Author :
N-Annisa [@nniissaa11]
Cast :
·
Son Chaeyoung
·
Adachi Yuto
·
Kang Hyunggu (Kino)
·
Jung Wooseok
·
Lee Hangyul
·
and other
Genre :
School Life, Romance, Drama
***
“Siapa kau?”
Dongwoon mengerutkan kening. “Kau
tidak mengenalku?”
Yuto memikirkan jawaban yang pas.
“Bukan itu. Iya aku pernah melihatmu di televisi. Maksudnya…”
“Harusnya aku yang bertanya, kau
siapa?” Dongwoon lebih dulu menyela ucapan Yuto sebelum pemuda itu
menyelesaikan ucapannya.
“Yuto,” kata Yuto singkat. “Kau
siapa dengan Chaeyoung, hmm maksudku Chaeyoung siapamu atau kau siapanya
Chaeyoung?” Yuto melipat tangannya dengan tatapan menyelidik, persis seperti detective.
Dongwoon terkekeh sambil menggeleng.
Mungkin dipikirnya ada-ada saja dengan pemuda asing yang menjadi tetangganya
itu. Namun memang tidak banyak yang mengetahui hubungannya dengan Chaeyoung.
Kecuali keluarga dan orang-orang terdekat.
“Tanya saja pada Chaeyoung.”
Dengan gerakan cepat, Dongwoon sudah
melesat masuk kembali ke dalam apartmentnya.
“Tunggu!” Yuto nyaris mengejar
Dongwoon namun ia batalkan karena Dongwoon sudah lebih dulu menghilang ke dalam
apartmentnya.
***
Tepat jam 7 malam, para pria berseragam
pelayan tengah sibuk di sebuah gedung mengatur makanan yang akan menjadi jamuan
acara pertemuan pengurus Yayasan sekolah dan para pemilik saham. Beberapa dari
mereka juga turut serta membawa keluarga. Acara tersebut memang rutin dilakukan
setahun sekali untuk mempererat hubungan orang-orang yang terlibat atas
kelangsungan masa depan sekolah. Dan di sana Chaeyoung berada. Dengan stelan
kasual, celana dan jaket jeans,
dengan rambut diikat satu keatas. Gadis itu mengawasi makanan yang keluar dari
dapur dan memastikan semuanya sesuai dengan pesanan.
Kogyeol juga berada di sana. Kerap
kali ia yang terlihat melakukan koordinasi dengan Chaeyoung. Mengkonfirmasi dan
melaporkan beberapa hal. Karena Kogyeol bekerja di dalam ruang acara, sedangkan
Chaeyoung siaga di dapur.
Sementara itu, sebuah tampak mobil
memasuki pelataran parkir. Setelah mematikan mesin mobil, pengendara itu
membuka pintu dan mengulurkan kaki jenjangnya sebelum benar-benar keluar dari
mobil. Ia berjalan menuju area Gedung tempat acara berlangsung. Pemuda itu
hanya mengenakan celana Panjang hitam dan kemeja putih polos dengan lengan baju
yang di gulung hingga siku, serta rambut yang sedikit ditata. Saat benar-benar
memasuki ruangan, pemuda tinggi itu langsung dihujani tatapan kagum dari
beberapa tamu yang hadir. Terutama para gadis, anak-anak dari pemilik saham
ataupun pengurus Yayasan. Namun kejadian itu tidak berlangsung lama karena
acara akan dimulai dan dibuka oleh pembicaraan seorang MC.
Setelah beberapa sambutan oleh beberapa
orang, sang MC yang adalah seorang wanita itu kembali ke tengan podium. “Kami
akan memperkenalkan seseorang yang sudah sangat sukses di usianya yang masih
muda. Salah satu penyumbang saham di Yayasan kita. Seorang pemuda dari negara
Jepang. Please welcome, Adachi Yuto.”
Riuh tepuk tangan orang-orang yang
hadir menciptakan suara gemuruh. Terlebih jeritan histeris dari pada gadis yang
hadir. Namun si pemilik nama justru baru tersadar setelah beberapa saat karena
menyadari hampir seluruh pasang mata mengarah padanya.
Pemuda itu, Yuto, ia sejak tadi lebih memilih menyendiri di bagian
belakang atau dekat dengan pintu masuk. Sibuk dengan ponselnya. Yuto masih
menatap layar ponselnya. Sejak tadi ia mengirimi pesan pada Chaeyoung, namun
tidak kunjung mendapat balasan. Sambil menghela napas, berat, Yuto memasukkan
ponselnya ke saku celana, kemudian melangkah malas ke depan. Beberapa saat lagi
ia akan memberikan kejutan untuk Keigo Nishimoto, Mina, dan ibunya Mina yang
kemungkinan pasti hadir di sana.
Yuto menginjakkan kaki di atas
podium setelah sebelumnya ia menerima mic
dari sang MC. Dari atas sana ia bisa melihat dengan jelas suasana acara secara
keseluruhan. Dengan meja makanan di sisi kiri dan kanan ruangan. Tidak
terkecuali dua orang yang kini bertabrakan mata dengannya. Keigo dan Mina.
Terutama Keigo yang tadi bahkan tidak memberikan tepukan apresiasi untuk Yuto.
Jelas pria itu terkejut setengah mati karena mendapati anak bungsunya berdiri
di sana. Bukan sekedar tamu undangan biasa.
Hanya berlangsung beberapa menit
saat Yuto harus menjadi pusat perhatian. Ia sengaja mengaku belum terlalu
lancar berbahasa Korea untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan yang mungkin
tidak ingin ia jawab. Terutama tentang bagaimana ia akhirnya bisa sampai
berdiri di sana karena memiliki saham Yayasan atas nama dirinya. Karena
jawabannya adalah : ia tidak tahu apa-apa.
Setelah itu acara berganti menjadi
lebih santai. Seluruh tamu undangan juga sudah dipersilahkan untuk menikmati
hidangan. Yuto berjalan ke salah satu meja yang berisi minuman. Mereka akhirnya
kembali bertemu pandang—Yuto dan Keigo. Yuto hanya menunduk sedikit untuk
menunjukkan tanda hormat. Mereka tidak mungkin membongkar identitas mereka di
sana. Lebih tepatnya Yuto tidak ingin ada yang tahu jika dirinya dan Mina
adalah saudara tiri. Yuto sengaja memilih jalan lain untuk menghindari
keberadaan Keigo.
“Cepat panggil pimpinan kalian!”
Yuto berbalik kembali setelah
mendengar ada sebuah keributan. Beberapa orang sudah berkerumun namun ia masih
bisa melihat siapa gadis yang membuat heboh tadi dengan suara cemprengnya. Yuto
berdesis kesal. Lagi-lagi Mina sok berkuasa. Yuto perlahan mendekat dengan
langkah pelan. Tidak ada yang ia pikirkan selain berjalan semakin dekat.
Seiring dengan orang-orang yang di seberangnya tampak seperti membuka jalan. Di
sana Yuto semakin terkejut karena ia melihat Chaeyoung muncul. Yuto semakin
mempercepat langkahnya, tidak peduli jika badan besarnya menubruk orang-orang
di depannya.
“Aku suruh panggilkan pimpinan
kalian, bukan rekan kalian sesama pelayan,” kata Mina dengan nada angkuhnya
sambil bertolak pinggang.
Kebetulan Kogyeol memang mengekori
Chaeyoung saat gadis itu dipanggil ke sana. “Mohon maaf, tapi Son Chaeyoung
adalah pimpinan kami.”
Chaeyoung menoleh pada Kogyeol yang
hanya dibalas anggukan oleh pemuda itu. Anggukan untuk membuat Chaeyoung merasa
sedikit tenang.
Kali ini Mina melipat tangannya di
depan dada. “Waaah, hebat. Kau sudah naik pangkat rupanya.”
Pemuda yang tadi membuat Mina marah
tampak sedang membersikan tumpahan minuman yang mengotori lantai. Mina yang
melihat itu semakin kesal.
“Berhenti, kau!” titah Mina dengan
tangan yang bergerak memerintah. “Aku ingin Chaeyoung yang membersihkan
semuanya. Yang lain silahkan melanjutkan menikmati makan malam kalian.”
Di tempatnya berdiri, Yuto semakin
mengatupkan rahangnya menahan kesal sambil mengepalkan erat kedua tangannya.
Chaeyoung sediri tampak belum menyadari keberadaan Yuto di sana. Karena Yuto
masih diam. Lebih tepatnya tidak ingin Mina semakin menghancurkan Chaeyoung.
Atau bahkan lebih parah dari itu, menghancurkan restoran Chaeyoung. Bukan
karena takut melawan Mina, hanya saja ia takut jika justru tidak bisa
membereskan semuanya.
Mina memajukan kaki kanannya saat
Chaeyoung terlihat menerima gagang pel dari pemuda tadi. Terlihat ada bercak
noda warna dari minuman yang tadi tumpah. Sementara Kogyeol sudah mengalihkan
pandangan ke arah lain seiring beberapa orang berangsur meninggalkan kejadian
yang sedikit mengganggu acara tersebut.
“Bersihkan kakiku juga.”
Yuto dan Kogyeol sontak menoleh ke
arah Mina, bersamaan. Gadis itu mengulurkan selembar tissue dari dalam tas
tangannya. Kali ini sudah tidak bisa ditolelir lagi. Yuto melangkah maju. Mina
menoleh, Chaeyoungpun menoleh dengan tatapan terkejut. Yuto menatap Chaeyoung
beberapa saat. Dan tanpa melirik sedikitpun ke arah Mina, ia merebut tissue
dari tangan gadis itu. Kemudian Yuto berjongkok di dekat kaki Mina yang sudah
ia tarik kembali seperti posisi semula.
Chaeyoung menyentuh pundak Yuto
sambil menahan pemuda itu. “Sunbae,
biar aku saja!”
Yuto mengabaikan Chaeyoung. Ia
semakin mendekat pada Mina. Dengan kasar, Yuto menarik kaki Mina dan melepas
sepatunya agar ia bisa lebih leluasa membersihkan noda pada sepatu gadis itu.
“Yuto, hentikan!” pekik Mina.
Yuto seakan tuli namun ia
mempercepat pekerjaannya. Setelah dirasa selesai, Yuto kembali berdiri. “Yang
kau hina itu adalah pemilik restoran tempat kau menikmati semua makanan di
sini.” Dikembalikannya tissue kotor itu pada Mina secara paksa dengan menarik
tangan gadis itu.
Yuto membalikkan badan dengan
gerakan cepat sambil menyambar tangan Chaeyoung dan membawa gadis itu pergi
meninggalkan ruangan. Mereka sampai di area luar tidak jauh dari pintu Gedung.
Di sana Yuto melepaskan genggaman tangannya sambil berbalik untuk menghadap
Chaeyoung yang kini menunjukkan tatapan marah padanya.
“Apa yang kau lakukan?”
“Membelamu.”
“Kau tidak tahu kalau yang kau
lakukan itu…”
Yuto menyambar ucapan Chaeyoung yang
belum selesai. “Jika Mina berani menyakitimu, atau bahkan menghancurhan
restoranmu, aku berjanji aku akan bertanggung jawab semuanya.”
“Kenapa kau tiba-tiba peduli
padaku?” tanya Chaeyoung dengan kening berkerut.
“Atau kau ingin kita membuat surat
perjanjian?” Yuto tidak menjawab pertanyaan Chaeyoung
Chaeyoung menggeleng, tidak habis
pikir dengan apa yang dilakukan Yuto tadi. “Bukan itu. Maksudku, kenapa kau
peduli? Kita bahkan baru kenal.”
Yuto menggeleng tegas lalu menarik
tubuh mungil Chaeyoung ke dalam pelukannya. “Kita tidak baru kenal.”
Merasa tidak nyaman, Chaeyoung
mendorong tubuh Yuto dengan sekuat tenaga untuk membebaskan diri dari tubuh
besar pemuda itu. Yuto sendiri bersikap lunak, tidak menahan Chaeyoung dalam
pelukannya. Di dalam pencahayaan yang minim itu, Yuto melihat seseorang yang
tampak berjalan mendekat, menyusul mereka. Pemuda itu adalah Kogyeol.
“Kita bicara lagi nanti.” Buru-buru
Yuto berbalik.
“Ya! Sunbae!” Chaeyong berteriak namun tidak mengejar Yuto. Membiarkan
tubuh pemuda itu semakin jauh.
“Chaeyoung,” panggil Kogyeol dengan
suara lembut. “Kau pulanglah dulu. Urusan di sini biar aku yang menyelesaikan,”
lanjutnya setelah mendapati Chaeyoung berbalik. “Lagipula, acara sudah akan
berakhir.”
Chaeyoung mengangguk lalu kembali
berbalik dan melangkah pergi. Gadis itu sempat berhenti sesaat karena ada mobil
yang melintas. Mobil milik Yuto yang dikendarai sendiri oleh pemuda itu dengan
sorot mata penuh kebencian. Namun Chaeyoung tidak terlalu ingin ambil pusing
dulu untuk saat ini. Ia bisa bicara lagi dengan Yuto, nanti.
***
Gadis itu berjalan menuju halte untuk menunggu bus. Tidak berselang
lama, bus yang ia tunggupun tiba. Chaeyoung segera naik, berjalan lebih dalam
mencari kursi kosong.
Seseorang melambaikan tangan pada
Chaeyoung. Gadis itu menajamkan pandangannya. Ada sosok Taewoong di sana. Duduk
di kursi paling belakang. Kebtulan ada satu kursi kosong tepat di sebelah
Taewoong. Tentu saja Chaeyoung memilih untuk menempati kursi kosong yang berada
di dekat jendela itu.
“Oppa
kau baru pulang?”
Taewoong tersenyum sambil mengangguk
pelan. “Kau sendiri dari mana?”
“Tadi ada acara yang memesan makanan
dari restoranku.”
Kemudian mereka saling diam. Sampai
akhirnya Taewoong memecah keheningan karena tiba-tiba ia teringat sesuatu.
Taewoong memeriksa tasnya. “Chaeyoung,” panggilnya hingga membuat gadis yang
semula tengah menikmati pemandangan dari luar jendela itu menoleh. “
“Lihat foto ini.” Di tangan Taewoong
terdapat selembar foto yang sudah sedikit usang.
Mata Chaeyoung berubah berbinar saat melihatnya. Foto dua buah keluarga
bersama anak-anak mereka. Ada seorang anak perempuan sekitar berusia 1 tahun
dan seorang anak laki-laki berusia sekitar 2 tahun yang masing-masing duduk
dipangkuan ibu mereka. Dan ada 3 anak laki-laki lagi berdiri di samping ibu
mereka. Sementara sang ayah berdiri di belakang istri mereka.
“Aku menemukan foto ini di rumah,”
kata Taewoong lagi seakan bisa menebak isi pikiran Chaeyoung yang bisa
dipastikan sangat penasaran bagaimana foto tersebut berada pada Taewoong. “Kau
tahu? Itu adik laki-lakiku yang bernama Yuto.
Chaeyoung masih menyunggingkan
senyuman. Jelas saja karena ia sangat merindukan orang tuanya yang telah tiada.
Lalu kemudian Chaeyoung mengeluarkan ponsel dan memoto ulang foto tersebut
menggunakan kamera ponselnya. Namun sepertinya Chaeyoung sedikit tidak
menangkap ucapan Taewoong barusan.
Taewoong mengulurkan tangan karena
dilihatnya Chaeyoung mengembalikan foto tersebut padanya. Namun Chaeyoung tidak
langsung melepaskan benda itu dari tangannya meski Taewoong sudah ingin mengambil
benda itu.
“Apa?” tanya Taewoong dengan tatapan
bingung melihat raut wajah Chaeyoung yang seketika berubah. Sulit diartikan.
“Aku baru ingat. Kau pernah memiliki
nama Jepang, kan?” Chaeyoung mengerutkan dahi dengan tatapan menyelidik. “Apa
tadi kau menyebut nama seseorang?”
“Siapa? Yuto? Adachi Yuto?” Taewoong
balas bertanya.
Sontak Chaeyoung membulatkan
matanya. Sayang ia tidak memiliki foto Yuto diponselnya untuk ia tunjukkan pada
Taewoong. Gadis itu sedikit tahu tentang keluarga Taewoong yang juga tidak utuh
karena orang tuanya bercerai. Namun ia sempat lupa jika Taewoong memiliki adik
laki-laki karena Taewoong hampir tidak pernah menyebut nama pemuda itu.
“Siapa nama Jepangmu?”
Meski tampak bingung, Taewoong tetap
menjawab pertanyaan Chaeyoung. “Yukimoto Yasuo.”
***
Chaeyoung setengah berlari setelah
keluar dari bus. Taewoong sudah turun dari satu halte sebelumnya. Ia berlari
menyeberangi jalanan yang sedikit lebih lelang. Malam itu sudah bukan jam padat
kendaraan. Gadis itu ingin segera bertemu Yuto. Mungkin dengan cara ini ia dan
Yuto bisa berbaikan kembali. Meski sebenarnya mereka tidak bertengkar,
Chaeyoung hanya sedikit merasa bersalah.
Tuk.
Chaeyoung mengehentikan langkah
karena dirasa kakinya menendang sesuatu. Saat menunduk, gadis itu menemukan
sebuah ponsel dengan gantungan berbentuk hati berinisial ‘Y’. Seingat
Chaeyoung, itu mirip seperti milik Yukyung.
“Chaeyoung!”
Merasa ada yang memanggil, Chaeyoung
menolah. Ia melihat seseorang berlarian mendekat. Itu Kino yang berlari sambil
menempelkan ponsel ke telinganya.
“Sunbae,
kau kenapa?”
Kino memegang pundak Chaeyoung untuk
berpegangan sambil berusaha mengatur napasnya. “Kau lihat Yuqi di dekat sini?”
Mendadakan Chaeyoung merasakan
jantungnya berdegup sedikit cepat. Seperti ada rasa takut yang tiba-tiba
mengerebungi. Gadis itu menggenggam erat ponsel Yukyung di tangannya. Tadi
siang Yukyung sempat mengabarinya jika ia pergi bersama Yuqi.
“Apa ini ponsel Yukyung? Di mana
mereka?” Kino bertanya dengan tidak sabar.
Chaeyoung memasukkan ponsel Yukyung
ke dalam saku celananya. Tanpa menjawab pertanyaan Kino, gadis itu berlari
kembali ke seberang jalan yang sudah ia lalui tadi. Dibelakangnya Kino tampak
menyusul mengejar Chaeyoung tanpa banyak bertanya lagi. Mereka memasuki sebuah
gang yang sudah sedikit sepi. Hanya beberapa lampu jalanan yang masih menyala
menerangi jalan dengan banyak kios yang sudah tutup.
Di ujung sana Chaeyoung melihat gerombolan orang-orang yang seperti
saling Tarik-menarik. Kebetulan mereka sempat melintas di bawah lampu jalanan
yang memungkinkan mereka menjadi sedikit lebih jelas terlihat. Ada dua orang
gadis, terlihat dari rambut Panjang mereka.
Kino lebih dulu melesat berlari
mendahului Chaeyoung yang menyusul kemudian. Pemuda itu meyakini gadis yang
memiliki rambut bergelombang itu adalah Yuqi. Dan ternyata dugaan mereka benar.
Itu Yuqi dan Yukyung. Chaeyoung kembali mendahului Kino karena pemuda itu
seperti mengurangi kecepatan. Chaeyoung menendang punggung salah satu dari lima
pemuda yang mengganggu temannya. Kino melakukan hal sama meski dengan ilmu
beladiri yang pas-pasan. Mereka saling pukul dan saling tendang.
“Yuqi cepat ajak Yukyung pergi dari
sini!” pekik Kino di sela-sela bertarungnya.
Kino dan Chaeyoung sama-sama
terhempas dan justru membuat mereka saling bertubrukan. Dengan posisi Chaeyoung
di depan Kino seperti Kino seolah memeluk Chaeyoung.
Yukyung menarik tangan Yuqi. Namun
Yuqi seakan belum ingin melepaskan pandangannya dari Kino. Yukyung tetap
berusaha menariknya meski Yuqi tidak bergerak.
Tiga preman sudah tersungkur. Satu
preman lagi kini sudah berhasil Chaeyoung lumpuhkan. Chaeyoung lalu berlari ke arah
Kino karena ada seorang preman yang ingin menyerang Kino. Namun pergerakannya
sangat mudah ditebak oleh Chaeyoung yang berhasil menendangnya sebelum pereman
itu menyerang Kino.
Chaeyoung mengatur napas beberapa
saat sebelum akhirnya melangkah ke tempat Yuqi dan Yukyung berada. Yuqi mundur
selangkah hingga ia seperti berdiri di belakang Yukyung. Yukyung sendiri hanya
menoleh heran mengapa Yuqi melakukan itu. Chaeyoung sendiri sudah tidak bisa
mengatur raut wajahnya yang berdarah di bagian pelipis dan tepi bibir. Ia hanya
mengembalikan ponsel milik Yukyung yang ia temukan di jalanan.
“Yukyung!”
Hampir semua yang berada di sana
menoleh. Di ujung sana, dibelakang Yuqi dan Yukyung, terlihat pemuda tinggi
setengah berlari mendekat.
“Oppa.”
Yukyung terdengar bergumam pelan.
Kino sudah berdiri di dekat Yuqi,
mengulurkan tangannya, namun Yuqi seperti menolak. Karena fokus mereka kini
tertuju pada pemuda tinggi yang semakin dekat itu. Wooseok. Chaeyoung
menajamkan penglihatannya, bukan kepada Wooseok, melainkan pada sesuatu
beberapa meter di belakang Wooseok. Pemuda yang tidak kalah tinggi. Kepalanya
sudah sakit untuk menebak-nebak pemuda itu benar Yuto atau hanya ilusinya saja.
Yuto—seperti yang ada pada pikiran
Chaeyoung—berjalan semakin mendekat ke tempat Chaeyoung berdiri. Belum lagi
dilihatnya Wooseok sendiri tampak sudah sibuk dengan Yukyung. Seakan tidak
menyadari keberadaan Chaeyoung. Gadis itu merasakan sesuatu menyentuh tepi
bibirnya. Chaeyoung mendongak sambil memegang lengan orang itu yang menempelkan
sapu tangannya untuk membersihkan darah dari tepi bibir Chaeyoung. Itu
benar-benar Yuto. Ia bisa merasakan deru napas pemuda itu akibat kelelahan
karena berlari.
“Kau baik-baik saja?” tanya Yuto
tanpa melepaskan tatapan khawatirnya pada Chaeyoung. Sama seperti gadis itu,
Yuto juga seakan sudah melupakan kejadian menegangkan saat terakhir kali mereka
bertemu 1 jam lalu.
Chaeyoung mengangguk pelan sambil
merasakan perih pada tepi bibirnya.
“Aku bertemu Wooseok tadi. Dia
bilang ingin menyusul Yukyung karena ada hal janggal saat ia menelepon Yukyung
tadi. Sepertinya ada preman yang mengganggu mereka,” kata Yuto menjelaskan
meski sebenarnya Chaeyoung tidak menanyakan tentang bagaimana dirinya bisa
sampai di sana.
Yuto kembali menghela napas, berat.
Di lihatnya para preman tadi sudah berdiri dan berjalan dengan tergopoh-gopoh
meninggalkan tempat itu. Pemuda itu kemudian melirik ke tempat Wooseok berdiri
dengan yang lain. Wooseok sama sekali tidak melepaskan rangkulan pada Yukyung.
Saat mata mereka saling bertemu, Yuto dan Wooseok saling mengangguk seperti
memberikan isyarat satu sama lain. Yuto berpindah ke samping Chaeyoung.
merangkul tubuh mungil gadis itu dengan satu tangan. Sementara tangan yang
lainnya memegangi sapu tangan yang kini ia tempelkan pada pelipis Chaeyoung.
Kino berjalan lebih dulu. Wooseok
lalu mengajak Yukyung dan Yuqi untuk menyusul Kino. Mereka pergi ke arah yang
berlawanan dengan Yuto dan Chaeyoung. Menuju sebuah taman yang sudah cukup sepi
malam itu. Yuqi, Yukyung dan Wooseok duduk di kursi Panjang. Sementara Kino
memilih berdiri tidak jauh dari Wooseok. Mendengarkan cerita versi Yukyung perihal
mereka bertemu dengan preman itu yang tiba-tiba saja membawa mereka pergi.
Sampai akhirnya Chaeyoung datang bersama Kino.
Wooseok mengulurkan tangan dan mengusap
pundak Yukyung sekaligus untuk menenangkan gadis itu. Kino memperhatikan
keduanya dengan tangan terlipat di depan dada. Lalu tatapan pemuda itu beralih
pada Yuqi yang sejak tadi terdiam.
“Ada yang ingin kau katakan?”
Yuqi mendongak, mendapati Kino
menatap lurus padanya. “Apa maksudmu?”
Wooseok menatap Kino berharap pemuda
itu balik menatapnya. Jelas terlihat Wooseok mengkhawatirkan sesuatu. Ia ingin
Kino menahan diri. Terlebih hubungan Kino dan Yuqi terakhir kali kurang baik.
Kino akhirnya menoleh sesaat, ia mendapati Wooseok memberinya isyarat agar
tidak bertindak atau mengatapa apa-apa pada Yuqi. Namun Kino seakan tidak
peduli. Ia kembali menatap Yuqi, menunggu gadis itu mengatakan sesuatu.
“Apa kau ingin membela Chaeyoung?”
Kino melebarkan mata. Tidak
menyangka Yuqi akan bertanya seperti itu. Entah mengapa ia menangkap ada sorot
kebencian dari mata Yuqi. Kino sudah maju selangkah mendekat ke tempat Yuqi
duduk lalu berkata, “kau ini aneh. Chaeyoung yang telah menyelamatkan kalian.
Dan kau bahkan tidak mengucapkan terima kasih. Kau pikir aku tidak melihat
sikapmu?”
Yuqi ikut berdiri dengan ekspresi
menantang. Seakan ia tidak terima karnea Kino terus memojokkannya. “Apa yang
kau lihat? Apa kau lihat aku ketakutan?”
“Ketakutan? Pada Chaeyoung?”
“Selamat dari pengeroyokan 6 bulan
lalu. Menghajar preman-preman sendirian, memangnya apa dia kalau bukan monster?
Dan aku tidak boleh takut pada monster?” jerit Yuqi dengan nada tinggi seakan
kekesalannya sudah memuncak. Gadis itu berjongkok lalu menelungkupkan wajahnya,
menangis.
Yukyung melesat dari samping
Wooseok, ikut berjongkok disamping Yuqi untuk menenangkan gadis itu. Sementara
Kino maish berdiri dengan mengepalkan tangannya, sangat erat, sambil mendongak
menahan emosi. Wooseok sendiri hanya menunduk, tidak bisa berbuat apa-apa,
kecuali berjaga-jaga agar tidak ada yang bertindak konyol.
Yuqi akhirnya mendongak sambil
berdiri dengan gerakan sedikit kasar hingga membuat Yukyung sedikit mendorong.
Menatap Kino dengan matanya yang basah. “Kalau memang kau lebih memilih
Chaeyoung, maka aku yang akan menjauh.” Yuqi berbalik memunggungi Kino.
“Karena kau memilih Chan, kan?”
Pertanyaan Kino membuat Yuqi
membatalkan niat untuk melangkah pergi. Sementara Yukyung sudah melotot gemas
pada Kino, gadis itu bahkan memberikan kode menggunakan tangannya agar Kino
tidak membahas itu. Namun ekpresi Kino menunjukkan ia tidak mengerti apa yang
Yukyung maksud.
Yuqi terkekeh seakan menertawakan
Kino, sambil menyeka sisa air matanya. Yuqi tetap dalam posisi memunggungi
Kino. Kino kembali melempar tatapan pada Yukyung berharap Yukyung bisa
memberikan percerahan pada kebingungannya. Bukan tidak ingin membertahu, tapi
lebih baik Kino mendengar sendiri langsung dari mulut Yuqi.
“Oppa,
aku pulang bersama Yuqi.” Yukyung menoleh ke tempat Wooseok berada, dan hanya
melambai singkat pada Wooseok belum akhirnya berbalik sambil merangkul Yuqi
untuk membawa gadis itu pergi dari sana.
“Yukyung!” Seru Kino dengan nada
pelan namun penuh penekanan.
Wooseok berdiri sambil menepuk
pundak Kino sebagai tanda agar Kino mengalah dulu untuk hari ini. Yuqi terlihat
tidak ingin diganggu.
“Kau lihat? Yuqi bilang Chaeyoung
monster?” ada kilatan marah di mata Kino. Meski menyukai Yuqi, namun jika gadis
itu megatakan hal buruk tentang Chaeyoung, jelas Kino tidak terima. Ia lebih
tahu tentang Chaeyoung dibanding Yuqi, bahkan Yukyung.
“Yuqi hanya terbiasa hidup tanpa
kekerasan sedikitpun. Dimatanya, seorang perempuan yang menguasai beladiri itu
sangat aneh. Waktu itu memang Yuqi belum mengetahui tentang Chaeyoung. Mereka
akhirnya saling kenal karena Yukyung. Yuqi sangat ketakutan mendengar berita
Chaeyoung dikeroyok preman. Dan ketakutannya semakin bertambah karena tahu
Chaeyoung menguasai beladiri. Yuqi takut
Chaeyoung melakukan hal kasar padanya.”
Kino mendelik. Sama sekali belum
bisa menghilangkan amarahnya. “Dia tidak tahu Chaeyoung yang sebenarnya.”
“Sama halnya denganmu, kau belum
bisa mengerti Yuqi yang sebenarnya.” Wooseok balas menatap dalam ke mata Kino.
“Kau mau bilang aku lebih membela Yuqi?” sergahnya. Mengingat Kino masih
dikuasai amarah. Rasa sayang Kino pada Chaeyoung sebagai adik membuatnya
bersikap egois.
***
Yuto menyampirkan jaketnya ke pundak
Chaeyoung. Merangkul gadis itu agar wajah penuh darah Chaeyoung tidak terlalu
menarik perhatian orang-orang sekitar. Membawa Chaeyoung menyebrang jalan
menuju sebuah mobil terparkir. Pemuda itu membuka salah satu pintu mobilnya,
dan mendorong pundak Chaeyoung pelan untuk masuk ke sana. Lalu memutarin mobil
untuk masuk melalui pintu yang lain. Yuto langsung menyalakan lampu dan membuka
kotak dashboard, mengeluarkan kotak
putih berisi obat luka.
Chaeyoung menahan tangan Yuto yang
sudah mengarah pada wajahnya sambil memegang kapas yang sudah ditetesi obat. “Sunbae, biar aku saja.”
Yuto tidak melepaskan tatapannya
pada Chaeyoung. Pemuda itu menghembuskan napasnya dengan cukup keras. Sebagai
peringatan jika ia tidak ingin ada protes dari gadis itu.
Chaeyoung sempat balas menatap ke
dalam mata Yuto sambil merengut. Lalu hanya diam. Membiarkan Yuto kembali
menggerakkan tangannya menuju bagian luka di wajahnya.
“Akh!” Chaeyoung meringis sambil
memejamkan matanya. Bahkan tanpa sadar, tangan gadis itu mencengkeram salah
satu tangan Yuto yang berada di bawah, menopang kotak obat.
Yuto terus tersenyum. Bahkan saat
Chaeyoung seperti menjauhkan wajahnya, Yuto terkekeh gemas. Bukan menarik wajah
Chaeyoung, Yuto justru yang mengalah dengan memajukan badannya karena Chaeyoung
terus menjauh. Sampai akhirnya Chaeyoung sudah tidak bisa menghindar lagi
karena kepalanya sudah membentur kaca
mobil dibelakangnya.
Chaeyoung mendorong pelan dada Yuto
untuk menjauh agar dirinya bisa menghirup udara dalam-dalam. Yuto menghempaskan
punggungnya ke sandaran kursi. Yuto mendongak saat melihat lampu dalam mobil
mati. Pemud itu menoleh ke tempat Chaeyoung berada, lalu melempar tatapan ke
luar jalanan, ke arah Chaeyoung melihat sesuatu. Sebuah mobil yang cukup
familiar dimatanya. Ada seorang perempuan memunculkan diri dari dalam mobil.
Hanya melihatnya sekilas, Yuto bisa menebak siapa gadis itu. Gadis dengan gaun
yang sama seperti yang digunakan Mina saat acara di Gedung.
Yuto mendekatkan tubuhnya ke arah
Chaeyoung sambil menarik tengkuk gadis itu saat merasakan Mina seperti melihat
ke arahnya. Sontak Chaeyoung menahan pundak Yuto.
“Lihat gadis itu mengarah ke mana?”
bisik Yuto dengan suara beratnya.
Chaeyoung menuruti ucapan Yuto. Ia
mengintip dari balik pundak bidang milik Yuto. Mengawasi Mina yang kini
terlihat memasuki gang tempat ia dan Yuto muncul tadi setelah berpisah dengan
Kino dan yang lain. Chaeyoung mengerti mengapa Yuto melakukan ini. Yuto ingin
jika Mina melihatnya, mereka hanya seperti sepasang kekasih yang berciuman di
dalam mobil dan hanya diterangi sedikit lampu jalan.
“Dia mengarah ke gang tempat kita
lewat tadi,” kata Chayeoung juga dengan suara berbisik. Masih mengawasi sosok
Mina yang kini menghilang di dalam gang.
Tok tok tok!
Chaeyoung dan Yuto yang terkejut,
tanpa sadar saling mendorong. Bagian belakang kepala Chaeyoung bahkan sampai
membentur kaca jendela.
“Akh,” Chaeyoung meringis sambil
memegangi kepalanya.
Yuto yang melihat ada seseorang di
luar, menurunkan kaca di belakang Chaeyoung. Ia mendapati Kino melotot di sana.
Chaeyoung ikut menoleh saat Yuto membantu mengusap kepalanya untuk mengurangi
rasa sakit.
Kino memasukkan kepalanya melalui
jendela sambil mengulurkan satu tangan untuk menarik bagian kerah kemeja Yuto.
“Apa yang kau lakukan?”
Yuto hanya menepuk lengan Kino
sambil menatap tanpa merasa bersalah. Karena memang ia tidak melakukan hal-hal
seperti yan dipikirkan Kino. “Cepat masuk!” seru Yuto setengah memerintah.
Kemudian ia kembali duduk seperti semula setelah Kino masuk ke kursi penumpang
bagian belakang.
Kino duduk di ujung jok agar bisa
lebih dekat dengan Chaeyoung untuk memastikan keadaan gadis itu. “Kau baik-baik
saja?”
Yuto sudah mulai menjalankan
mobilnya saat Chaeyoung menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi beberapa menit
lalu. Tentang mereka melihat Mina.
“Mereka preman yang dulu?” tanya
Kino di tengah-tengah Yuto dan Chaeyoung.
Chaeyoung menggeleng cepat. “Tidak
satupun dari mereka.”
“Gadis itu kenal berapa banyak
preman?” Kino terdengar bicara sendiri karena pasti tidak ada yang mengetahui
jawabannya.
Sepi sesaat. Sampai akhirnya
Chaeyoung yang kembali buka suara. “Yuqi dan Yukyung sudah pulang?”
“Hmm.” Kino mengangguk sebagai
jawaban. “Jangan kau pikirkan perlakuan Yuqi padamu, ya.”
Chaeyoung menoleh dengan ekpresi
penuh tanya. “Memang Yuqi melakukan apa padaku?”
Kino tersenyum meremehkan. “Tidak
mungkin kau tidak tahu. Lagipula aku tidak akan membahas hal ini.” Kino menepuk
sekali pundak Yuto yang sedang konsentrasi menyetir. “Kau punya teman perempuan
seumuran kita?”
Yuto mendengarkan perkataan Kino
sambil mengawasi kaca spion. “Ada,” jawabnya.
“Kenalkan satu padaku,” ucap Kino penuh semangat.
“Tapi mereka semua di Jepang.”
“Pfft!” Chaeyoung tertawa tertahan.
Membuat Kino mendelik kesal padanya.
“Tapi memang benar mereka di
Jepang.” Yuto sempat menoleh sebentar untuk membela diri.
Kini Chaeyoung sudah tidak bisa
menahan tawanya. “Iya sunbae, kau
benar.”
Merasa semakin kesal, Kino
menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi dan melempar tatapannya ke luar
jendela.
***
Suara bel beringingan dengan suara
ketukan pintu yang terdengar tidak sabar. Seseorang menyibak selimutnya di dalam
ruangan yang masih cukup gelap. Pemuda itu bangkit sambil mengusap wajahnya. Lalu
menyeret langkah menuju jendela untuk membuka tirai hingga membuat kamarnya
terang.
Sementara di luar pintu, tampak Chaeyoung
berdiri dengan seragam sekolah lengkap beserta ranselnya. Di salah satu tangan
gadis itu Chaeyoung membawa sebuak kotak bekal berukuran cukup besar. Sesekali Chaeyoung
melirik jam tangannya karena pemilik rumah belum juga membukakan pintu. Chaeyoung
menoleh, justru ke arah seberang apartment yang dikunjunginya. Seorang pemuda
muncul dari sana sambil membawa sebuah koper besar. Ekpresinya terlihat terkejut
karena mendapati Chaeyoung berdiri di sana.
“Oppa?”
Chaeyoung menegakkan tubuhnya. Terkejut karena tertangkap basah oleh kakaknya,
mengunjungi apartment laki-laki pagi-pagi begini.
Pemuda itu, Dongwoon, akhirnya menyunggingkan
senyum sambil berjalan mendekati Chaeyoung. “Oppa akan berangkat sekarang. Jaga diri baik-baik, oke?” Dongwoon
memeluk Chaeyoung sesaat.
Chaeyoung tidak melakukan apa-apa
kecuali ekspresi wajahnya yang terlihat kecewa. Pekerjaan Dongwoon yang membuat
mereka jarang bertemu. Belum lagi mereka juga tinggal terpisah karena Dongwoon
tidak ingin kehidupan adik-adiknya terganggu karena fansnya. Chaeyoung sudah
membuka mulut. Namun tidak ada satu katapun yang terucap kecuali helaan
napasnya. Dongwoon juga terlihat pasrah. Tidak bisa melakukan apa-apa untuk
menghibur Chaeyoung kecuali mengusap lembut rambut adiknya.
“Maafkan Oppa tidak bisa menjagamu.” Dongwoon menunduk untuk mensejajarkan
tinggi badan, kemudian mengecup pipi Chaeyoung. tepat ketika pintu di belakang
Chaeyoung terbuka. Mengenai luka Chaeyoung, tentu gadis itu sudah menceritakannya
pada Dongwoon melalui telepon dan berakhir dengan ceramah Panjang pamuda itu
hingga membuat Chaeyoung terlelap karena Lelah. Lelah dengan hari ini, juga Lelah
karena tak ayal dua adik kembarnya juga melakukan hal yang sama seperti
Dongwoon.
Dengan rambut yang masih berantakan
dan hanya mengenakan kaus tanpa lengan serta celana training, Yuto membuka
pintu apartmentnya. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah seorang pemuda,
yang ia ketahui adalah tetangganya, mencium seorang gadis bertubuh mungil. Yuto
membelalakkan mata melihat kejadian itu karena gadis tersebut mengenakan seragam
sekolah yang sama seperti miliknya. Rambut hitam Panjang dan proporsi tubuh
mungil itu sangat ia kenal. Seperti milik Chaeyoung. Dongwoon sudah menegakkan
badannya saat Yuto baru melangkahkan kaki keluar dari apartmentnya. Chaeyoung yang
menyadari kehadiran Yuto, menghalangi tubuh tinggi pemuda itu karena dilihatnya
Yuto ingin mengejar Dongwoon. Ada aura membara dari cara Yuto memperhatikan
tubuh Dongwoon yang semakin menjauh menuju lift
yang berada di ujung koridor.
“Kau mau ke mana?”
Yuto menatap bergantian antara
Chaeyoung dan Dongwoon yang terlihat sudah masuk ke dalam lift. Melambaikan tangan pada mereka sesaat sebelum pintu lift tertutup menyembunyikan Dongwoon di
dalam sana. Yuto menghela napas, berusaha menenangkan diri. Ia harus mendapatkan
jawabannya saat ini juga. Yuto menarik tangan Chaeyoung, membawa masuk ke dalam
apartmentnya. Menghindari Mina kembali memergoki mereka di sana. Meski hal itu
terjadi, Yuto juga sudah tidak peduli sama sekali. Namun rasanya lebih aman
mereka bicara di dalam.
“Kenapa kau pagi-pagi ada di sini? Kau
menemui laki-laki tadi?” Tangan Yuto terulur menunjuk ke arah pintu,
mengibaratkan keberadaan Dongwoon tadi. “Lantas kenapa menggangguku?” Nada
bicara Yuto terdengar dingin.
Chaeyoung tersenyum tipis, seakan
tidak peduli dengan kekesalan Yuto. Tanpa sadar senyum itu terukir karena
melihat sisi lain seorang Yuto yang biasanya terlihat rapih dan tegas. Namun pagi
ini, dengan rambut yang sedikit berantakan dan wajah alami karena baru bangun
tidur, benar-benar menarik perhatian gadis itu. Namun reaksi kesal Yuto
akhirnya menyadarkannya. Chaeyoung berdeham, dan langsung teringat foto seorang
gadis yang ia temukan di dalam dompet Yuto. Kembali pada niat awalnya mendatangi
Yuto sepagi ini.
“Bisa kita bicara sebentar?”
Yuto mengangguk cepat. “Bicara saja.”
“Tapi tidak sekarang.”
Yuto melirik Chaeyoung penuh tanya. “Maksudmu?”
“Aku mau bicara sambil menemanimu
sarapan.” Chaeyoung mengangkat tinggi-tinggi tangannya yang membawa kotak
bekal. “Aku perlu suasa yang lebih nyaman, tidak seperti ini. Jadi, kalau tidak
keberatan, aku akan menunggumu bersiap-siap.”
Tanpa ada protes, Yuto balik badan. Tandanya
ia setuju. Pemuda itu berjalan menuju kamar, membiarkan Chaeyoung menunggunya
di sofa. Selama sekitar 15 menit Chaeyoung duduk di ruang tamu apartment Yuto
sambil membaca novel. Sampai akhirnya pemuda itu memunculkan diri, menatap Chaeyoung
dari belakang sambil mengusap rambutnya yang basah menggunakan handuk kecil.
Yuto menghempaskan badan ke samping
Chaeyoung hingga membuat gadis itu sedikit terlonjak kaget sambil langsung menutup
bukunya. Yuto ingin tersenyum melihat ekpresi kaget Chaeyoung yang terlihat
lucu dimatanya. Namun sekuat tenaga ia tahan karena bayangan saat Dongwoon
mencium pipi Chaeyoung kembali berputar dikepalanya. Kejadian itu benar-benar
terjadi di depan matanya.
“Apa yang mau kau bicarakan?” Ujar
Yuto sambil mengalihkan tatapannya ke arah lain.
Chaeyoung mendorong kotak makan ke arah
Yuto. Membiarkan pemuda itu membukanya lalu mencomot setumpuk roti tawar berisi
selai coklat lalu menjejalkannya ke mulut. Chaeyoung membiarkan Yuto menikmati
sarapannya, sementara dirinya sibuk mencari sebuah foto pada ponselnya. Sebuah foto
milik Taewoong yang dia foto kembali dengan kamera ponselnya. Chaeyoung menunjukkan
foto itu pada Yuto. Yuto melirik sesaat lalu mengalihkan lagi, fokus untuk
mengambil potongan roti berikutnya. Chaeyoung yang gemas menarik seragam
sekolah Yuto agar pemuda itu benar-benar melihat pada apa yang ingin ia
tunjukkan.
Yuto mengalah, akhirnya ia fokuskan matanya
pada layar ponsel Chaeyoung. Cukup lama Yuto tenggelam pada foto itu yang
membuatnya teringat sesuatu. Tiga bocah laki-laki yang ia kenali sebagai Takuya,
Yasuo dan dirinya sendiri.
“Yoo Taewoong. Atau mungkin kau
lebih kenal dia dengan nama Yasuo. Dia pemuda pemilik toko olahraga tempat aku
membeli helm sepeda untuk Dongmyung dan Dongju.”
Yuto melebarkan matanya seraya
mendengarkan penjelasan Chaeyoung. Potongan roti ditangannya terlepas, bahkan
sebelum sempat ia masukkan kembali ke dalam mulutnya.
“Bibi Hana, kepala koki di restoranku
adalah ibunya Taewoong Oppa. Dan itu
artinya dia ibumu juga, kan?” lanjut Chaeyoung meski Yuto masih belum
meresponnya.
Pemuda itu masih belum ingin
melepaskan tatapannya pada foto itu. Foto penuh kenangan bertahun-tahun lalu
sebelum keluarganya berperncar seperti sekarang ini. Yuto akhirnya menoleh
dengan sorot mata penuh kepedihan. Ia tahu semua tentang foto itu meski saat
itu ia masih sangat kecil. Takuya pernah menceritakannya padanya. Ia juga
memiliki foto tersebut di album keluarga miliknya. Namun benda itu tertinggal
di Jepang.
Chaeyoung mengangguk saat Yuto
menunjuk foto gadis kecil dalam pangkuan ibunya. “Itu aku,” kata Chaeyoung
dengan nada bergetar. Foto itu juga sarat kenangan baginya. Foto orang tuanya
dan sahabat orang tua mereka.
Chaeyoung buru-buru mengalihkan
tatapannya karena tanpa sadar air matanya menetes. Tidak menyangka reaksi Yuto
membuncahkan emosinya. Emosi kerinduan terhadap kedua orang tuanya.
“Ini Dongwoon. Dia kakakku. Dia tinggal
di depan apartmentmu. Tidakkah kau tau itu? Tolong kau jangan salah paham.”
Yuto menarik Chaeyoung ke dalam
pelukannya. Membuat gadis itu semakin terisak seiring dengan air mata Yuto yang
menetes pelan.
***