Sepulang
sekolah, Anggi langsung menuju gerbang sekolah tempat kakaknya biasa
menunggunya. “Kak, aku gak jadi pulang bareng kakak ya.”
“Lho? Emang kenapa?” Tanya Doni, sang
kakak yang juga siswa di SMA tersebut. “Kalo mama nanya, gue harus jawab apa?”
“Ya udah, bilang aja aku mau pergi sama
temen.” Kata Anggi.
“Terserah lo aja deh.” Balas Doni yang
sedikit kesal yang langsung meninggalkan Anggi sendiri.
@@@
Anggi duduk sendiri di sebuah bangku
taman. Ia harap-harap cemas menunggu kedatangan seseorang. Sesekali ia melirik
jam tangannya.
“Putra mana sih? Jam segini kok belum
datang-datang juga?” keluhnya. Cewek itu berdiri sambil mengedarkan
pandangannya ke sekitar taman yang siang itu memang cukup sepi. “Beteeee…”
Keluh Anggi lagi untuk yang kesekian kalinya.
Tak lama, seorang cowok muncul dengan
nafas yang sedikit tersengal-sengal. “Hai sayang… Maaf ya aku telat.” Ujar
Putra sambil duduk di samping Anggi. “Kamu lama nunggu yaa?” Tanya Putra.
“Kamu kemana aja?” Anggi balik bertanya
dengan nada kecewa karena dibiarkan menunggu lama oleh sang pacar.
“Iya tadi jalanan macet.” Ujar Putra
menjelaskan alasan keterlambatannya.
Anggi berdiri untuk sedikit menghindari
Putra. “Jam segini mana ada macet!” Ia belum bisa begitu saja menerima alasan
Putra yang tak menepati janji.
“Beneran, tadi macet di jalan.” Putra
berusaha meyakinkan Anggi.
“Jalan mana?” Tanya Anggi lagi, masih
dengan raut wajah kekesalan.
“Jalan menuju hati kamuuu…” Putra
mengeluarkan jurus pamungkasnya.
Skak matt. Anggi tak bisa membalas
gombalan Putra.
Melihat Anggi diam, Putra tak
menyia-nyikan kesempatan untuk meluluhkan hati sang pujaan. “Maaf ya.” Ujar
Putra dengan lembut sambil mengulurkan jari kelingkingnya.
Meski terlihat sedikit ragu, dengan
perlahan Anggi pun mengaitkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Putra.
“Tapi janji ya, kamu gak ngulangin lagi?” Pinta Anggi dengan nada manja.
“Iya, aku janji.” Kata Putra meyakinkan.
“Senyum donk.” Putra merayu karena Anggi kembali diam.
Anggi pun tersenyum malu-malu. “Nanti
malam kita jadi nonton kan?” Tanya Anggi memastikan Putra menepati janjinya.
“Jadi donk.” Jawab Putra penuh semangat.
“Emang kenapa? Kamu gak mau, ya?”
“Mau.” Balas Anggi yang tak ingin
mengecewakan Putra. “Emangnya, kamu mau nonton film apa?”
“Hmm… Terserah kamu…”
“Yaudah deh. Jangan telat jemput ya.” Anggi
memperingatkan Putra sambil menyambar ranselnya yang tergeletak di atas bangku
taman.
“Pasti.”
“Aku pulang dulu ya.” Anggi pun
berpamitan.
“Dandan yang cantik ya.” Kata Putra
sebelum Anggi benar-benar pergi meninggalkannya sendiri di taman.
Akhirnya… Putra pun bisa bernapas lega.
Ia duduk dan langsung bersandar di bangku taman.
“Untung aja, Anggi gak curiga kalo gue
telat gara-gara tawuran.”
@@@
“Bos, itu bukannya anak SMA yang tadi
tawuran sama kita?”
“Mana?” Doni mencari-cari arah yang
ditunjuk Moel.
“Iya bener, bos.” Panji meluruskan
ucapan Moel.
“Kita
abisin aja sekalian.” Ujar Yuris menimpali perkataan Panji.
Doni
yang terhasut ucapan teman-temannya tadi langsung mempercepat langkahnya menuju
tempat Putra berada. Kala itu Putra tengah bersiap untuk meninggalkan taman.
“Hebat
bener berani dateng ke sini.” Ucap Doni sambil menepuk tangan tanda meremehkan.
“Ada
apa nih, bang?” tanya Putra yang sedikit kebingungan.
Panji
memaksa Putra untuk melepaskan kembali ranselnya. “Ada apa ada apa? Lo dateng
kemari, punya nyawa berapa?” Tanya Panji sambil sedikit mendorong tubuh Putra.
Yuris
menahan tubuh Putra yang terdorong ke arahnya. Kemudian, ia merangkul Putra
dengan tatapan merendah. “Lo pikir, bokap lo Jendral di sini? Hah!” Bentaknya.
“Boy!
Sini lo!” Perintah Moel.
Dengan
gugupnya, Putra pun menuruti permintaan Moel.
“Abis
ketemu cewek, ya?” lanjut Moel.
“Nggak
bang.” Jawab Putra dengan suara pelan.
“Akh!
Buang-buang waktu. Hajar bos!” teriak Moel memberi komando sambil mendorong
Putra ke arah Yuris dan Panji berada dan Doni pun langsung melayangkan tinjuan
tepat mengenai perut Putra. “Abisin aja, bos!”
Belum
sempat membela diri, serangan berikut dilancarkan oleh Panji. Bogeman cowok itu
ampuh menyungkurkan Putra. Lanjut menendang bagian perut sebelum Putra berhasil
berdiri.
Doni
pun tak mau buang kesempatan ketika Putra masih tergeletak di atas rumput. Ia
berulang kali menonjok wajah Putra. Dirasa cukup, Doni menarik kerah seragam
Putra dan memaksa cowok itu untuk berdiri. Yuris dan Panji dengan sigap
menangkap tubuh Putra ketika Doni mendorong Putra ke arah mereka.
Dengan
sangat leluasa, Moel melayangkan tendangan dengan perut Putra sebagai
samsaknya.
“Cabut.”
Ajak Doni ketika dilihatnya Putra sudah tidak akan memberi perlawanan.
Yuris
yang berjalan paling belakang kembali menoleh. Dilihatnya Putra masih
tersungkur dan susah payah untuk bangkit. Di saat itu pula, Yuris tak
segan-segan untuk berlari kembali ke arah Putra dan menendang perut cowok itu
hingga kembali tersungkur.
@@@
Suasana
taman sore ini lebih ramai dibandingkan dengan saat siang tadi. Banyak
anak-anak bermain. Kala itu Putra tak sengaja lewat. Di sana ia melihat Doni
yang tengah asik menyaksikan anak-anak bermain.
“Cowok
yang tadi siang ngehajar gue tuh.” Ujar Putra kesal. Rasa ingin balas dendampun
menguasai cowok ini untuk menghampiri Doni.
Pelan
tapi pasti, Putra menepuk punggung Doni hingga cowok itu menoleh. “Urusan kita
belum selesai.” Tanpa menunggu kata-kata keluar dari mulut Doni, Putra langsung
melayangkan tinjuan hingga mengenai wajah cowok itu.
Sontak
kericuhan pun terjadi. Beberapa anak yang tengah bermain pun menjerit histeris
ketakutan dan mulai berhamburan menjauhi Doni dan Putra.
Tak
terima, Doni pun membalas perlakuan Putra. Tak ayal, pertarungan sengit
terjadi. Beberapa orang yang menyaksikan tak ada yang berani melerai. Akhirnya
Doni pun bisa melepaskan diri dan kabur.
“Woi…!
Jangan lari lo!” teriak Putra sambil mengejar. Ia tak ingin Doni lepas begitu
saja karena saat ini ia berada di atas angin. One by one, akhirnya Putra bisa member perlawanan. Bukan seperti
tadi siang saat ia dikeroyok.
Putra
terus mengejar Doni yang masih berlari sejauh mungkin untuk menghindarinya.
Kini Doni hanya berada kurang dari dua meter dihadapannya. Sekuat tenaga, Putra
berusaha meraih kerah baju Doni. Dan… dapat! Putra menarik Doni hingga
terjatuh. Suasana yang sepi pun semakin menguatkan niatnya untuk menghabisi
Doni.
Putra
terus menghujani Doni dengan pukulan-pukulannya. Sementara Doni tak bisa
memberikan perlawanan yang berarti.
“Mampus
lo!” ujar Putra yang merasa puas karena Doni sama sekali tak berontak. Sudah
cukup. Pikirnya. Putra pun meninggalkan Doni begitu saja.
@@@
Ini
yang telah ditunggu-tunggu oleh Putra. Dengan semangat ’45, ia menjemput Anggi
dirumahnya. Cewek itu telah menunggunya di teras.
“Hai,
sayang. Kali ini aku gak telat, kan?” kata-kata yang keluar dari mulut Putra
sama sekali tak membuat Anggi tersenyum. “Kamu kenapa sih?” Tanya Putra sedikit
mencurigai sikap aneh yang ditunjukkan Anggi.
“Kita
gak jadi pergi.” Ujar Anggi tegas.
“Lho,
kenapa?”
“Kakak
aku…” Anggi menggantungkan ucapannya.
“Ada
apa sama kakak kamu?” Putra kembali bertanya penuh kekhawatiran.
Anggi
tak sanggup menjawab. Ia seperti menahan tangisnya. “Kakak aku meninggal.” Anggi
akhirnya tak sanggup menahan tangisnya yang kali ini benar-benar pecah.
“Sekarang aku mau ke rumah sakit.”
“Emang
selama ini kakak kamu sakit?”
Anggi
cepat-cepat menggeleng. “Tadi sore dia dihajar sama seseorang sampe meninggal.”
Putra
mendengarkan cerita Anggi sambil melirik tangan cewek itu yang seperti
menyembunyikan sesuatu. Cepat-cepat ia rampas benda itu dari tangan Anggi.
Bagaikan disambar petir, Putra tak mempercayai apa yang baru saja dilihatnya.
Itu foto Anggi bersama kakaknya. Dan kakaknya Anggi adalah Doni, cowok yang
tadi sore …
@@@