Author :
Annisa Pamungkas (@nniissaa11)
Main Cast : B.A.P (Yongguk, Himchan, Daehyun,
Youngjae,
Jongup, Zelo [Junhong])
Support cast :
·
A-Pink (Chorong, Bomi, Naeun, Eun Ji, Namjoo, Hayoung)
·
G.Na (Soloist)
·
B2ST (Doojoon)
·
BtoB
Genre
: romance, family,
brothership
Length : chapter
***
Setelah
mengetahui punya banyak kakak laki-laki, sifat manja Zelo mendadak muncul. Ia
memaksa dan terkesan sedikit merengek agar Jongup untuk ikut menginap di
rumahnya. Pulang ke kediaman Doojoon bersama pasangan pengantin baru itu juga,
Youngjae dan Eun Ji. Zelo benar-benar sudah melupakan masalah yang pernah
terjadi antara dirinya dan Jongup. Bahkan seperti tidak pernah ingat kalau
kedekatan Jongup dengan Hayoung membuat pemuda tinggi itu menjadi resah. Tidak
lupa Zelo bahkan memaksa Ilhoon untuk ikut bersamanya juga.
Eun
Ji menggamit lengan Youngjae saat menaiki anak tangga di rumah mewah tempat
tinggal Youngjae selama ini. Sementara Zelo dan Jongup dengan semangat bersedia
memegangi bagian belakang gaun pernihakan Eun Ji yang menjuntai panjang. Lalu
Ilhoon membantu membawakan tas besar berisi barang-barang milik Eun Ji.
Sesampainya
di ambang pintu kamar Youngjae, Ilhoon menyodorkan tas milik Eun Ji pada kakak
iparnya itu. Tapi mereka belum juga membubarkan diri. Seakan menggoda pasangan
pengantin baru itu dengan tatapan jahil mereka. Youngjae sudah tidak bisa
menahan diri lagi. Sementara Eun Ji benar-benar merasa tidak nyaman dengan cara
ketiga pemuda itu menatapnya.
“Pada
nggak pengen istirahat?”
Zelo,
Jongup, dan Ilhoon tampak menahan tawa mereka. Entah apa isi kepala mereka saat
itu yang kelihatannya hampir serupa. Zelo dan Jongup bahkan saling sikut.
Kemudian tiba-tiba Zelo mendekatin Eun Ji lalu memeluk gadis itu.
“Selamat
istirahat ya kakak ipar. Dan selamat datang juga dikeluarga kami.”
Eun
Ji hanya diam tanpa bisa membalas perkataan Zelo. Begitu juga dengan Youngjae
yang hanya bisa terperangah dengan perlakuan Zelo pada Eun Ji. Cukup di luar
dugaan mengingat Zelo termasuk anak yang cuek. Selesai Zelo, kini giliran
Jongup melakukan hal yang sama. Dan tersisa Ilhoon. Youngjae menatap adik
laki-laki Eun Ji yang ikut ke sana itu seakan bertanya apakah Ilhoon akan
melakukan hal serupa pada Eun Ji?
Mengerti
maksud tatapan Youngjae, Ilhoon terkekeh kecil kemudian ia justru memeluk
Youngjae. “Aku udah sering meluk Kak Eun Ji,” ledeknya.
Setelah
tiga ‘pengganggu’ itu pergi, Youngjae mengajak Eun Ji masuk ke dalam kamarnya.
Menggenggam lembut tangan gadis yang sudah resmi menjadi istrinya itu. Eun Ji
terlihat memaksa berhenti karena ia melihat ada sesuatu yang berbeda di kamar
itu dari saat terakhir kali ia ke sana. Ada seperangkat meja rias dengan kaca
besarnya di salah satu sudut kamar. Dan memang tampak masih baru.
“Hadiah
dari Om Doojoon. Tapi buat lo, bukan buat gue.”
Eun
Ji terkekeh melihat raut wajah kesal dari Youngjae. Tapi tentu Youngjae tidak
serius bersikap seperti itu karena kemudian ia ikut tertawa.
***
Beberapa
menit lalu, Zelo baru saja dari dapur untuk mengambil segelas air. Lalu saat
kembali ke lantai atas, ia justru melihat Ilhoon berdiri di depan kamar
Youngjae. Padahal saat itu masih tengah malam. Tapi bisa saja Ilhoon sedang
membutuhkan sesuatu.
“Ngapain,
Mas?” tegur Zelo.
Ilhoon
menoleh cepat sambil meletakkan jari telunjuknya dibibir dan berdesis pelan.
“Kakak gue diapain ya sama Mas Youngjae? Kok kayak kesakitan gitu masa,” ujar
Ilhoon sepelan mungkin agar tidak menimbulkan kecurigaan. Terutama untuk dua
orang yang berada di dalam kamar tersebut.
Zelo
hanya diam karena memang ia tidak bisa menjawab kebingungan Ilhoon. Namun cowok
itu justru masih bertahan di sana sambil menenggak minumannya.
“Akh, Youngjae! Bisa pelan sedikit kan?
Kasar banget sih!”
Tanpa
sadar Zelo menyemburkan kembali ke dalam gelas air yang belum sempat ia telan
setelah mendengar teriakan Eun Ji tadi.
“Iya, maaf. Soalnya ini susah banget
ditariknya,” lanjut terdengar suara Youngjae.
“Balik
ke kamar,” ajak Zelo. Ia bahkan sampai menarik kaos yang dikenakan Ilhoon
dengan sedikit kasar.
***
Eun
Ji duduk di depan meja rias. Menatap pantulan dirinya dengan pandangan kosong.
Sementara Youngjae sudah melesat ke kamar mandi. Tidak lama kemudian, Youngjae
memunculkan diri dan sudah berganti pakaian dengan piyama tidurnya. Tapi Eun Ji
masih bertahan seperti tadi dengan riasan lengkap.
“Lo
mau tidur pakai baju begitu?” tegur Youngjae sambil duduk di tepi ranjangnya.
Sementara salah satu tangannya mengusap rambutnya yang basah menggunakan
handuk.
“Iya,”
ujar Eun Ji pendek. Ia lalu mulai melepas satu persatu perhiasan yang menempel
ditubuhnya. Namun karena banyaknya aksesoris yang memenuhi kepalanya, Eun Ji
sedikit bingung untuk melepasnya.
Youngjae
berdiri dan berinisiatif untuk membantu Eun Ji karena ia lihat gadis itu
seperti berada dalam masalah. “Sini gue bantu.”
“Akh,
Youngjae! Bisa pelan sedikit, kan? Kasar banget, sih!” pekik Eun Ji saat
Youngjae membantunya melepas aksesoris yang menempel di kepalanya.
“Iya, maaf. Soalnya ini susah
banget ditariknya.” Youngjae menatap Eun Ji melalui cermin, cukup merasa
bersalah.
Setelah
beberapa menit, mereka akhirnya selesai. Eun Ji sampai memijat-mijat kepalanya
yang sudah terasa sangat berat. Tanpa sepengetahuan Eun Ji, Youngjae tengah memperhatikannya
dalam-dalam. Merekam wajah cantik Eun Ji yang biasanya tampil tanpa make-up.
Youngjae mengembalikan kesadarannya karena dirasa Eun Ji tampak berdiri.
“Lo
mandi aja dulu. Nanti gue bawain teh hangat,” ujar Youngjae yang tanpa menunggu
persetujuan Eun Ji sudah lebih dulu meninggalkan kamar. Namun Youngjae sempat
bertahan sesaat sambil menyandarkan punggungnya pada daun pintu sebelum
akhirnya ia melangkah pergi. Sambil berjalan menuju dapur, pikiran Youngjae
melayang pada kejadian beberapa saat lalu. Tepat seusai resepsi pernikahannya
dengan Eun Ji. Ia menemui sahabat kecilnya, Gikwang.
Flashback…
Youngjae
menemui Gikwang di sebuah koridor yang sepi. Pemuda itu sudah menunggunya di
sana. Youngjae sedikit mempercepat langkahnya.
“Jadi,
calon istri yang lo bilang waktu itu adalah Eun Ji? Padahal lo tahu kalau Eun
Ji itu cewek gue,” desis Gikwang saat Youngjae sudah benar-benar berhenti tepat
di hadapannya.
“Sorry, tapi sebenernya gue nggak pernah tahu
pasti wajah cewek lo itu. Dan lagi pula, itu udah lama sebelum gue denger lo
ninggalin dia.” Dalam hati sebenarnya Youngjae menyesali ucapannya yang bisa
saja membuat pertemanan mereka justru menjadi hancur.
“Lepasin
Eun Ji.”
Youngjae
melebarkan matanya mendengar ucapan Gikwang. “Lo terlambat, Kwang.”
Gikwang
menunduk sesaat untuk menghela napas. “Bukan untuk gue. Tapi untuk kebaikan
lo.”
“Kebaikan
apa?”
“Gue
nggak mau lo nerima kekejaman Minhyuk.”
“Oh,”
Youngjae justru berujar enteng.
Gikwang
menoleh cepat. Berusaha memberi peringatan untuk Youngjae. “Lo nggak tahu siapa
itu Minhyuk. Dia seseorang yang cukup kejam dan sangat mencintai Eun Ji. Dia
bisa berbuat apa saja untuk mendapatkan Eun Ji kembali.”
Youngjae
menatap Gikwang dengan santainya. “Apa itu juga alasan lo ninggalin Eun Ji? Hanya
karena takut menghadapi Minhyuk?”
Gikwang
mengerjap tak percaya. Ucapan Youngjae sangat tepat. Padahal ia sama sekali
tidak pernah bercerita tentang masalah tersebut. “Jae, lo…”
“Gue
bahkan udah pernah dihajar oleh Minhyuk sampai masuk rumah sakit. Dan bonus
mobil gue dibawa pergi sama Minhyuk juga.” Youngjae menatap Gikwang. Menunggu
reaksi pemuda itu yang ternyata hanya bisa diam. “Gue udah tahu cerita antara
Eun Ji dan Minhyuk. Dan itu justru bikin gue dan Eun Ji berada di posisi
seperti sekarang ini.”
Gikwang
masih diam tanpa bisa membalas ucapan Youngjae.
“Tapi
gue bersyukur nggak pernah tahu siapa cewek lo dulu.”
Gikwang
melirik ragu. Perkataan Youngjae cukup menyakiti hatinya.
Youngjae
tersenyum penuh arti untuk membalas tatapan Gikwang. “Kalau gue tahu Eun Ji itu
cewek lo, mungkin gue nggak akan bisa sedeket ini sama Eun Ji. Gue menghargai
perasaan lo. Dan akhirnya justru lo yang jadi korban dari Minhyuk. Seperti lo
mengkhawatirkan gue, gue juga pasti merasa hal yang sama. Bahkan mungkin dua kali
lipat akan lebih ngerasa bersalah.”
Gikwang
semakin bungkam. Youngjae merangkul pemuda itu. Perasaannya juga bercampur aduk
sekarang ini.
“Mungkin
terdengar klasik, tapi wajah lo itu asset berharga buat hidup lo. Karena lo
seorang model. Cukup gue aja yang hampir mati dihajar sama Minhyuk,” ujar
Youngjae. Secara tidak langsung ia juga menghibur Gikwang.
“Tapi
lo baik-baik aja kan waktu itu?”
Youngjae
mengangguk cepat. “Sangat merasa baik karena yang nolongin gue waktu itu Eun Ji
dan Mas Himchan.”
Gikwang
sudah ingin membuka mulut, tapi Youngjae sudah lebih dulu membuat Gikwang
membatalkan niatnya.
“Jangan
bahas apa-apa lagi hari ini. Cuma bikin gue semakin ngerasa bersalah sama lo.”
“Lo
nggak usah khawatirin hal itu. Niat gue balik emang buat memperbaiki hubungan
gue sama Eun Ji. Karena siapa tahu Minhyuk udah nyerah buat ngedapetin Eun Ji.
Tapi nyatanya, Eun Ji justru jatuh ke tangan orang yang jauh lebih baik dari
gue.”
Youngjae
tertawa keras membuat Gikwang menatapnya heran. “Eun Ji adalah orang pertama
yang akan ngehajar gue kalau sampai hubungan Naeun dan Daehyun rusak. Eun Ji
sama sekali nggak berpikir gue cowok baik-baik, inget itu. Hubungan gue dan Eun
Ji jauh dari kata ‘baik’.”
“Tapi…”
“Tapi
gue akan berusaha untuk mencintai Eun Ji,” kata Youngjae. Terdengar jauh lebih
serius. Youngjae kemudian bercerita dengan singkat saat-saat yang dilalui
dirinya dan Eun Ji sebelum hari ini tiba. Mereka memang baru bertemu karena
selama ini Gikwang berada di luar kota meski pertemanan keduanya masih bertahan
sampai sekarang.
Flashback end…
Youngjae
kembali ke kamar dengan membawa 2 cangkir teh hangat. Gaun Eun Ji tampak
tergeletak begitu saja di atas kursi. Gadis itu juga masih berada di dalam
kamar mandi saat Youngjae meletakkan cangkir di atas meja. Pemuda itu memilih
bersandar di kepala tempat tidur sambil memeriksa ponselnya.
Terdengar
pintu kamar mandi terbuka. Namun tidak ada yang terjadi setelah itu. Youngjae
akhirnya mendongak karena penasaran dan hanya mendapati kepala Eun Ji yang
menyembul ke luar dari dalam kamar mandi.
“Lo
ngapain masih di situ? Nggak mau ke luar?”
Eun
Ji menggigit bibirnya. “Gue cuma pakai handuk, Jae. Bisa tolong ke luar dulu
nggak? Gue mau ganti baju. Sebentar aja. Janji nggak bakal lama.”
Youngjae
nyaris terkekeh melihat sikap pemalu Eun Ji yang baru saja ditunjukkan gadis
itu. Tentu karena selama ini Eun Ji hanya menunjukkan sikap galaknya pada
Youngjae. Tapi Youngjae menahan diri agar tawanya tidak pecah. Ia memilih
mengembalikan ponselnya ke atas meja, kemudian merebahkan badan sambil menarik
selimut hingga menutupi sebagian tubuhnya.
“Gue
capek, mau istirahat.”
Eun
Ji menahan rasa kesalnya untuk saat ini. Dengan terpaksa ia melangkahkan
kakinya ke luar setelah beberapa saat. Mendekap handuk yang hanya menutupi
bagian dadanya hingga paha. Sambil terus menatap waspada ke arah Youngjae, Eun
Ji berjingkat menuju pakaian yang sudah ia siapkan di atas tempat tidur. Tepat
di dekat kaki Youngjae yang tertutup selimut.
Tentu
Youngjae belum sepenuhnya tertidur. Ia mengintip dari balik guling yang
didekapnya. Tepat saat Eun Ji kembali berlari kecil menuju kamar mandi setelah
berhasil mengambil pakaiannya di tempat tidur. Melihat kaki mulus Eun Ji,
membuat Youngjae meneguk ludah. Buru-buru pemuda itu menenggelamkan wajahnya ke
balik selimut.
“Sial…!
Kenapa tadi gue nggak nurutin permintaan Eun Ji aja buat ke luar kamar!”
Youngjae berdesis kesal.
***
Empat hari berlalu setelah
hari pernikahan Youngjae dan Eun Ji. Mereka sementara masih tinggal di rumah
keluarga Doojoon. Dan hari itu Youngjae tampak sudah siap dengan sebuah koper
besar miliknya. Ia akan bertolak ke luar kota karena memang sudah mulai belajar
mengurus perusahaan keluarga Doojoon. Atau yang sebenarnya memang miliknya juga
sebagai salah satu anak kandung Hyunseung.
Youngjae
ke luar kamar sambil menarik koper besarnya. Ia juga belum melihat Eun Ji pagi
ini. Dan ternyata gadis itu justru muncul dari kamar Zelo yang tidak terlalu
jauh dari kamar Youngjae berada.
“Suami
lo tuh gue atau Zelo, sih? Lo abis ngapain di sana?” Youngjae menegur dengan
nada cukup tinggi. Sukses membuat Eun Ji sedikit terkejut mendengar suaranya.
“Adik
lo sakit. Apa salah kalau gue juga perhatian ke Zelo?” Eun Ji membalas ucapan
Youngjae dengan nada lebih rendah. Membuat Youngjae kini balik merasa bersalah.
“Maaf,”
ujar Youngjae mengalah. “Lo nggak mau nganter gue ke bandara?”
“Nggak.
Lagian, bukannya lo udah biasa sendiri. Gue mau di rumah aja. Kasian Zelo nggak
ada yang nemenin. Om Doojoon juga nggak ada tanda-tanda bakal pulang. Lagi
pula, gue belum ngapa-ngapain juga.”
Youngjae
menghela napas, pasrah. Ia sudah ingin berangkat, dan tidak mungkin memaksa Eun
Ji untuk mengantarnya ke bandara. Eun Ji bahkan masih memakai piyama tidurnya.
“Kalau
nganter gue sampai depan rumah, nggak nolak ‘kan?” Youngjae tetap ingin Eun Ji
mengantarnya. Meski hanya sampai depan rumah. Pagi itu rasanya ia ingin
memanjakan diri pada Eun Ji sebelum meninggalkan istrinya tersebut.
Meski
sebenarnya masih saling bersikap dingin, Eun Ji dan Youngjae sepakat untuk sedikit
berbaikan. Eun Ji tetap mengabulkan permintaan Youngjae. Tapi saat Youngjae
berniat merangkulnya, gadis itu sedikit menolak. Tentu Youngjae tidak ingin
mengalah. Ia bahkan sampai terkesan memaksa Eun Ji.
“Kalau
lo nurut, gue nggak bakal kasar.” Youngjae membalas tatapan tajam Eun Ji atas
perbuatannya.
“Gue
cuma nggak enak aja. Soalnya gue belom mandi.”
Youngjae
terkekeh mendengar jawaban Eun Ji yang menurutnya hanya sebuah alasan klasik.
“Oh, ya? Apa menurut lo itu masalah buat gue?”
Eun
Ji menoleh cepat untuk memastikan maksud ucapan Youngjae. Tapi yang didapat
jauh lebih besar dari sekedar jawaban. Youngjae sudah lebih dulu mendaratkan
bibirnya sekilas pada bibir Eun Ji. Dan setelah itu, Youngjae dengan jelas
menunjukkan tatapan penuh kemenangan pada Eun Ji sambil mengajak Eun Ji turun
ke lantai bawah.
***
Eun
Ji melenggang riang, menaiki escalator menuju tempat Peniel dan teman-temannya
menunggu. Ia sedang berada di bandara sekarang. Eun Ji juga akan melakukan
perjalanan ke luar kota. Menghadiri bahkan ikut terlibat dalam sebuah event besar bersama rekan kerjanya di
kantor Peniel.
“Gue
belum terlambat, kan?” seru Eun Ji saat sudah berdiri di depan Namjoo dan Peniel.
Namjoo
dan Peniel sontak berdiri bersamaan. Menatap penuh minat kehadiran Eun Ji di
sana. Peniel bahkan sampai membuka kacamata hitamnya.
“Gue
kira lo nggak bakal dateng? Youngjae tahu lo pergi?”
Mendengar
pertanyaan Peniel, membuat Eun Ji diam dan hanya bisa menggigit bibirnya.
“Youngjae bahkan udah pergi dari tadi pagi. Bisa sebulan dia baru balik.”
“Akh,
nggak seru dong? Kenapa nggak minta ijin langsung aja, sih?” goda Peniel.
“Udah,
deh. Gue masih belum yakin Youngjae bakalan nggak rese ke gue. Bisa-bisa dia
ngadu ke bokap gue.” Eun Ji berujar malas. Namun Peniel hanya tersenyum.
Mereka kemudian duduk
sambil berbincang seru tentang rencana mereka. Termasuk juga sempat membahas
sedikit tentang ketidak hadiran Peniel saat pernikahan Eun Ji dan Youngjae.
Cukup melupakan kehadiran Namjoo yang kini sibuk dengan pikiran-pikirannya
tentang Youngjae.
“Apa lo bisa bahagia dengan Eun Ji yang
bahkan nggak sedikitpun memiliki rasa untuk lo?” Namjoo mengkhawatirkan
Youngjae. Pemuda yang masih memiliki tempat tersendiri dihatinya.
***
Daehyun
dan G.Na mendapat tugas malam dan baru akan pulang dari rumah sakit siang
nanti. Sementara Yongguk, Jongup serta Himchan juga sudah berangkat sejak pagi.
Memulai aktifitas mereka hari ini. Meninggalkan Chorong seorang diri di sana.
Tapi itu cukup menyenangkan untuk Chorong. Wanita itu sangat menikmati
keberadaannya di tengah-tengah keluarga Yongguk yang hangat. Terlebih G.Na juga
sudah mulai membuka diri semenjak kejadian di hari pernihakan Youngjae waktu
itu.
Seusai
membersihkan semua peralatan makan yang digunakan untuk sarapan, kegiatan
Chorong berikutnya hanya menonton televisi. Ia memang dilarang melakukan
pekerjaan berat. Chorong juga masih dalam kondisi cuti bekerja hingga akhir
pekan ini. Chorong sempat ke dapur untuk mengambil segelas air. Tepat beberapa
saat kemudian terdengar suara pintu terbuka dan bunyi ponsel miliknya.
Chorong menempelkan
ponselnya ke telinga, sementara tangan yang lainnya masih menggenggam gelas.
Ternyata Himchan juga sudah pulang. Padahal waktu masih menunjukkan pukul 11
siang. Mereka hanya saling sapa melalui tatapan mata karena Himchan berniat
langsung menuju kamarnya. Namun saat mendengar suara pecahan kaca, Himchan
membatalkan niat untuk masuk ke dalam kamar.
Gelas
dalam genggaman tangan Chorong terlepas begitu saja hingga pecah di atas
lantai. Buru-buru Himchan melesat ke tempat Chorong berada. Wanita itu sudah
menangis, tepat saat Himchan menangkap tubuhnya yang sedikit sempoyongan.
Himchan membimbing Chorong untuk duduk di sofa. Setelah itu ia merebut ponsel
Chorong yang mencurigakan. Himchan tertegun sesaat saat mendengar seseorang
bicara dari ponsel Chorong.
Himchan
berusaha mengimbangi berat tubuhnya agar tetap berdiri tegap. Tangannya yang
memegang ponsel Chorong juga terasa lemas. Kemudian ia melirik Chorong karena
merasakan tangannya digenggam seseorang.
“Him,
kita harus segera ke… akh!” Tiba-tiba Chorong memegangi perutnya yang terasa
sakit.
“Chorong!”
Himchan menatapnya panik. Sambil memegangi pundak Chorong. “Darah…” gumam
Himchan saat matanya mendapati noda darah mengalir di kaki Chorong yang hanya
mengenakan dress selutut. Tanpa pikir panjang, Himchan mengangkat tubuh Chorong
dan membawanya ke luar.
“Bomi…!”
seru Himchan meneriaki nama Bomi saat cewek itu baru saja memasuki rumahnya.
“Mba
Chorong kenapa, Mas?” tanya Bomi sambil mendekat.
“Gue
mau bawa Chorong ke rumah sakit.”
“Pakai
mobil gue aja.”
Bomi berlari kembali
menuju rumahnya. Membukakan pintu mobil untuk Chorong. Himchan kemudian membuka
pintu kemudi. Namun sesaat ia menatap Bomi.
“Bisa
minta tolong? Gue belom sempet ngunci rumah.”
“Oke,
tapi gue juga ikut ke rumah sakit.” Bomi segera melesat ke rumah Himchan.
Melakukan permintaan pemuda itu yang tadi memang terburu-buru ke luar rumah.
***
Bomi masih
menemani Himchan di ruang tunggu rumah sakit sementara Chorong sedang
mendapatkan perawatan. Namun ia tidak berani bertanya apa-apa tentang apa yang
terjadi pada Chorong. Bomi hanya menunggu dengan resah kehadiran Daehyun di
sana.
“Mas,
Jongup belum tahu kan?”
Himchan
dan Bomi menoleh bersamaan. Daehyun juga sudah duduk di samping Himchan masih
lengkap dengan seragam dokternya.
“Gue
nggak ngasih tahu Jongup, kok. Dia juga lagi ke rumah Zelo. Zelo sakit,” jelas
Himchan. “Oiya, gimana Mas Yongguk?”
“Tadi
Mas Yongguk keserempet motor gitu. Tapi udah nggak-papa kok. Cuma luka-luka
aja. Nanti bisa langsung di ajak pulang sekalian dan…” Daehyun melebarkan mata
saat baru menyadari sesuatu. “Mba Chorong mana?”
Belum
sempat ada yang menjawab, pintu tempat Chorong mendapat perawatan terbuka.
Himchan, Daehyun dan Bomi langsung berdiri dan menghampiri seorang dokter yang
menangani Chorong.
“Siapa
suami dari nyonya Chorong?” dokter itu menatap Daehyun dan Himchan bergantian.
“Saya,
dok.”
Mereka
menoleh cepat ke arah sumber suara. Tampak Yongguk sudah berdiri di sana dengan
kondisi lengan kirinya yang dibalut perban.
“Mas
Yongguk?” Himchan, Bomi serta Daehyun berujar hampir bersamaan.
“Maaf,
istri anda mengalami keguguran. Nampaknya ada sesuatu yang dipikirkannya.”
Mendengar
jawaban dari dokter tersebut, Yongguk melempar tatapan menyelidik pada 2
adiknya, terutama pada Daehyun. “Siapa yang ngasih tahu Chorong kalau gue
kecelakaan?”
Himchan
sendiri juga ikut menatap Daehyun.
“Petugas
UGD,” Daehyun berujar sepelan mungkin.
Yongguk
dengan cepat bergerak memasuki ruangan. Tidak ingin melakukan perdebatan lebih
dulu dengan Daehyun karena pemuda itu tentu tidak tahu apa-apa.
“Untuk kita punya
keponakan tertunda dong?” Daehyun terdengar mengeluh. “Akh, tapi seenggaknya
masih ada Youngjae kan ya?”
Himchan
mentap Daehyun dengan pandangan aneh. “Jelas-jelas Eun Ji nggak hamil,”
desisnya seolah mengingatkan.
Daehyun
terlihat menjentikkan jarinya. “Mas Himchan bener.” Ia menatap Bomi dan Himchan
bergantiang. Tatapannya sangat penuh minat. Mata Daehyun kemudian terlihat
menerawang. Seperti ada sesuatu yang ia pikirkan. Dan saat melihat dua orang di
hadapannya, mendadak isi kepala Daehyun berubah. Ada sesuatu yang ia inginkan
dari dua orang itu. “Kalian jangan lama-lama ya nyusul Youngjae nikah.”
“Apa?”
seru Bomi. Tentu ia memprotes dengan tegas. Meski ia memang masih menyukai
Himchan, tapi bukan saatnya membahas pernikahan. Hubungan antara dirinya dan
guru tampan itu saja bahkan belum jelas sampai sekarang.
Himchan
hanya diam menanggapi ucapan jahil Daehyun. Tapi tentu saja itu hanya usaha
menutupi sesuatu yang ia pikirkan. “Ayo pulang,” putus Himchan pada Bomi. Ia
tidak ingin terjebak di sana dengan pikiran Daehyun yang mulai serupa dengan
Jongup.
***
Yongguk menutup pintu di
belakangnya. Tidak ingin 2 adiknya yang masih di luar mengganggu. Di sana ia
mendapati Chorong dalam keadaan sadar. Wanita itu bahkan sampai tersenyum
melihat kedatangan Yongguk.
“Kamu
baik-baik aja?”
Yongguk
mendesah berat sambil menghempaskan badannya ke kursi. “Harusnya aku yang nanya
begitu.” Tangan Yongguk perlahan mengarah pada perut Chorong yang masih
terlihat rata. “Kamu ngelakuin apa di rumah sampai bisa bikin kamu keguguran
gitu?” tanyanya selembut mungkin. Tidak ingin menyakiti Chorong dalam bentuk
apapun.
“Aku
memang wanita keras kepala. Tapi aku bukan wanita pembangkang. Terutama setelah
kita nikah. Jadi, tolong jangan salahin aku atas kejadian ini. Karena
setidaknya, sudah tidak ada nama ‘Changsub’ lagi yang tersisa di antara kita.”
“Apa
kamu nggak sedih karena…”
“Tentu
aku sedih. Tapi sumpah, Yongguk, aku nggak kelakuin hal jahat pada bayi ini.”
Chorong menatap Yongguk, sementara tangannya ia letakkan di atas tanggan
Yongguk yang masih memegangi perutnya. “Sebelumnya aku baik-baik aja. Sampai..
ada seseorang yang telepon aku dan bilang kalau kamu…”
“Maaf.”
Yongguk memeluk tubuh Chorong. “Maaf karena udah bikin kamu khawatir sampai
mengganggu janin kamu.”
“Ketakutan
aku untuk kehilangan kamu jauh lebih besar.”
Yongguk
perlahan melepaskan pelukannya. Tersenyum sambil mengusap pipi Chorong yang
sudah basah. “Aku mencintaimu,” ujarnya sesaat sebelum mendaratnya bibirnya di
atas bibir Chorong.
***
Eun
Ji duduk bergabung di meja makan bersama Peniel, Namjoo dan beberapa rekan
kerjanya yang lain. Eun Ji memilih kursi di antara Namjoo dan Peniel.
“Gue
denger, kita bakal ketemu sama CEO acara ini besok siang?” tanya seorang pemuda
berkaca mata bernama Dongwoon. Ia duduk di seberang Peniel.
“Iya,”
ujar Peniel pendek. Ia sendiri tampak memegang sebuah buku agenda.
Membolak-balikkan isinya dengan penuh minat sambil menelusuri setiap sudut
halaman tanpa ada yang terlewatkan. “Setelah makan malam, kita rapat.” Peniel
lalu menoleh ke tempat Eun Ji berada yang mulai menikmati makanannya. “Lo udah
bikin daftar yang gue minta, kan?”
Eun
Ji mengangguk cepat. “Model tambahan yang kita butuhin itu udah ada?”
“Catetannya
gue taruh di halaman belakang,” kata pemuda lain yang duduk di samping
Dongwoon.
“Oh.”
Peniel langsung membuka halaman yang dimaksud oleh Yoseob tadi. “Iya, ada 3
orang. Lee Jonghyun, Ahn Jaehyo dan…” Peniel tidak langsung meneruskan
ucapannya karena nama tersebut. ‘Lee Gikwang’. “Kayaknya waktu kita nggak
banyak. Kalian selesai makan malam kalian. 15 menit lagi kita ketemu di ruang
rapat.” Peniel tampak berdiri.
Namjoo,
Yoseob dan Dongwoon kembali melanjutkan makan malam mereka. Namun tidak untuk
Eun Ji. Ia menatap punggung Peniel yang sudah berjalan semakin menjauh. Seperti
ada yang disembunyikan pemuda itu.
***
“Kalian
jangan tinggalin gue sendirian dong di sini,” rengek Zelo dengan suara
paraunya. Ia juga masih tenggelam di balik selimut tebalnya.
Daehyun
dan Jongup saling melempar pandangan. Daehyun baru saja memeriksa kondisi Zelo.
Dan sekarang, ia juga Jongup harus pulang. Meski tentu saja Yongguk atau
mungkin Himchan tidak melarang mereka untuk lebih lama berada di rumah Zelo.
Terutama Jongup. Tapi keduanya masih memiliki keingin pulang ke rumah mereka
selama ini, bahkan rasanya jauh lebih besar.
“Lo
ikut kita pulang aja,” putus Jongup secara sepihak.
Daehyun
sontak menoleh cepat. Menatap Jongup seakan adiknya itu tidak bisa sembarangan
memutuskan sesuatu. Terlebih dikondisi yang seperti sekarang ini. Namun Jongup
membalas tatapan Daehyun dengan pandangan tenang. Pemuda itu sudah memiliki
pemikiran sendiri.
“Gue
kan bisa tidur di sofa. Cuma buat semalam aja, kan?”
Jongup
sudah lebih dulu menepuk pelan lengan Daehyun untuk memastikan semuanya
baik-baik saja. Ia lalu menyingkir dan berniat membawa beberapa helai pakaian
untuk Zelo. Sementara Daehyun sendiri mampu mengawasi kegiatan Jongup.
Sekitar
hampir 1 jam, mereka akhirnya sampai di rumah G.Na. Tentu dengan membawa serta
Zelo bersama mereka. Himchan yang tampak membukakan pintu karena mendengar
seseorang datang, sukses dibuat tercengang melihat tubuh tinggi Zelo yang
merangkul pundak Daehyun.
“Ini
darurat, Mas.”
Himchan
hanya mampu menyingkir tanpa berkomentar apa-apa. Membiarkan Daehyun dan Jongup
membawa Zelo untuk duduk di sofa. Sesaat Himchan masih tertegun di tempatnya
tanpa bergerak sedikitpun. Memperhatikan 3 adiknya dengan pikirannya yang cukup
bercampur aduk. Zelo sakit, dan Jongup tampak begitu perhatian. Seperti bukan
Jongup yang selama ini ia kenal. Jongup sempat menyelimuti Zelo dengan jaket
tadi sebelum ia ke dalam. Sementara Daehyun, tentu karena profesinya yang
sebagai seorang dokter.
G.Na
tampak memunculkan diri dari dalam kamarnya, bertepatan saat Jongup dan Daehyun
melintas. Namun 2 pemuda itu tampak biasa saja. Seakan tidak menyadari
keberadaan G.Na di sana.
“Himchan,
apa Yongguk mengabari sesuatu tentang Chorong?”
Himchan
tidak langsung menoleh. Fokusnya masih untuk Zelo. Seseorang yang selama ini ia
anggap sebagai muridnya. Ternyata anak kandung dari Ibunya juga. Meski ayah
mereka berbeda.
Melihat
Himchan mengabaikan pertanyaannya, tentu G.Na merasa sedih. Perlakuannya yang selama
ini mengabaikan anak kandung, seperti sedang terbalaskan. Bahkan pelakunya adalah
anak kandungnya sendiri.
“Nanti
aku temenin Jongup tidur di luar, deh. Nggak-papa kan kalau Zelo di kamar kita
malam ini?”
G.Na
baru menyadari jika Himchan tidak sendirian di sana. Karena posisi Daehyun dan
Zelo terhalang sebuah lemari besar sebagai pembatas ruangan. Dan saat mendengar
Daehyun menyebut nama Zelo, sontak G.Na mendekat. Dengan jelas ia melihat wajah
pucat Zelo yang duduk di sofa dengan mata terpejam erat.
“Aku
pergi beli obat buat Zelo dulu ya.” Jongup berpamitan sambil berlalu.
“Nggak
minta uang?” tanya Daehyun.
Jongup
menaikkan resleting jaketnya. “Masih punya kok, Mas.”
“Zelo
sakit? Apa dia akan menginap di sini juga?”
Mendengar
G.Na bersuara, Jongup hanya mampu melempar tatapan pada dua kakaknya. Seakan berusaha
untuk saling bertukar pikiran. Kejadian saat di pernikahan Youngjae beberapa
hari lalu seperti belum memberikan dampak apapun di keluarga itu.
“Tapi
kan nggak bagus tidur di luar. Zelo bisa di kamar ibu aja.”
Ketiga
pemuda itu tentu terkejut. Tatapan Himchan kini kembali jatuh pada sosok Zelo. Sementara
Daehyun menatap khawatir pada Jongup yang berdiri di samping Himchan.
“Sama
Jongup juga kan, Bu?”
Himchan bertanya dengan
penuh penekanan. Tidak sekalipun selama ini G.Na mengijinkan Jongup untuk tidur
bersamanya. Ia bahkan teringat kejadian di rumah sakit saat Jongup mencium pipi
G.Na yang sedang dirawat. Jongup sangat merindukan Ibu mereka. Namun Himchan,
Daehyun, bahkan Yongguk sadar, Jongup tidak memiliki kekuatan sedikitpun untuk
membenci G.Na. Tapi ia tidak yakin untuk beberapa detik kemudian saat G.Na
memberikan jawaban yang mungkin akan menyakiti hati Jongup. Atau sebaliknya…
“Tentu.
Kita bisa tidur sama-sama.”
Semuanya
runtuh. Kekhawatiran Himchan bahkan sama sekali tidak terjadi. Dan ini yang
sudah ia tunggu-tunggu selama belasan tahun. G.Na kini mulai membuka hatinya.
“Jong,
cepet pergi. Keburu malem,” tegur Daehyun.
***