Author :
N-Annisa [@nniissaa11]
Cast :
·
Son Chaeyoung
·
Adachi Yuto
·
Kang Hyunggu (Kino)
·
Jung Wooseok
·
Lee Hangyul
·
and other
Genre :
School Life, Romance, Drama
***
Yuto dan Chaeyoung berjalan
beringinan. Namun ketika keluar dari pintu utama, Chaeyoung berjalan
mendahului. Dipikirannya Yuto akan menuju basement. Tanpa berpamitan, Chaeyoung
terus berjalan sendiri menuju halte bus. Sama sekali tidak menyadari jika Yuto
justru berjalan mengekorinya meski terlihat sibuk dengan pikirannya sendiri.
Chaeyoung berhenti, tentu saja sontak membuat Yuto menubruk tubuh mungilnya
karena pikiran Yuto terus melayang hingga membuat senyuman mengembak di
pipinya.
“Ya!” pekik Chaeyoung sambil menoleh
kesal. Jika saja ia tidak menemukan Yuto di sana, mungkin gadis itu sudah
melayangkan tinjunya.
Yuto menatap dengan ekspresi
bingung. Namun Chaeyoung sudah meredakan emosinya.
“Kenapa kau di sini? Tidak membawa
mobilmu sendiri?” Chaeyoung bertanya sambil mengedarkan pandangan. Tidak
melihat mobil mewah yang selalu menemani Yuto di sekitar sana.
Yuto tersenyum penuh arti.
Benar-benar seperti membayangkan sesuatu yang membuatnya tenggelam dalam
kebahagiaan. “Aku hanya khawatir tidak konsentrasi menyetir.”
“Memangnya kenapa?” tanya Chaeyoung
masih dengan ekspresi bingungnya.
Namun Yuto memilih untuk merangkul Chaeyoung sambil membalikkan tubuh
mungil gadis itu, seperti tidak ingin membahasnya dulu. Ingin ia nikmati sendiri
untuk beberapa saat. Terlebih bus yang akan mereka tumpangi sudah muncul.
Chaeyoung hanya pasrah di ajak masuk ke dalam bus oleh Yuto.
Suasana bus yang sudah penuh
penumpang membuat Yuto dan Chaeyoung terpaksa berdiri. Mereka berdiri
berhadapan dengan Yuto yang berpegangan dengan besi di atas. Chaeyoung terkekeh
karena melihat Yuto tersenyum sendiri. Meski menyadari sejak tadi jadi pusat
perhatian Chaeyoung, Yuto sama sekali tidak merasa malu. Ia semakin tersenyum
melihat Chaeyoung. Seseorang yang mengantarkannya menemui kebahagiannya.
Ternyata selama ini mereka sudah sangat dekat—ibu dan kakaknya. Dan mereka
saling terhubung melalui Chaeyoung.
Yuto meletakkan tangannya yang mash
dibalut perbang ke atas kepala Chaeyoung. Saat tatapan mereka bertemu, Yuto
mengangguk lalu menggandeng tangan Chaeyoung untuk mengajaknya turun karena
mereka sudah tiba di halte tujuan. Namun setelah menuruni bus, Chaeyoung
melepaskan tangannya dari genggaman Yuto. Karena ini sudah di lingkungan
sekolah. Yuto menunjukkan ekpresi cemberutnya, namun Chaeyoung tidak
mempedulikan hal tersebut dan memilih berjalan sedikit cepat mengejar Hwiyoung
tidak jauh di depannya.
***
Yukyung melambai tangan ke arah
belakang, ke arah Chaeyoung yang berjalan beberapa meter di belakangnya dan
Yuqi. Chaeyoung tersenyum sambil balas melambaikan tangan. Mereka akan menuju
toilet untuk berganti pakaian olahraga. Chaeyoung memeluk seragam olahraganya.
Namun dari arah berlawanan, terlihat Dayoung bersama beberapa teman sekelasnya
juga mengarah menuju toilet perempuan. Mereka saling tertawa sambil membawa
gelas minuman di tangan. Sebelum ini mereka memang dari kantin sekolah. Karena
sibuk bercanda membuat mereka menjadi tidak fokus dengan seseorang di depan
mereka. Dayoung menabrak Chaeyoung hingga menyebabkan minuman di tangannya
tumpah dan membasahi rok hingga celana ketat Panjang yang selalu ia gunakan di
balik rok pendeknya.
“Chaeyoung, maaf.” Dayoung berkata
sambil berlalu. Meninggalkan Chaeyoung yang masih berdiri dengan ekpresi syok.
Para gadis yang tadi bersama Dayoung
juga ikut melesat ke dalam tanpa ada yang berniat membantu Chaeyoung. Chaeyoung
hanya menghela napas untuk menenangkan diri. Gadis itu memang paling pintar
menahan emosi. Karena jika tidak, bisa saja Dayoung dan yang lainnya itu dibuat
patah tulang dengan ilmu beladiri yang dikuasainya.
Chaeyoung masuk ke dalam toilet dan
memilih bilik paling ujung. Mengkunci pintunya dari dalam, lalu mulai membuka
kemeja seragam sekolahnya. Chaeyoung megulurkan tangan untuk meraih seragam
olahraganya yang tergantung pada sebuah paku. Namun salah satu bagiannya
tersangkut dan karena Chaeyoung menariknya terlalu kuat hingga membuat bagian
yang tersangkut itu robek. Chaeyoung melebarkan matanya, panik, melihat kondisi
pakaianya yang tidak terselamatkan. Buru-buru Chaeyoung memakai kembali kemeja
sekolahnya kemudian keluar dari dalam bilik. Dia menemukan Yukyung sudah
berjalan ke arah pintu keluar.
“Yukyung!”
Gadis yang Namanya dipanggil
tersebut berhenti dan berbalik. Tidak terkecuali dengan Yuqi yang hampir selalu
bersama Yukyung. Namun karena mendapati Chaeyoung yang mengganggu mereka, Yuqi
lebih memilih meninggalkan Yukyung di sana.
Yukyung sempat melirik Yuqi dengan
perilaku aneh gadis itu. Namun ia tidak ingin terlalu memusingkan hal itu.
“Kenapa belum berganti pakaian?” Tegurnya pada Chaeyoung.
Tanpa menjawab, Chaeyoung
membentangkan pakaiannya sambil menunjukkan ekpresi sedih. “Tadi tersangkut…”
“Cepat keluar! Pak guru sudah
memanggil!” seru Yuqi yang kembali ke dalam toilet hingga membuat Chaeyoung dan
Yukyung menoleh padanya. Namun tanpa menunggu respon siapapun, gadis itu
langsung memutar tubuh dan melesat pergi lagi dari sana.
Yukyung kembali berbalik pada
Chaeyoung sambil melangkah mendekat. “Tidak ada waktu untuk beli baju baru.”
Yukyung merebut baju Chaeyoung yang terdapat lubang di bagian lengan akibat
robekan.
“Ya!” seru Chaeyoung sedikit
menjerit karena Yukyung justru membuat robekan pada bajunya semakin besar.
Bahkan lebih parah lagi, membuat pakaian Chaeyoung menjadi baju tanpa lengan.
Yukyung merobek satu lagi bagian lengan yang sebelumnya masih dalam kondisi
utuh.
Yukyung tersenyum penuh arti sambil
mengembalikan pakaian milik Chaeyoung. “Sudah sana pakai. Kau terlihat seksi
dengan baju tanpa lengan.”
Chaeyoung tertunduk dengan wajah
pasrah. Bahkan saat Yukyung mendorong pelan tubuhnya untuk kembali ke dalam
bilik, Chaeyoung sama sekali tidak sanggup melakukan protes.
Hasilnya, ketika semua sudah
berbaris di lapangan, Chaeyoung menjadi orang terakhir yang bergabung. Tentu
saja penampilannya menjadi sorotan karena pakaiannya yang tanpa lengan dan
celana olahraganya yang pendek menampakkan bekas luka di bagian kakinya yang
selama ini selalu ia tutupi dengan celana ketat Panjang berwarna kulit. Terlihat
jelas bekas jahitan di bagian betis dan di atas lututnya. Dan beberapa goresan
juga seperti masih terlihat meninggalkan jejak.
Awalnya Hangyul tidak menyadari
kedatangan Chaeyoung karena berdiri membelakangi gadis itu. Namun sikap Taeeun
dan Hwiyoung yang saling sikut membuatnya mau tidak mau menoleh ke belakang,
karena penasaran dengan apa yang menarik perhatian dua temannya itu. Sosok
Chaeyoung langsung tertangkap matanya. Semula Hangyul tidak berfikir ada yang
aneh lalu melanjutkan kegiatannya melakukan pemanasan. Karena setiap mereka
latihan Muai Thai penampilan
Chaeyoung memang seperti itu. Namun beberapa saat kemudian, Hangyul berbalik
kembali dengan reaksi sedikit syok. Chaeyoung tidak pernah menunjukkan bekas
lukanya pada penghuni sekolah.
Tutup mata, tutup telinga. Tentu
saja kehadiran Chaeyoung dengan kondisi seperti itu menyedot perhatian seluruh siswa
yang akan melakukan kegiatan di dalam Gedung olahraga. Gadis itu berusaha tidak
menghiraukan reaksi berlebihan orang-orang karena dirinya. Beruntung hal
tersebut tidak berlangsung lama karena beberapa saat kemudian pusat perhatian
berpindah tempat. Rombongan siswa kelas dua mulai berdatangan bersama guru
olahraga mereka. Kelas Kino dan Yuto.
Kino berhenti mendadak hingga
membuat Yuto yang berjalan dibelakangnya menubruk Kino. Pemuda itu sama syoknya
dengan Hangyul karena mendapati Chaeyoung berada di sana dengan penampilan
seperti itu. Namun berbeda dengan Yuto. Pemuda tinggi itu tersenyum, tampak
senang karena berada satu lokasi dengan Chaeyoung pada pelajaran olahraga.
Yuto menyadari perubahan sikap Kino.
Buru-buru Yuto menahan tangan Kino yang sudah ingin bergerak. “Kau mau ke
mana?” tanya Yuto yang curiga Kino akan menghampiri Chaeyoung.
Kino menoleh tanpa memberontak. Seketika
sadar posisinya yang tidak bisa sembarangan berinteraksi dengan Chaeyoung di
sekolah. Dengan adanya Yuto seakan bisa menjadi jembatan penghubungan dengan
gadis itu. “Orang-orang tidak boleh melihat bekas luka itu. Karena hanya akan
membuat Chaeyoung semakin terkucilkan.”
Yuto menghela napas, berat. Selama
Kino bicara, ia menatap lurus ke tempat Chaeyoung berada. Benar-benar tidak
bisa diprediksi apa yang sebenarnya terjadi pada seluruh penghuni sekolah yang
seakan berada di bawah bayang-bayang seorang Mina. Sambil melepaskan
pegangannya pada Kino, Yuto perlahan melangkah mendekat ke arah Chaeyoung
selagi siswa-siswi yang lain kini mulai disibukkan dengan kegiatan
masing-masing. Yuto mempercepat langkah ketika Chaeyoung mulai meninggalkan
tempatnya. Yuto meraih siku tangan gadis itu dan menariknya hingga membalikkan
badan. Tatapan Yuto langsung jatuh pada lengan bagian atas Chaeyoung. Luka
jahitan yang meninggalkan bekas sekitar lebih 10 centi.
Chaeyoung yang terkejut tidak bisa
menahan badannya yang dipaksa berbalik. Gadis itu ikut menoleh ke arah yang
ditatap Yuto, bagian lengannya yang terdapat bekas luka. Menyadari perubahan
raut wajah dari Yuto, Chaeyoung menyingkirkan tangan Yuto dengan pelan. Sedikit
tidak nyaman dengan cara Yuto menatapnya.
Lagi-lagi, Yuto menghela napasnya.
Membiarkan Chaeyoung terlepas dari genggamannya. Tragedi yang dialami Chaeyoung
membuatnya kembali merasakan sakitnya saat ia kehilangan Sana.
Suara pluit dari kedua guru mereka
mencoba mengambil alih perhatian yang semula tertuju pada Chaeyoung. Tidak
terkecuali Yuto dan Chaeyoung yang juga menyempatkan diri untuk menoleh. Chaeyoung
sudah ingin melangkah pergi, namun Yuto lebih sigap menyadari pergerakan gadis
itu yang langsung saja membuat Yuto menahan lengan Chaeyoung.
“Sunbae,” kata Chaeyoung dengan
ekspresi memohon untuk dilepaskan.
“Ini peringatan dariku. Kalau ada
yang mengganggumu, katakan padaku atau boleh pada Kino jika kau masih meragukan
keberadaanku.”
“Tapi…” Chaeyoung tidak melanjutkan kalimatnya
karena Yuto sudah lebih dulu meninggalkannya. Chaeyoungpun menyusul Yuto, namun
mereka berpisah di tengah lapangan untuk menuju kelas masing-masing.
Yuto menepuk Pundak Kino saat ia
melewati pemuda itu. Namun Kino hanya melirik sekilas. Ia sedang sibuk
memperhatikan seseorang dikejauhan. Dayoung. Siswi teman sekelas itu sedang
sibuk dengan ponselnya secara sembunyi-sembunyi. Dayoung memang salah satu
siswi yang cukup dekat dengan Mina dan Jihyo.
***
Sampai jam pelajaran terakhir, Yuqi
belum kembali ke kelas. Chaeyoung menatap khawatir kursi kosong yang biasa
ditempati Yuqi. Sesekali pandangan Chaeyoung bertemu dengan Yukyung ketika
gadis itu menoleh ke belakang. Chaeyoung mengisyaratkan sebuah pertanyaan
melalui ekspresi wajah, namun Yukyung selalu menggeleng.
Hangyul yang menyadari kekhawatiran
Chaeyoung, mengangkat bukunya untuk sedikit menutupi Chaeyoung dari kemungkinan
terlihat oleh guru yang mengajar. Dari bawah meja, jari Chaeyoung bergerak
cepat pada layar ponselnya, mengirimi sebuah pesan untuk Kino perihal
keberadaan Yuqi yang belum juga kembali.
Kino : Aku tidak peduli.
Chaeyoung menghela napas, berat.
Jika tidak bisa menahan emosi mungkin ia sudah membanting ponselnya ke lantai.
Tanpa harus meminta, Chaeyoung sudah menyodorkan ponselnya pada Hangyul.
Membiarkan pemuda itu membaca chat antara dirinya dengan Kino. Masih
sambil memegangi ponsel Chaeyoung, Hangyul langsung mengeluarkan ponselnya dan
mengirimi pesan pada grup chat miliknya bersama Wooseok, Kino, Yugyeom, Eunwoo
dan Junyoung.
***
Kino yang berada di dalam bilik
toilet, langsung berdiri dan memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana
setelah membalas chat dari Chaeyoung mengenai Yuqi yang belum kembali ke
kelas. Membuka dengan kasar pintu toilet yang justru membuatnya terkejut
sendiri karena menemukan Yuto di sana yang juga sama terkejutnya.
“Kau!” seru Kino gemas.
Yuto tidak terlalu ambil pusing
meski jantungnya masih berdetak sedikit cepat akibat terkejut. “Ada apa?” tanya
pemuda itu karena melihat raut wajah suram milik Kino.
Kino tidak langsung menjawab karena
sibuk memperhatikan sekelilingnya. Terdapat beberapa bilik toilet di sana.
Tidak terlalu aman jika membicarakan hal tersebut di sini. Yuto sama sekali
tidak melepas pandangan pada Kino karena ia belum menemukan jawaban atas
pertanyaannya tadi. Tanpa bicara, Kino melangkah ke luar toilet siswa
laki-laki. Jelas Yuto menyusul tanpa meminta ijin terlebih dahulu.
Kino menyodorkan ponselnya ke
belakang. Yutopun menerima dan melihat layarnya. Kino hanya mengetikkan sesuatu
pada aplikasi note. Yuqi menghilang dan belum kembali ke kelas sampai
sekarang.
Dengan sigap Yuto berlari
mendahului. Kino yang dengan tanpa sadar menyusul mengejar Yuto. Bukan karena
Yuto membawa pergi ponselnya. Namun memang cara Yuto pergi cukup mencurigakan.
Mungkin ada hubungannya dengan menghilangnya Yuqi.
“Kau mau ke mana?” teriak Kino
setelah Yuto berbelok ke arah area belakang sekolah.
Yuto tidak menjawab sampai akhirnya
mereka berhenti di dekat tembok pembatas. Yuto berbalik dan mendapati Kino
sedang terengah-engah karena mengejarnya.
“Kenapa kau ke sini?” Kino
mengulangi pertanyaannya sambil menerima ponselnya yang diulurkan Yuto. Kino
menatap berkeliling, untuk memastikan mereka benar-benar berada di kebun
belakang sekolah.
“Aku sedang bersama Wooseok saat ia
bertemu dengan gadis itu.”
“Siapa?” tanya Kino dengan nada
tidak sabar. Begitu penasaran dengan petunjuk yang mungkin meluncur dari mulut
Yuto.
“Yang kita temui malam itu, saat
Chaeyoung berkelahi dengan preman.”
“Yuqi?”
Yuto menggeleng tegas. Ia mungkin
lupa dengan nama gadis yang ia maksud. Namun bisa dipastikan bukan gadis
bernama Yuqi. Karena yang ia tahu, Yuqi adalah seorang gadis yang namanya
sering di sangkut pautkan dengan Kino.
“Yukyung?” desak Kino akhirnya yang
benar-benar tidak bisa menahan kesabaran. Sesungguhnya yang ia katakan pada
Chaeyoung hanyalah kebohongan. Jelas ia khawatir tentang kondisi Yuqi sekarang.
Ia takut jika Yuqi mengalami hal serupa dengan Chaeyoung. Tentu saja ia juga
mengkhawatirkan Chaeyoung saat itu, namun Yuqi dan Chaeyoung dua orang yang
jauh berbeda.
“Kekasihnya Wooseok, kan?”
“Ssst!” Kino berdesis keras.
Lagi-lagi ia mengedarkan pandangan, namun kali ini untuk memastikan tidak ada
orang lagi di sana selain mereka berdua. “Jangan katakan atau bahas masalah
itu. Di manapun. Terutama di sekolah.”
Yuto mengangguk mengerti. Kemudian
ia balik badan sebelum Kino lebih dulu menahannya.
“Apa?”
“Kau belum jawab pertanyaanku, kau mau ke mana? Ini belum jam pulang sekolah.”
“Kau belum jawab pertanyaanku, kau mau ke mana? Ini belum jam pulang sekolah.”
Yuto menggaruk belakang kepalanya.
Lupa jika ia belum menceritakan hal itu pada Kino. “Yukyung bilang Yuqi pergi
menemuimu di belakang sekolah dan ia tidak mau Yukyung menemaninya.”
Kino membulatkan mata. “Astaga,”
desisnya sambil mengusap wajah dengan telapak tangan, terdengar cukup frustasi.
“Aku bahkan tidak komunikasi dengan Yuqi sejak malam itu.”
Yuto diam. Sejak awal ia sudah
mencurigai hal tersebut. “Tanya Wooseok, Mina di kelas atau tidak?”
Tanpa pikir panjang, Kino seakan
menuruti ucapan Yuto, segera membuka ponselnya. Betapa kagetnya mereka jika
grup chat milik Kino dan 5 pemuda lainnya cukup ramai. Padahal ini masih
jam pelajaran. Kino beberapa kali melakukan swipe dan hanya membaca chat
penting, terutama dari Hangyul dan Wooseok.
Wooseok : “Sial! Mina tidak di
kelas.”
Hangyul : “Hah?”
Wooseok : “Dia ijin pulang karena sakit perut katanya.”
Wooseok : “Kino kau di mana?”
Eunwoo : “Kelas Kino bukannya sedang tidak ada guru?”
Hangyul : “Mungkin Kino hyung sedang bermain games.”
Junyoung : “Wah, enak sekali. Ayo bertukar kelas denganku.”
Wooseok : “Kau tau Yuqi di mana? @Kino”
Yuto masih
menunggu Kino yang kini sibuk dengan ponselnya. Membalas pesan dari
teman-temannya di grup. “Semoga apa yang menimpa Chaeyoung tidak terulang
kembali.” Tanpa sadar Kino menggumamkan kalimat yang membuat Yuto kini
menatapnya.
Kino : “Aku sedang bersama Yuto.”
Kino : “Tolong cari Yuqi di sekitar sekolah.”
Kino : “Hubungi Chaeyoung! Aku takut
hal itu terjadi lagi.”
Yuto merebut ponsel Kino. “Kau
kembali ke kelas. Ponselku tertinggal di kelas. Kalau terjadi apa-apa, aku akan
mengabarimu melalui ponselmu.”
Kino mendelik kesal, bukan karena
Yuto merebut ponselnya. Karena rasanya lagi-lagi ia menjadi seseorang yang tidak
berguna. “Aku tidak ingin kejadian itu terulang lagi!”
Yuto memegang salah satu pundak Kino
untuk menenangkan pemuda itu. Tanpa harus bertanya lagi, yuto sudah paham ke
mana arah yang dimaksud Kino. “Aku yang akan memastikan kejadian itu tidak
terulang. Kau tidak boleh mendapat masalah di sekolah. Atau ibumu yang berada
dalam bahaya. Cukup kau kembali ke kelas. Tunggu sampai pelajaran selesai. Dan
kalau perlu kau bisa temui Chaeyoung.”
Kino tidak langsung merespon. Ia
masih menatap Yuto cukup lama. Meyakinkan hati untuk menuruti ucapan Yuto.
Untuk mempercayakan keselamatan Yuqi pada pemuda yang bahkan baru ia kenal
dalam sebulan. Kemudian terlintas di benak Kino tentang siapa Yuto sebenarnya.
Pemuda itu lebih baik mengalah.
“Akh!” Kino menjerit, marah. Marah
dengan dirinya sendiri karena tidak bisa melakukan apa-apa.
“Dengan kau menuruti ucapanku, bukan
berarti kau tidak melakukan apa-apa. Kau harus menutupi kepergianku.” Yuto
kemudian melirik jam tangannya karena Kino belum kunjung memberikan respon.
“Hanya untuk satu jam. Pelajaran akan berakhir dalam satu jam.”
“Sial!” Kino yang masik dikuasai
emosi, menendang kerikil kecil di atas tanah. “Harusnya kita tidak hanya
mencurigai Mina!” Sekelebat bayangan tentang Dayoung saat di ruang olah raga kembali
berputar di kepalanya.
“Kino, sudahlah!” Yuto berseru
sedikit keras. Berusaha membuat Kino terfokus padanya. Hanya padanya, dan pada
ucapannya. Yuto memegang kedua pundak Kino. “Dalam satu jam, aku akan
mengabarimu.” Buru-buru Yuto menepuk pundak Kino sebelum akhirnya benar-benar
berbalik. Berlari ke arah tembok dan memanjatnya. Dalam hitungan detik, Yuto
sudah menghilang di seberang tembok.
***
Chaeyoung meremas kedua tangannya
yang ia letakkan di atas rok. Ia bahkan sudah tidak bisa berkonsentrasi dalam
pelajaran. Di sampingnya, Hangyul tampak sedikit terkejut karena sebuah
notifikasi yang masuk ke dalam ponsel Chaeyoung. Karena gadis itu tidak pernah
mengunci poselnya dengan sandi, Hangyul dengan leluasa memeriksa siapa pengirim
pesan tanpa merasa bersalah karena tidak meminta ijin terlebih dahulu pada
Chaeyoung. Kondisinya tidak memungkinkan untuk sekedar berbasa-basi meminja
ijin.
Kogyeol : “Kau di mana? Aku
melihatmu di bawa segerombolan orang.”
Hangyul membulatkan mata. Terkejut
dengan informasi yang ia dapat dari seseorang yang ia ketahui sebagai seniornya
di camp Muay Thai, sekaligus salah satu karyawan di restoran milik
keluarga Chaeyoung. Lagi-lagi, tanpa harus meminta ijin, Hangyul sudah
menggerakkan jari-jarinya di atas layar ponsel Chaeyoung. Membalas pesan dari
Kogyeol.
***
Sambil menenteng sesuatu, Kogyeol
tampak berjalan sendiri. Ia baru melepaskan pandangannya terhadap ponsel karena
ada seseorang yang muncul dari dalam sebuah gang.
“Dokyeom?”
“Hyung? Sedang apa di sekitar sini?”
pemuda itu justru balik bertanya.
“Kau bolos?” Kogyeol tidak langsung
menjawab karena melihat penampilan Kogyeol yang masih mengenakan seragam
sekolah, lengkap dengan ransel di punggungnya.
“Jam terakhir tidak ada guru, Hyung.
Jadi, untuk apa aku masih di sekolah?” Ujar Dokyeom dengan nada santai.
Terlihat bukan masalah besar. Lagipula memang itu bukan hal besar yang ia
lakukan saat itu.
Namun Kogyeol justru tidak terlalu
menanggapi pernyataan terakhir Dokyeom karena beberapa notifikasi sekaligus
masuk ke dalam ponsel. Buru-buru pemuda itu memeriksanya. Sedikit teralihkan
untuk merespon Dokyeom yang bahkan ia sendiri sudah bosan menasihati bocah itu.
Chaeyoung : “Aku di kelas, di
sekolah.”
Chaeyoung : “Di mana kau melihat orang
yang kau kira itu aku?”
Chaeyoung : “Tolong katakan, Sunbae.”
Chaeyoung : “Salah satu temanku
menghilang.”
Kogyeol
mengangkat kepalanya dari layar ponsel. Lalu mengedarkan pandangan
kesekelilingnya. Tanpa sadar, Dokyeom juga melakukan hal yang sama dengan
Kogyeol meski ia sendiri tidak tahu apa yang dicari pemuda itu.
“Kau mencari apa?”
Seakan mendapatkan titik terang,
Kogyeol menatap Dokyeom penuh harap. Membuat Dokyeom sendiri semakin bingung
dengan apa yang Kogyeol lakukan.
“Kau melihat seorang gadis, memakai
seragam sekolahmu dan di bawa segerombolan orang?”
Dokyeom mengernyitkan dahi. “Kau
terlibat lagi, Hyung? Aku saja bahkan tidak tahu apa-apa. Atau kau menuduhku…”
Satu jitakan mendarat di pundak kepala Dokyeom yang sontak membuat pemuda itu
mengerang kesakitan sambil memegangi kepalanya.
“Kalau aku terlibat, aku tidak
mungkin bertanya. Dan aku juga tidak menuduhmu sama sekali.”
“Maaf, Hyung.” Dokyeom hanya
menunduk, merasa bersalah. Namun ia juga memikirkan siapa yang menjadi korban berikutnya
dari Mina. “Hyung, apa itu Chaeyoung?”
Kogyeol menggeleng tegas. “Bukan.
Rambutnya berbeda dengan milik Chaeyoung. Dan lagi pula aku sudah bertanya
langsung pada Chaeyoung. Gadis itu masih berada di sekolah.”
Jika bukan karena bertemu dengan Kogyeol,
Dokyeom mungkin bisa tutup mata dan tutup telinga perihal kejadian ini. Namun
kali ini rasanya ia harus ikut bertindak. Karena ia sudah janji dengan dirinya
sendiri untuk berubah menjadi lebih baik. Seperti Kogyeol saat ini.
“Kau lihat mereka di mana?”
“Tidak jauh dari sini. Mereka pergi
menggunakan mobil.” Kogyeol menatap lurus jalanan yang kosong. Tempat yang
mungkin dilalui mobil itu.
“Ini masih belum terlalu sore.
Mereka pasti membawa anak itu ke Gudang atau rumah kosong. Karena aku sempat
melihat Mina meninggalkan sekolah lebih dulu dariku.”
***
Hangyul melirik jam di pergelangan
tangan kirinya. Hanya tersisa beberapa menit lagi untuk tiba jam pulang
sekolah. Diliriknya gadis yang sejak tadi terdiam disampingnya. Kondisi
Chaeyoung tidak jauh berbeda seperti beberapa tahun lalu saat orang tuanya
meninggal. Gadis itu hanya melamun dengan tatapan kosong.
Trauma itu mungkin kembali Chaeyoung rasakan. Saat gadis itu menjadi
korban pengroyokan beberapa preman. Mungkin ia bisa melawan, bisa selamat tanpa
cedera fatal. Tapi Yuqi berbeda dengan dirinya. Yuqi bahkan menganggap
Chaeyoung seorang monster berwujud siswi SMA.
Hangyul masih belum melepaskan tatapannya pada Chaeyoung. Ia bahkan
sampai sedikit memutar tubuhnya menghadap gadis itu. “Mina sunbae
mungkin sudah tidak berada di lokasi sekolah.”
Hanya dengan menyebut satu nama itu,
Hangyul berhasil menyadarkan Chaeyoung dari keterpakuannya. Gadis itu
benar-benar menoleh penuh minat. Tepat saat bel tanda berakhirnya pelajaran berdentang.
Seluruh siswa di kelas itu dengan kompak langsung menutup buku pelajaran mereka
dan membereskannya ke dalam tas. Kecuali Chaeyoung dan Hangyul yang menunggu
reaksi berikutnya dari gadis itu.
Chaeyoung berdiri. Hangyul ikut
mendongak seakan tidak ingin kehilangan satu detikpun tentang pergerakan
Chaeyoung. Gadis itu memegang pundaknya dengan Gerakan seakan menyuruh Hangyul
untuk menyingkir. Posisi duduk Hangyul yang di pinggir menghalangi Chaeyoung
yang duduk di dekat jendela.
Hangyul mengalah sebelum Chaeyoung
mungkin melemparnya dari jendela kelas yang berada di lantai 3. Pemuda itu
berdiri dan sedikit menyingkir. Benar saja, Chaeyoung langsung melesat
meninggalkan kelas. Gadis itu bahkan belum membereskan peralatan sekolahnya
yang masih tergeletak di atas meja.
“Titip tas,” kata Hangyul pada
Hwiyoung dan Taeeun yang duduk di meja belakangnya, sebelum ia juga menyusul
Chaeyoung keluar kelas. Saat menapaki anak tangga terakhir, dari sebelah kiri
tampak Kino berlari, berusaha menembus kerumunan para siswa yang ingin bergegas
meninggalkan sekolah. Tepat di belakang Kino, ada Wooseok yang mengejar pemuda
itu. Mereka berhenti karena melihat kedatangan Hangyul dan Chaeyoung
Hangyul memeriksa ponsel di
tangannya yang bergetar, menandakan sebuah pesan masuk. Chaeyoung menoleh cepat
dan menatap ponsel di tangan Hangyul dengan lekat. Seperti mengenali benda itu,
Chaeyoung merebut ponsel miliknya yang memang sejak tadi berada di tangan
Hangyul. Chaeyoung mungkin sempat lupa kalau ia memiliki benda seperti itu.
Sebuah pesan masuk dari Kogyeol.
Kogyeol : “Syukur kalau kau
baik-baik saja.”
Kogyeol : “Aku melihat mobil itu ke arah daerah X.”
Kogyeol : “Aku tidak bisa menebak ke
mana mereka membawa temanmu.”
Kogyeol : “Kata Dokyeom, kemungkinan
temanmu di bawa ke Gudang atau rumah kosong.”
Kogyeol : “Nanti akan ku kabari lagi.”
Chaeyoung merasakan dengkulnya
lemas. Tepat setengah tahun lalu, dirinya pernah berada di posisi itu. Di bawa
ke sebuah rumah kosong yang sedikit terpencil. Namun Chaeyoung berhasil kabur.
Dan ia baru menyadari, kemungkinan yang membuatnya lolos ada campur tangan
Kogyeol. Namun sial, beberapa preman berhasil menemukannya. Dan pengeroyokan
itu terjadi di sebuah gang sepi.
Chaeyoung mendongak saat merasakan
tarikan kuat pada tangannya. Wooseok membawanya pergi, menembus kerumunan siswa
SMA Paradise. Tidak peduli dengan tatapan mata dari hampir seluruh penghuni
sekolah. Dari situ Chaeyoung seakan mendapatkan lagi kekuatannya. Wooseok
benar, ia harus bergegas menemukan Yuqi. Cukup dirinya yang pernah ada di
posisi seperti itu. Jangan sampai ada orang lain lagi yang merasakannya.
Terlebih orang itu adalah Yuqi.
***
Kino : /mengirim tautan lokasi :
Mina/
Hangyul : “Hyung, kau dapat dari
mana?”
Hangyul : “Aku akan segera menyusul ke
sana.”
“Gadis bodoh.”
Seringai itu benar-benar terlihat
penuh kemenangan. Yuto kini sudah berada dari gerbang sebuah Gudang kosong.
Lokasinya sedikit cukup jauh dari pemukiman warga.
Pemuda itu masih menatap ponsel Kino
di tangannya. Beberapa menit sebelum pertemuannya dengan Kino di toilet, Yuto
bertemu dengan Mina yang terlihat baru saja keluar dari ruang guru, lengkap
tengan ransel. Raut wajah gadis itu sangat mencurigakan.
Mereka bertemu pandang dengan Yuto
yang mulai mengatur raut wajahnya. Sambil memegangi perutnya, Yuto bersandar di
sebuah tembok. Melihat Yuto seperti tidak berdaya seperti itu, sontak membuat
Mina tidak bisa mengabaikannya begitu saja. Gadis itu berusaha menunjukkan
kekhawatirannya pada Yuto.
“Aku sepertinya salah makan.
Sekarang perutku sakit sekali.”
“Mau ku antar pulang? Kita kan
bertetangga.”
Jelas dalam hati Yuto ingin memaki.
Gadis itu berpura-pura sekarang tidak terjadi apa-apa pada mereka. Padahal
jelas Yuto tahu siapa Mina dan Mina juga tahu siapa Yuto.
“Tidak bisa, aku ada ujian pada jam
pelajaran terakhir,” kata Yuto, berbohong.
“Siapa yang mengajar? Katakan saja
padaku, aku bisa meminta gurumu mengganti ujiannya di hari lain.”
Cukup sudah. Yuto tidak tahan
melihat mulut berbisa itu. Ia hanya berusaha menutupi raut wajah muaknya
terhadap Mina. Jika misinya dari Takuya sudah selesai, ingin sekali rasanya
Yuto menendang gadis itu. Atau mungkin memperlakukan hal yang sama seperti yang
pernah dialami Chaeyoung. Namun ia akan menghabisinya sendiri, tanpa butuh
bantuan dari siapapun.
“Bagaimana jika aku memberikan nomor
ponselku saja padamu.”
“Biar aku saja yang menyimpannya.” Mina sudah mengulurkan tangannya
sebagai tanda ia meminta ponsel Yuto.
“Ah, sayang sekali ponselku tertinggal di kelas.” Rasanya keringat dingin nyaris mengucur di
pelipisnya.
Beruntung Mina sama sekali tidak
menaruh curiga. Gadis itu lantas memeriksa tasnya dan mengeluarkan ponsel.
Setelah menerima benda itu, hal pertama yang Yuto lakukan justu memeriksa buku
kontak. Dan benar saja, Mina sudah menyimpan nomor ponselnya. Berusaha
mengesampingkan ‘dari mana Mina mendapatkan nomor ponselnya?’, Yuto membuka chat
pada kontak nomornya, mengirimi sebuah pesan lokasi dari nomor Mina. Mina
sendiri sama sekali tidak melepas tatapannya pada wajah tampan Yuto.
Benar-benar mengagumi tanpa harus melakukannya secara sembunyi-sembunyi.
“Oke, sudah.” Yuto mengembalikan
ponsel itu pada Mina. Namun tentu saja sebelumnya ia sudah menghapus pesan yang
ia kirimi pada nomornya sendiri. “Kalau begitu aku pergi dulu.”
Tanpa menghiraukan teriakan Mina,
Yuto sudah berlari dan melesat pergi. Menuju toilet tempat ia akhirnya bertemu
dengan Kino dan mengetahui fakta jika Yuqi belum kembali ke kelas hingga jam
pelajaran terakhir. Atau lebih tepatnya, Yuqi menghilang bersama kecurigaannya
tentang Mina.
Dan setelah memastikan lokasi tempat
ia berada sekarang—sama seperti lokasi Mina yang ia dapat melalui ponsel
Kino—Yuto mengedarkan pandangan. Mengawasi beberapa orang yang tampak berjaga
di sana. Dan tidak jauh dari gerbang, ada sebuah mobil yang Yuto kenal adalah
milik Mina. Ia ingat hal itu karena Mina pernah berurusan dengan Dongju.
Yuto : “Ini aku Kino.”
Yuto : “Nanti saja aku jelaskan kenapa ponsel Yuto ada padaku.”
Wooseok : “Aku dan Hangyul bersama Chaeyoung akan menyusul Yuto.”
Junyoung : “Aku ingin ikut.”
Junyoung : “Tapi aku harus belajar.”
Yuto : “Serahkan pada kami, hyung.”
Yuto : “Aku akan mengambil kendaraan di restoran Chaeyoung.”
Eunwoo : “Bahaya untuk Kino jika kau pergi menyelamatkan Yuqi.”
Yuto : “Iya aku tahu.”
Yuto : “Wooseok-ah! Ku percayakan Yuqi padamu.”
Wooseok : “Tenang saja.”
Yuto : “Yuto-ya! Hati-hati.”
Kino : “Terima kasih sudah percaya padaku. (Yuto).”
Yuto tersenyum
melihat percakapan teman-temannya. Sejak pagi tadi, ia resmi bergabung dengan
grup chat milik ‘siswa yang tidak boleh disentuh’. Dengan paksaan Kino
tentunya. Karena Kino merasa kondisi mereka saat itu hampir serupa, hanya saja
Yuto berani memberontak. Dan dengan cara seperti ini mereka bisa saling
melindungi. Terutama melindungi para gadis yang tidak bersalah. Tentu saja
seluruh anggota grup tersebut kini telah mengetahui tentang Yuto. Siapa lagi
kalau bukan karena Kino yang tidak bisa menjaga rahasia.
***
“Yoochan sebentar lagi juga berada
dalam kekuasanku. Jadi, jangan berharap kau bisa leluasa setelah tidak berhasil
mendapatkan Kino.”
Sementara di dalam Gudang, Yuqi
berada di sana dengan Mina yang duduk di sebuah kursi, sementara dirinya
berlutut di lantai Gudang yang terbuat dari semen. Matanya sudah sembab karena
menangis sejak tadi. Menangis ketakutan, dan menangis karena kebodohannya
mempercayai jika chat tersebut benar-benar dari Kino yang ingin bertemu
dengannya di belakang Gedung sekolah.
Mina sendiri masih sibuk dengan
ponselnya. “Lagi pula, apa bagusnya Kino?”
“Kalau begitu lepaskan Kino sunbae!”
Yuqi mendongak mendengar suara keras
itu yang berasal dari pintu. Mina tidak langsung menoleh karena ia sudah
memprediksi dari siapa suara itu bersumber. Chaeyoung. Gadis itu tertangkap
setelah terjatuh karena gagal melompati tembok. Beberapa sudut kakinya
berdarah. Chaeyoung bukan gagal, hanya saja dia memang menjadikan dirinya
sendiri sebuah umpan setelah mengancam jika ia ingin menjadi yang pertama
memastikan kondisi Yuqi. Chaeyoung juga sudah memastikan jika Kogyeol dan
Dokyeom sudah meminta bantuan teman-teman mereka.
Mina tertawa puas mendengar
kemarahan Chaeyoung. “Masih ingat jalan ke sini rupanya?” Mina masih tertawa
beberapa saat sebelum tawanya benar-benar berhenti karena ia baru menyadari
jika ‘lokasi’ di ponselnya hidup.
Chaeyoung melirik ke tempat Yuqi
yang hanya tertunduk setelah tahu jika yang datang adalah Chaeyoung, orang yang
sedang dihindari Yuqi mati-matian. Satu hal lagi, Chaeyoung melakukan hal ini
karena ia ingin meluruskan kekhawatirannya tentang sikap Yuqi padanya.
“Harusnya dulu kau benar-benar
mati!”
Chaeyoung menoleh ke tempat Mina
yang sudah dalam posisi berdiri, namun masih membelakanginya. Nada suara Mina
benar-benar terdengar sangat marah.
“Apa yang kau lakukan pada Yugyeom!
Dan apa yang kau lakukan pada Kogyeol? Kogyeol orang kepercayaanku!” Mina
berbalik dengan kilatan mata penuh amarah. Dengan tangan terkepal erat, Mina
mendekat ke tempat Chaeyoung yang berdiri di kawal oleh beberapa anak buahnya.
“Kenapa mereka tunduk padamu! Sebenarnya apa yang telah kau lakukan!”
Prak!
Yuqi menutup kedua telinganya
menggunakan tangan sambil memejamkan erat matanya yang justru membuatnya tidak
bisa membendung air mata. Satu tamparan keras mendarat di pipi kiri Chaeyoung.
Chaeyoung sendiri sudah mengantisipasi hal tersebut. Dalam hati ia ingin
tersenyum, meremehkan. Mina bukan lawan yang sepadan dengannya.
“Bahkan kau juga merebut kebahagiaan
Teman-temanku! Hangyul dan Kino juga membelamu! Siapa kau! Hah!”
Chaeyoung menunduk dengan mata
terpejam. Berusaha meredam suara cempreng Mina yang berteriak di depan
wajahnya. Chaeyoung tidak bisa menutup telinga karena kedua tangannya di tahan.
“Dan sekarang, kau juga ingin merebut
Yuto dariku!”
***
“Wanita gila!”
Wooseok dan Hangyul bersama-sama
menahan Yuto agar tidak menerobos masuk. Kejadian itu tepat setelah Mina
memberikan tamparan peringatan untuk Chaeyoung. Mereka bersembunyi di balik
pintu dan sedikit mengintip dari celah. Teriakan Mina dari dalam Gudang yang
tidak terlalu besar itu bisa terdengar dengan jelas.
Sementara Kogyeol dan Dokyeom sudah
mulai melawan beberapa preman yang berjaga di dekat pintu belakang. Cukup jauh
dari Gedung utama dan dari tempat Yuto menunggu. Mereka bahkan sudah dibantu
beberapa teman mereka yang baru saja sampai. Menurut informasi dari Dokyeom,
beberapa preman mungkin akan datang lagi. Maka mereka menyuruh Yuto, Wooseok
dan Hangyul untuk berjaga dan lebih dulu menghabisi preman yang baru akan
datang nanti sebelum mereka menerobos masuk ke dalam untuk menyelamatkan
Chaeyoung dan Yuqi.
Dan benar saja, sebuah mobil jeep
datang dari gerbang depan membawa sekitar 5 preman. Mereka terkejut karena
menemukan tiga siswa SMA mengintip ke dalam Gudang. Baik Yuto, Wooseok dan
Hangyul saling melempar tatapan seolah memberi sinyal sambil memungut balok
kayu di bawah kaki mereka. Mereka berlari, justru ke arah preman-preman itu
seakan ingin menyerang lebih dulu. Ternyata yang menyerang hanya Wooseok dan
Hangyul. Keduanya melindungi Yuto yang berlari ke arah samping, pintu tempat
Chaeyoung di bawa masuk. Yuto mendapat tugas untuk menyelamatkan Chaeyoung.
Tentu saja suara ricuh sampai
terdengar ke dalam Gudang. Salah satu preman memberi tahu Mina jika ada yang
menyerang mereka. Membuat Mina semakin melempar tatapan kebencian pada
Chaeyoung. Perlahan Chaeyoung mendongak dengan senyum samar, seolah memberi
isyarat pada Mina jika kali ini ia yang menang.
Brak!
Tepat beberapa saat kemudian, pintu
di dobrak oleh seseorang. Yuto datang dengan penuh amarah. Belum lagi ia sempat
melihat Mina menampar Chaeyoung. Membuat kebenciannya pada Mina semakin
memuncak.
Chaeyoung berlari ke samping saat dilihatnya Mina seperti mengincar
Yuqi. Namun Chaeyoung lebih dulu menghadang. Mina memukuli Chaeyoung
berkali-kali dengan tangan kosong, namun Chaeyoung hanya bertahan dan mengalah.
Lagi, Mina bukan lawan yang sepadan dengannya yang menguasai bela diri.
“Sunbae! Hentikan semua ini!”
“Tidak!” Jerit Mina yang memaksakan
tenaganya. Ia menarik bagian lengan seragam Chaeyoung hingga tersobek dan
memperlihatkan kaus dalam putih milik gadis itu.
***