Author : N-Annisa [@nniissaa11]
Cast :
·
Son Chaeyoung
·
Adachi Yuto
·
Kang Hyunggu (Kino)
·
Jung Wooseok
·
Lee Hangyul
·
and other
Genre : School Life, Romance, Drama
***
~Gangnam Street
Perkelahian 3 pemuda
dengan seorang gadis tidak terhindari. Preman tersebut membawa gadis tadi ke
salah satu sudut kota yang lebih sepi. Meski masih menggunakan seragam SMA,
gadis itu bisa mengimbangi perlawanan dari 3 orang sekaligus. Pemuda yang
menyerang gadis itu juga terlihat masih muda, hanya saja salah satu dari mereka
sudah tidak menyerang dan lebih memilih sedikit menjauh. Namun itu hanya
preman-preman pinggir jalan yang hanya bermodalkan nekat. Gadis itu sendiri
bisa dengan leluasa berkelahi karena di balik rok pendeknya, ia menggukanan
celana panjang ketat berwarna kulit.
“Ampun. Kami hanya di
suruh.” Salah satu pria dengan rambut sedikit gondrong itu berlutut di depan
gadis tadi sambil menangkupkan kedua tangannya. Memohon agar gadis itu
berhenti. Salah satu temannya yang masih tersungkur di aspal, ikut mendekat dan
melakukan hal yang sama. Sementara satu pemuda lainnya masih berdiri.
Gadis berambut panjang itu
menahan kepalan tangannya di udara. “Apa yang menyuruh kalian itu salah satu
siswi SMA Paradise?”
“Laporkan kami saja
pada polisi.” Pemuda yang masih berdiri terdengar bersuara. Membuat semua orang
sontak menoleh padanya.
“Kasus ini rasanya
tidak bisa dilaporkan pada polisi.” Gadis itu memungut ranselnya yang
tergeletak di aspal. Mencari sesuatu dan mengeluarkan selembar kertas kecil
seperti kartu nama. Saat menengok, gadis itu bisa melihat dengan jelas wajah
pemuda yang masih berdiri. “Kogyeol sunbae?”
“Iya.” Pemuda yang
disebut Kogyeol itu membenarkan.
“Pantas saja kalian
sedikit longgar melawanku. Jika bukan kalian, mungkin 6 bulan lalu aku sudah
mati.” Gadis itu diam sesaat. “Sunbae, berhentilah dari pekerjaan ini.”
Kogyeol mengangguk
pelan. “Maka dari itu, laporkan saja kami ke polisi.”
“Tidak!”
“Jangan!”
Dua pemuda lain
memprotes ucapan Kogyeol sambil kembali memohon pada gadis itu. Si gadis tadi
menghela napas. “Kalau kalian sudah benar-benar berhenti, datanglah ke
restoranku. Kalian bisa bekerja di sana.” Ujarnya sambil memberikan sebuah
kartu nama pada Kogyeol lalu balik badan sambil berjalan. Gadis itu melihat
sobekan di bagian lengan seragamnya. “Harus pesan seragam baru lagi.”
***
~Tokyo, Jepang
“Kalau aku pergi, berjanjilah untuk tetap bahagia. Kau juga harus berhasil
bertemu dengan ibumu.”
Pemuda itu meletakkan
bucket bunga di atas sebuah makam milik gadis yang ia cintai satu tahun
belakangan. Minatozaki Sana. Permintaan terakhir gadis itu selalu terbayang
dipikirannya. Dibalik punggungnya, pemuda bertubuh tinggi itu menggendong
sebuah ransel besar.
Seusai dari pemakaman,
pemuda itu langsung menuju bandara. Ia akan meninggalkan Tokyo dengan tiket
ditangannya, tujuan Seoul. Dengan memakai kacamata hitam, pemuda itu menaiki
tangga pesawat.
“Tugasku menjaga Sana sudah selesai. Kini aku harus mencari ibu dan
Yasuo onii-chan.”
***
~Camp Muay Thai Khun
“Maaf aku terlambat.”
Gadis dengan celana training pendek dan kaos tanpa lengan itu berlari
menghampiri pelatihnya. Ruang latihan sudah ramai dengan para pemuda berlatih
Muay Thai. Seluruhnya laki-laki. Kecuali gadis itu.
Pria bertubuh besar itu
berbalik dan mendapati gadis tadi menunduk sambil melilitkan perban pada
tangannya. “Son Chaeyoung.”
Mendengar namanya
disebut, Chaeyoung menghentikan kegiatannya.
“Kenapa kau terlambat?”
“Ini semua kesalahanku.
Aku siap menerima hukuman.”
“Kenapa kau terlambat?”
Tuan Khun, pelatih Muay Thai di sana mengulangi pertanyaannya dengan nada pelan
namun sedikit memberikan penekanan.
“Adikku sakit.”
Tuan Khun menghukum Chaeyoung
dengan berlari mengelilingi area atau mereka menyebutnya camp yang terbilang cukup luas. Hampir seperti lapangan basket.
Setelah itu, Chaeyoung berlatih bersama rekan-rekannya yang lain.
Hampir 2 jam berlalu
setelah gadis itu melakukan beberapa kegiatan. Chaeyoung akhirnya menyingkir.
Tenggorokannya terasa kering. Di dekat dispenser, terlihat seorang pemuda yang
langsung melambaikan tangannya begitu melihat Chaeyoung mendekat. Pemuda itu
bernama Hangyul.
“Kenapa terlambat?”
Hangyul bertanya sambil menyodorkan segelas air pada Chaeyoung.
Chaeyoung sedikit
mencari tempat untuk duduk. “Dongju lebih rewel kalau sakit.”
Hangyul hanya
mengangguk mengerti. “Nanti akan aku bawakan stroberi untuk Dongju. Dongju sangat
menyukai stoberi, kan?”
Chaeyoung tertawa
pelan. “Itu Dongmyung.”
Hangyul meringis.
“Sulit sekali mengingat tentang adik kembarmu itu.” Lalu tatapan Hangyul jatuh
pada pagian atas lengan kiri Chaeyoung yang saat itu menggunakan pakaian tanpa
lengan. “Apa itu membuatmu trauma?”
Mengerti maksud arah
ucapan Hangyul, Chaeyoung tidak langsung menoleh. Tatapannya justru tertuju
pada paha dan betisnya saat ia duduk bersila seperti sekarang ini. Ada cukup
banyak luka goresan. Bahkan ada bekas jahitan di dekat dengkulnya. “Sudah
setengah tahun. Lagi pula hal seperti ini sudah biasa.”
“Tapi ini tidak biasa
bagiku. Itu penganiayaan. Harusnya kau laporkan pada pihak sekolah.”
“Yang ada mungkin aku
yang dikeluarkan.”
“Dari pada kau dapat
perlakuan seperti ini? Hanya gara-gara senior kelas 3 itu mendekatimu. Padahal
kau tidak salah.”
Chaeyoung tertawa
sambil memukul pelan lengan Hangyul. “Tidak ada sekolah di daerah sini yang
meliburkan siswanya pada Sabtu dan Minggu.”
Hangyul akhirnya
menyerah. “Oke aku mengalah.”
Mereka hening sesaat
sampai akhirnya Chaeyoung kembali bersuara. “Kau tahu kenapa aku bisa selamat
dari pengeroyokan 6 bulan lalu itu.”
Hangyul melirik dengan
tatapan khawatir. “Sudahlah. Jangan ingat-ingat kejadian itu lagi, yang penting
sekarang kau selamat.”
“Kogyeol sunbae salah
satu diantara mereka.” Chaeyoung tidak menyerah. Ucapannya membuat Hangyul
melebarkan mata, terkejut. “Kemarin malam, 3 preman menyerangku lagi. Dan
Kogyeol sunbae salah satunya.”
“Kogyeol sunbae? Senior
kita di Muay Thai?” Hangyul bertanya
untuk memastikan.
Chaeyoung mengangguk
pasti.
Hangyul mengacak
rambutnya, frustasi. “Bukankah kau sudah benar-benar menjauhi Yugyeom sunbae?
Kenapa mereka masih …” Hangyul tidak sanggup melanjutkan kata-katanya.
***
Son Chaeyoung. Gadis
berusia 16 tahun. Saat ini duduk di kelas 1 SMA Paradise. Chaeyoung memiliki
adik kembar, laki-laki. Son Dongmyung dan Son Dongju yang memiliki kepribadian
sedikit berbeda. Dongmyung sangat lembut dan perhatian. Sementara Dongju
sedikit nakal dan sulit diatur. Chaeyoung juga masih memiliki 1 kakak laki-laki
yang lebih tua sekitar 8 tahun darinya bernama Son Dongwoon.
Orang tua mereka
meninggal karena kecelakaan sekitar 3 tahun lalu. Tuan dan Nyonya Son
meninggalkan sebuah restoran yang cukup besar dan kini ditangani oleh Chaeyoung
bersama dua adik kembarnya. Sementara Dongwoon kini sibuk bekerja di dunia
entertainment.
Setiap pulang sekolah,
Chaeyoung menghabiskan waktu di restorant hingga malam. Chaeyoung sendiri sudah
cukup bisa diandalkan untuk memimpin restoran. Tentu Dongwoon juga masih tetap
mengawasi. Lalu ketika akhir pekan, Chaeyoung sibuk berlatih Muai Thai.
Alasannya memilih olahraga keras itu karena ia sadar ia harus bisa melindungi
diri sendiri. Juga karena camp
pelatihannya cukup dekat dengan rumah dan buka pada Sabtu dan Minggu.
Dongmyung dan Dongju
kini duduk di bangku kelas 3 SMP. Mereka juga rajin membantu di restoran.
Dongmyung tertarik untuk urusan dapur. Sementara Dongju pintar mengatur
keuangan. Diusia muda, mereka sudah bisa membiayai hidup mereka sendiri karena
keadaan. Ditinggal kedua orang tua sekaligus.
***
Malam itu terlihat
seorang gadis tampak turun dari sebuah taksi. Ia turun di depan gerbang sebuah
bangunan rumah mewah di kawasan tersebut. Setelah membayar dan membiarkan taksi
tersebut pergi, gadis tadi tampak balik badan sambil merogoh sesuatu dari saku
celananya. Dua buah anak kunci yang terangkai menjadi satu. Dilihat dari luar,
tampak bagian rumah sudah tampak gelap. Sementara di luar pagar tinggi yang didominasi
bahan kayu tersebut tidak terlalu terang karena lampu jalanan tidak terlalu
menyorot kebagian itu. Gadis itupun mencoba membuka gembok pagar melalui elah
kecil pagar.
“Ssstt!”
Kemudian terdengar
seseorang berdesis. Saat menoleh ke belakang, tampak seseorang berpostur cukup
tinggi dengan pakaian serba hitam, lengkap dengan hoodie menutupi kepala dan
sebuah masker yang juga hitam menutupi bagian hidung sampai mulutnya. Gadis itu
tampak panik dan berusaha secepat mungkin membuka gembok pagar rumahnya yang
justru semakin sulit di buka.
“Tidak perlu takut. Aku
hanya ingin mengatakan sesuatu.”
Mendengar suara pemuda
itu, tidak membuat gadis tadi menjadi lebih tenang.
Pemuda itu menatap dari
ujung kaki hingga kepala. Semua barang yang menempel pada gadis itu adalah
barang-barang mahal dengan merk terkenal. Dan style yang dikenakanpun cukup
berani dengan celana pendek dan pakaian serba ketat.
“Aku tidak akan
mengatakan pada siapapun yang aku lihat sekarang bahkan kau baru pulang dari
klab, kan?”
“Apa maumu? Dan siapa
kau?” Terdengar nada marah dari bibir gadis itu dengan napas memburu karena
menahan takut.
“Kau pasti tau siapa
aku.”
“Dokyeom?”
“Aku tau preman yang menyerang
siswi kelas 1 itu adalah ulahmu. Dan jika kau ingin aku tetap diam, jangan usik
hidupku. Jangan pernah mencantumkan namaku di madding. Jika tidak, kau akan tau
akibatnya.”
Pemuda yang disebut
bernama Dokyeom tadi bicara dengan nada mengintimidasi. Kemudian ia balik badan
dan meninggalkan gadis itu sendiri yang akhirnya bisa bernapas lega.
***
~SMA Paradise
Di salah satu sudut
sekolah, tidak jauh dari pintu utama gedung, terpampang madding besar yang juga
madding utama yang berada di sekolah. Setiap bulannya isi madding akan
diperbaharui. Termasuk pula bulan ini yang bertepatan dengan awal masuk
semester dua tahun pelajaran. Namun masih ada satu bagian madding yang masih
kosong.
Pagi itu salah seorang
siswa bertubuh tinggi melintasi koridor penuh madding tersebut sambil
memperhatikan satu-persatu isi madding. Setelah sampai di ujung koridor, siswa
bernama Jung Wooseok itu terus berjalan. Namun hanya beberapa langkah akhirnya
ia berbalik, tepat di depan bagian madding yang masih kosong.
“Aneh.” Wooseok
bergumam pelan. Pemuda itu mengecek tanggal pada jam tangan digitalnya. “Apa
karena sehabis liburan?”
“Waah sudah
diperbaharui ternyata.”
Wooseok melirik ketika
mendengar suara tidak jauh dari tempatnya berdiri. Beberapa siswa yang juga
baru sampai tampak mengerubungi madding dan antusias melihatnya. Mereka adalah
siswa dari kelas 3. Terlihat dari jumlah garis pada bagian lengan jas mereka.
Wooseok tidak mengalihkan tatapan dari senior-seniornya tersebut. Sampai
akhirnya tatapan Wooseok terhenti di salah satu pemuda yang juga secara tidak
sengaja sedang melirik ke arahnya. Itu adalah Kim Yugyeom. Lalu saat pandangan
Yugyeom akhirnya jatuh pada bagian madding yang masih kosong, Yugyeom
memisahkan diri dari kerumunan dan mendekat ke tempat Wooseok berada.
“Apa ini artinya kita
bebas?”
Mengerti maksud ucapan
Yugyeom, Wooseok menggeleng pelan. Membuat Yugyeom berekspresi kecewa sambil
menghela napas, agak berat. Wooseok menepuk pelan pundak seniornya tersebut.
Saat menoleh, Yugyeom mendapati Wooseok mengajaknya pergi dari sana. Tanpa
sadar Yugyeompun mengikuti langkah Wooseok menuju ujung koridor dan bersembunyi
di balik tembok dan mengawasi madding dari sana.
“Benar dugaanku.”
“Sial!” Yugyeom
terdengar mengumpat.
Wooseok mengajak
Yugyeom pergi dari sana karena ada siswa dari pengurus madding yang datang. Dan
sekarang mereka mengawasi pengurus madding yang semuanya siswi perempuan sedang
memasang sebuah poster yang cukup besar pada bagian madding yang sebelumnya
masih kosong.
-DON’T TOUCH THIS BOYS-
Sebuah tulisan besar terpampang jelas di bagian atas
poster yang baru saja terpasang pada dinding madding. Dari jarak jauh seperti
itu, Wooseok dan Yugyeom bisa dengan cukup jelas melihat gambar pada poster.
Ada sekita 6 foto, dan 2 diantaranya ada foto Yugyeom dan Wooseok.
“Rasanya aku ingin
pindah sekolah saja.”
Wooseok menepuk pelan
pundak Yugyeom. “Sudahlah sunbae. Kita bukan apa-apa di sini.” Wooseok kemudian
balik badan dan meninggalkan Yugyeom di sana.
Sementara itu, tampak
Chaeyoung yang baru tiba di sekolah dan melihat ke arah madding sambil berjalan
pelan. Melihat-lihat sekilas apa saja yang terpampang di sana. Lalu saat
melihat poster berisi 6 foto siswa SMA Paradise tersebut, Chaeyoung
memperlambat sedikit langkahnya. Terutama ketika melihat foto milik Yugyeom
yang berada di urutan kedua, setelah foto Wooseok. Lalu empat pemuda lainnya
yang juga berada dalam foto-foto tersebut adalah Kang Hyunggu (Kino), Lee
Junyoung, Cha Eunwoo, dan Lee Hangyul.
Setelah sudah terlewat
beberapa langkah, Chaeyoung tampak berhenti lalu melangkah mundur. Betapa
terkejutnya ia saat menemukan foto seseorang yang sangat familiar untuknya. Lee
Hangyul. Chaeyoung sampai melebarkan matanya sambil menutup mulut.
***
“Iya, Oppa. Aku juga
merindukanmu.” Chaeyoung bicara sepelan mungkin sambil menutup pintu lokernya
dan menekan tombol off pada layar ponsel. Karena ini jam istirahat,
suasana kelas sudah lebih sepi. Setelah memastikan lokernya terkunci, Chaeyoung
berjalan meninggalkan kelas.
Salah seorang gadis
yang berada di kelas yang sama dengan Chaeyoung sedikit mencuri dengar semua
ucapan Chaeyoung dengan seseorang melalui telepon. Begitu Chaeyoung benar-benar
meninggalkan kelas, salah seorang lagi berpindah duduk di samping Dayoung.
“Kau dengar sendiri
kan, Sohee? Dia memanggilnya dengan sebutan ‘Oppa’ dan mengatakan dia
merindukannya.”
Gadis bernama Sohee itu
hanya mengangguk membenarkan ucapan Dayoung. “Atau dia diam-diam jadian dengan
Yugyeom sunbae?”
“Ya! Yugyeom sunbae
hanya pura-pura mendekatinya.”
Belum sempat Sohee
menimpali ucapan Dayoung, ada seorang gadis yang masuk kelas. Song Yuqi.
Melihat kedatangan Yuqi, Dayoung dan Sohee saling sikut. Merasa ada yang
janggal, Yuqi menoleh.
“Apa kau tau kalau
Chaeyoung berkencan dengan seseorang? Sepertinya pemuda yang lebih dewasa.”
Sontak Yuqi membulatkan
matanya mendengar pertanyaan Dayoung tersebut. Sebenarnya beberapa minggu lalu,
Yuqi melihat Chaeyoung berpelukan dengan pemuda di parkiran restoran milik
keluarga Chaeyoung. Pemuda itu bertubuh tinggi dan berpenampilan cukup dewasa.
Tidak terlihat seperti anak yang masih duduk di bangku sekolah. Tapi yang
pasti, Yuqi tidak mungkin mengatakan hal tersebut.
“Lagipula itu bukan
urusan kita.”
***
Chaeyoung tampak
mengantri untuk mengambil makanan sambil membawa nampan kosong. Sambil menunggu
giliran, Chaeyoung mengedarkan pandangan mencari-cari meja kosong dan mencari
beberapa teman yang dia kenal. Di ujung sana, tidak jauh dari pintu keluar
untuk menuju area outdoor kantin,
Chaeyoung melihat Taeeun bersama Hwiyoung dan Yukyung. Lalu tidak lama tampak
Yuqi yang baru tiba langsung bergabung ke sana. Begitu selesai mengambil
makanan, Chaeyoung berniat bergabung dengan teman-teman sekelasnya tersebut,
namun ia tidak langsung duduk.
“Hangyul di mana?”
Hwiyoung mengangkat
bahu sambil mengaduk-aduk minumannya menggunakan sedotan. Sementara Taeeun,
Yuqi dan Yukyung kompak menggeleng. Chaeyoung kemudian mengambil duduk di
antara Hwiyoung dan Taeeun.
Setiap beberapa menit
sambil menikmati makan siangnya, Chaeyoung memeriksa jam tangannya. Hangyul
tidak juga muncul. Hwiyoung juga sempat menghubungi ponsel Hangyul, namun
nomornya tidak aktiv.
“Aku pergi dulu.” Tanpa
menunggu respon dari siapapun, Yuqi tampak berdiri lalu pergi meninggalkan meja.
Tidak ada yang berani
bertanya apa yang terjadi pada Yuqi. Terlebih makanan Yuqi baru tersentuh
sedikit. Yukyung juga tampak menjauhkan piring makanannya.
“Apa ini semua ada
kaitannya dengan madding sekolah?” ujar Hwiyoung ketika melihat ada yang aneh
pada Yuqi.
Taeeun melirik ke
Hwiyoung. “Cowok-cowok yang tidak boleh disentuh itu?”
“Ssstt!” Chaeyoung
berdesis. “Jangan bicarakan itu di sini,” ujarnya memperingatkan. “Lagipula,
sepertinya aku tahu Hangyul di mana. Aku ke sana dulu.” Chaeyong berdiri sambil
membawa buah jeruk, roti dan minuman botol miliknya.
Hwiyoung, Taeeun dan
Yukyung menatap punggung Chaeyoung yang semakin menjauh.
“Aku khawatir pada
Chaeyoung.”
Hwiyoung dan Taeeun menoleh bersamaan pada Yukyung
yang tadi mengeluarkan suara.
“Jangan khawatirkan
Chaeyoung. Aku justru lebih khawatir pada Yuqi,” kata Hwiyoung dan di setujui
oleh Taeeun yang tampak mengangguk.
Yukyung menggeleng.
Nampaknya hanya gadis itu yang berbeda pendapat dengan Hwiyoung dan Taeeun.
“Apa kalian tidak tahu jika Hangyul masuk jajaran siswa yang tidak boleh
disentuh?”
“Apa!” Hwiyoung sontak
terkejut.
Taeeun bahkan sampai
tersedak minumannya karena terkejut.
Sementara di sudut lain
kantin, tampak 5 pemuda yang nama dan wajahnya terpajang di salah satu madding.
Kino, Wooseok, Yugyeom, Eunwoo dan Junyoung. Mereka seperti memiliki meja
tersendiri di kantin. Lalu para siswi lain hanya bisa menatap kagum lima siswa
tersebut. Namun tersisa satu kursi kosong di sebelah Wooseok.
Wooseok mengaduk-aduk
makanannya dengan tidak minat. Tapi tatapannya lurus ke tempat Yukyung duduk
bersama Hwiyoung dan Taeeun setelah Yuqi
dan Chaeyoung pergi beberapa saat lalu. “Aku iri dengan mereka.”
Eunwoo menendang pelan
kaki Yugyeom yang duduk diseberangnya dari kolong meja. Kino dan Jinyoung
sontak juga menatap ke tempat Yugyeom berada, di sebelah Wooseok. Saat itu
tepat ketika Chaeyoung melewati depan mereka. Yugyeom mendongak, lalu menoleh
sedikit. Ia langsung paham maksud dari teman-temannya tersebut.
“Apa dia juga seperti
itu saat latihan Muay Thai?” Tanya
Junyoung pada Wooseok yang duduk di depan Kino. Fokusnya saat itu adalah pada
Chaeyoung yang selalu menggunakan stocking panjang di balik rok sekolahnya
untuk menutupi seluruh bagian kaki.
Wooseok menggeleng
tegas. “Akan ada yang sangat merasa bersalah kalau Chaeyoung tidak menutupi
bekas lukanya. Bahkan di bagian lengan masih terlihat jelas.” Wooseok sambil
menunjuk lengan kirinya bagian atas untuk mendeskripsikan kondisi Chaeyoung.
Kino menendang tulang
kering Wooseok dari kolong meja. “Jangan diteruskan.” Lirikan mata Kino memberi
kode ke tempat Yugyeom berada yang kini bahkan sudah menunduk dan terbungkam.
“Dia akan semakin merasa bersalah.”
“Harusnya aku …”
Wooseok langsung
merangkul pundak Yugyeom. “Sudahlah, hyung. Lagipula saat itu kau anak baru,
kan? Dan kau tidak tahu jika foto kita terpajang di madding, maka yang berada
dalam bahaya ada siswi perempuan di sini yang dekat dengan kita.”
Eunwoo menghempaskan
punggungnya ke sandaran kursi. “Perempuan gila. Kalau saja orang tuanya bukan
siapa-siapa, mungkin kita tidak akan seperti ini. Pergerakan kita selalu
diawasi.”
Hampir semua
mengangguk. Termasuk Junyoung. “Anak kelas 1 itu di mana?” tanyanya mengenai
kursi kosong diseberangnya itu.
“Mungkin terlalu
terkejut menghadapi kenyataan.” Kino tampak bicara, namun ia langsung berdiri.
“Aku hampir tidak punya nafsu makan lagi kalau di sekolah.” Setelah menenggak
sisa air pada gelasnya, Kino balik badan lalu pergi dari sana. Disusul dengan
Yugyeom kemudian.
***
~Rooftop SMA Paradise
Chaeyoung menaiki
tangga hingga lantai teratas lalu membuka pintu yang berada di ujung anak
tangga. Panasnya siang langsung terasa. Jelas saja, karena Chaeyoung membuka
pintu rooftop. Chaeyoung melangkah
keluar lalu berbelok ke kiri. Tidak jauh dari sana ada kursi beton panjang yang
sedikit teduh karena terhalang tembok bangunan. Ada seseorang yang berbaring di
sana sambil menutup mata menggunakan lengannya, sementara lengan satunya lagi
memegangi bagian perut.
“Sudah ku duga kau di
sini.” Chaeyoung mengambil tempat duduk
di dekat kepala pemuda itu. “Aku tau kau terkejut karena namamu masuk daftar
itu. Tapi itu bukan alasan untukmu tidak makan siang. Ayo cepat bangun.”
“Tinggalkan saja
makanannya di situ. Lalu kau cepat pergi dari sini.” Pemuda itu bicara tanpa
sedikitpun merubah posisi berbaringnya. Bahkan ia bisa menebak apa yang
dibawakan Chaeyoung untuknya. “Jangan sampai ada yang kembali melukaimu.”
Chaeyoung sempat
berhenti sesaat saat mengambil sesuatu dari dalam saku blazernya. “Setelah aku
pergi, pastikan kau makan semuanya.” Setelah itu Chaeyoung benar-benar beranjak
pergi meninggalkan sahabatnya sendirian di sana.
Lee Hangyul, sesuai
dengan name tag pada bagian dada jas
sekolahnya. Pemuda itu perlahan menyingkirkan tangan yang menutupi matanya.
“Akh, perutku.” Hangyul perlahan bangkit sambil meringis dan memegangi
perutnya. Saat menoleh, Hangyul menemukan sebungkus roti, sekotak susu, air
mineral, buah pisang, dan sebutir obat maag. Melihat semua itu, Hangyul
tersenyum tipis di balik rasa perih pada perutnya.
***
~Ruang Kelas 1
“Sudah baikan?” Tanya
Chaeyoung pada Hangyul yang duduk di sebelahnya tanpa menoleh sedikitpun. Mulai
hari ini, mereka tidak bisa bersikap akrab seperti biasanya. Hangyul sedang
diawasi.
Merasa ada yang
mengawasi, Hangyul mendongak dan menoleh ke arah depan. Di depan sana, dekat
dengan papan tulis, Dayoung tidak melepaskan tatapannya pada Hangyul. Gadis itu
bahkan tersenyum ketika Hangyul balas menatapnya. Namun tidak untuk Hangyul.
Urat bibirnya terasa kaku untuk membentuk senyuman.
“Iya. Aku baik-baik
saja berkat kamu.” Hangyul balas merespon ucapan Chaeyoung tanpa melirik
Chaeyoung sedikitpun. Kemudian Hangyul merapihkan buku-buku pelajarannya ke
dalam tas. “Nanti aku chat.”
Chaeyoung yang sudah
siap dengan ransel dipunggungnya, tampak berdiri. Tepat ketika Hangyul juga
berdiri dan langsung pergi begitu berpamitan dengan Hwiyoung dan Taeeun yang
duduk di belakangnya. Hangyul meninggalkan kelas melalui pintu bagian belakang
kelas. Setelah Hangyul sudah tidak terlihat di balik pintu, Chaeyoungpun
melanjutkan langkah. Ia berjalan ke arah depan kelas dan berhenti di samping
kursi Yuqi yang tampak masih belum membereskan buku-bukunya.
“Kau tidak pulang?”
Chaeyoung dan Yuqi
menoleh, ternyata Yukyung sudah berdiri di sisi meja Yuqi yang lain. Yukyung
sendiri sudah siap pulang dengan tas ransel dipunggungnya.
“Kalian duluan saja,
aku masih mengerjakan sesuatu.” Yuqi bicara sambil berusaha menyibukkan diri
dengan buku-bukunya.
Yukyung mengambil duduk
di kursi kosong sebelah Yuqi. “Jangan khawatir, Chae. Kau duluan saja. Kau kan
harus ke restoran.”
Chaeyoung menatap kedua
temannya secara bergantian. Ia lalu menghela napas sebelum akhirnya memutuskan
pergi dari sana.
***
Bel pulang sekolah menggema
ke seluruh gedung sekolah. Pak Guru Lee langsung mengakhiri pelajarannya sore
itu dan langsung membubarkan kelas. Salah satunya Dayoung yang langsung
bergegas memberesken peralatan sekolahnya. Setelah itu melesat meninggalkan
kelas sesaat setelah Pak Guru Lee sudah meninggalkan kelas.
Dayoung berjalan ke
arah lift di ujung koridor. Begitu lift terbuka, Dayoung bergegas masuk dan
menekan tombol 2. Saat ini ruang kelas 1 berada di lantai 4. Begitu tiba di
lantai 2, Dayoung bergegas keluar. Suasana di lantai 2 tampak ramai karena
siswa kelas 3 sudah mulai memenuhi koridor setelah meninggalkan kelas.
Dayoungpun bergabung dengan kerumunan, lalu berbelok di salah satu kelas.
Dayoung mengangguk sopan saat bertemu beberapa seniornya yang meninggalkan ruangan
tersebut. Salah satunya ada Yugyeom yang bahkan tidak menoleh sedikitpun ke
tempat Dayoung berdiri.
Sementara di dalam
kelas hanya tersisa 2 siswi yang mengisi 2 meja di barisan depan. Jihyo dan
Mina.
***
Hangyul berjalan
menaiki tangga menuju halte bus yang tidak jauh dari sekolah. Saat melakukan
tap e-money pada pintu masuk halte,
sebuah bus baru saja berangkat. Hangyul hanya menatap sebentar, tidak terlalu
khawatir melihat kepergian bus tersebut.
“Bus mu baru saja
berangkat.”
Hangyul menoleh ke arah
sumber suara. Ia melihat seniornya, Kino, di sana. “Biarkan saja.” Hangyul lalu
mengambil duduk di samping Kino. Tidak lama setelah itu, sebuah bus kembali
berhenti. Kino dan Hangyul sama-sama menatap ke arah datangnya bus.
“Bukankah itu bus-mu,
sunbae?” Hangyul menatap Kino yang tidak bergerak dari kursinya.
“Aku ingin pergi ke
suatu tempat.”
Hangyul hanya
mengangguk. Tidak terlalu ingin tahu lebih lanjut ke mana seniornya itu akan
pergi. Mereka tidak terlalu akrab. Hanya sekedar saling tahu jika mereka satu
sekolah dan Kino adalah seniornya, sunbae dari kelas 2. Suasana halte semakin
ramai. Silih berganti orang datang dan pergi. Keluar dan masuk ke dalam bus.
Sampai akhirnya, bus yang mereka tunggu-pun tiba. Hangyul dan Kino berdiri
bersamaan. Lalu saling melempar tatapan, namun tidak ada yang berkata apa-apa
selain berjalan bersama.
Sementara Chaeyoung
juga tampak baru saja melakukan tap di pintu masuk dan langsung menuju tempat
tunggu bus. Tepat ketika bus-nya datang. Dan Chaeyoung dengan tatapan bingung
melihat Kino berdiri di belakang Hangyul dan mengantri untuk masuk ke dalam
bus. Chaeyoung memastikan sekali lagi bus tersebut, lalu melangkah cepat karena
bus itu memang bus yang mengarah ke rumahnya.
Saat Chaeyoung tiba di
dalam bus, Kino dan Hangyul tidak sengaja menghadap ke arah pintu dan mendapati
Chaeyoung di sana. Gadis itu langsung berjalan ke arah dua pemuda itu. Berdiri
di depan keduanya. Bus tidak terlalu penuh, namun mereka sudah tidak
mendapatkan kursi untuk duduk.
“Kalian tidak tahu jika
kalian salah naik bus?” Tanya Chaeyoung pada Kino dan Hangyul sekaligus.
“Tidak.” Baik Kino
maupun Hangyul menjawab hampir bersamaan.
“Lalu?”
“Aku ingin makan di
restoranmu.” Hangyul tampak menjawab lebih dulu dan membuat Kino menatapnya,
bingung.
“Kau mengikutiku?”
protes Kino pada Hangyul.
Hangyul menoleh. “Aku
bahkan tidak tahu jika kau juga ingin ke sana, sunbae.”
Kino lalu tidak
merespon ucapan Hangyul lagi. “Kau tidak bersama Yuqi dan Yukyung?”
Chaeyoung menggeleng
tegas.
***
Setelah memastikan
Chaeyoung sudah benar-benar meninggalkan kelas, Yuqi menutup buku yang berada
di hadapannya lalu memutar badan ke arah Yukyung yang tampak sibuk dengan
ponselnya. Sesaat Yukyung seakan tidak sadar jika kini Yuqi sedang
mengawasinya. Akhirnya Yukyung menoleh dengan tatapan serius.
“Apa?” Tanya Yukyung
sambil menurunkan ponselnya.
Yuqi menatap serius.
“Kau tahu sesuatu tentang Chaeyoung?”
“Sesuatu tentang apa?
Alamat rumah? Keluarga? Atau apa?”
“Tentang pacarnya.”
Yukyung langsung terdiam.
Sesaat tidak bisa membalas ucapan Yuqi. “Pemuda yang dekat dengan Chaeyoung
hanya Hangyul, Taeeun, Hwiyoung, Kino sunbae dan Wooseok sunbae, itupun karena
Wooseok sunbae satu pelatihan Muay Thai.
Kalau dengan Yugyeom sunbae ku rasa sudah tidak ada apa-apa sejak kejadian 6
bulan lalu.” Yukyung bicara sambil kembali memainkan ponselnya. “Kenapa
tiba-tiba kau aneh?”
Yuqi melirik tegas.
Seakan tidak terima dengan ucapan Yukyung. Yukyung sendiri balas melirik Yuqi
dengan tatapan bingung. “Tidakkah kau merasa kalau justru Chaeyounglah yang
aneh?”
“Aneh dalam hal apa?”
Yuqi sempat mengawasi
sekitar. Takut sekiranya ada orang lain di antara mereka. Yuqi mendekatkan
posisi tubuhnya ke arah Yukyung. “Dengar!” serunya sambil berbisik. “Saat
Chaeyoung diserang preman, entah itu suruhan siapa, bagaimana mungkin dia bisa
baik-baik saja?”
“Chaeyoung menguasai
beladiri.” Terdengar Yukyung sedikit memprotes ucapan Yuqi.
“Preman itu bukan hanya satu orang,” balas Yuqi.
“Bahkan lebih dari 5 orang. Dan Chaeyoung tidak luka terlalu fatal.”
“Jadi kau berharap Chaeyoung terluka parah? Atau
bahkan lebih parah dari itu?” Yukyung berdiri dengan tatapan kecewa. Yukyung
bahkan meremas kuat ponsel ditangannya.
Yuqi sontak ikut berdiri. “Bukan itu. Tapi apa itu
tidak aneh? Dia tidak pernah cerita apapun. Bahkan tentang pemuda yang sedang
dekat dengannyapun tidak cerita pada kita, kan?”
Yukyung mendesah, pelan. Tidak habis pikir dengan apa
yang dipikirkan Yuqi. “Kau sendiri bagaimana? Kau kira aku tidak tahu jika
minggu lalu kau pergi kencan diam-diam dengan Kino sunbae.”
Yuqi membekap mulut Yukyung dengan tatapan panik.
“Diam. Kau bisa membuatku dalam bahaya.”
Yukyung menyambar
tangan Yuqi dengan sedikit kasar dan melepaskan dari mulutnya. “Bagaimana
dengan Chaeyoung kemarin? Bukankah Yugyeom sunbae menanyakan nomor ponsel
Chaeyoung padamu? Dan hanya gara-gara itu, Chaeyoung mendapat musibah.”
“Jadi kau lebih membela
Chaeyoung?”
Yukyung mengusap
wajahnya. Mengumpulkan kesabaran untuk menghadapi Yuqi. “Kenapa kau egois sekali?
Aku juga akan membelamu.” Tanpa ingin menimbulkan pertengkaran, Yukyung lebih
memilih untuk meninggalkan Yuqi di sana.
Yuqi tidak melepaskan
pandangannya terhadap Yukyung sampai gadis itu tidak terlihat lagi sambil
memasukan kasar perlengkapan sekolahnya ke dalam tas. “Kenapa Yukyung seperti
itu sekarang?”
Suasana sekolah sudah
sepi, terutama pada ruang kelas. Yuqi-pun meninggalkan kelas beberapa saat
setelah Yukyung pergi. Yuqi berjalan dengan melangkah sedikit cepat menuju
halte bus. Saat mengantri di pintu masuk, Yuqi melihat Chaeyoung di dalam halte
sedang menunggu giliran masuk ke dalam bus. Dan di depan Chaeyoung adalah
pemuda yang tidak asing baginya, Kang Hyunggu yang lebih suka dipanggil Kino.
***
“Haiii Dongju!” pekik
Hangyul saat mereka bertiga sudah sampai di restoran milik keluarga Chaeyoung.
Hangyul mengacak gemas rambut anak laki-laki berseragam SMP yang duduk di dekat
meja kasir. Anak laki-laki dengan wajah cantik itu menatap Hangyul kesal.
“Wah, ini adikmu,
Chaeyoung?” Kino menatap gemas anak laki-laki yang masih diganggu Hangyul itu.
Chaeyoung hanya tertawa
melihat Hangyul dan adiknya sambil tertus berjalan. “Iya, tapi itu bukan
Dongju.”
“Dengar itu?” anak
laki-laki cantik itu menatap Hangyul, jengkel.
Sementara Hangyul sendiri langsung terdiam mendengar
pernyataan Chaeyoung. Setelah beberapa saat mencerna ucapan Chaeyoung tadi,
Hangyul akhirnya menyadari sesuatu. Ia salah memanggil nama salah satu adik
kembar Chaeyoung ini. “Tapi dia mirip sekali dengan Dongju.” Hangyul tetap
berkilah. Setelah itu Hangyul hanya menunjukan deretan giginya sambil balik
badan dan menyusul Kino yang sudah duduk di salah satu kursi kosong. Kino yang
melihatnyapun ingin melempar Hangyul menggunakan kursi di sana.
“Kau ke mana tadi
siang? Meja milikmu kosong.”
Hangyul menatap Kino
dengan ekspresi bingung. “Meja apa?”
“Kau masuk daftar itu,
kan?”
“Akh!” Hangyul mengacak
rambutnya, frustasi. “Kau sama sekali tidak tahu siapa dalang di balik ini
semua? Kenapa kita harus diasingkan? Dan kita tidak boleh berteman dekat dengan
anak perempuan di sekolah kita?”
Kino tidak langsung
menjawab karena Chaeyoung datang dengan dua piring cemilan. Dibelakang
Chaeyoung ada seorang pelayan yang membantu membawakan nampan berisi minuman
dan salad. Kino membantu Chaeyoung menerima piring makanan dan ia letakkan di
atas meja. Setelah itu Chaeyoung ikut duduk di kursi di sebelah Hangyul.
Hangyul sendiri sudah langsung mengambil sendok dan menyuapkan salad ke
mulutnya.
“Apa itu anak kelas 3?
Park Jihyo?” Hangyul yang begitu penasara, mengajukan pertanyaan lagi karena
Kino masih belum menjawabnya. “Ibunya kan salah satu wakil kepala sekolah,
bidang kesiswaan.”
Kino menggeleng tegas.
“Walau wakil kepala sekolah, Jihyo sunbae tidak segila itu. Pelakunya jelas
salah satu anak dari pemilik saham di sekolah kita.”
Hangyul mencoba
berfikir. Siapa kiranya yang anak dari salah satu pemilik saham sekolah. Namun
karena tidak menemukan jawaban sama sekali, Hangyul melirik ke tempat
Chaeyoung. Sadar sedang diperhatikan, Chaeyoungpun balas melirik ke arah
Hangyul.
“Princess Jepang.”
Kino terkekeh mendengar
jawaban Chaeyoung.
“Ahh. Myoui Mina.”
Pekik Hangyul akhirnya. “Tapi ku dengar, dia sebenarnya tidak memliki garis
keturunan Jepang, kan? Hanya saja ayah tirinya memang asli Jepang.”
“Ah, iya. Aku juga
mendengar berita itu.” Chaeyoung mengangguk menyetujui.
“Kalau sudah tau, kau
diam saja? Tidak melawan?”
“Aku bukan siapa-siapa
di sana. Kalau aku melawan, aku mungkin bisa dikeluarkan dari sekolah.”
“Kalau tidak karena
ibuku juga guru di sana, aku mungkin akan pindah sekolah sejak lama.” Kino
berujar sambil terus menikmati cemilan pemberian Chaeyoung. Lalu tidak lama
tampak pelayan mengantarkan makanan utama berupa sup seafood, nasi, dan kimchi.
“Sunbae, aku harus bekerja.
Dan di kota ini, hanya sekolah kita saja yang meliburkan sekolah di Sabtu dan
Minggu. Belum lagi jaraknya tidak terlalu jauh dari restoranku.”
“Iya iya.” Hangyul
memutar matanya, tampak bosan dengan alasan Chaeyoung yang memang tidak pernah
berubah. Setiap pulang sekolah, Chaeyoung harus mengawasi restoran sampai
malam.
Kino menghela napas
melihat nasib kedua adik kelasnya tersebut. Hangyul juga memiliki masa lalu
kelam. Saat berusia 5 tahun, Hangyul ditinggalkan di panti asuhan. Tapi
beruntung dua tahun kemudian, Hangyul diadopsi oleh keluarga dari kalangan yang
cukup berada.
“Ah, aku lapar.”
Hangyul mengambil sumpit dan mangkuk nasi miliknya sambil bergantian menatap
Kino dan Chaeyoung. “Hmm, tapi. Siapa yang akan traktir?”
“Kau boleh bayar dengan
mencuci piring di sini.”
Kino langsung tertawa
terbahak-bahak mendengar jawaban ajaib dari Chaeyoung. Sementara Hangyul
menatap kesal dua orang bersamanya ini sambil menyuapkan nasi ke mulutnya.
Chaeyoung juga
mengambil mangkuk nasi miliknya. “Sudahlah, ayo makan. Aku juga lapar.”
Mereka akhirnya
menikmati makan malam sambil berbincang ringan tentang Hangyul yang cukup
terkejut karena mendapati namanya berada di madding sekolah. Itu tandanya tidak
bisa sembarangan berinteraksi dengan murid perempuan di sekolah, sampai
akhirnya ia kabur ke rooftop sekolah
hingga penyakit maagnya kambuh karena tidak makan siang.
Selama menikmati makan,
kening Hangyul senantiasa mengerut, tampak ia tidak bisa berhenti memikirkan
sesuatu. “Tapi, kenapa bisa nama Dokyeom sunbae terganti olehku?”
Kino dengan tegas
mengangkat pundaknya. “Entahlah. Dia siswa paling menutup diri. Kudengar dia
nyaris tidak pernah terlihat bicara dengan siapapun. Terkecuali untuk hal
pelajaran. Mungkin.”
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar