Author :
N-Annisa [@nniissaa11]
Cast :
·
Son Chaeyoung
·
Adachi Yuto
·
Kang Hyunggu (Kino)
·
Jung Wooseok
·
Lee Hangyul
·
and other
Genre :
School Life, Romance, Drama
***
Kino berjalan memimpin menuju area
belakang sekolah. Sementara itu tampak Yuto mengekori Kino dengan tetesan darah
yang seolah membentuk jejak langkah mereka. Kino masih berdiri di depan danau
buatan, sementara Yuto duduk di salah satu kursi taman yang kosong.
“Yang ditakutkan akhirnya terjadi.”
“Tapi aku tidak takut.”
Kino menoleh cepat, memberikan
tatapan membunuh pada Yuto. “Kau tidak memikirkan posisi Chaeyoung?”
“Aku akan melindunginya.” Yuto
berkata dengan tatapan lurus ke depan.
“Dengan apa?” Kino sampai berbalik
dan berdiri di dekat Yuto.
Yuto mendongak dengan tatapan tak
kalah tajam. Suasana hatinya sedangan sangat buruk. “Kalau kalian tidak ingin
membantuku, aku yang akan melindunginya sendirian.
Kino menghela napas, mengalah.
Kemudian duduk di sebelah Yuto.
“Dua minggu lagi Yayasan mengadakan
acara, pertemuan para petinggi. Ku dengar mereka akan memesan makanan dari
restoran Chaeyoung. Mereka pasti akan membawa anak dan istri. Berarti ayahmu
dan Mina juga akan datang.”
“Aku tahu.”
Lagi-lagi, Yuto membuat Kino menoleh
cepat padanya. “Bagaimana kau…”
“Aku juga akan datang.” Yuto ikut
menoleh dengan tatapan jahil. “Kalau ku ajak Chaeyoung, mau taruhan apa yang
akan Mina lakukan?”
Kino mengalihkan tatapan lagi ke arah
lain sambil berfikir. Dari mana Yuto mengetahui berita tersebut? “Sudahlah, aku
tidak ada rencana menjadi gila dalam waktu dekat.”
Yuto terkekeh beberapa saat. Sampai
akhirnya keheningan yang menguasai mereka.
“Apa Mina tahu tentang dirimu?”
tanya Kino memecah keheningan.
Yuto mengangkat bahunya, enggan.
“Entahlah. Toh aku juga tidak terlalu peduli.”
Kino hanya mengangguk menanggapi
jawaban Yuto. Lalu tidak lama kemudian terdengar langkah kaki menginjak daun
kering yang berserakan di tanah. Suara itu semakin mendekat ke arah dua pemuda
ini berada.
“Sunbae kau…”
Kino menoleh lalu berdiri, dengan
lirikan mata ia menyuruh Chaeyoung untuk duduk di kursi yang ia tempati tadi.
Kemudian Kino memilih berdiri di samping Wooseok yang tampak mengulurkan kotak
P3K saat Chaeyoung perlahan duduk di samping Yuto yang sama sekali tidak
melirik bahkan ketika gadis itu datang.
Chaeyoung meremas kotak P3K yang
kini ada dipangkuannya. “Apa yang kau lakukan…?”
Tanpa menunggu Chaeyoung
menyelesaikan kalimatnya, Yuto sudah lebih dulu menoleh. “Hanya sedikit
perlawanan.” Ekspresi wajahnya seakan tidak terjadi apa-apa.
Sesaat, Chaeyoung sibuk dengan isi
kotak ditangannya. Ia membasahi kapas dengan antiseptic, lalu sebelah tangannya
terulur menarik tangan Yuto dan mulai membersihkan lukanya. “Sunbae, hentikan semua ini. Jangan
membuatku khawatir.”
Kino dan Wooseok saling sikut,
menertawai ucapan Chaeyoung tanpa diketahui gadis itu karena posisi Chaeyoung
yang memunggungi mereka. Yuto sendiri mengalihkan pandangannya ke arah lain
untuk menyembunyikan ekspresi wajahnya yang terasa panas. Tetap membiarkan
Chaeyoung mengobati lukanya.
Chaeyoung sudah siap dengan sebuah
gunting di tangannya. “Aku tau apa yang kalian lakukan.” Gadis itu mengarahkan
mata gunting pada dua pemuda di belakangnya tanpa harus susah payah membalikkan
badan.
Dengan satu gerakan, Chaeyoung
mengingkat kain kassa yang ia lilitkan di tangan Yuto. Begitu selesai, ia
langsung membereskan kotak P3K di pangkuannya. Chaeyoung berdiri dan langsung
berbalik dengan tangan yang memegang kotak mengarah pada Wooseok. Karena tadi
ia juga mendapatkan benda itu dari Wooseok. Tanpa berkata apa-apa, Wooseok
menerima kotak yang diberikan Chaeyoung. Lalu kemudian gadis itu berbalik ke
arah lain dan langsung melangkahkan kaki meninggalkan taman, tepat ketika bel
masuk berdentang. Meninggalkan tiga pemuda tadi yang tidak langsung bergegas
pergi.
Yuto juga terlihat berdiri sambil
memegang tangannya yang sudah terbalut rapih. Mensejajarkan posisi badannya
dengan Kino dan Wooseok. Wooseok merangkul Kino dengan tangan yang masih
memegang kotak P3K. “Adik kecilku tampak sexy
sekali saat sedang seperti itu.”
Mendengar itu, Yuto tersenyum simpul
sambil menatap perban di tangannya. Sementara Kino tampak terkekeh dengan
pernyataan Wooseok.
***
Sore itu, tidak lama setelah bel
berbunyi, Yuto segera membereskan perlengkapan sekolahnya sambil sesekali
menolak bantuan beberapa teman sekelasnya—terutama siswi perempuan—karena
tangannya yang terluka jelas membuat ruang geraknya terbatas.
Kino menyambar ranselnya sambil
berdiri dan berjalan meninggalkan kursinya. “Sudahlah, dia masih memiliki
tangan.”
Yuto menunduk sambil tersenyum
tipis. Entah kenapa suasana menjadi berubah setelah ia membuat keributan di
koridor sekolah. Mungkin ia harus memeriksa tempat itu lagi setelah ini.
Setelah selesai, Yuto langsung menyampirkan ransel ke punggungnya dan menyusul
Kino meninggalkan kelas. Suasana koridor sedikit ramai membuat Yuto sesekali
berhenti dan mencari celah. Belum lagi tubuh tingginya memungkinkan ia bisa
melihat Chaeyoung yang sudah menuruni tangga. Namun setelah anak tangga
terakhir, Yuto berbelok dan berhenti sesaat. Madding sekolah yang ia hancurkan
sudah tampak kembali rapih meski tidak terlindungi kaca untuk bagian konten ‘siswa
yang tidak boleh disentuh’. Namun poster yang ia robek tadi pagi sudah diganti
dengan yang baru beserta dengan isinya. Hanya ada 6 nama, tidak termasuk nama
milik ‘Adachi Yuto’.
Tanpa ingin berlama-lama, Yuto
langsung bergegas meninggalkan tempat itu. Ia ingin mengejar Chaeyoung yang
sudah hampir sampai di gerbang sekolah. Yuto merogok saku celananya dan
menemukan sebutir permen di sana dan langsung ia arahkan pada Chaeyoung. Namun
meleset, lemparannya terlalu jauh hingga mengenai seseorang yang berdiri tidak
jauh di depan Chaeyoung.
“Yak!” Orang tersebut memekik sambil
memegangi bagian belakang kepalanya dan berbalik.
Chaeyoung yang melihat kejadian itu
juga ikut berbalik, memastikan siapa pelaku pelemparan permen pada sosok
Hwiyoung tersebut. Pemuda di sebelah Hwiyoung—Taeeunpun itu berbalik. Yuto
mempercepat langkah untuk mempertanggung jawabkan kelakuannya.
“Maaf.” Yuto beberapa kali menunduk
dalam. Ia memungut permen yang jatuh tidak jauh dari kaki Chaeyoung. “Aku ingin
melemparnya pada Chaeyoung.”
Hwiyoung sudah mengangkat tangannya
yang terkepal. “Berani-beraninya kau ingin mencelakai Chaeyoung.”
“Hwiyoung hentikan!” pekik
Chaeyoung, dibantu dengan Taeeun yang menahan tubuh Hwiyoung. “Dia tidak
mungkin ingin mencelakaiku.” Dengan gerakan mata, Chaeyoung memberi isyarat
pada Taeeun untuk membawa Hwiyoung pergi dari sana. Ia tidak ingin ada banyak
pasang mata memperhatikan mereka lebih lama.
Diam-diam, Yuto memasukan lagi
permen itu pada saku celananya. Lalu ganti ia keluarkan kunci mobil dari saku
yang sama dan ia ayunkan tepat di depan wajah Chaeyoung. Sementara ekor matanya
mendapati Mina beserta Jihyo tidak jauh dari sana.
Chaeyoung menatap kunci itu dan Yuto
bergantian. “Apa maksud…”
“Kau!” Pekik Yuto sedikit keras.
Sengaja untuk mencari perhatian, terutama Mina yang bisa dipastikan langsung
menoleh. “Jangan coba-coba lari lagi dariku. Aku melihatmu menyenggol kaca
spion mobilku hingga rusak.”
Jelas saja Chaeyoung melebarkan
mata, karena tuduhan Yuto itu semuanya bohong. “Aku tidak…” Chaeyoung
menggantungkan kalimatnya karena tangan Yuto yang lebih dulu menggenggam
pergelangan tangannya.
“Kau harus bertanggung jawab. Ayo
ikut aku.”
Chaeyoung nyaris tidak bisa
mengimbangi berat badannya karena tarikan kuat dari Yuto. Sepintas mata gadis
itu menemukan Kino dan Wooseok tersenyum jahil padanya. Buru-buru Chaeyoung
menunduk, membiarkan rambut panjangnya menutupi sebagian wajahnya. Yuto
menariknya sampai ke area parkiran. Mina juga tidak jauh dari sana, memang
karena ia juga membawa kendaran ke sekolah.
Terlihat kaca spion bagian pintu
pengemudi yang retak. Yuto kembali mengayunkan kunci mobil ke hadapan Chaeyoung
yang sedang fokus memperhatikan retakan kaca spion mobil Yuto.
“Astaga, Yuto!” Suara keras Mina
terdengar memekik. Gadis itu bahkan menubruk pundak Chaeyoung hingga Chaeyoung
bergeser dari posisi sebelumnya. “Ada apa dengan mobilmu? Biar aku panggilkan
montir. Kau bisa pulang bersamaku. Lagi pula kita tinggal di apartmen yang
sama, kan?”
Yuto seakan sudah memblokir semua kalimat
Mina dari telinganya. Yang pemuda itu lakukan adalah membuka pintu pengemudi
dan menarik Chaeyoung untuk masuk ke dalam. Tidak lupa ia juga melempar kuncil
mobilnya ke paha Chaeyoung yang sudah duduk di dalam kursi.
Pemuda itu menegakkan badan. Kembali,
beberapa pasang mata memperhatikan mereka. Nampaknya mulai sekarang apapun yang
ia lakukan, akan menjadi sorotan di sekolah itu. Yuto menoleh ke tempat Mina
berdiri. “Kau pikir aku sudi naik ke mobil jelekmu?” Dengan satu gerakan kasar,
Yuto menutup pintu mobil tempat Chaeyoung berada dan memutar mobil untuk masuk
ke dalam mobil, duduk di kursi penumpang sebelah Chaeyoung. Meninggalkan Mina
dengan wajah merah padamnya karena menahan malu.
Tanpa menunggu perintah dari Yuto,
Chaeyoung memutar kunci untuk menghidupkan mesin. Ini bukan saatnya untuk
bertanya. Jika posisinya sudah seperti ini, jelas yang bisa gadis itu lakukan
adalah meninggalkan area sekolah dengan mengendarai mobil milik Yuto. Mencoba
tidak mengkhawatirkan apa yang akan terjadi setelah ini. Chaeyoung mengarahkan
mobil menuju tempat tinggalnya dan Yuto yang memang berdekatan sambil melirik
ke tempat Yuto yang saat ini seperti menghindari tatapan dengan Chaeyoung dan
hanya memandang ke luar jendela di sebelahnya.
“Ada tempat yang ingin kau
kunjungi?” Chaeyoung mencoba memecah keheningan. Ini bukan pertama kalinya
Chaeyoung melihat suasana hati Yuto memburuk tiap kali mereka berurusan dengan
Mina.
Yuto tidak menjawab ataupun menoleh.
Pemuda itu kini justru terlihat mengeluarkan ponselnya dan memeriksa sesuatu di
sana. Ia kemudian membuka fitur notes
dan menunjukkan deretan sebuah alamat yang tertulis di sana. Chaeyoung hanya
melihatnya sekilas dan memperkirakan lokasi yang harus ia tuju stelah ini.
“Itu tidak terlalu jauh dari rumah
Yukyung. Untuk hari ini aku akan mengantarmu.” Gadis itu berkata sambil
menginjak dalam-dalam pedal rem karena lampu lalu lintas di persimpangan sudah
menunjukkan warna merah.
Kali ini giliran Yuto menatap
Chaeyoung beberapa saat, kemudian kembali menunduk sedikit untuk melihat tangan
kanannya yang masih terbalut perban. “Apa tidak ada yang ingin kau tanyakan
padaku?”
“Ada. Tapi aku tidak tahu apakah aku
berhak menanyakan hal itu,” kata Chaeyoung cepat begitu Yuto menyelesaikan
kalimatnya.
Kembali suasana hening menguasai
mereka.
Chaeyoung kembali menginjak pedal
gas ketika lampu lalu lintas sudah berubah warna menjadi hijau. Berbelok ke
kanan setelah persimpangan. Dan terlihat tidak terlalu sulit untuk Chaeyoung
menemukan alamat yang dimaksud Yuto. Mereka melintasi toko perlengkapan
olahraga milik Taewoong, tempat Chaeyoung dan Yuto pernah bertemu tanpa
disengaja. Chaeyoung sempat memergoki Yuto menatap tulisan di depan toko itu,
cukup lama.
“Ada yang kau perlukan di sana?”
“Tidak.” Kali ini giliran Yuto yang
merespon pertanyaan Yuto dengan cepat. “Kau tau sesuatu dengan pria yang kita
temui di toko itu? Benarkah koki di restoranmu itu ibunya?”
“Iya benar.” Chaeyoung terus
menelusuri jalan dengan kecepatan rendah. “Tapi aneh rasanya seorang Taewoong Oppa menceritakan hal itu pada orang
asing.”
“Aneh? Aku bahkan tidak merasa dia
seperti apa yang kau ceritakan.” Pemuda itu memberi jeda sesaat sebelum
melanjutkan kalimatnya. “Rasanya seperti bukan pertama kali bertemu.”
Chaeyoung mengangguk, mengalah. “Mungkin
dia hanya ingin ramah pada pelanggan.”
Setelah beberapa menit, Chaeyoung
menghentikan mobilnya di depan kios yang tutup. Tidak lupa gadis itu juga
mematikan mesin mobil. Tanpa berkata apa-apa, gadis itu keluar dari mobil, dan
Yuto menyusul kemudian. Chaeyoung melempar kunci mobil ke arah Yuto yang bisa
dengan mudah ditangkap pemuda itu meski hanya dengan satu tangan.
“Alamat itu tidak jauh dari sini.
Kau bisa cari sendiri, kan? Aku akan menunggu di minimarket depan sana.”
Chaeyoung menunjuk sebuah minimarket di seberang mereka hingga Yuto memutar
badan untuk memastikan apa yang Chaeyoung tunjukkan.
Yuto mengangguk, menyetujui. “Nanti
aku menyusul,” ujarnya kemudian mulai melangkah ke arah yang berlawanan dengan
Chaeyoung.
***
Sekitar setengah jam lalu. Ketika
Chaeyoung baru saja melintasi gerbang sekolah dengan mengendarai mobil Yuto.
Pemandangan yang sangat mencolok. Hampir semua pasang mata melihat kejadian
itu. Termasuk di sana Yuqi dan Yukyung yang sedang berjalan keluar dari gerbang
sekolah.
Yukyung tidak bisa melepaskan
pandangan pada bagian belakang mobil Yuto yang semakin menjauh. “Itu
Chaeyoung?” Saat dilihatnya Yuqi sudah berjalan menjauh, Yukyung segera melesat
mengejar temannya itu. “Kau lihat itu? Benar ‘kan, itu Chaeyoung?”
Yuqi tetap berjalan seakan tidak
peduli. “Katakan pada Chaeyoung untuk berhenti mencari masalah jika tidak ingin
kejadian itu terulang kembali. Cukup tadi ia dibawa pergi oleh Wooseok sunbae.”
“Oh, itu karena Yuto sunbae terluka. Wooseok Oppa membawa Chaeyoung untuk mengobati
lukanya.”
Yuqi menoleh cepat, sedikit kesal
karena melihat eskpresi Yukyung yang seakan tidak khawatir sama sekali. Apa Kino Oppa juga ada di sana? Yuqi
membatin.
“Kino sunbae juga ada di sana. Dia yang menghubungi Wooseok oppa,” kata Yukyung seakan bisa
mendengar isi pikiran Yuqi. Namun Yukyung memperlambat langkahnya membuat Yuqi
yang menyadari hal itu berbalik dan mendapati Yukyung bahkan sudah berhenti.
“Kenapa?”
Yukyung mendongak dengan wajah
memerah dan mata yang berkaca-kaca. “Kau yang kenapa? Kenapa aku merasa
Chaeyoung selalu salah dimatamu? Apa dia melakukan kesalahan padamu?”
“Kau, tahu?” Yuqi melangkah perlahan
mendekat ke tempat Yukyung berdiri. “Kita sudah memperingatkan untuk hati-hati?
Kau pikir kejadian mengerikan itu salah siapa? Itu salah dia sendiri? Dan kau
pikir aku senang melihat Kino oppa
lebih perhatian padanya?”
“Bukankah Yugyeom sunbae meminta nomor ponsel Chaeyoung
melaluimu? Dan untuk masalah Kino sunbae,
dia menganggap Chaeyoung adiknya karena mereka kenal sejak kecil. Kino sunbae anak tunggal di keluarganya.”
“Kau tidak tahu apapun tentang
Chaeyoung.” Yuqi berbicara dengan suara keras.
“Kau juga tidak tau apa-apa tentang
Chaeyoung!” Yukyung memekik tidak kalah keras hingga membuat beberapa siswa di
sana menengok ke tempat mereka berdiri. Yukyung sibuk menyeka air matanya yang
sudah tidak bisa tebendung.
Yuqi sama sekali tidak melepas
tatapannya pada Yukyung dengen sorot kekesalan. Tangannya mengepal erat.
Matanya juga terlihat berkaca-kaca, namun masih bisa ia tahan. Yuqi berbalik
seiring suara deru mesin motor mendekat ke tempat mereka. Yuqi menghampiri
pengendara motor itu yang memang telah ia tunggu. Tanpa berpamitan, Yuqi naik
ke tas boncengan motor yang dikendarai seorang pemuda—yang diketahui Yukyung
adalah salah satu siswa di kelas Wooseok—bernama Kang Yoochan.
Yukyung masih berdiri di sana ketika
motor itu membawa Yuqi pergi. Yukyung menghela napas, mencoba menenangkan diri.
Sampai ia merasakan sebuah tangan besar mendarat diatas kepalanya dan mengelus
rambutnya. Tanpa harus menoleh, Yukyung tahu siapa pemilik tangan hangat
tersebut. Yukyung kembali menangis, membiarkan tubuhnya direngkuh ke dalam dada
bidang milik Wooseok.
Wooseok menoleh karena ada seseorang
menepuk pundaknya. Tempat Kino berdiri. Sejak beberapa menit lalu mereka memang
berada di sana. Bahkan Kino dan Yuqi sempat saling melempar tatapan sampai
gadis itu di bawa pergi oleh Yoochan. Cukup dengan satu tepukan, Wooseok sudah
mengerti, Kino berpamitan dan meninggalkan mereka berdua.
***
Yuto memunculkan diri dari dalam
sebuah gang dengan jalanan yang beraspal dan menanjak. Ia berhenti sesaat
sebelum menyeberang untuk memastikan tidak ada kendaraan yang melintas. Sambil
memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana, Yuto melangkah sampai tiba di
depan sebuah minimarket tempat Chaeyoung menunggu. Gadis itu duduk di sebuah
kursi tinggi yang menghadap pada dinding kaca hingga membuat Yuto bisa jelas
melihatnya. Chaeyoung sedang membaca sebuah buku dengan memakai kaca mata dan
rambut yang ia ikat satu ke atas.
Seseorang duduk di kursi, tepat di
sebelah Chaeyoung. Perlahan tangan itu terulur menuju gelas kertas berisi kopi latte milik Chaeyoung. Gadis itu sontak
menoleh dan membuat orang tersebut terkekeh.
“Aku kira kau tidak akan
menyadarinya.”
Chaeyoung tersenyum tipis mendapati
orang tersebut adalah Yuto. “Sudah bertemu dengan orang yang kau cari?”
Yuto menggeleng sambil menyeruput
kopi latte yang masih berada pada
jangkauan tangannya. Tidak peduli jika minuman itu adalah milik Chaeyoung.
“Mereka sudah lama pindah dari sana.”
“Kau mencari siapa? Teman lama atau
keluarga?”
“Kakak dan ibuku.” Yuto menoleh dan
menatap mata Chaeyoung.
Dari balik lensa bening itu, Chaeyoung bisa melihat sebuah kesedihan
pada pemuda itu. Mendadak membuatnya teringat dengan kedua orang tuanya yang
sudah tiada. “Siapa nama kakakmu? Aku akan bantu carikan.”
Yuto masih menatap ke dalam mata
Chaeyoung cukup lama. Lalu tersenyum penuh arti yang tidak dimengerti
Chaeyoung. “Kakakku pasti sudah mengganti nama dan kewarganegaraannya.”
“Ah,” Chaeyoung membuka mulut.
Teringat sesuatu tentang Yuto. “Kau datang dari Jepang, kan?” tanyanya
memastikan ia tidak salah ingat.
Yuto mengangguk membenarkan
pertanyaan Chaeyoung. “Tapi ibuku orang Korea. Kakakku yang di Jepang sudah
mencaritahu semua. Ini adalah lokasi terakhir atas nama ibuku.”
Chaeyoung diam sesaat. Menutup
bukunya seakan sudah tidak sempat lagi untuk ia baca saat ini. Ia tidak sadar
jika Yuto masih memperhatikannya tanpa menghilangkan senyum itu. Sampai
akhirnya, Chaeyoung merasakan sebuah tangan mendarat di atas kepalanya. Saat
menoleh, ia mendapati Yuto sudah berdiri dan berbalik. Pemuda itu bahkan tidak
lupa membawa pergi latte milik
Chaeyoung. Tanpa berfikir dua kali, Chaeyoung menyusul Yuto sambil menyambar
ranselnya.
Yuto sudah mengambil alih kemudi.
Dan Chaeyoung segera mengambil duduk di kursi sebelah Yuto.
“Aku seperti pernah tahu sesuatu
tentang seseorang yang berasal dari Jepang dan ia mengganti nama juga
kewarganegaraannya.”
Yuto membatalkan niat untuk
menghidupkan mesin mobil. Dengan cepat ia menoleh ke tempat Chaeyoung berada
yang sibuk menarik belt. Dan saat
ingin memasang kunci belt, tatapan
mereka berdua kembali bertemu.
“Kau kenal siapa?”
“Hmm…” Chaeyoung tidak langsung
menjawab karena ia tidak menemukan jawabannya. “Nanti aku ingat-ingat dulu.”
Seakan tidak bisa berhenti
tersenyum. Ia benar-benar gemas dengan wajah polos Chaeyoung yang menyimpan
sebuah masa lalu yang sulit di bayangkan orang lain. Pemuda itu kemudian menghidupkan
mesin dan meninggalkan tempat itu.
***
Kino
: “Di mana?”
Kino :
“Kau di mana?”
Kino :
“Wooseok-ah!!”
Kino :
“Kubunuh kau!”
Wooseok
: “Berisik.”
Kino melempar ponselnya ke atas tempat tidur setelah melihat foto yang
dikirimkan Wooseok. Pemuda itu sedang berada di tempat latihan bersama
Chaeyoung. Kino mengedarkan pandangan ke seluruh kamarnya. Tidak ada yang bisa
ia lakukan di hari libur ini. Benar-benar bosan. Terlebih ketika pemandangan
saat Yuqi pergi bersama Yoochan kembali berkelebat di bayangannya.
Kino bangkit dan menuju kamar mandi
untuk membersihkan diri ketika jam di kamarnya menunjukkan pukul 10 siang.
Sekitar 10 menit, Kino keluar dari kamar mandi sambil mengusap rambutnya yang
basah. Di lihatnya layar ponsel yang berkedip. Kino segera menyambar ponselnya
sambil duduk di tepi tempat tidur. Terdapat banyak notifikasi dari ‘grup chat’
bersama Wooseok, Junyoung, Eunwoo, Yugyeom dan Hangyul yang baru saja bergabung
beberapa hari lalu.
Junyoung
: “Kemarin Yuqi bersama Chan?”
Hangyul
: “Chan Siapa?”
Junyoung
: “Chan yang sekelas dengan Wooseok. Kang Yoochan.”
Eunwoo
: “Bukannya Chan itu sepupu Kino?”
Eunwoo
: “Bagaimana bisa pergi dengan Yuqi? Yuqi pasti tau, kan?”
Eunwoo
: “Yuqi sekelas dengan mu, kan? @Hangyul.”
Hangyul
: “Ah, tapi aku tidak terlalu akrab.”
Hangyul
: “Yuqi juga terlihat aneh beberapa hari ini.”
Junyoung
: “Atau Yuqi cemburu dengan Chaeyoung?”
Yugyeom
: “Wooseok mana?”
Hangyul
: “Latihan Muai Thai, Hyung.”
Hangyul
: “Cemburu?”
Hangyul
: “Chaeyoung sudah seperti adik sendiri bagi Kino Hyung.”
Junyoung
: “Hahahaha.”
Junyoung
: “Cemburu tidak mengenal tempat.”
Eunwoo
: “Benar, Jun.”
Eunwoo
: “@Kino, kau di mana?”
Junyoung
: “Sedang meratapi nasib. Hahahaha.”
Kino :
“Biarkan saja.”
Yugyeom
: “Jangan seperti itu, Kino.”
Kino :
“Yukyung menangis kemarin, bertengkar dengan Yuqi.”
Kino :
“Entah salah apa yang diperbuat Chaeyoung pada Yuqi.”
Kino :
“Aku mau menjaga jarak dengan Yuqi sampai gadis itu berbaikan dengan
Chaeyoung.”
Hangyul
: /mengetik…/
Kino menghela napas, berat. Ia lebih memilih menutup ‘grup chat’-nya.
Pemuda itu bergegas mengganti pakaian dan menyambar jaketnya lalu pergi keluar.
Karena hari libur, Kino bisa menggunakan sepeda motornya untuk bepergian.
Mungkin ia akan menyusul Wooseok ke tempat latihannya.
***
Wooseok berjalan keluar bersama
Chaeyoung sambil merangkul pundak gadis itu. Di belakang mereka terlihat pula
Hangyul berjalan mengekor. Mereka baru saja selesai latihan Muai Thai. Hangyul tampak lebih dulu
berhenti sambil mengulurkan tangan menyentuh pundak Wooseok. Pemuda itu
berhenti sambil menoleh ke tempat Hangyul berdiri. Hangyul menggerakkan dagunya
menunjuk sesuatu membuat Wooseok dan Chaeyoung menoleh ke tempat yang Hangyul
maksud. Ada seseorang berbaring di salah satu bangku Panjang tidak jauh dari
sana. Merasa tidak asing dengan pemuda tersebut, Wooseok melepas rangkulannya
pada Chaeyoung lalu berjalan menghampiri pemuda itu.
“Kino?”
Merasa namanya disebut, Kino
mengerjap lalu membuka matanya sambil bangkit. Ia mendapati Wooseok, Chaeyoung
dan Hangyul sudah berdiri di hadapannya. Namun mata pemuda itu langsung
mengarah pada sosok Chaeyoung.
“Ah, Chaeyoungie.” Kino berdiri dan
menghampiri Chaeyoung lalu memeluk singkat gadis itu. “Kau baik-baik saja?”
Chaeyoung hanya berdiri diam atas
perlakuan Kino padanya. Wooseok dan Hangyulpun hanya menatap keduanya dengan
pandangan biasa saja.
“Memangnya aku kenapa?”
Kino menghela napas, berat. Tidak bisa
menjawab pertanyaan Chaeyoung.
“Kau sendiri kenapa?”
Kino menoleh ke tempat Wooseok
berdiri. “Aku sendiri juga tidak mengerti.” Lalu mengusap rambutnya, kasar.
“Karena Yuqi?”
Chaeyoung menoleh cepat ke arah
Hangyul. Tertarik dengan apa yang ditanyakan Hangyul. “Yuqi kenapa?”
Hangyul hanya mengangkat bahunya.
Malas untuk menjawabnya karena mungkin lebih tepat jika Kino yang memberitahu
perihal Yuqi. Membuat Chaeyoung semakin bingung dan menatap Wooseok juga Kino
secara bergantian. Berharap salah satu dari mereka memberikan jawaban untuk
menghilangkan rasa penasarannya.
“Jika terjadi sesuatu, janji untuk
lebih dulu memberi tahu salah satu dari kami.” Kino menghindari untuk membahas
Yuqi lebih lanjut. Wooseok dan Hangyul mengangguk kompak.
“Haaah~ bagaimana bisa aku
mengandalkan kalian?” Chaeyoung menatap meremehkan pada mereka bertiga. Lalu
membenarkan letak tali ranselnya sambil berbalik untuk kemudian melangkah
meninggalkan tiga pemuda itu.
“Kalau begitu kau bisa mengandalkan
Yuto!” Kino berteriak karena Chaeyoung sudah melangkah cukup jauh.
“Yuto?” Hangyul menoleh dengan
tatapan penasaran. “Siapa?”
Kino dan Wooseok hanya terkekeh.
Mereka menyadari saat Chaeyoung sempat menghentikan langkah sesaat, tanpa
menoleh ke belakang, gadis itu meneruskan berjalan dengan langkah cepat.
“Apa di sini hanya aku yang tidak
mengerti apa-apa?” Hangyul berseru frustasi karena Kino dan Wooseok seperti
mengabaikannya.
***
Yuqi menegakkan badannya sambil
berdiri ketika ia melihat sosok Yukyung dikejauhan. Tidak lupa gadis itu
melambaikan tangan agar Yukyung bisa melihatnya di antara banyaknya orang-orang
yang berada di stasiun siang itu. Menyadari keberadaan tubuh mungil Yuqi,
Yukyung membalas lambaian tangan gadis itu sambil berjalan cepat untuk sampai ke
tempat Yuqi menunggunya.
“Sepertinya kau terlihat ceria?”
Goda Yukyung setelah melepaskan pelukannya pada Yuqi.
Senyum Yuqi perlahan memudar. “Aku
hanya menyembunyikan kesedihanku. Aku harap setelah ini suasana hatiku lebih
baik.”
Yukyung memeluk pundak Yuqi.
Tampaknya hubungan mereka sudah lebih baik dibandingkan hari kemarin. “Apa kau
masih belum berbaikan dengan Kino Sunbae?”
“Kapan kami pernah baik?” Yuqi
menarik tangan Yukyung agar melepaskannya lalu ganti menggenggam tangan gadis
itu sambil membawanya pergi dari sana karena kereta yang akan mereka tumpangi
sudah datang.
“Awas kau menyesal,” goda Yukyung.
Yuqi menoleh dengan lirikan tajam. “Aku
sudah menyesal sekarang. Menyesal karena mengenal mereka berdua.”
Yukyung sudah membuka mulut, namun
tangan Yuqi terangkat sebagai usaha untuk Yukyung tidak mengeluarkan suara.
“Jika kau memihak padaku, jangan
bahas masalah itu lagi.”
***
Setelah meninggalkan tempat latihan,
Chaeyoung langsung pulang ke rumah. Ingin segera membersihkan diri. Tidak
sampai setengah jam, gadis itu telah selesai membersihkan diri. Tujuannya
setelah ini adalah restoran untuk memeriksa keadaan di sana sekaligus memeriksa
keberadaan dua adiknya. Dongju yang menyambut kedatangan Chaeyoung karena
memang pemuda itu lebih sering duduk di meja kasir.
Chaeyoung menghampiri Dongju sambil
mengusap pelan kepala bocah itu. “Hari ini kau sampai sore saja ya. Kau harus
istirahat untuk persiapan ujianmu.”
Dongju tidak melakukan protes
tentang perlakuan Chaeyoung padanya. “Hmm, Noona.
Jangan lupa malam ini ada acara pengurus Yayasan sekolahmu. Mereka memesan
makanan kita.”
“Nanti aku saja yang mengurus di
sana.” Chaeyoung mengangguk cepat. “Ah!”
Dongju sedikit terlonjak, terkejut
karena Chaeyoung tiba-tiba berbalik kembali ke hadapannya. “Ya! Jangan
mengagetkan.”
“Hmm,” gumam Chaeyoung yang sudah
melipat tangannya di atas meja, di depan Dongju. “Kau ingat siapa orang yang ku
kenal berasal dari Jepang, tapi sekarang dia sudah menjadi warga negara Korea.
Dan mungkin dia mengganti Namanya juga.”
Dongju mendengarkan ucapan Chaeyoung
dengan nada malas sambil membolak-balikkan buku pelajarannya tanpa minat. “Mana
aku tahu, dia kan temanmu,” kata Dongju yang langsung saja membuat Chaeyoung
berbalik dan kemudian meninggalkannya lagi.
Gadis itu menuju dapur sambil
membawa sebuah buku catatan. Memeriksa makanan yang dipesan sudah sesuai.
Chaeyoung berjalan ke ujung dapur tempat koki andalan resorannya sedang
memotong buah-buahan. Chaeyoung menyandarkan dagunya pada bahu wanita paruh
baya itu.
“Bibi, apa masih ada yang kurang?”
Wanita paruh baya bernama Hana itu
tersenyum. Tanpa harus menoleh, ia sudah tau siapa yang melakukan itu padanya.
“Sudah semua, sayang. Hmm, pemuda yang biasa datang ke sini, dia tadi memesan
makanan dan diminta untuk diantar. Tolong katakan pada Dongmyung untuk
membawakan buah untuknya juga ya.”
“Ah, dia? Kalau begitu Chaeyoung
saja yang antar.” Gadis itu sudah menegakkan tubuhnya, namun kembali ia
rapatkan pada pundak Hana karena ia tadi melupakan sesuatu. “Buah?” tanyanya.
Resto mereka biasanya tidak menyiapkan buah-buahan kecuali dalam bentuk
pesanan.
“Anggap saja ini bonus karena dia
sudah menjadi pelanggan tetap kita.”
“Pelanggan tetap atau karena dia
tampan?” Chaeyoung mencubit kedua pipi Hana untuk menggoda wanita itu.
Hana hanya terkekeh. “Karena dia
tampan seperti Taewoong.”
Chaeyoung ikut terkekeh. Namun tidak
berlangsung lama karena ia mendadak teringat sesuatu tentang Taewoong. Pemuda
pemilik toko perlengkapan olahraga. “Bibi,” kata Chaeyoung dengan ekspresi
serius. “Bisa Chaeyoung antarkan sekarang saja? Sepertinya Chaeyoung harus
mengatakan sesuatu padanya.”
Gadis itu berbalik dan berjalan ke
luar dapur. Namun ia menghentikan langkah saat sudah berada di ambang pintu. Ia
memutar kepalanya untuk melihat punggung Hana dari kejauhan.
“Bibi, siapa nama Taewoong Oppa saat di Jepang?”
Mendengar teriakan Chaeyoung, Hana
berbalik sambil tersenyum. “Namanya Yukimoto Yasuo. Memangnya ada apa?” Hana
ikut berteriak karena Chaeyoung sudah lebih dulu melesat pergi. Hana hanya
geleng-geleng kepala melihat perilaku Chaeyoung. “Anak itu semakin dewasa.”
***
Yuto menutup pintu di belakangnya,
lalu melempar sebuah bungkusan hitam dengan sebuah hanger di bagian atasnya.
Seperti sebuah stelan jas formal. Setelah mengambil sebuah botol minum dari
dalam kulkas, Yuto ikut melempar badannya ke atas sofa, lalu menenggak air
mineralnya langsung dari botol. Pemuda itu teringat sesuatu, lalu mengeluarkan
ponsel dari dalam saku celananya. Yuto langsung mencari kontak Takuya lalu
menghubunginya. Tidak menunggu lama, seseorang di seberang sana langsung
menjawabnya.
“Kenapa?”
“Kau yang kenapa? Kenapa kau
memasukkanku ke sekolah itu? Kau tahu, kan, di sana ada siapa saja?”
Takuya tidak langsung merespon
ucapan Yuto. Mereka saling diam dalam beberapa saat. Yuto juga sempat melempar
tatapan kesal pada barang yang tadi ia bawa.
“Kapan ayah datang ke Korea?”
“Yasudah
kau pindah sekolah saja kalau begitu. Kau juga memiliki uang untuk mengurus
semuanya, kan?”
Yuto menggenggam erat ponselnya, lalu memutuskan kontak secara sepihak.
Dalam beberapa pembicaraan terakhir mereka tampak keduanya tidak bisa menemui
titik terang. Selalu berakhir dengan salah satu dari mereka memutuskan kontak
secara sepihak.
“Tapi jika aku pindah sekolah, aku
tidak bisa sering bertemu Chaeyoung,” kata Yuto yang tanpa sadar sudah membawa
badannya berbaring di atas sofa sambil menatap langit-langit apartmentnya.
“Chaeyoung pasti akan menjadi sasaran empuk Mina.”
Yuto bangun dan menegakkan badannya
namun masih posisi duduk di atas sofa. Lalu mengangkat ponselnya lagi. “Atau
aku minta Kino dan Wooseok untuk… arghh!” Pemuda itu mengacak rambutnya,
frustasi. “Aku tidak akan pindah sekolah demi Chae-yo-ung.” Yuto berkata lambat
saat menyebut nama Chaeyoung. Lalu sedetik kemudian ia bingung pada apa yang
terjadi dengan dirinya sendiri.
“Akhh!” Yuto menjerit terkejut
karena tiba-tiba ada yang menekan bel apartmentnya. “Astagaa..” Pemuda tinggi
itu mengusap wajahnya dengan kedua tangan sambil mengatur napasnya. Segera saja
ia berdiri karena seseorang di luar kembali menekan belnya.
Tanpa mengintip terlebih dulu dari
lubang pintu, Yuto langsung membua pintu dan mendapati seorang gadis yang
sedang memenuhi pikirannya sejak tadi. Chaeyoung. Gadis itu membawa dua
bungkusan di masing-masing tangannya.
“Sunbae, ini…” Ucapan Chaeyoung
tertahan karena Yuto lebih dulu menarik tubuhnya ke dalam apartment.
Setelah menutup pintu, Yuto menatap
Chaeyoung selama beberapa saat dengan tatapan rindu. Kemudian tanpa meminta
ijin, Yuto sudah menarik tubuh mungil Chaeyoung ke dalam pelukannya. Chaeyoung
sendiri tidak bisa menolak. Bukan karena kedua tangannya sibuk, tapi memang
hatinya juga tidak menginginkan untuk cepat-cepat melepaskan tubuh dari pelukan
hangat Yuto. Kecuali pemuda itu yang melepaskannya sendiri.
“Ku mohon, satu menit saja,’” kata
Yuto tanpa ada jawaban dari Chaeyougn setelahnya. “Maaf kalau aku lancang.
Setelah ini kau boleh memukul atau menghajarku.”
“Kau ingin aku mematahkan tulang
hidungmu lagi?” goda Chaeyoung sambil tersenyum geli dari dalam pelukan Yuto.
Ia bisa merasakan guncangan pada tubuh Yuto karena pemuda itu terkekeh geli.
Lalu tidak lama Chaeyoung merasa kepalanya diusap. Chaeyoung mendongak dan
mendapati Yuto menatapnya dengan tangan masih terletak di atas kepalanya, namun
tangan satunya masih memeluk erat ke pinggang Chaeyoung. Suara dari dalam perut
Yuto menginterupsi keduanya. Yuto buru-buru melepaskan Chaeyoung dan memberikan
jarak pada gadis itu.
Chaeyoung terkekeh melihat wajah
Yuto yang menahan malu. “Kebetulan aku datang membawa pesananmu.” Chaeyoung
mengangkat tangan kanannya yang membawa bungkusan dan langsung ia berikan pada
Yuto. “Bibi bilang dia memberikan bonus buah-buahan untukmu.”
Yuto menerima pemberian Chaeyoung,
namun matanya terjatuh pada bungkusan lain yang berada pada tangan Chaeyoung
satu lagi.
“Kalau begitu aku pamit ya, Sunbae.” Chaeyoung segera balik badan
dan bergegas meninggalkan apartment Yuto tanpa bisa pemuda itu menghalanginya.
Yuto teingat sesuatu beberapa saat
setelah Chaeyoung menutup pintu apartmentnya. Yuto melangkah cepat lalu membuka
pintu. Dilujurkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, namun ia sudah tidak bisa
menemukan sosok Chaeyoung, bahkan di ujung koridor tempat lift beradapun pemuda itu tidak menemukan Chaeyoung. Padahal lift tersebut baru saja naik dari lantai
1. Tidak mungkin Chaeyoung menghilang
secepat itu, pikir Yuto.
***
Chaeyoung menyeberang ke unit
apartment yang berseberangan dengan milik Yuto. Di sana ia hanya tinggal
memasukkan sandi untuk membua pintu. Gadis itu melangkah masuk seakan seperti
di rumah sendiri. Chaeyoung meletakkan bungkusan makanan di atas meja makan.
Suasana rumah sangat sepi, hanya terdengar suara air mengalir dari shower menandakan penghuninya sedang
membersihkan diri.
Chaeyoung membuka pintu salah satu
kamar. Lagi-lagi ruangan itu tampak kosong dan hanya beberapa helai pakaian
tergeletak di atas Kasur. “Oppa!”
teriak Chaeyoung. Tidak lama kemudian terdengar suara air dimatikan.
“Iya,
Chaeng!” Balas suara pemuda dari
dalam kamar mandi yang terdengar menggema.
“Makananmu Chae simpan di meja
makan, Oppa !”
Chaeyoung menunggu sesaat hingga ada
suara balasan lagi. “Tunggu sebentar, Oppa
sudah selesai.”
Chaeyoung menegakkan tubuhnya
kemudian menutup pintu dari luar. Gadis itu berjalan menuju dapur lalu duduk di
kursi meja makan. Tidak lama pintu kamar kembali terbuka, membuat Chaeyoung
memutar padannya dan menemukan seorang pemuda tinggi, putih, mengenakan kimono
handuk sambil mengusap rambutnya yang basah menggunakan handuk kecil berjalan
ke tempat Chaeyoung berada.
“Bagaimana kabarmu.” Pemuda bernama
Dongwoon itu Mengecup puncak kepala Chaeyoung sebelum menarik kursi untuknya
duduk.
“Aku baik, Oppa.”
“Temani Oppa makan sebentar, oke?” Dongwoon sudah memeriksa bungkusan
makanan yang dibawakan Chaeyoung untuknya.
Chaeyoung tampak berfikir sambil
memperhatikan Dongwoon yang kini sudah sibuk dengan makanannya. “Aku harus
menyiapkan beberapa hal. Ada acara di sekolahku, dan mereka memesan makanan
kita.”
Dongwoon sontak berdiri, diikuti
Chaeyoung tidak lama kemudian. “Sudah sana cepat pergi. Jika tidak, Oppa tidak akan membiarkanmu.”
Chaeyoung terkekeh seiring Dongwoon
mendorong pelan pundaknya ke arah pintu. Chaeyoung sama sekali tidak sakit hati
dengan perlakuan kakaknya. Memang benar, jika tidak memaksa diri, bisa-bisa
Chaeyoung akan terdampar di sana sampai esok. Dongwoon mengulurkan tangan,
membuka pintu meski posisinya berada di belakang Chaeyoung. Namun Chaeyoung
justru membeku ketika pintu sudah benar-benar terbuka.
Yuto berdiri di sana. Hanya berjarak
kurang-lebih 2 meter di seberangnya. Yuto hanya mengangkat salah satu tangannya
sebagai arti ia tidak ingin mengganggu lalu kemudian berbalik dan melesat masuk
ke dalam sambil menutup pintu. Namun ia masih di sana, mengintip dari lubang
pintu. Pemuda itu mendapati Dongwoon memeluk Chaeyoung lalu melambaikan tangan
membiarkan Chaeyoung pergi dari sana. Setelah Dongwoon kembali ke dalam apartment,
Yuto membuka sedikit pintunya, lalu mengintip ke arah Lorong yang mengarah ke lift. Di sana ia menemukan Chaeyoung
baru sana menghilang ke dalam lift.
Yuto mengendap-endap keluar dari
pintunya. Menoleh ke kanan dan kiri, memastikan ia tidak bertemu siapa-siapa
lagi, terutama Mina. Yuto mengulurkan tangan menekan bel apartment Dongwoon,
namun segera ia melesat kembali ke depan pintu apartmentnya. Mengantisipasi
jika memang yang dikhawatirkan terjadi, Yuto bisa segera menghilang ke dalam
apartmentnya. Namun Dongwoon yang lebih dulu memunculkan diri dan mendapati
Yuto di sana.
“Kau yang menekan bel?”
Yuto masih diam beberapa saat.
Menurutuki kebodohan dirinya karena sudah memancing Dongwoon keluar. Namun
memang karena ada sesuatu yang membuatnya penasaran, Yuto harus terus maju.
***