalir. “Gue cuma mau Mas Himchan. Daehyun tolongin gue. Gue gak mau nikah kecuali sama Himchan!” Bomi yang sudah tidak kuat menahan sesak, tanpa sadar memukuli pinggang Daehyun dengan tangannya yang tidak bertenaga.
        “Gue nggak bisa bantu lu. Gue cuma mau bahagia. Dan kebahagiaan lu akan segera terwujud,” ucap Daehyun dengan suara pelan. Terdengar ada beban dari nada suara Daehyun. “Percaya sama gue, lu akan bahagia bersama orang pilihan bokap lu.”
        Tangisan Bomi terdengar semakin pilu. Naeun bahkan sampai ikut menangis dan dia hanya bisa mengusap-usap punggung Bomi untuk menenangkan gadis itu.

***