Author :
Annisa Pamungkas (@nniissaa11)
Main Cast :
·
B2ST/Beast Lee Gikwang
·
Infinite Lee Howon (Hoya)
·
SNSD Im Yoona
Support cast :
·
Other member B2ST/Beast, Infinite and SNSD
·
Yong Hwa, Lee Jonghyun CN Blue
·
Siwan Ze:a
·
Jonghyun, Minho and other member Shinee
·
Member Super Junior, A-Pink, F(X)
Genre
: romance, family,
friendship
Length : chapter
***
Eun
Ji melirik arlojinya. Sudah hampir setengah 4 sore. Namun ia tetap berat untuk
melangkah ke luar taman. Banyak hal yang menjadi pertimbangannya. Lalu beberapa
menit kemudian, ada sepasang kaki yang berhenti tepat di hadapannya. Buru-buru
Eun Ji mendongak. Dan saat mendapati Howon di sana, cewek itu segera bangkit.
Tak lupa juga Eun Ji menyodorkan bungkusan di tangannya dengan sedikit paksaan.
“Ini
boleh jadi yang terakhir kalinya,” kata Eun Ji yang terburu-buru untuk segera
pergi dari hadapan Howon. Cewek itu masih tak sanggup bertemu Howon lama-lama.
Jika saja bukan karena masih ada hutang tugas mengantar seragam, cewek itu pasti
lebih memilih untuk tidak di sana.
“Kak
Hoya!” seru suara nyaring yang sukses membuat Howon membatalkan niat untuk
melangkah mengejar Eun Ji.
Howon
menoleh sambil merendahkan tatapannya karena yang memanggil tadi adalah sahabat
ciliknya yang ia kenal di taman tersebut. Yoogeun dan Leo. Tentu setelah Eun Ji
sudah tidak terlihat di sana.
“Kok
Kak Hoya baru dateng, sih? Padahal kan pacarnya kakak udah dari tadi duduk di
situ,” seru Yoogeun dengan mimic lucunya.
“Ikh,
Yoogeun! Kakak tadi bukan pacarnya Kak Hoya.” Leo tampak memprotes karena ia
tidak sependapat dengan Yoogeun.
“Biarin
aja. Kakak tadi kan cantik, dan Kak Hoya juga ganteng. Mereka cocok kalau
pacaran.” Yoogeun juga tak mau kalah untuk membela diri.
“Tapi
kan belum tentu juga,” Leo masih membalasnya. Membuat Howon sukses sakit kepala
karena mereka.
“Yoogeun,
Leo!” seru Howon berusaha melerai keduanya. “Udah, ya. Jangan berantem.”
“Iya,
Kak. Kita nggak berantem lagi,” sahut Leo menurut dan langsung disetujui oleh
Yoogeun.
“Kita
main bola lagi kan, Kak?” seru Yoogeun penuh semangat.
Kali
ini Howon dibuat bungkam karena pertanyaan Yoogeun yang sangat berharap mereka
bisa bermain bersama lagi. “Maaf ya Yoogeun… Leo…. Kakak ada latihan sama
temen-temen kakak.”
Terlihat
wajah kecewa dari dua bocah laki-laki itu.
“Tapi
sebagai gantinya, kakak akan beliin kalian es krim, mau kan?” Howon tak
kehabisan akal untuk membujuk mereka.
“Iya,
Kak. Mau…” seru keduanya dengan kompak. Tentu mereka tidak akan melewatkan jika
ada yang ingin memberikan es krim secara gratis.
Mereka kemudian berjalan
meninggalkan taman dengan Howon menggandeng Yoogeun dan Leo di ke dua sisinya.
Ia mengajak dua bocah kecil itu menuju mini market yang tidak jauh dari sana.
Howon bahkan juga membeli es krim untuk dirinya sendiri. Setelah itu mereka
kembali ke taman untuk menikmati es krim.
***
Setelah
beberapa hari saling diam, Yoona akhirnya mengalah. Kembali ke mejanya semula
di barisan paling belakang bersama Gikwang. Dan saat cowok itu tiba di kelas,
Yoona terlihat menggeser sebuah kotak bekal hingga berada di area meja milik
Gikwang.
Gikwang
tidak langsung duduk dikursinya. Setelah melihat perlakuan Yoona tadi, ia
menoleh ke meja tempat Yoseob duduk dengan Tiffany untuk memastikan sesuatu.
Suasana sudak kembali seperti sebelumnya.
Yoona
sedikit tertunduk. Menghindari pandangan dengan Gikwang yang kini sudah kembali
menatap cewek itu. Sesaat terdengar suara helaan napas, berat. Lalu kemudian
Gikwang berujar, “gue minta maaf, Yoon.”
“Lo
nggak salah, Kwang.” Yoona menyelak cepat.
“Tapi
lo putus sama cowok lo, kan?”
Suara
Gikwang sempat menyita perhatian beberapa teman sekelas mereka yang lain.
Terutama Tiffany yang langsung melempari Yoona tatapan penuh tanya. Seolah
memastikan ucapan Gikwang tadi.
Yoona
berusaha untuk tidak terlihat panik. Ia juga berusaha memberikan kode pada
Gikwang untuk segera duduk melalui tatapan matanya. Namun saat melirik ke
tempat Tiffany berada, cewek itu belum menyerah sampai ia mendapatkan apa yang
ia mau. Jawaban kepastian tentang pertanyaan Gikwang tadi.
Belum
sempat Yoona menjelaskan, bel masuk sudah lebih dulu berdentang. Memaksa
Tiffany untuk sementaramenahan rasa penasarannya. Sementara Yoona akhirnya bisa
bernapas, lega.
“Kalau
masalah cowok gue, lo tenang aja. Gue sama dia memang udah saatnya buat pisah.”
Yoona mencuri-curi kesempatan untuk bicara pada Gikwang setelah guru mereka
masuk tadi.
“Masalahnya
kan kita kepergok di rumah gue. Dan cuma berduaan pula.”
“Ya
udahlah, nggak usah terlalu ngerasa bersalah.” Yoona sambil mengeluarkan
beberapa buku dari matapelajaran terkait. “Lo cuma nggak tahu aja apa yang gue
sama Jonghyun alamin akhir-akhir ini.”
Sesaat
Gikwang tidak membalas lagi ucapan Yoona. Ia sibuk mengendalikan perasaannya
sendiri. Padalah tidak hanya hitungan hari saja ia mengenal Yoona. Meski belum
bisa dibilang terlalu lama juga.
“Ada
kesempatan buat gue ngedeketin lo dong, ya?” seru Gikwang yang sudah sekuat
tenaga melawan rasa gugupnya.
Yoona
menoleh cepat. Namun Gikwang justru lebih cepat untuk menghindari tatapan cewek
itu. “Bukannya kita emang deket, ya? Ini aja di kelas duduknya satu meja.”
Yoona bicara tak kalah gugup.
“Kalau
emang mau lebih deket lagi, sambil motongin rumput di lapangan bola sepertinya
seru.”
Yoona
dan Gikwang langsung membeku karena ada suara orang lain diantara pembicaraan
mereka berdua. Keduanya sama-sama saling melempar tatapan. Sesuatu yang tidak
diinginkan akan terjadi setelah ini. Guru mereka, Ryeowook, sudah berdiri di
samping Gikwang dan mendengar semua obrolan cowok itu dengan Yoona.
***
“Hati-hati!”
Siwan
menahan tangan Seulong yang memegang pundaknya. “Nggak pa-pa, Om.”
Tentu
Seulong ingin membantu Siwan karena cowok itu berjalan dengan kondisi kaki yang
sedikit pincang akibat kecelakaan beberapa waktu lalu. Kecelakaan yang sukses
mengubur impian Siwan bermain sepakbola.
Saat
ini, Seulong dan Siwan baru tiba di bandara setelah melakukan perjalanan
melalui udara dari Surabaya. Seulong membantu Siwan untuk membawakan koper.
Namun Siwan tentu menolaknya. Belum bisa menerima sepenuhnya perlakuan Seulong
karena ia memang menghormati pria itu.
Siwan
sempat melirik jam di tangan kirinya saat tengah menunggu Doojoon yang akan
menjemput mereka. “Jam segini Yoona pasti masih di sekolah.”
Mendengar
Siwan berujar, Seulong ikut melihat arlojinya. Baru jam 9 pagi. “Sore ini bisa
langsung ke klub ‘Running Boys’? Biar nanti sekalian dijemput Doojoon.”
“Bisa
kok, Om. Tapi nanti minta anterin Chunji aja.”
Seulong
sudah tidak bisa berkata-kata lagi. Ia tentu ingin memperhatikan anaknya. Tapi
mungkin Siwan yang justru tidak ingin merepotkan Seulong. “Ya sudah terserah
kamu saja,” seru Seulong akhirnya.
***
Mereka
benar-benar menikmati ‘hukuman’ yang diberikan guru mereka, Ryeowook. Yoona dan
Gikwang. Ke duanya sedang menyapu tribun penonton. Sambil mengobrol seru,
mereka terkadang tertawa bersama tanpa melupakan tugas mereka.
“Myungsoo
tuh kadang-kadang konyol. Gue bener-bener dianggep kembarannya cuma gara-gara
punya nama sama. Padahal mah muka beda jauh.”
Sambil
tertawa, Gikwang mengajak Yoona untuk menyingkir dan beristirahat sebentar. “Iya
iya gue tahu kalau Myungsoo itu punya kembaran cewek. Cuma, semenjak Yonna
meninggal, Myungsoo jadi sering main sama gue, Sunggyu, sama temen-temen gue juga.
Tapi lo nggak pacaran sama Myungsoo?”
“Nggak
lah. Myungsoo udah naksir salah satu temen sekolahnya gitu,” jelas Yoona. “Eh,
Kwang.” Yoona menginterupsi sesaat obrolan seru mereka karena ada sesuatu yang
menarik perhatiannya. “Itu ada bola. Lo nggak mau main bentar?”
Gikwang
sempat melihat bola sepak yang Yoona maksud, tergeletak di salah satu sudut
tribun. Namun Gikwang sempat menatap Yoona lagi. Mempertimbangkan saran Yoona
yang jelas-jelas tidak terlalu menyukai sepakbola.
“Hmm…
soalnya gue sempet denger dari Tiffany, sekolah kita bakal ada pertandingan ke
dua lawan sekolahnya Myungsoo. Lo terdaftar jadi pemain di sini, kan?” seru
Yoona lagi.
Hening
kemudian. Gikwang tidak menjawab pertanyaan Yoona yang terakhir tadi. Lalu
beberapa saat berlalu, Gikwang tampak berdiri. Membuka kemeja seragam sekolah
sebelum akhirnya memungut bola sepak tadi dan membawanya ke tepi lapangan
sepakbola.
Yoona
menunggu dengan semangat untuk melihat permainan Gikwang yang sempat membuatnya
terpesona saat pertama kali bertemu cowok itu. Namun tiba-tiba, ada seseorang
yang duduk di samping Yoona. Saat menoleh, Yoona mendapati Eun Ji di sana
dengan tatapan kurang bersahabat padanya.
“Nanti
sore balik lo lagi aja yang ngurusin baju-bajunya Hoya.” Ucapan Eun Ji sukses
membuat Yoona melebarkan matanya.
“Kenapa…”
“Lo
masih nanya kenapa?” desis Eun Ji menyelak ucapan Yoona. “Jelas-jelas Hoya
lebih milih lo dari pada gue.”
Yoona
mendesah, berat. Namun ia atau pun Eun Ji tidak ada yang menyadari kalau suara
keras Eun Ji sukses mengalihkan Gikwang dalam permainan sepakbolanya.
“Ji..
Perkenalan gue sama Hoya itu sama sekali nggak terduga. Dan kedekatan kami sama
sekali nggak seperti yang lo pikirin.”
“Lo
mungkin nggak, tapi Hoya…?”
“Sekarang
gini aja,” tegas Yoona. “Apa yang lo mau gue lakuin biar lo nggak berpikir gue
punya perasaan ke Hoya? Lo mau gue nunjukin ke lo kalau gue udah punya cowok?”
Tepat
saat Yoona mengakhiri ucapannya, Gikwang sampai di tengah-tengah ke dua cewek
tersebut. Termasuk pula Howon yang tiba tak lama kemudian setelah Sungyeol yang
sudah melihat kejadian Eun Ji dan Yoona, memberi tahu Howon tentang kejadian
tersebut.
Yoona
sempat menyadari keberadaan Howon. Namun tatapannya berakhir pada sosok Gikwang
yang berdiri berseberangan dengan Hoya. “Bukannya waktu itu lo pernah ngasih
satu permintaan ke gue?” seru Yoona untuk memastikan kejadian saat Gikwang
mendadak harus berlatih di klub ‘Running Boys’.
Gikwang
tampak berpikir sesaat. Ia juga sempat melempar tatapan pada Eun Ji serta Howon
secara bergantian. Namun akhirnya ia mengingat dengan jelas kalau ia memang
memberikan Yoona sebuah permintaan yang tidak boleh ia tolak sama sekali apapun
yang Yoona pinta. Saat itu juga Eun Ji berada di sana dan mendengar semuanya.
Yoona
mempertegas tatapannya pada Gikwang. “Gue belom pakai dan itu masih berlaku,
kan? Gue juga bisa minta apapun, kan?”
“Iya,
Yoon. Lo bisa minta apa aja ke gue,” kata Gikwang akhirnya.
Yoona
menghela napas, lega. Sementara Howon diam-diam mengepalkan ke dua tangannya. Howon
sama sekali tidak melirik Eun Ji. Ia hanya fokus pada Yoona dan Gikwang. Belum
lagi masalah saat di rumah sakit yang membuat Howon semakin menatap tak suka
pada Gikwang.
“Kwang!”
seru Yoona hingga Gikwang mengembalikan tatapan padanya. “Kita pacaran. Mulai
hari ini.” Belum selesai keterkejutan Gikwang dengan perkataan Yoona tadi,
cewek itu sudah lebih dulu meraih salah satu tangan Gikwang dan menautkan
jari-jari mereka. Yoona lalu menatap Eun Ji untuk memastikan sesuatu. “Sekarang
udah lebih tertutup kan celah untuk gue ngerebut Howon dari lo. Karena gue udah
sama Gikwang. Apa pun kondisinya sekarang.”
Tanpa
menunggu respon dari siapa pun, Yoona menarik tangan Gikwang untuk meninggalkan
tempat tersebut. Howon dan Gikwang saling melempar tatapan sebelum Gikwang
benar-benar sudah menjauh dari sana. Dan tak lama kemudian, Howon menyusul
pergi. Meninggalkan Eun Ji di sana seorang diri.
Tidak,
masih ada Sungyeol yang tadi berdiri cukup jauh dari kerumunan. Saat ingin
berbalik dan pergi, Eun Ji menahan cowok itu.
“Tunggu,”
seru Eun Ji menghentikan langkah Sungyeol.
***
Sesudah
ada kejadian di lapangan sepakbola tadi, Yoona dan Gikwang kembali saling diam.
Yoona yang bingung harus bersikap seperti apa dihadapan Gikwang. Sementara
Gikwang tidak ingin merusak suasana jika ia menanyai tentang permintaan Yoona
yang ingin ia menjadi pacar dari cewek itu.
Yoona sama sekali tidak
bersuara. Kecuali saat ia memberikan sebuah bekal makan yang memang ia bawa
untuk Gikwang. Sisanya, sama sekali tidak ada sepatah kata pun yang meluncur
dari bibir Yoona. Sampai akhirnya, bel pulang membubarkan kelas. Termasuk Yoona
yang secepat mungkin berusaha meninggalkan kelas.
Namun
Yoona sempat berpamitan sesaat pada Gikwang selayaknya yang biasa dilakukan
teman sekelas. “Gue duluan.”
Di
depan kelas, Yoona mendapati tubuh tinggi Sungyeol menghalangi jalannya. Saat
mendongak, ternyata Yoona sudah mendapati sebuah tas karton yang diulurkan
Sungyeol padanya.
Sungyeol
hanya menggerakkan tas karton ditangannya sebagai tanda agar Yoona menerima
benda itu. Namun Yoona belum bereaksi apa-apa. Membuat Sungyeol yang tidak
sabar, meraih salah satu tangan cewek itu dan menyerahkan paksa tas tersebut
pada Yoona.
“Yeol!”
seru Yoona menghentikan langkah Sungyeol yang sudah lebih dulu meninggalkannya.
Merasa
tidak ada harapan untuk Sungyeol merespon teriakannya, Yoona lebih memilih
mengalah. Dan tepat kemudian, Gikwang muncul bersama Yoseob serta Tiffany.
Tidak hanya sampai di sana, ternyata Minho juga berada di sana. Tentu untuk
menemui Tiffany.
Suasana
sontak sedikit menegang setelah Minho memunculkan diri tadi. Yoona juga semakin
tidak mengeluarkan kata-kata. Namun tidak ada satu pun yang berniat
meninggalkan tempat itu. Terlebih Minho dan Gikwang yang saling melempar
tatapan karena pengaruh kejadian saat di rumah sakit.
“Sore
ini latihan di sekolah. Jam 4, dan jangan terlambat.” Setelah menyelesaikan
ucapannya pada Gikwang, Minho mengulurkan tangan sebagai tanda agar Tiffany
ikut pergi dengannya.
Yoona
tampak mendesah pelan. Setelah itu, ia ikut melangkah meninggalkan Gikwang
beserta Yoseob sambil membawa serta tas karton pemberian Sungyeol padanya tadi.
***
Kedua
pemuda itu saling berhadapan. Howon masih dengan mempertahankan tatapan tak
sukanya. Sementara Gikwang, menatap Howon dengan sorot mata yang sulit untuk
diartikan. Meski kemungkinan besar cara Howon menatap mewakili perasaannya yang
tak suka melihat Yoona meminta Gikwang menjadi pacarnya tadi. Dan kini mereka
hanya berdua, berdiri berhadapan di area parkiran.
“Ada
perlu apa lo sama gue?” desis Howon tajam. Ia masih di sana karena memang tadi
Gikwang menghentikannya.
Gikwang
menghela napas berat sesaat sebelum mengulurkan sebuah tas karton ke hadapan
Howon. “Seragam bola milik lo.”
Howon
merebut dengan gerakan sedikit kasar. Kemudian, tanpa berkata apa-apa lagi,
cowok itu membalikkan badan dan berniat untuk meninggalkan Gikwang di sana.
“Bagusnya
lo juga balikin seragam milik gue secara langsung.” Suara Gikwang sukses
membuat Howon menghentikan langkah. “Bukan dengan nitip ke Yoona.”
Howon
masih mempertahankan posisinya. Keringat dingin kini justru membasahi wajah
tampan Howon. Napasnya terlihat sedikit memburu. Beberapa kali Howon tampak
memejamkan matanya. Namun tidak berhasil membuatnya merasa sedikit lebih baik.
Gikwang
tanpa sadar melangkah mendekat. Tapi langkahnya terhenti karena tiba-tiba ada
seorang siswi berseragam SMA berjalan sedikit tergesa-gesa mendahului Gikwang
untuk mendekati Howon.
“Mas
Hoya masih sakit? Mas Minho mana? Jangan bilang dia udah pulang duluan sama
ceweknya?” cecar cewek itu yang ternyata adalah Sulli. Adik bungsu Howon dan
Minho tersebut menatap kakaknya dengan sangat khawatir. Ia bahkan sampai
mencari-cari sebuah sapu tangan untuk menyeka kening Howon.
Howon
menggenggam tangan Sulli yang masih menempelkan sapu tangan tersebut ke
keningnya. “Gue nggak-papa, kok. Kita pulang.”
“Emang
Mas Hoya masih kuat nyetir? Kita cari taksi aja, ya? Mobilnya bisa ditinggal
dulu di sekolah.” Secara tidak langsung, Sulli melarang Howon untuk menyetir.
Dan dari cara Sulli memperlakukan Howon, membuktikan bahwa kondisi cowok itu
tidak dalam kondisi baik.
Gikwang
sendiri masih berada di sana. Mengawasi cara Sulli memperhatikan Howon. Sesuatu
yang belum pernah ia alami dalam hidupnya. Dan ia merasa iri akan hal tersebut.
“Tenang.
Gue bisa, kok.” Howon memaksakan kakinya bergerak. Namun ia justru tidak bisa
mengimbangi berat badannya. Beruntung Sulli dengan sigap menahan tubuh Howon
yang lebih besar darinya.
“Mas
Hoya!” jeritan Sulli bersamaan dengan gerakan Gikwang yang ikut membantu
menopang berat badan Howon.
“Hoya,”
gumam Gikwang. Ia bisa melihat wajah pucat Howon dari jarak yang sangat dekat.
Tanpa
sepengetahuan Gikwang, ternyata Sulli memperhatikan cowok itu dan teringat
sesuatu.
Flashback…
Sungmin menatap Howon yang menurutnya
cukup kurang ajar. Namun sama sekali nggak bisa ia luapkan secara lepas
emosinya itu. Ia kini hanya mampu melirik Ga In dengan tatapan meremehkan.
“Ajarin anak kamu sopan santun!” desisnya tajam.
“Yoon,” gumam Gikwang yang masih belum
melepaskan tatapan dari Yoona. Cewek itu juga berdiri tak jauh di belakang Ga
In dan Howon.
“Gikwang, ayo!” Kali ini Sungmin
benar-benar menyeret Gikwang untuk pergi dari sana.
“Nanti gue telpon deh,” kata Gikwang
akhirnya karena ia nggak mungkin melawan perintah ayahnya meski sebenarnya ada
hal yang sangat ingin ia tanyakan pada cewek itu.
Yoona hanya sempat mengangguk sebagai
jawabannya karena Gikwang sudah lebih dulu dibawa pergi oleh Sungmin. Tepat di
samping Yoona, Sulli melirik cewek itu dengan tatapan iri. Sejak pertama kali
bertemu di UKS sekolahnya, Sulli memang tampak menyukai Gikwang. Namun belum
ada satu pun yang mengetahui hal tersebut.
Flashback end…
Sulli
sibuk dengan pikirannya sendiri. Kejadian saat di rumah sakit membuatnya
bingung. Terutama saat Gi Na mengatakan bahwa ia adalah ibu kandung Gikwang.
Dan itu besar kemungkinan jika ia dan Gikwang bersaudara. Tentu Sulli tidak
bisa terima semuanya dengan mudah. Karena ia.. menyukai Gikwang.
“Kamu
aja yang nganterin Mas Hoya pulang!” seru Sulli. Bahkan sebelum Gikwang sempat
meresponnya, cewek itu sudah lebih dulu meninggalkan Gikwang bersama Howon yang
sedang dalam kondisi sakit.
“Hei!
Kamu!” teriak Gikwang untuk menghentikan Sulli. Namun ia kesulitan untuk
menyebut nama cewek itu karena ia memang belum mengenal Sulli secara langsung.
Namun saat kembali melihat kondisi Howon, Gikwang tersadar. Keselamatan cowok
itu lebih penting. Gikwang kemudian melingkarkan salah satu tangan Howon ke
pundaknya.
***
“Jadi
lo udah beneran putus sama si Jonghyun itu?” pekikan suara Myungsoo membuat
Yoona menyumpal mulut cowok itu dengan roti panggang miliknya.
Yoona
menatap Myungsoo, jengkel. “Nggak usah bahas itu lagi, bisa?” desisnya yang
kemudian kembali menyeruput jus melon pesanannya.
Myungsoo
tidak langsung merespon karena ia sibuk menghabiskan roti dalam mulutnya. “Ya
terus, kenapa lo malah bête gitu?” Myungsoo menelan sisa roti dalam mulutnya.
“Bukannya lo emang udah nggak nyaman sama hubungan kalian?”
Yoona
mendesah berat sebelum menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi dengan
sedikit kasar. “Lo kenal lama sama Gikwang?”
“Lumayan.
Udah sejak SMP. Bang Gikwang juga temenan sama Bang Sunggyu.” Myungsoo menjawab
dengan jelas. Ia bahkan tidak menyadari ekspresi Yoona saat Myungsoo
menjelaskan kedekatannya dengan Gikwang. “Tapi diantara temen-temen Bang
Sunggyu yang lain, gue sih emang lebih deket sama Bang Gikwang. Mungkin karena
dia anak tunggal juga, jadi dia nganggep gue kayak adik sendiri,” lanjutnya
membuat Yoona semakin tidak nyaman dengan kondisi seperti sekarang ini.
Yoona
membersihkan tenggorokannya. “Kalau masalah cewek…” Yoona sengaja
menggantungkan ucapannya. Ia tidak ingin Myungsoo kembali menyerangnya tentang
alasan Yoona menanyai masalah Gikwang.
Myungsoo
nampaknya tidak terlalu ingin ambil pusing dengan nada bicara Yoona yang bisa
saja membuatnya curiga. Myungsoo sedikit berpikir tentang pertanyaan Yoona yang
terakhir tadi. “Hmm.. yang gue inget sih Bang Gikwang lagi nggak punya cewek kalau
sekarang-sekarang ini.”
Kemudian,
mereka saling diam karena Yoona tidak bertanya apa-apa lagi setelah itu. Namun
nyatanya tidak berlangsung lama. Saat Myungsoo sedang sibuk menghabiskan makan
siangnya, Yoona kembali berujar. “Kalau cewek yang dia suka?”
Myungsoo
mendongak cepat. Tentu Yoona sudah mengantisipasi hal tersebut. Maka saat
Myungsoo menoleh padanya, Yoona sudah lebih dulu mengalihkan tatapannya agar
tidak saling bertemu. Dan akhirnya, Myungsoo menyadari kejanggalan yang terjadi
sejak tadi. Cowok itu menatap Yoona, intens.
Ragu-ragu
Yoona melirik Myungsoo untuk memastikan cara cowok itu menatapnya. Dan, benar.
Kini Myungsoo sudah mencurigainya. Adik dari Sunggyu itu bahkan sampai sedikit
memajukan posisi duduknya agar bisa lebih dekat menatap Yoona.
“Lo
suka juga sama Bang Gikwang?” desis Myungsoo mempertahankan kecurigaannya.
“Suka
juga?” Yoona justru melemparinya pertanyaan juga.
Myungsoo
menarik kembali punggungnya hingga berposisi seperti semula. “Kayaknya sih Bang
Gikwang suka sama lo, deh.”
Yoona
sukses tersedak mendengar ucapan Myungsoo tadi. Tapi nampaknya Myungsoo sendiri
tidak menganggap hal tersebut sesuatu yang harus dibesar-besarkan. Bahkan cowok
itu tidak melakukan apa-apa untuk membantu Yoona yang tersedak.
“Apa dia bakal bisa sesantai itu kalau gue
bilang gue nembak Gikwang secara nggak langsung?” Yoona kini justru menatap
kesal pada Myungsoo yang memang benar-benar terlihat santai.
***
Gikwang
membantu Howon untuk berbaring diranjangnya. Lalu tidak lama kemudian, Ga In
datang dengan sebuah baskom berisi air dingin di tangannya. Melihat cara Ga In
merawat Howon, membuat Gikwang teringat ayahnya. Sungmin juga akan langsung
turun tangan jika dirinya terkena demam.
Kemudian,
Ga In membawa Gikwang untuk makan siang di rumahnya. Mereka duduk
berseberangan. Sementara Ga In menyendokkan nasi ke piring yang ia berikan pada
Gikwang.
“Apa
Sungmin memperlakukanmu dengan baik?”
“Papa
bahkan bikin aku lupa kalau aku sebenarnya masih membutuhkan sosok seorang
ibu.”
Mendengar
itu, Ga In melepaskan sendok ditangannya dan terjatuh tepat di atas piring
kosong. Bunyi nyaring tersebut sama sekali tidak menggoyahkan perasaan Gikwang.
Ia sama sekali tidak bergerak saat Ga In seakan hilang keseimbangan. Tapi
untungnya, wanita itu bisa langsung menjatuhkan tubuhnya di kursi dengan aman.
“Ibu!”
Howon berseru lemah. Ia melihat kejadian tadi dari ambang pintu dapur. Perlahan
Howon melangkah menghampiri ibunya. Duduk di samping Ga In dan merangkul wanita
itu penuh kekhawatiran. “Ibu nggak-papa?”
Ga In
memandang Howon dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Ini pertama kalinya
Howon terlihat begitu lembut. Terutama di hadapan Ga In. Karena selama ini
Howon memang terkenal cukup bandel dan kerap kali membuat ibunya sakit kepala
dengan sikap jahilnya.
Rahang Gikwang tampak
mengeras menyaksikan perilaku Howon terhadap Ga In. Tentu ia tidak sekejam itu
memperlakukan Ga In. Ia hanya tidak ingin menunjukkan kelemahannya terhadap Ga
In. Meski Gikwang sendiri belum tahu masalah apa yang pernah terjadi antara
Sungmin dan Ga In dulu, tapi ia juga bisa merasakan jika Ga In sendiri sama
sekali tidak memperkenalkan atau memberi tahu Howon tentang Sungmin. Dan itu
membuatnya menjadi sedikit sakit hati. Ga In seperti tidak menginginkan
keberadaannya.
“Apa
itu yang diajarin bokap lo?” desis Howon dengan tatapan menusuk. Lurus dan
tepat ke dalam mata Gikwang.
“Memang
ini kenyataannya.” Gikwang tetap mempertahan posisinya saat ini. “Sekarang gue
yang balik nanya ke lo.” Gikwang memberi jeda sesaat pada ucapannya. “Apa yang
lo tahu tentang bokap kandung lo?” lanjut Gikwang.
Howon
membeku. Sementara Ga In menatap khawatir Howon dan Gikwang secara bergantian.
Terutama pada Howon, karena kenyataannya apa yang ia lakukan pada Howon hampir
serupa seperti apa yang diterima Gikwang. Sungmin dan Ga In tidak pernah
menceritakan apapun pada anak yang ada pada mereka.
“Aku
dan Sungmin tidak saling mencintai.” Ga In yang tidak bisa menahan gemuruh di
dadanya, lebih memilih mengatakan semua. Namun tatapannya tampak kosong. Ga In
menghela napas sebelum memulai kembali ucapannya. “Aku bahkan sama sekali tidak
ingin memiliki anak dari Sungmin. Tapi kenyatannya, hadirlah kalian berdua.”
Kali
ini Gikwang dan Howon saling melempar tatapan, bingung. Tidak bisa begitu saja
percaya dengan apa yang diucapkan Ga In.
“Namun
saat bercerai, baik aku atau Sungmin tidak tahu jika saat itu aku tengah
mengandung Hoya.” Ga In melanjutkan ceritanya. Sekarang terserah kalian mau
marah padaku dan Sungmin atau apapun. Kalian sudah besar, dan kalian pasti bisa
memutuskan baik buruknya sesuatu.”
Selanjutnya, Ga In memilih
meninggalkan meja makan sambil beruraian air mata. Karena apapun yang terjadi,
hati seorang ibu tidak bisa dibohongi. Ia sangat merindukan Gikwang selama ini.
***
Myungsoo
menahan tangan Yoona yang tampak terburu-buru meninggalkan café tempat mereka
bertemu tadi. “Gue bakal gangguin terus sampe lo mau ngaku!”
Yoona
tentu saja berusaha melepaskan genggaman erat perlakuan Myungsoo. “Malu akh,
Myung.” Yoona sudah tidak bisa mengendalikan ekspresi wajahnya. Ia bahkan
sedikit menyesal telah membahas Gikwang dengan Myungsoo tadi.
“Yaelah,
gitu aja malu.” Dengan jahilnya, Myungsoo mendekatkan wajah untuk bisa melihat
ekspresi lucu yang ditunjukkan Yoona karena malu padanya. “Jangan-jangan kalian
udah jadian, ya?” tebaknya asal. Myungsoo justru semakin tidak bisa menahan
tawanya karena Yoona semakin menunjukkan wajah kesalnya.
Melihat
itu, Myungsoo terpaksa berhenti tertawa. “Lo lagi nggak seru, Yoon.” Ia bahkan
sampai melepaskan begitu saja tangan Yoona. “Besok lagi kita main lagi. Oke.”
Myungsoo mengacak gemas puncak rambut Yoona sebelum meninggalkan cewek itu di
sana.
Sesaat
Yoona masih menatap punggung Myungsoo yang semakin menjauh. “Di depan Myungsoo
aja gue udah kacau gini, gimana kalau di depan Gikwang juga nanti?” Yoona
mengeluh seorang diri. “Nggak mungkin gue ngindarin dia ‘kan besok?”
Perlahan
Yoona memutar badannya kembali. Namun ia tidak buru-buru melangkah karena
ternyata ia melihat Sulli berdiri tidak jauh dari tempatnya berada. Cewek itu
ternyata tadi berada di café yang sama dengan Yoona dan Myungsoo.
Sulli sendiri tidak
langsung merasa tertangkap basah saat Yoona melihatnya. Karena ia sendiri juga
dalam posisi menatap ke arah Yoona. Tapi kemudian, Sulli akhirnya bergerak
menjauh seolah tidak terjadi apa-apa antara dirinya dan Yoona.
Merasa
memang tidak pernah memiliki masalah apapun, Yoona sendiri akhirnya melangkah
ke arah yang berlawanan dengan Sulli. Ia berniat segera meninggalkan tempat itu
setelah mengambil motornya di parkiran.
***