Author :
N-Annisa (@nniissaa11)
Main Cast :
·
Jeon Jungkook (BTS)
·
Oh Hayoung (A-Pink)
·
Kim Yukwon (Block B)
Support Cast :
·
Yoogeun, Recipon Leo, Dayoung, Lauren,
Illayda, Jeongmin (Hallo Baby)
·
Minhyuk, Jihoon, Zico (Block B)
·
Hoseok, Yoongi, Jimin, Taehyung (BTS)
·
Junhong, Jongup (BAP), Eunji (A-Pink)
·
Jessica, Hyoyeon, Sooyoung, Yoona,
Seohyun (SNSD)
·
Krystal, Sulli, Victoria (Fx)
·
Yunho, Changmin (TVXQ)
·
Hyukjae, Heechul, Donghae, Kyuhyun
(SuJu)
Length :
3 shoot
Genre :
Romance, family
***
“Kamu
ngantuk ya?”
Lauren
menggeleng. Hayoung mengembuskan napas, frustasi. Lauren tidak seceria setengah
jam yang lalu. Dan Hayoung sudah kehabisan akal untuk merayu Lauren. Lalu
Hayoung memegangi perutnya. Saat melirik jam dinding, ternyata sudah hampir
sore. Pantas saja ia sudah merasa lapar lagi dan kemungkinan Lauren juga
merasakan hal yang sama.
“Lauren
ayo ke bawah.”
Hayoung
menggandeng tangan Lauren menuju lantai bawah. Memperhatikan langkah Lauren
saat mereka menapaki anak tangga. Dan saat di dapur, ternyata Jessica tidak
sempat meninggalkannya makanan. Lalu saat memeriksa persediaan serealnya,
Hayoung mendadak lesu. Hanya tersisa satu kotak mengingat kemarin tiba-tiba Yukwon,
Hoseok dan Junhong memiliki minat pada sereal yang lebih banyak disukai anak
kecil itu.
“Noona hanya punya ini. Kamu mau?”
Lauren
sama sekali tidak bersuara sejak ia merasa lapar dan tidak berani mengadu pada
Hayoung. Ia hanya mengagguk saat Hayoung menawarinya sekotak sereal. Lauren
menunggu Hayoung menyiapkan sereal untuknya. Hayoung juga hanya bisa menatap
Lauren penuh minat saat anak itu mulai menyantap serealnya. Ia tidak tega untuk
memintanya barang sedikit saja. Dan lebih parahnya, Hayoung juga tidak bisa
mengolah bahan makanan yang ada di dapur. Harapannya hanya pada Yukwon untuk
membelikannya makanan, tapi Yukwon juga belum membalas pesannya sejak tadi.
Lamunan
Hayoung buyar saat mendengar suara bel rumah berdentang. Melihat Hayoung pergi,
Lauren diam-diam menyusul dan ikut berdiri di samping Hayoung yang mengintip
melalui jendela rumah. Hayoung berusaha menajamkan pandangannya karena ia tidak
mungkin membukakan pintu untuk sembarangan orang di saat rumah tidak ada
siapa-siapa.
“Itu
siapa?”
“Paman
Jungkook!”
Hayoung
menoleh saat mendengar suara riang Lauren. Mendapati Hayoung menatapnya
tiba-tiba, Lauren langsung bungkam. Karena pernah mengenal nama itu, Hayoung
memberanikan diri membukakan pintu.
“Maaf,
apa Lauren di sini?”
Hayoung
sedikit menggeser tubuhnya karena merasakan Lauren mengintip dari balik pintu.
Jungkook tersenyum lega melihat salah satu keponakannya benar-benar berada di
sana.
***
Jungkook
duduk dengan canggung sambil sesekali melirik Lauren yang tertidur di karpet
tebal yang disediakan Hayoung. Hayoung bahkan nyaris ikut terlelap di samping
Lauren yang memeluk boneka Hello Kitty milik
Hayoung. Merasakan Hayoung melakukan pergerakan, Jungkook buru-buru mengalihkan
tatapannya ke arah televisi.
“Kalian
sudah makan?” Jungkook bertanya. Berusaha berbasa-basi lebih tepatnya karena
Hayoung benar-benar sudah dalam posisi duduk.
“Aku
tidak bisa masak. Tidak berani beli makanan di luar.” Hayoung melirik Lauren
dengan perasaan sedikit bersalah. “Lauren juga hanya bisa aku beri sekotak
sereal.”
“Aah,
iya.” Jungkook semakin merasa salah tingkah. “Mau aku masakkan sesuatu? Ya tapi
hanya makanan biasa.” Jungkook cepat-cepat bicara karena tadi Hayoung melirik
dengan tatapan sedikit sulit diartikan.
Jungkook
dan Hayoung kini sudah berada di dapur. Tapi Jungkook menunggu Hayoung yang
sedang mengeluarkan beberapa bahan makanan dari dalam kulkas. Hayoung tersenyum
miris menatap sayuran di tangannya. Jungkook yang sedang mencuci tangan,
menoleh karena merasakan sesuatu yang aneh pada Hayoung.
“Memalukan.
Harusnya aku yang memasak, bukan dirimu.”
Jungkook
tidak bisa memprotes dalam bentuk apapun. Sedikit banyaknya ia mengerti posisi
Hayoung. Sikap kekanakannya yang sudah sering ia dengar dari Minhyuk. Tapi
melihat cara Hayoung bersama Lauren tadi membuat Jungkook merasa Hayoung bisa
bersikap sedikit lebih dewasa dibanding dengan Eunji. Meski begitu, Jungkook
tetap harus menghibur Hayoung.
“Eonnie benar-benar memperlakukanku
seperti seorang putri raja. Hingga aku tidak bisa melakukan banyak hal.
Mengurus diriku saja terkadang aku masih mengandalkan Yukwon, Hoseok dan
Junhong.”
“Bagaimana
kalau aku mengajarimu memasak?”
Hayoung
menoleh cepat, membuat Jungkook menahan napas karena takut ia telah salah
bicara. Nyatanya kekhawatiran Jungkook tidak terjadi karena Hayoung dengan
antusias menyetujui tawaran Jungkook. Memang harus ada seseorang dulu yang
menyeretnya ke luar dari zona ‘manja dan tidak bisa apa-apa’.”
***
“Eonnie tolong eyeliner-nya.”
“Kamu
mau yang mana?”
“Yang
merah muda.”
Setelah
selesai Eunji buru-buru memastikan tampilannya dengan berkaca melalui cermin.
Sebuah kaos oblong berlengan panjang yang dipadukan dengan rok pendek setengah
paha. Rambutnya diikat satu kebelakang dan poninya ia biarkan menutupi kening
hingga alis. Sementara itu teman-temannya yang membantu Eunji tadi kini sedang
sibuk membereskan kamar gadis itu.
“Apa
rambutku tidak terlihat kekanakan?” Eunji meminta saran karena sedikit
terganggu dengan gaya rambut yang dibuat oleh Bomi tadi. Sesekali ia juga
melempar tatapan ke cermin.
“Tidak.
Itu bagus.”
Tepat
sesaat setelah itu, Naeun ternyata muncul dari luar kamar sambil menenteng dua
pasang sepatu kets bertali dengan sol tebal sebagai alasnya. Eunji yang melihat
itu tampak kecewa, tidak seperti apa yang ia harapkan.
“Tidak
ada heels atau wedges? Aku harus terlihat dewasa di depan Minhyuk Oppa.”
Chorong
merebut salah satu sepatu di tangan Naeun dan melangkah ke tempat Eunji
berdiri. Dengan tatapan datar, gadis yang usianya 2 tahun di atas Eunji itu
menyodorkan sepasang sepatu kets berwarna putih.
“Kamu
itu mau kencan kan? Bukan diajak ke kondangan?”
Karena
sudah mempercayakan semuanya pada 3 sahabatnya itu, Eunji dengan cukup terpaksa
menerima benda tersebut dan langsung duduk di kursi rias untuk memakainya.
Tepat saat Bomi melangkah ke jendela setelah ia mendengar suara deru mesin
mobil yang berhenti di depan rumah Eunji.
“Itu
Minhyuk Oppa. Kamu harus cepat.”
Suasana
kembali ricuh karena Eunji yang terlalu senang mendengar seseorang yang memang
ia tunggu itu sudah tiba. Ia masih saja menanyakan penampilannya. Setelahnya ia
mencium satu-persatu pipi teman-temannya itu sebagai ucapan terima kasih
sebelum akhirnya ia melesat ke luar.
Minhyuk
mengajak Eunji makan direstoran yang berada di sebuah pusat perbelanjaan.
Sebelum ini mereka juga baru selesai menonton film. Pemuda itu tampak puas
melihat penampilan Eunji yang pas seperti keinginannya. Tidak kekanakan, tapi
Eunji juga tidak berlebihan.
“Setelah
ini, ayo kita jalan-jalan dulu sebelum pulang. Ada sesuatu yang sedang aku cari
juga.”
Eunji
tentu mengangguk tanpa ingin melakukan protes sedikitpun atas permintaan
Minhyuk. Pemuda itu sudah membuatnya senang seharian ini dan itu tidak akan ia
lupakan. Kurang dari setengah jam Eunji dan Minhyuk menghabiskan waktu di
tempat itu. Setelahnya mereka pergi seperti apa yang diminta Minhyuk untuk
mereka berjalan-jalan terlebih dahulu.
Sepanjang
perjalanan, Minhyuk sama sekali tidak melepaskan genggaman tangannya pada
Eunji. Ia bahkan menautkan jari-jari ke dalam jari-jari tangan Eunji. Minhyuk
sempat menghentikan langkah sesaat yang secara tidak langsung membuat Eunji
menghentikan langkah juga.
“Waah,
bonekanya bagus. Kamu tidak ingin?”
“Aku
sudah ingin benda-benda seperti itu, Oppa.”
Minhyuk
hanya mengangguk kecil dan kemudian melanjutkan langkah mereka. Ia tidak sadar
jika Eunji sempat mencuri-curi pandang kembali ke belakang. Tentu sebenarnya
gadis itu sangat tertarik dengan boneka kelinci berwarna biru muda yang Minhyuk
maksud tadi. Tapi Eunji tidak ingin membuat Minhyuk salah paham padanya dan ia
hanya ingin bermain aman jika masih ingin bersama pemuda itu.
***
Mereka
akhirnya saling mengenal tentang kehidupan pribadi masing-masing. Jungkook juga
hampir senasib dengan Hayoung. Sama-sama anak bungsu dikeluarga dan memiliki
kakak yang semuanya sudah menikah. Hanya saja semua keponakan Jungkook masih
cukup kecil-kecil. Tidak seperti Hayoung dan Yukwon. Dan orang tua Jungkook
masih lengkap, berbeda dengan Hayoung yang bahkan tidak pernah melihat ibunya.
Perlakuan yang mereka dapat juga hampir sama.
“Aku
suka melakukan banyak hal secara diam-diam bersama teman. Jika Noona-noonaku tahu aku bisa masak,
mereka mungkin akan merebusku hidup-hidup di dalam panci besar.”
Hayoung
ikut terkekeh kecil karena Jungkook sambil tertawa saat menceritakan
kehidupannya. Namun ia mendadak sedih mengingat kehidupannya tidak semenarik
kehidupan Jungkook.
“Aku
bahkan lebih parah darimu. Aku tidak punya teman dekat selain Yukwon, Hoseok,
Junhong dan beberapa keponakanku yang
lain.”
“Kalau
begitu kita sekarang berteman?”
Hayoung
benar-benar senang mendengar tawaran Jungkook. Ibaratnya seperti ia bisa dengan
leluasa pergi ke luar rumah dengan bus umum atau kereta ke tempat-tempat
menyenangkan yang ia suka. Karena selama ini semua itu hanya bisa terjadi jika
ada Yukwon atau Hoseok. Selain itu, ‘tidak’.
“Seperti
apa aku harus menyebutmu? Malaikat?”
Jungkook
mengerutkan dahi. “Angel? Tidak ada
yang lain?”
Hayoung
menertawai pikiran Jungkook. “Kamu kan tidak memakai bandana penuh bunga atau
membawa tongkat peri?” Hayoung juga bingung mengutarakan maksud khayalannya.
“Ah, sudahlah.”
“Aku
kenyang. Bagaimana masakanku?”
“Aku
yakin ini enak jika tadi aku tidak menganggumu.”
Hayoung
menyesali perbuatannya. Namun Jungkook justru tersenyum melihat wajah bersalah
yang ditunjukkan Hayoung.
“Itu
justru bagus kalau kamu antusias seperti itu. Semua kakak bahkan mungkin
keponakanmu pasti akan terkejut jika kamu membuatkan sesuatu untuk mereka. Dan
tenang saja, aku pasti akan membantumu apa pun itu.”
Hayoung
ikut berdiri saat Jungkook juga tampak bangkit dari kursi dan membantunya
membereskan tumpukan piring kotor mereka. Hayoung mengikuti dan memperhatikan
semua yang dilakukan Jungkook saat pemuda itu meletakkan peralatan makan yang
sudah kotor ke dalam bak wastafel.
Jungkook
menoleh dan terkekeh melihat tingkah Hayoung. Antara ingin tahu, salah tingkah,
dan tidak ingin mengacaukan pekerjaan Jungkook. Gadis itu juga terkadang
terlihat bingung karena malam ini ia hanya sendiri di rumah.
“Kamu
kenapa?”
“Hmm?”
Hayoung tampak tidak siap dengan pertanyaan Jungkook yang selanjutnya justru
membuat ia gugup. “Ah, itu. Aku hanya tidak tahu harus bagaimana. Perasaanku
hari ini bercampur aduk.”
Jungkook
masih senantiasa menyunggingkan senyuman terbaiknya. Ia menggelung lengan
kaosnya hingga siku. “Lakukan saja sesukamu.”
Belum sempat tangan
Jungkook meraih sebuah piring kotor, tubuhnya justru merasa goyah dan ia merasa
tidak bisa bernapas selama beberapa detik. Hayoung ternyata memeluknya singkat
dan gadis itu justru semakin merasa bersalah karena melakukan hal itu. Jungkook
berkedip tak percaya. Ia bahkan seperti tidak bisa melakukan apa-apa selama
beberapa saat.
“Bukannya
tadi kamu…”
Jungkook
terkekeh sekaligus menyelak ucapan Hayoung yang belum selesai. “Aku tidak marah
kok. Kita beres-beres dulu ya.”
Hayoung
mengangguk lalu membereskan hal lain yang bisa ia lakukan. Membenarkan posisi
kursi yang mereka gunakan saat makan tadi ke posisi semula. Karena sudah tidak
ada yang bisa ia lakukan lagi, Hayoung kembali ke tempat Jungkook yang sedang
mencuri piring.
“Aku
ingin coba.”
Mendengar
suara Hayoung, Jungkook menggeser sedikit posisi berdirinya agar tidak terlalu
jauh dari wastafel. Ia mengambilkan
sebuah piring yang masih kotor kepada Hayoung.
“Ambil
spons yang sudah penuh sabun.”
Hayoung
mengikuti semua petunjuk yang diberikan Jungkook. Jungkook sendiri juga dengan
sabar membimbing Hayoung yang memang baru kali pertama melakukan hal itu.
“Ah,
licin.”
Jungkook
dengan sigap memegang tangan Hayoung. Menyelamatkan sebuah piring yang nyaris
tergelincir. Kejadian tersebut membuat keduanya sempat saling melempar tatapan
sesaat.
“Itu
memang licin. Kamu harus lebih berhati-hati lagi.”
Hayoung
mengangguk penuh semangat mendengar peringatan Jungkook. Namun Jungkook justru
mengambil alih piring tersebut hingga membuat Hayoung menatapnya kecewa.
“Aku
saja yang memberikan sabun. Nanti kamu yang membilas dengan air bersih.”
***
Jungkook
menatap kecewa layar ponselnya, lalu beralih ke Lauren yang masih tertidur dan
terakhir ia melirik Hayoung dengan khawatir saat gadis itu sedang sibuk
menunggu seseorang menjawab teleponnya. Yukwon justru benar-benar tidak bisa
pulang. Yukwon justru mengandalkan Hoseok untuk menemani Hayoung malam ini di
rumah. Padahal nyatanya, Hayoung sendiri belum bisa menghubungi Hoseok.
“Paman,
kapan kita pulang?”
Jungkook
nyaris terlonjak mendengar suara Lauren yang mengagetkannya. Padahal semenit
lalu gadis kecil itu masih terlelap dan sekarang Lauren sudah duduk dengan
wajah imutnya yang baru bangun tidur itu. Jungkook sendiri bahkan tidak bisa
menjawab pertanyaan Lauren yang bisa dikatakan sederhana itu. Intinya Jungkook
masih mengkhawatirkan Hayoung jika gadis itu hanya tinggal sendiri dirumah.
Saat
masih sibuk dengan pikirannya, ponsel Jungkook bergetar dan tertera nama
‘Tiffany Noona’ pada layarnya. Segera
Jungkook menekan tombol ‘jawab’.
“Iya,
Noona.”
“Kamu
di mana? Jeongmin sakit. Noona dan
Siwon Oppa sedang membawa Jeongmin ke
rumah sakit. Cepat pulang dan jemput Yoogeun di rumah Minhyuk ya. Noona mengandalkanmu.”
“Tapi,
Noona.” Jungkook melirik ponselnya
yang sudah kembali memunculkan gambar utama layarnya. Saat mendongak, tatapan
Jungkook jatuh pada sosok Hayoung yang juga sedang menatapnya. Hayoung menoleh
pada Jungkook saat Jungkook berteriak pada kakaknya ditelepon.
“Kamu
sudah ingin pulang ya?”
Jungkook
menggigit bibirnya tanpa terburu-buru melirik ke tempat Hayoung berada. Gadis
itu juga sama sekali belum menyingkirkan ponsel dari samping telinganya.
Jungkook tidak menjawab, ia justru mencari kontak Yukwon di ponselnya.
“Hyung, sepertinya Hoseok tidak pulang.
Dan kalau Hyung juga tidak bisa
pulang, aku akan membawa Hayoung ke rumahku karena aku tidak mungkin di sini
lebih lama. Tiffany Noona menyuruhku
menjaga Yoogeun juga.”
Hayoung
melesat cepat ke tempat Jungkook karena ia mendengar Jungkook berbicara dengan
seseorang dan membicarakannya juga. Menatap penuh curiga pemuda yang bahkan
belum lama ia kenal.
“Kamu menelepon Yukwon?”
Jungkook
baru ingin membuka mulut, tapi tangan Hayoung lebih cepat menyambar ponselnya.
“Kamu
di mana, Kwon?”
“Noona ikut dengan Jungkook saja. Hoseok tidak bisa diandalkan untuk pulang.
Besok aku yang akan menjemput. Dan untuk urusan Ibu, itu biar aku yang mengurusnya.
Kita bisa beralibi pergi bersama. Maaf tidak bisa menerima telepon lebih lama.
Jaga dirimu, Noona.”
Hayoung hanya membeku mendengarkan semua ucapan
yang meluncur dari bibir Yukwon tanpa bisa membalasnya sedikitpun. Kemudian
terdengar ‘klik’ tanda sambungan terputus. Sadar jika Yukwon mematikan telepon,
Hayoung hanya mengembalikan ponsel Jungkook dengan reaksi datar.
“Yukwon
Hyung bilang apa?” Jungkook tidak
bisa menahan rasa penasarannya.
“Aku
disuruh ikut bersamamu.” Hayoung langsung berdiri. “Aku akan bersiap-siap
dulu.”
***
Hayoung
akhirnya ikut dengan Jungkook untuk pulang ke rumah pemuda itu seperti saran
dari Yukwon juga. Di hari yang baru mulai gelap itu, mereka menumpang sebuah
bus kota yang membuat Hayoung kembali merasa antusias. Jungkook memangku
Lauren, sementara Hayoung membawakan tas miliknya dan Lauren juga.
“Kalau
kamu lelah, tidur saja.”
Tatapan
Hayoung bertemu dengan sorot mata teduh milik Jungkook. Dalam dekapannya,
Lauren begitu terlihat nyaman bahkan nyaris kembali tertidur dalam pangkuan
Jungkook.
“Aku
tidak apa-apa.”
Hayoung
mengulurkan tangan dan meraih rambut panjang Lauren yang lalu ia main-mainkan.
Membuat posisi tubuhnya menjadi lebih dekat dengan Jungkook yang mulai merasa
membeku. Namun Hayoung nampaknya tidak menyadari apa yang terjadi pada
Jungkook. Jungkook bahkan sudah menyadari tatapan beberapa penumpang lain
kepada mereka. Jungkook nyaris tersedak saat sepasang suami-istri paruh baya
memberikan senyuman untuknya dan Hayoung.
Jangan
bilang mereka mengira aku Hayoung dan Lauren adalah sebuah keluarga? Jungkook
hanya bisa memprotes dalam hati. Tapi ini bukan pertama kalinya ada yang
menatap seperti itu saat Jungkook dan Hayoung tengah bersama. Pertama kali saat
mereka berada di toko mainan.
Apa
aku sudah terlihat setua itu? Jungkook mengeluh sambil menatap Lauren, sendu.
Lalu Jungkook merasakan sesuatu menyentuh pundaknya. Saat menoleh, ternyata Hayoung
yang tadi mengatakan ia baik-baik saja ternyata sudah jatuh tertidur dan
menempatkan kepalanya di pundak Jungkook.
Suami-istri
itu pasti kembali berpikir yang macam-macam tentang kami? Jungkook menahan diri
untuk tidak mendongak. Tapi rasa penasarannya jauh lebih besar. Dan
kecurigaannya benar-benar terjadi. Jungkook hanya menahan napas saat sepasang
suami-istri tersebut turun di sebuah halte. Masih menyisakan senyuman mereka
saat melewati tempat Jungkook duduk.
Jungkook
akhirnya bisa bernapas lega saat bus kembali berjalan. Itu artinya, sepasang
suami-istri itu sudah tidak di sana. Tapi hal tadi tidak pernah terjadi saat
Jungkook bersama Eunji. Eunji bahkan sering kali bergelayut manja pada
Jungkook, namun tidak ada yang menatap mereka seperti saat Jungkook bersama
Hayoung.
Hampir
setengah jam kemudian Jungkook membangunkan Hayoung karena mereka telah sampai.
“Rumahmu
dekat sini?”
Jungkook
tidak menjawab, tapi ia justru berjongkok di hadapan Lauren yang menggandeng
tangan Hayoung. “Paman akan menjemput Yoogeun Oppa. Karena rumah paman Minhyuk cukup jauh, Lauren tunggu di sini
saja ya dengan bi…” Sesaat Jungkook terdengar ragu dan mendongak, mendapati
Hayoung melemparinya tatapan tajam karena tentu gadis itu menyimak semua
perkataan Jungkook. “Maksudnya dengan Eonnie.”
“Maksud
kamu Minhyuk…”
“Iya.”
Jungkook berdiri dengan cepat. “Makanya kamu tunggu di sini saja. Atau bawa
saja Lauren ke mini market dan membeli sesuatu.” Jungkook sempat menyelipkan
selembar uang ke tangan Hayoung sebelum ia benar-benar meninggalkan mereka
berdua.
***
“Ayo
masuk.”
Jungkook,
Hayoung, Lauren serta Yoogeun sudah sampai di rumah salah satu kakaknya
Jungkook, Tiffany. Ia memang tinggal di sana karena jarak rumah tersebut dari
kampus lebih dekat dibandingkan ia tinggal bersama orang tua dan kakak
tertuanya, Taeyeon.
Setelah
berganti pakaian dan bersiap tidur, Jungkook membawakan dua gelas tinggi yang
berisi susu hangat untuk dua keponakannya. Lauren dan Yoogeun menerima dengan
sedikit tidak sabar. Hayoung ikut tersenyum dan membantu Lauren menghabiskan
susunya.
“Kamu
mau susu juga? Biar aku buatkan.”
“Jungkook,
tidak usah.” Hayoung mencegah Jungkook untuk berdiri. “Sepertinya kamu terlalu
banyak membuatkan susu.”
Sedetik
kemudian, Yoogeun mengembalikan gelas susunya kepada Jungkook yang masih ia
sisakan setengah gelas. Tidak jauh berbeda dengan Lauren yang menolak saat
Hayoung kembali mendekatkan gelas ke bibir Lauren. Lalu Hayoung menatap
Jungkook seolah membuktikan bahwa ucapannya benar. Jungkook yang semula menatap
kagum, kini tersenyum saat Hayoung justru yang menghabiskan sisa susu di gelas
Lauren yang masih cukup banyak.
“Ah,
iya. Kamu tidur di kamarku saja bersama Lauren.”
Hayoung
menatap mengikuti arah tangah Jungkook yang menunjuk salah satu pintu di ujung
ruangan.
“Aku
juga ingin tidur bersama Lauren.”
“Apa?”
Jungkook berseru sambil menatap Yoogeun tidak percaya.
Tapi Yoogeun tampaknya
seperti tidak mempedulikan tatapan Jungkook. Bocah itu justru menarik tangan
Lauren dan mengajaknya memasuki kamar Jungkook. Jungkook hanya bisa mendesah
berat. Tidak mungkin ia memaksakan kehendaknya pada Yoogeun, apalagi Lauren.
“Kamu
bisa menempati kamar Yoo…” Ucapan Jungkook terputus saat mendapati Hayoung
sudah berdiri dan dengan santainya berjalan mengikuti arah yang dituju Yoogeun
dan Lauren tadi.
“Aku
juga ingin tidur dengan Lauren.”
Jungkook
hanya mampu mengusap wajahnya tanpa bisa menghentikan Hayoung juga. “Apa aku
harus ikut tidur dengan Lauren juga!” seru Jungkook dengan nada frustasi.
Hayoung
hanya menahan senyumannya mendengar suara Jungkook tanpa menghentikan langkah
sedikitpun atau pun menoleh ke belakang. Ia tetap memantapkan langkah memasuki
kamar Jungkook. Hayoung berhenti sejenak dan memandangi tiap sudut kamar. Cukup
rapi untuk ukuran seorang Jungkook. Meja belajar pemuda itu memang dipenuhi
beberapa barang, namun tidak ada barang yang berserakan sembarangan.
“Akh!”
Hayoung
sedikit terdorong karena ada seseorang yang membuka pintu dan ia masih berdiri
di sana. Hayoung memutar badannya dan mendapati Jungkook menatapnya dengan
sedikit rasa bersalah.
“Kamu
tidak mungkin tidur berhimpitan dengan mereka ‘kan?”
Jungkook
melirik ke arah Yoogeun dan Lauren yang mulai terlelap di atas ranjang Jungkook
yang bahkan sudah penuh dengan dua anak kecil itu. Jungkook juga menyadari tatapan
Hayoung yang pasrah. Sebenarnya maksud Jungkook adalah agar Hayoung tidur
dengan Lauren di kamarnya, sedangkan ia sendiri akan tidur bersama Yoogeun di
kamar bocah itu. Tapi justru bocah itu pula yang merusak semuanya.
“Kamu
di kamar Yoogeun saja.”
Hayoung
sudah ingin buka mulut, namun ia batalkan karena Jungkook bahkan sudah tidak
berada di sana. Buru-buru Hayoung menyusul Jungkook ke luar dan Jungkook tampak
sudah membukakan salah satu pintu kamar lagi untuk Hayoung.
“Lalu
kamu?” tanya Hayoung sebelum melangkah masuk ke dalam kamar.
“Aku
di kamar Noonaku, ada di bawah. Ya
sudah, selamat tidur.”
Lagi,
Jungkook sudah pergi begitu saja sebelum Hayoung sempat mengucapkan kata
‘selamat tidur’ juga untuk Jungkook. Setelah berada di dalam kamar, Hayoung
langsung membaringkan tubuhnya. Apa yang terjadi hari ini sungguh di luar
dugaan. Jessica dan Hyukjae yang mendadak pergi, juga Hoseok serta Yukwon yang
mendadak tidak pulang. Dan ia sendiri bermalam di rumah Jungkook yang bahkan
baru ia kenal dalam hitungan hari saja.
“Aduh,
aku ingin buang air kecil.”
Hayoung
segera bangkit dan ke luar dari kamar menuju toilet yang berada tidak jauh dari
letak kamar Yoogeun. Lampu toilet terlihat mati, namun saat Hayoung mencoba
menyalakannya ternyata lamput tetap mati. Tentu saja Hayoung tidak akan
memaksakan diri masuk ke dalam toilet yang gelap itu. Tidak akan. Bahkan
untuknya ke luar kamar tengah malam seperti ini dan sendirian adalah sesuatu
yang mustahil. Kecuali dalam keadaan terpaksa seperti saat ini. Lalu Hayoung
berinisiatif menuju lantai bawah karena tidak mungkin rumah sebesar ini hanya
memiliki satu toilet saja.
Setelah
beberapa menit, Hayoung ke luar dari kamar mandi dengan perasaan lega. Namun
sontak matanya membulat lebar saat matanya menangkap seseorang tidur di atas
sofa. Saat menuju toilet tadi Hayoung tidak melihatnya karena sandaran sofa
menutupi pemuda itu yang tak lain adalah Jungkook.
Hayoung
mendekati Jungkook. Dalam cahaya yang remang itu, ia bisa melihat Jungkook
terlelap. Terlihat sangat tenang. Meski saat bangun pun, Jungkook memang bukan
seseorang yang mudah meletup-letup dan seenaknya seperti Yukwon. Tanpa sadar
tangan Hayoung terulur seakan terhipnotis untuk membelai wajah tampan pemuda
itu. Tapi beruntung Hayoung bisa menahan diri dan akhirnya lebih memilih untuk
membenarkan letak selimut yang menutupi Jungkook.
“Kamu
sedang apa di sini?”
Hayoung
membeku bahkan tidak sempat menarik kembali tangannya saat ia menyadari mata
Jungkook yang perlahan membuka. Jungkook sampai bangun dari posisi tidurnya.
“Kenapa
tidak tidur?”
Hayoung
akhirnya bisa menegakkan bada. “Aku dari toilet. Karena lampu toilet atas mati,
makanya aku ke bawah. Dan harusnya aku sadar kalau kamu mungkin segan untuk
tidur di kamar kakakmu.”
“Ya
sudah, kamu kembali ke atas saja.” Jungkook kemudian berniat kembali
membaringkan tubuhnya.
“Kamu
kan bisa tidur di ruang tivi lantai atas. Jika anak-anak membutuhkan sesuatu,
kamu bisa cepat untuk mengetahuinya.”
Jungkook
menatap Hayoung. Perkataan gadis itu membuatnya berpikir jauh. Anak-anak?
Kenapa Hayoung memilih kata itu? Padahal ia bisa saja bilang ‘Yoogeun dan
Lauren’. Membuat orang yang dengar seolah menganggap itu anak-anak mereka.
Jungkook yang sadar pikirannya melayang jauh, sontak berdiri.
“Ayo
ke atas,” putus Jungkook dan langsung mendahului Hayoung.
“Kamu
lupa ini.”
Hayoung
menyodorkan selimut yang tadi sempat ditinggalkan Jungkook di lantai bawah.
***
Keesokan
paginya, Jungkook mengajak Hayoung, Lauren serta Yoogeun untuk sarapan bersama.
Setelah selesai, Hayoung mengajak Lauren serta Yoogeun kembali ke lantai atas
untuk mandi. Jungkook juga menyusul kemudian dan mendapati Hayoung sedang
mengepang rambut panjang Lauren. Dua anak kecil itu juga sudah bersih dan
wangi.
Dirasa
Hayoung bisa menangani semuanya, Jungkook memilih untuk tidak mengganggu dan
kembali ke bawah. Ada beberapa pekerjaan yang belum selesai ia kerjakan.
Pakaian-pakaiannya yang ia jemur kemarin lupa ia angkat. Jungkook membawa
keranjang cucian keringnya ke dalam rumah. Langkah Jungkook sukses berhenti
saat ia mendapati Tiffany sudah berdiri menunggunya diambang pintu dapur.
“Noona?”
“Apa
kamu tidak dengar suara Noona? Dan
siapa yang bersama Yoogeun dan Lauren? Pacarmu? Kamu bahkan baru masuk kuliah
dan sudah berani membawa gadis ke rumah.”
“Justru
karena jika tidak ada dia, pekerjaanku mungkin akan sedikit berantakan. Aku
tidak mungkin mengurus Yoogeun dan Laurena secara bersamaan.”
Jungkook
berusaha memberikan pengertian pada Tiffany. Namun hasilnya, tidak bisa semudah
itu membuat Tiffany mengerti maksud ucapannya.
“Jadi,
dia pacarmu ‘kan Jungkook?” Tiffany menatap Jungkook, frustasi. “Apa yang harus
kukatakan pada Eonnie dan ibu?”
Tiffany
sudah memutar tubuh dan berniat meninggalkan Jungkook. Jungkook sendiri
langsung meletakkan keranjang cuciannya sembarangan dan menyusul Tiffany.
Menahan tangan kakaknya itu, lalu mendesak agar Tiffany mendengarkan ucapannya.
***
“Aku
senang ternyata kakakmu baik.”
Jungkook
menelan ludahnya saat ia mendengar Hayoung bersuara di tengah-tengah perjalanan
mereka menuju halte bus. Jungkook berencana mengantarkan kembali Hayoung ke
rumahnya karena Yukwon tidak bisa menjemput.
“Tapi,
bagaimana dengan Yoogeun dan Lauren? Bukannya anak bungsu kakakmu itu sedang di
rawat?”
“Oh,
itu. Nanti kakak sulungku akan datang juga. Sekalian ingin menjenguk anaknya
Yuri Noona yang juga temannya Yukwon Hyung itu.”
Hayoung
hanya mengangguk-angguk mengerti. Padahal Hayoung sendiri tidak tahu jika
awalnya Tiffany justru memarahi Jungkook karena mengajak seorang gadis ke
rumah, bahkan sampai bermalam di sana.
Saat
sudah di dalam bus, Jungkook menerima sebuah panggilan dari Eunji. Hayoung saat
itu lebih memilih melempar pandangan ke luar jendela tanpa ingin mengganggu
pembicaraan Jungkook yang bahkan Jungkook sendiri sama sekali tidak
mengeluarkan suara setelah mengucapkan salam tadi. Kemudian Jungkook memutuskan
sambungan secara sepihak. Ia lalu sedikit memutar tubuhnya menghadap Hayoung.
“Bisa
hubungi Hoseok untuk menjemputmu di halte? Dia pasti tahu halte tersebut.”
Hayoung
menggeleng. “Kata Yukwon, Hoseok belum pulang. Tapi kamu tenang saja, di rumah
ada Junhong meski aku yakin dia sedang tidur sekarang.”
Hayoung
sudah menoleh kembali ke luar jendela karena ia rasa tidak ada hal yang ingin
dibacarakan lagi. Tapi Jungkook justru menyentuh pudak Hayoung seakan meminta
gadis itu untuk menatapnya lagi.
“Maaf
aku tidak bisa mengantarmu pulang karena ada seseorang yang sedang
membutuhkanku. Tapi ya sudah. Aku bisa ke sana setelah mengantarmu.”
Kini
giliran Hayoung yang menyuruh Jungkook untuk menoleh ke arahnya. Hayoung juga
tidak ingin memaksa Jungkook. Tapi lebih tidak mungkin untuk ia pulang seorang
diri menggunakan bus kota.
“Apa
akan menggangu jika aku ikut denganmu dulu. Kamu tahu ‘kan…” Hayoung sengaja
menggantungkan ucapannya karena ia yakin Jungkook mengerti maksud tatapannya.
“Sebenarnya
aku bisa saja mengajakmu. Hanya saja kita akan ke rumah.. Minhyuk Hyung. Kamu pasti kenal dengannya, Lee
Minhyuk.”
Hayoung
menatap datar, membuat Jungkook tidak bisa membedakan maksud tatapan itu.
Terkejut atau…
“Aku
‘kan bisa menunggu di luar. Eh, tapi tunggu dulu. Kenapa kamu khawatir? Atau
kamu sudah tahu jika aku dan Minhyuk Oppa
dulu pernah menjalin hubungan?”
Iya,
Hayoung benar. Jungkook sudah tahu semuanya. Termasuk alasan-alasan Minhyuk
mengakhiri hubungannya dengan Hayoung hanya karena sifat Hayoung yang masih
kekanakan. Hanya karena masih menyukai sereal, boneka Barbie dan film kartu. Semua alasan itu tidak bisa diterima
sebenarnya. Dan Jungkook juga terpaksa mengajak Hayoung ke rumah Minhyuk. Entah
reaksi apa yang akan ditunjukkan Minhyuk nantinya.
Seperti
apa yang ia bilang tadi, Hayoung akan menunggu di luar. Dengan berat hati
Jungkook membiarkan Hayoung di sana sendirian. Tapi yang terjadi justru Hayoung
bertemu dengan Zico yang baru sampai dengan mengendarai sepeda motornya.
“Hayoung?
Kenapa kamu di luar? Minhyuk sedang sakit. Kamu tidak ingin menjenguknya? Ayo
ke dalam.”
Zico
bicara sambil melangkah memasuki rumah. Hayoung sempat menatap pintu utama
sesaat dan sudah tidak melihat keberadaan Jungkook. Ia akhirnya menyusul Zico
ke dalam, menuju kamar Minhyuk. Hayoung hanya menunggu di depan pintu,
sementara Zico bahkan sudah duduk di tepi ranjang Minhyuk yang sedang
berbaring.
“Kamu
bilang Eunji di sini? Mana dia? Apa dia tidak bisa melakukan apa-apa? Ayo kita
ke rumah sakit saja!”
Zico
tampak sedikit memaksa dan nyaris menarik selimut yang menutupi tubuh Minhyuk.
Minhyuk dengan mata sendunya menatap Zico tajam.
“Kenapa
kamu berisik sekali? Aku hanya ingin istirahat.”
“Tapi
badanmu panas.” Zico masih tidak ingin mengalah.
Hayoung
menjatuhkan ranselnya sembarangan. Zico dan Minhyuk menoleh bersamaan saat
mendengar suara itu. Hayoung mulai melangkah ke dalam kamar Minhyuk.
“Kamu?”
Minhyuk bersuara sangat pelan mendapati Hayoung di sana.
“Oppa, kamu demam?”
Hayoung ikut duduk di tepi
ranjang Minhyuk. Ia bahkan sampai memaksa Zico untuk menggeser dan memberinya
sedikit tempat. Tangan gadis itu sama sekali tidak canggung saat menyentuh
kulit tangan Minhyuk yang memang terasa panas. Kemudian Hayoung sedikit menarik
selimut Minhyuk.
“Sejak
kapan kamu merasa tidak enak badan seperti ini? Seharusnya kamu jangan menutupi
hampir seluruh tubuh dengan selimut jika badanmu panas seperti ini.”
Minhyuk
sampai tidak bisa merespon perkataan Hayoung karena kini gadis itu membuka dua
kancing teratas kemeja yang sedang dikenakannya. Melihat itu, Zico melebarkan
mata bahkan mulutnya juga.
“Jika
tahu seperti itu, aku rela menggantikan posisi Minhyuk yang sakit.”
“Apa?”
Hayoung menoleh cepat saat mendengar suara jahil Zico dibelakangnya. Ia bahkan
sampai melempari Zico tatapan membunuhnya. “Aku ingin mengambil air dingin dulu
untuk mengompres Minhyuk Oppa.”
***
Jungkook
menemukan Eunji sedang duduk memeluk lututnya dan menenggelamkan wajahnya, di
bawah meja makan rumah Minhyuk. Segera saja Jungkook langsung melesat dan
berjongkok di hadapan Eunji. Merasakan ada seseorang di dekatnya, Eunji
mendongak dengan wajah yang sudah basah dengan air mata. Mendapati ternyata
orang itu adalah Jungkook, Eunji langsung saja memeluk pemuda itu.
“Kamu
kenapa?” Jungkook bertanya dengan nada khawatir sambil mengusap punggung Eunji
agar gadis itu merasa lebih tenang.
“Minhyuk
Oppa marah padaku karena aku tidak
bisa apa-apa. Aku tidak bisa merawatnya saat ia sedang sakit. Aku.. aku
benar-benar tidak tahu harus melakukan apa. Aku juga tidak bisa membantu
Minhyuk Oppa mengurus Maru.”
Pandangan
Jungkook tampak kosong. Ia hanya mampu semakin mengeratkan pelukannya pada Eunji.
Lagi-lagi karena Minhyuk. Sebenarnya sejak awal ia tidak suka Eunji mendekati
Minhyuk. Karena.. tentu saja karena ia juga menyukai Eunji. Namun anehnya, sama
sekali tidak ada niatan sedikit pun untuk Jungkook merebut Eunji dari Minhyuk.
Bahkan rasanya ia akan menjadi orang pertama yang menentang Minhyuk jika pemuda
itu ingin kembali mendekati Hayoung.
Membantu
mengurus Maru. Maru adalah keponakan Minhyuk, satu-satunya. Tentu rasa
sayangnya pada Maru sangat besar. Karena Maru sudah tidak memiliki Ibu. Ibunya
Maru meninggal setelah melahirkan Maru. Ayah Maru, Jaehyo, adalah kakak sulung
Minhyuk yang sibuk bekerja. Tentu tujuannya baik untuk menghidupi Maru, tapi
justru membuat waktu Jaehyo untuk bersama Maru lebih sedikit. Dan akhirnya,
Minhyuk yang menggantikan posisi seorang ayah untuk Maru.
Tidak
ada yang menyadari jika Hayoung sudah berada di sana. Menyaksikan Eunji dan
Jungkook berpelukan. Menatap dengan sorot mata lurus dan tajam. Ada rasa tidak
suka karena ia merasa ia dan Jungkook sudah sangat dekat karena kejadian
kemarin, tapi Hayoung menahan diri. Kebaikan Jungkook yang membuatnya berharap
lebih pada pemuda itu.
“Noona, aku lapar.”
Ada
suara anak kecil diantara mereka yang sukses membuat Jungkook melepaskan
pelukannya. Ia bahkan dua kali lebih terkejut karena mendapati Hayoung juga
berada di sana. Sementara Eunji sibuk menyembunyikan wajah sambil menyeka air
matanya. Mendapati Jungkook menatapnya, Hayoung sontak menoleh ke arah seorang
bocah laki-laki yang berdiri tepat di sampingnya. Bocah itu bahkan menatapnya
penuh harap jika Hayoung akan memberikannya makanan.
***
ditunggu part finalnya, ya ampun bacanya sampe pengen guling2 yg part ini. semangat ya^^9
BalasHapusmakasih sherli
Hapus