“Kau
tau? Aku sangat suka dengan apartmen ini. Meski sederhana, tapi aku sangat
nyaman di sini.” Kata Sun Woo setelah meletakkan satu kaleng minuman ke hadapan
Joon. Kemudian duduk di samping Siwon. “Awalnya aku sangat ingin membeli untuk
ku tempati jika aku ke sini. Namun sang pemilik sangat berat melepasnya.”
Joon
mengedarkan pandangannya. Apartmen ini memang tidak sebesar dan semewah
apartmen yang ia tempati saat ini.
“Ku
rasa dia mulai tidak nyaman di sini.” Siwon melirik Joon dengan tatapan
mengejek.
“Aku?”
Joon menunjuk dirinya sendiri lalu tersenyum pahit. “Apa yang kau tau tentang
ku?” sindirnya. Tak ada yang menjawab. “Tapi ku rasa, pilihan kalian untuk
tinggal di sini cukup tepat. Setidaknya, akan mengurangi kecurigaan.”
“Hanya
ini tempat yang ku dapat. Dan kebetulan, pemiliknya adalah teman ku.” Kata Sun
Woo.
Joon
menatap Sun Woo penuh arti. “Bagaimana kalau kalian tinggal di tempat ku? Kita
bertukar tempat?” tawar Joon.
“Tidak
akan.” Tolak Sun Woo. “Karena Siwon pasti akan membawa gadis-gadis menginap di
apartmen kami.”
Siwon
yang tak terima melempar Sun Woo dengan kaleng minuman yang telah kosong. “Kapan
kau melihat ku membawa gadis menginap ke rumah?”
Sun
Woo tertawa keras melihat kemarahan kakaknya.
“Atau
jangan-jangan, malah kau yang sering membawa gadis ke apartmen mu?” Tanya Sun
Woo tak sopan ke Joon.
Joon
melirik Sun Woo santai. Lalu tersenyum. “Hei…! Aku ini seorang pembunuh! Bukan
seorang playboy.” Tegasnya. “Meski pun ada gadis tinggal bersama ku, itu karena
dia tak mengetahui jatidiri ku yang sebenarnya.”
“Ya
sudahlah… aku ingin tidur…” gumam Sun Woo dan berlalu begitu saja seperti tak
menangkap sesuatu yang janggal dengan ucapan Joon tadi.
Tersisa
Siwon bersama Joon. Beberapa kali Siwon memperhatikan kondisi Joon. Namun
sepertinya, Joon menyadari apa yang tengah di lakukan temannya itu.
“Apa
kau sudah tak menyukai gadis, hah?” sindir Joon.
Siwon
tergelak. “Aku hanya memastikan kondisi mu. Dan menurut ku, kau sangat terlihat
baik.” Siwon menganalisis. Sementara Joon masih terlihat santai sambil sesekali
menenggak minumannya. “Tapi aku tenang karena melihat mu tak terlalu lama
terpuruk.”
Joon
menoleh penuh arti.
“Maaf,
Joon.” Sergah Siwon cepat-cepat. “Aku bukan ingin mengingatkan, tapi kondisi mu
sangat buruk ketika ibumu menghilang.”
Joon
diam tanpa ingin mempermasalahkan ucapan Siwon.
“Apa
setelah kau pindah ke sini, ada seorang gadis yang sudah menarik perhatianmu?”
tebak Siwon.
Joon
tertawa menanggapinya.
“Waah…
ternyata benar dugaan ku.” Kata Siwon senang.
“Hei…
sudahlah…” ujar Joon belum bisa menguasai rasa malunya, namun ia juga tak ingin
mengatakan bahwa ada Haesa di sampingnya ketika ia terpuruk akibat kabar
tentang kematian ayahnya. “Lebih baik kita menyaksikan pertandingan sepakbola.”
Pinta Joon hingga akhirnya Siwon meraih remote tivi.
Siwon
menggeleng menanggapi sikap temannya. “Kau sudah banyak berubah rupanya.”
“Tapi
profesiku sebagai pembunuh tidak bisa di rubah.” Kata Joon datar sambil
memfokuskan matanya ke layar tivi.
“Sudahlah…
jangan bahas itu.” Siwon terlihat enggan merespon lebih dalam tentang profesi
Joon yang terpaksa di lakukan temannya itu.
@@@
“Ibu…
aku pulang.” Teriak Taemin ketika memasuki rumahnya. “Ibu…” teriaknya lagi
namun tak ada suara. Taemin berjalan hingga memasuki area dapur rumahnya. Ia
menemukan seorang wanita yang sedang berkutat dengan masakan. “Ibu…?” tegurnya
sekali lagi. Namun ada yang berbeda dengan wanita itu.
“Sun
Woo?” kata wanita itu setelah membalikkan badan. “Kau sudah pulang?” lanjutnya
sambil kembali memasak.
‘Tante?’
Tanya Taemin dalam hati. ‘Pantas saja ada yang aneh. Ibu kan tidak bisa masak.’
Komentarnya. Namun Taemin malah tertarik untuk duduk dan mungkin bisa mencicipi
masakan kakak dari ayahnya tersebut.
“Kau
pasti lapar?” Tanya Yoo Ra semangat sambil membawakan beberapa menu makanan
yang baru saja dia buat ke hadapan Taemin.
‘Ini
pertama kalinya aku makan masakan rumah.’ Ucap Taemin terharu. ‘Sebenarnya apa
yang terjadi dengan mu tante?’ Taemin menatap Yoo Ra penuh haru.
“Kenapa
masih diam?” Yoo Ra membuyarkan lamunan Taemin. “Ayo cepat di makan.”
“Iya
tante.” Kata Taemin yang langsung menyendokkan nasi ke dalam piringnya.
“Sebenarnya
aku sangat ingin di panggil ‘ibu’.” Ujar Yoo Ra sedih kemudian berusaha untuk
tetap tersenyum. Taemin sendiri langsung diam dan sedikit merasa bersalah. “Tapi
itu tak masalah. Kau bisa memanggilku apapun yang nyaman untuk mu.”
Taemin
hanya sanggup mengangguk lemah.
@@@
Sore
itu Haesa, Cheondung, Sandeul dan Jinyoung terlihat keluar dari pintu stadion.
Mereka baru saja menyaksikan Minho bertanding sepakbola.
“Kenapa?”
Tanya Cheondung ke Jinyoung yang berjalan di sampingnya, karena bossnya
terlihat sedikir resah.
“Kakak
menyuruhku cepat kembali ke café. Kita sudah tidak ada acara, kan?” harap
Jinyoung.
“Kalau
kau mau, kau bisa pulang dengan Sandeul. Aku ingin menemani Haesa bertemu
Minho.” Kata Cheondung memberi saran.
“Bukan
ide yang buruk.” Gumam Jinyoung senang. “Sandeul?” panggilnya, Sandeulpun
menoleh dan menatap menuh Tanya. “Kau mau pulang bersama ku?” tawarnya.
“Cheondung dan Haesa ingin menemui seseorang dulu setelah ini.”
“Oke…”
kata Sandeul tanpa pikir panjang.
Setelah
itu, Jinyoung dan Sandeul pun berpamitan lalu berjalan ke arah yang berlawanan
dengan Haesa dan Cheondung.
“Ku
pikir kalian sudah pulang?” suara seseorang dari arah belakang membuat
Cheondung dan Haesa kompak berbalik.
“Minho?”
kata Cheondung dan Haesa kompak.
“Aku
merindukanmu…” kata Minho menggoda dan seenaknya menarik Haesa ke dalam
pelukannya.
“Jangan
terlalu erat!” protes Haesa. “Aku tak bisa napas.” Ujarnya sambil berusaha
melepaskan diri dari badan Minho yang lebih besar darinya.
Cheondung
menarik tangan Minho. “Kau bisa membunuh teman ku! Mengerti!” ia
memperingatkan.
Minho
hanya tertawa sambil melepaskan Haesa. “Rasanya aku tak ingin melepaskanmu.”
Gumam Minho sambil mencubit pipi Haesa dengan gemas.
“Jika
seperti ini, rasanya aku ingin cepat-cepat dilepas oleh mu.” Kata Haesa membuat
Minho melotot padanya. Namun gadis ini hanya menertawai reaksi Minho.
“Baekhyun?” gumam Haesa girang karena sebenarnya Minho tidak datang seorang
diri.
“Kau
kekasihnya Minho?” Baekhyun balik bertanya tak kalah semangatnya.
“Aku
sudah mewujudkan impian mu bertemu Baekhyun. Apa kau masih ingin aku melepaskan
mu?” tegas Minho memastikan.
Haesa
sedikit tak mempedulikan sikap Minho yang kekanak-kanakan. Dan kini gadis itu
sudah berdiri di samping Baekhyun. “Minho. Pinjam ponselmu.” Pinta Haesa sambil
mengulurkan tangan.
“Untuk
apa?” protes Minho tak senang. Namun ia tetap mengeluarkan ponselnya dari dalam
saku celana trainingnya.
“Fotokan
aku bersama Baekhyun.” Perintah Haesa seenaknya sambil merapatkan badan ke
samping Baekhyun. Minho terlihat sangat kesal. Lalu Baekhyun terlihat sangat
senang hingga ia sulit mengatur ekspresi wajahnya. Sementara Cheondung hanya
memperhatikan pemandangan di hadapannya dengan senyum.
Meski
cemberut, Minho tetap melakukan apa yang dipinta kekasihnya. “Sudah.”
“Baekhyun…
terima kasih banyak ya. Aku senang bisa berfoto dengan mu.” Kata Haesa sambil
menjabat tangan Baekhyun. “Tangan mu dingin.”
“Iya…
mungkin karena aku terlalu senang. Jadi tangan ku terasa dingin.” Ujar Baekhyun
beralasan untuk menutupi rasa malunya. “Lain kali aku ingin bertemu lagi dengan
mu.”
“Benarkah?”
kata Haesa takjub. Bagaimana tidak, seorang pemain sepakbola yang ia idolakan,
justru mengajaknya untuk bertemu lagi.
“Tidak
akan ku biarkan kalian bertemu lagi.” Sergah Minho kesal membuat senyum Haesa
perlahan memudar.
“Yasudah…
Cheondung ayo kita pulang.” Ajak Haesa.
Cheondung
menatap Minho dan Baekhyun berpamitan sebelum akhirnya menyusul Haesa.
“Heh…
tunggu dulu…” kata Minho cepat-cepat menarik tangan Haesa sebelum gadis itu
pergi lebih jauh. “Aku ingin bicara berdua.” Ajak Minho membawa Haesa sedikit
menjauh dari tempat Baekhyun dan Cheondung berada.
“Apa?”
Tanya Haesa yang sudah tak bersemangat.
“Aku
menderita sejak ponselmu hilang.” Minho mengulurkan ponsel yang berada dalam
genggamannya. Haesa menatap Minho bingung. “Aku ingin kau menjadi orang pertama
yang tau kalau aku sedang mendapatkan libur.”
“Tapi…”
Minho
memotong ucapan Haesa. “Kita tidak bisa setiap saat bersama. Dan untuk hal ini,
aku tak ingin ada penolakan dari mu.” Kata Minho lembut sambil memaksa Haesa
menerima ponsel pemberiannya. “Jaga diri mu baik-baik.” Minho berusaha
tersenyum sambil mengusap lembut kepala Haesa.
Haesa
tak mampu berkata-kata lagi. Di tambah lagi ia merasakan wajah Minho mulai
mendekat ke wajahnya. Haesa menunduk dalam-dalam sambil mencuri pandang melirik
jam di tangannya. “Aku hanya bosan makan
seorang diri.” Haesa tersentak. Karena tiba-tiba saja ia teringat Joon.
Apalagi ini sudah hampir malam.
“Kenapa?”
Tanya Minho yang telah menarik kembali kepalanya.
“Mulai
sekarang kau bisa kembali menghubungiku kapan saja.”
Minho
pun akhirnya tersenyum lega mendengar perkataan Haesa. “Kau hati-hati.” Pesan
Minho sebelum berbalik dan berjalan menjauhi Haesa. “Tolong jaga kekasihku.”
Kata Minho ketika berhenti sesaat di hadapan Cheondung.
“Tak
perlu kau ingatkan.” Protes Cheondung. Minho kembali tersenyum lalu mengajak
Baekhyun pergi dari sana.
@@@
“Jinyoung!”
teriak Eun Gee sambil menerobos masuk ke ruang kerja adiknya di café.
“Tak
bisakah kau bersikap lebih tenang?” protes Jinyoung yang merasa pekerjaannya
sedikit terganggu.
“Kenapa
kau tak mengajakku menonton pertandingan sepakbola?” kata Eun Gee sama
kesalnya. “Aku juga ingin melihat Sehun!”
“Kau
tidak akan suka di sana. Sudahlah… jika ingin melihat Sehun, kau bisa
menyaksikan melalui tivi.” Ujar Jinyoung yang secara tidak langsung menyuruh
Eun Gee keluar dari ruangannya. Lalu kemudian kembali berkutat dengan laptopnya
tanpa mempedulikan Eun Gee yang kini kesal terhadapnya.
Dengus
Eun Gee kesal sambil menutup pintu ruang kerja Jinyoung dengan kasar. Jinyoung
sendiri hanya geleng-geleng kepala menghadapi sikap kakaknya.
@@@
Joon
menghempaskan diri ke atas kasur di ruangannya. Pagi tadi ketika pergi berdua,
Haesa memang memaksa Joon membeli kasur baru untuknya. Jelas saja Joon tak bisa
menolak. Ia tak ingin berlama-lama tidur hanya beralaskan selimut yang tebal.
Tak lama pemuda itu
bangkit. Ia menyapu pandangan ke seluruh sudut ruangan sambil berfikir. Joon
seperti melupakan sesuatu. Ia pun segera merapat ke meja tempat laptopnya
tergeletak untuk memeriksa akun e-mailnya. Joon pun akhirnya bisa bernapas lega
karena tak ada e-mail baru yang masuk.
Joon menoleh ke belakang.
Terdapat sebuah lemari besar di sana. Ia pun melangkah mendekat. Lalu membuka
salah satu pintunya. Joon menyingkirkan deretan pakaiannya yang tergantung
menjuntai. Tersimpan sebuah koper kecil di sana. Pemuda itu pun menariknya
keluar. Kondisi koper tersebut tak terkunci. Joon mengerutkan keningnya.
Seperti ada yang janggal di sana. Dengan cepat Joon membukanya dan langsung
membuat mata pemuda ini membulat seketika.
Benda pertama yang ia cari
saat itu adalah ponselnya yang tersimpan di dalam jaket. Ia langsung mencari
kontak milik Siwon yang ia namai ‘Andrew’.
“Siwon!” pekik Joon ketika
mendapati seseorang diseberang menjawab panggilannya. “Aku kehilangan
senjataku.” Ujarnya panik. Bagi seorang pembunuh, kehilangan senjata sama saja
kehilangan setengah nyawa mereka. Meski Joon sangat ingin terlepas dari
pekerjaan kotornya, tetap saja ia khawatir dengan kejadian ini.
“Bagaimana bisa?” Tanya
Siwon tak kalah paniknya. Setelah menyadari Sun Woo memperhatikannya, Siwon
langsung meng-loadspeaker agar Sun
Woo dapat mendengar apa yang akan diucapkan Joon. “Kapan terakhir kali senjata
itu bersamu?” Siwon mengingatkan.
“Semalam aku masih
membawanya.” Joon tampak berfikir dan mengingat-ingat. “Astaga!” pekik Joon
tiba-tiba. “Ku rasa jatuh di dalam gang sempit itu.”
“Apa
maksudmu?” Sun Woo ikut berbicara.
“Semalam
aku mengikuti Sandeul hingga ke dalam gang sempit. Namun tiba-tiba ada 3 orang
yang menyerangku. Aku memang berhasil lolos, tapi aku melupakan senjataku.”
Sesalnya.
“Tiga
orang?” Siwon mengulangi ucapan Joon. “Apa mereka orang yang sama seperti yang
kau ceritakan waktu itu padaku?” Tanya Siwon untuk memastikan kebenaran
analisisnya.
“Iya,
Siwon. Mereka adalah orang yang sama.” Tegas Joon membenarkan.
“Bagaimana
kalau kita ke sana?” saran Sun Woo membuat Siwon menatapnya penuh arti sambil
menunggu Joon mempertimbangkannya.
“Kita
ke sana…” Joon tak melanjutkan kata-katanya setelah mendengar bunyi bel di
apartmennya. “Maaf, aku tak bisa malam ini.” Tolak Joon karena menyadari orang
yang menekan bel apartmennya adalah Haesa.
“Kenapa?
Dan siapa yang mengunjungi apartmen mu?” Selidik Sun Woo ketika mendengar suara
bel yang berasal dari apartmen Joon.
“Dia…”
Joon berusaha mencari alasan. “Dia bekerja di sini.”
“Kau
mempekerjakan orang asing?” cecar Siwon tak percaya. “Joon, kau tau kalau…”
Joon
memotong ucapan Siwon. “Kau tak mengerti.” Joon mulai bangkit untuk membukakan
pintu bagi Haesa. “Nanti akan ku jelaskan.” Joon mematikan telpon sesaat
sebelum membuka pintu utama.
“Joon…
maaf aku pulang terlambat.” Haesa berkata penuh rasa bersalah sambil menerobos
masuk. Dan tempat pertama yang ia sambangi adalah dapur. “Apa kau sudah makan?”
Tanya Haesa yang sedetik kemudian sibuk mencari-cari sesuatu yang bisa ia masak
dari dalam kulkas.
Joon
berdiri memperhatikan Haesa sambil bersandar di ambang pintu menuju dapur.
“Sudah.” Tiba-tiba saja Joon menjadi cukup menyesal karena sebenarnya ia sempat
makan di apartmen Siwon. “Tapi aku ingin menemanimu makan.”
“Tidak
usah, Joon.” Haesa mendekati Joon sambil mendorong pelan tubuh pemuda itu untuk
menjauhi area dapur. “Aku bisa sendiri. Kau beristirahat saja.”
Joon
bertahan dari dorongan Haesa dan tetap berdiri di tempatnya saat ini. “Kau ini
tidak sopan, ya!” kata Joon dengan tatapan yang dibuat sesangar mungkin. Tapi
nampaknya, itu tidak berlaku jika ia berhadapan dengan Haesa. “Aku ini bos mu!”
Joon mengingatkan.
Haesa
langsung diam dan berhenti mendorong tubuh Joon.
“Cepat
lanjutkan memasak.” Kini gantian Joon yang mendorong Haesa untuk kembali ke
dapur. “Aku akan menunggu di sini.” Kata Joon sambil duduk di meja makan.
Dengan
terpaksa, Haesa pun kembali melanjutkan aktifitasnya yang sempat sedikit
terhambat.
@@@
Jonghyun
dan Yong Hwa tampak menunggu Cheondung dengan resah di dekat pintu belakang
café tempat Cheondung bekerja. Tak lama, Cheondung pun muncul hingga membuat
Jonghyun dan Yong Hwa terlonjak.
“Apa
semalam tak ada keributan atau apapun di sekitar sini?” cecar Jonghyun tak
sabar. Dengan polosnya, Cheondung menggeleng.
“Kau
tau apa yang kami temukan barusan?” Cheondung menatap kakaknya penuh Tanya.
Jonghyun
membuka jaketnya dan menunjukkan sebuah benda yang tersembunyi di dalamnya.
Setelah memastikan Cheondung mengetahui apa benda tersebut, Jonghyun pun
langsung menutup kembali resleting jaketnya.
“Senjata?
Milik siapa?”
Jonghyun
dan Yong Hwa saling melempar pandangan. “Itu yang ingin kami tanyakan padamu.”
Jonghyun angkat bicara.
Cheondung
mengingat-ingat kejadian semalam. Ia pun tak menemukan sesuatu yang janggal di
sana. “Tidak terjadi apa-apa.”
“Apa
tidak ada yang menemui mu?” Tanya Jonghyun lagi yang masih penasaran.
“Haesa,
Sandeul dan Minho datang ke sini.” Ujar Cheondung. “Tapi di antara mereka tak
ada yang berperilaku ganjil atau pun menemui hal-hal yang tak wajar.” Lanjut
Cheondung. “Apa kalian akan melaporkan ke kantor polisi?”
Jonghyun
dan Yong Hwa saling tatap. “Sepertinya aku hanya akan memberi tahu Donghae dan
meminta bantuannya.” Kata Jonghyun lalu menatap arloji di tangannya. “Kita
harus segera bergerak.” Ajak Jonghyun sambil berdiri. Yong Hwa pun hanya
mengangguk setuju kemudian mengikuti Jonghyun.
@@@
Ketika
duduk, tatapan Joon langsung terfokus ke sebuah ponsel yang tergeletak di meja makan.
“Ini ponsel mu?” Tanya Joon.
“Iya.
Pemberian dari…” Haesa yang masih sibuk memasak tak menoleh sedikitpun ke arah
Joon berada.
“Kekasihmu?”
tebak Joon. Namun Haesa tak menjawab. Diliriknya gambar yang terpampang jelas
di layar ponsel. Haesa bersama seorang pemuda. Tapi itu bukan Minho, melainkan
Baekhyun. “Kekasihmu seorang pemain sepakbola?” Tanya Joon lagi yang bisa
dipastikan ia menyangka Haesa berpacaran dengan Baekhyun.
Haesa
masih berat menjawab pertanyaan Joon. Ia pun duduk di hadapan Joon sambil
membawa semangkuk mi instant. Haesa segera mengetahui apa yang ada di pikiran
Joon. “Aku tidak berpacaran dengan Baekhyun.” Sergahnya.
“Syukurlah…”
kata Joon membuat Haesa meliriknya penuh selidik. Tapi kemudian, Joon langsung
meralat ucapannya. “Maksudku…”
Haesa
hanya tertawa. “Kau kenapa Joon? Sudahlah… jangan membahas itu.” Pinta Haesa.
Dalam
hati, Joon bernapas lega. ‘Apa yang aku pikirkan? Gadis ini anak dari ayahku.
Berarti dia adalah sudara ku.’ Joon merutuki diri. Tapi ia juga tak bisa menyalahkan
dirinya. Joon mengeluarkan ponselnya. “Kalau begitu, beri kan aku nomor
ponselmu.” Kata Joon yang tiba-tiba memiliki alasan untuk mengalihkan perasaan
aneh yang ia alami saat ini.
Haesa
menatap Joon bingung.
“Apa
kau tidak akan memberi tau nomor ponsel pada boss mu?” protes Joon.
@@@
“Apa
kau masih ingin mengusut kasus anaknya Park Jung Soo?” selidik Sungmin saat tak
sengaja bertemu dengan Jonghyun bersama Yong Hwa di kantor polisi.
“Aku
hanya ingin bertemu dengan Donghae.” Kata Jonghyun dingin. “Jika kau memang tak
ingin membantu, ku mohon jangan halangi ku.” Lanjutnya sambil berlalu begitu
saja tanpa mempedulikan keberadaan Sungmin.
Yong
Hwa hanya bisa sedikit mengangguk untuk menyapa Sungmin sebelum akhirnya
menyusul Jonghyun ke dalam.
“Donghae.”
Panggil Jonghyun ketika melihat kakaknya keluar dari ruangan sang ayah.
“Apa?”
kata Donghae setelah menoleh.
Jonghyun
langsung mendekati Donghae. “Kau tak akan percaya dengan apa yang aku dan Yong
Hwa temui.” Bisik Jonghyun. Donghae membelalakan mata dan menatap adiknya penasaran.
“Kau menyimpan data tentang penembakan anak perempuan Sung Byunghae, kan? Ayo
kita bicarakan di tempat lain.” Ajak Jonghyun setelah Donghae menganguk.
“Bicarakan
di rumah saja.”
@@@
Joon
menutup pintu ruangannya lalu mengangkat telpon dari Siwon. “Halo, Siwon?”
“Joon…
maaf kami tak bisa menemukan senjata mu.” Kata Siwon sambil sesekali melirik
Sun Woo yang duduk di sampingnya. Mereka baru saja kembali dari kegiatan
mencari senjata Joon di tempat yang sesuai dengan petunjuk Joon. Dan kini Siwon
dan Sun Woo sudah berada di dalam mobil untuk kembali ke apartmen mereka.
“Sudahlah…
jangan dipaksakan jika memang tak bisa ditemukan. Terima kasih telah membantu.”
Ujar Joon lalu seenaknya memutuskan telpon dari Siwon.
Sun
Woo menatap kakaknya penuh Tanya. Siwon menghela napas. “Ku rasa Joon yang
sekarang bukan Joon yang kita kenal selama ini.” Jelas Siwon namun Sun Woo
terlihat semakin bingung. “Tadi dia panic setengah mati senjatanya hilang. Tapi
sekarang, dia malah terdengar tak peduli dan mengatakan ‘terima kasih telah
membantu’.” Lanjut Siwon sambil menirukan gaya bicara Joon yang sebelumnya.
Sun
Woo malah tertawa menanggapi kekesalah kakaknya. “Sepertinya dia memang
menyembunyikan sesuatu.” Selidiknya.
Siwon
menoleh dengan tatapan penuh Tanya.
@@@
“Apa
yang ingin kau ceritakan?” Tanya Donghae tak sabar ketika mengajak Jonghyun dan
Yonghwa ke dalam kamarnya sambil melepaskan seragam polisi yang sejak tadi
menempel di badannya.
Jonhyun
dengan hati-hati melepaskan jaket kemudian membentangkannya di atas kasur
Donghae dengan menunjukkan bagian dalam tempat ia menyimpan benda berbahaya
tersebut.
Donghae
terbelalak melihat apa yang di sembunyikan Jonghyun di balik jaketnya. “Dari
mana kau mendapatkan ini?” Tanya Donghae namun tatapannya tak beralih dari
senjata tersebut.
“Kau
tau kan café milik keluarga Jung Young Woon? Terdapat jalan sempit yang bisa
membawa kita ke belakang café tersebut. kami menemukannya di sekitar sana.”
Yong Hwa mulai buka suara.
Donghae
terlihat mengangguk karena berhasil membayangkan lokasi yang dijelaskan Yong
Hwa dalam pikirannya.
“Hanya
beberapa belokan dari pintu belakang café tersebut.” Jonghyun menambahkan
penjelasan Yong Hwa.
Donghae
bangkit menuju meja kerjanya. “Apa yang kalian lakukan di tempat itu?”
selidiknya. Ia mengambil sebuah kotak dan membawanya ke hadapan Jonghyun dan
Yong Hwa.
“Adikku
bekerja di café itu. Aku sering ke sana untuk menemui Cheondung melalui pintu
belakang.” Kata Yong Hwa menjelaskan.
Donghae
sibuk sendiri mengenakan sarung tangan yang ia ambil dari dalam kotak tadi.
Namun ia tetap mendengarkan penjelasan Yong Hwa. Donghae mulai membongkar
pistol berukuran sedang tersebut untuk mengeluarkan peluru dari dalamnya.
Yong
Hwa merogoh saku jaketnya. “Coba samakan dengan yang ini.” Kata Yong Hwa sambil
mengeluarkan sesuatu dari sana. Sebuah peluru yang juga ia temukan tak jauh
dari lokasi jatuhnya pistol tersebut.
Donghae
meraih dan mencoba membandingkan keduanya. “Ini peluru yang berbeda.”
Jonghyun
dan Yong Hwa saling menatap. Lalu pandangan mereka mengikuti kemana arah
langkah Donghae. Pemuda itu menuju sebuah lemari dan mengeluarkan sebuah map
dari dalamnya. Donghae kembali ke tengah-tengah Jonghyun dan Yong Hwa sambil
membentangkan isi map tersebut.
“Aku
sengaja mengkopi data ini untuk referensiku jika menemukan bukti lain di luar
dari kepolisian.” Jelasnya sambil membaca kembali data yang tertulis di dalam
map.
Jonghyun
dan Yong Hwa memperhatikan penuh minat dengan apa yang Donghae lakukan.
“Bukankah
itu data tentang kasus yang menimpa Jung Han Yoo, kekasih Choi Seungho?” tebak
Jonghyun ketika ikut melihat isi map di hadapan Donghae.
Donghae
mengambil salah satu peluru dengan menggunakan tangan kanannya. “Ini peluru
dari dalam pistol itu.” Kata Donghae sambil menunjuk pistol yang ditemukan
Jonghyun dan Yong Hwa. “Dan peluru ini bersarang di bagian lengan Han Yoo.”
Jelasnya. “Sedangkan yang ini…” Donghae kini mengambil satu peluru lagi yang
tersisa. “Ini jenis peluru yang melayangkan nyawa Han Yoo.” Lanjutnya.
“Apa
peluru yang ini…” Yong Hwa menunjuk peluru yang berada dalam tangan kanan
Donghae. “…yang menembus lengan Sung Hyo Min juga?” tebaknya.
“Tepat.”
Tegas Donghae. “Itu makanya nyawa Hyo Min masih selamat.”
Jonghyun
sibuk sendiri dengan pikirannya. Kemudian, ia teringat sesuatu. “Kau ingat
kasus penembakkan di bank yang melibatkan Seungho?” Tanya Jonghyun kepada
Donghae.
“Ternyata
kau berfikir hal yang sama dengan ku.” Donghae menatap Jonghyun kagum lalu
membalik-balikkan lembaran pada map di hadapannya. “Ini dia.” Gumamnya setelah
menemukan apa yang dimaksud Jonghyun. “Peluru yang digunakan pistol milik
Seungho bukan dari dua tipe peluru itu.” Donghae menunjuk dua peluru yang sudah
tergeletak di atas jaket Jonghyun. “Tapi dari jenis yang berbeda lagi.
Sementara peluru yang bersarang di tubuh korban, Kim Soo In, adalah yang ini.”
Jelas Donghae sambil mengangkat tangan kirinya yang menggenggam peluru temuan
Yong Hwa.
Yong
Hwa menatap Jonghyun penuh arti. “Sepertinya target kita sangat berbahaya
karena memiliki senjata seperti itu.” Keluhnya.
“Kau
benar.” Kata Donghae. “Pistol dan peluru yang kalian temukan bukan dari jenis
yang biasa digunakan kepolisian. Itu termasuk senjata langka dengan harga cukup
mahal.”
“Lalu,
apa yang sebaiknya kita lakukan terhadap benda ini?” Tanya Jonghyun meminta
saran kepada Donghae.
“Ku
pikir, lebih baik jangan kita serahkan ke polisi sampai kita menemukan beberapa
petunjuk lain.” Tawar Donghae.
“Ku
rasa itu bukan ide yang buruk.” Yong Hwa menyetujui. “Karena jika sudah jatuh
ke tangan polisi lain, berita akan cepat menyebar dan target kita akan
melakukan hal yang lebih bahaya karena merasa terancam.” Analisisnya.
“Kau
bisa membantu menyembunyikan ini?” Jonghyun menatap kakaknya penuh harap.
Donghae
terlihat sedikit berfikir. “Ku harap kalian juga membantu.” Ujarnya yang secara
tak langsung menyetujui permintaan Jonghyun dan Yong Hwa.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar