“Siwon…
Sun Woo…” teriak Joon sambil menggedor pintu apartmen yang ditempati dua
temannya itu. “Buka pintunya.”
Tak
lama, Siwon pun tampak membukakan pintu. “Kau?” ujarnya santai.
Tanpa
permisi, Joon pun menerobos masuk. “Kalian harus pindah dari apartmen ini.”
Perintah Joon seenaknya.
“Terus
kami harus pindah ke mana?” Protes Sun Woo yang tiba-tiba muncul dari dalam
kamar. “Mencari tempat tinggal tidak mudah. Kau pasti tak mengerti itu? Lagi
pula kami telah membayar uang sewa kepada pemilik rumah. Dan sekarang kau
seenaknya menyuruh kami pergi dari sini.”
Joon
berusaha memutar otak untuk mendapatkan alasan yang tepat. Namun sepertinya, ia
memang harus mengatakan kebenarannya. “Kau ingat, bahwa aku mempekerjakan
seseorang di apartmenku?”
“Tentu
saja.” Ujar Sun Woo. “Aku sangat ingat ketika kau mengaku mempekerjakan orang
asing. Dan sekarang apa? Rahasiamu terbongkar? Bukankah Siwon telah
memperingatkan.” Kata Sun Woo meremehkan.
“Kau
tidak tau apa-apa tentang orang itu.” Protes Joon untuk membela Haesa. Jelas
saja, bahkan hingga kini gadis itu sama sekali tak mengetahui sedikitpun
tentang jatidiri Joon yang sebenarnya.
“Sudahlah…”
Siwon tampak menengahi. “Kau jelaskan saja apa yang sebenarnya terjadi.”
“Setelah
membunuh Jung Han Yoo, aku menabrak seorang pemuda bernama Kim Kibum.” Joon
memulai bercerita. “Dia adalah Trevor, anak dari Roslin.” Siwon sama
terbelalaknya dengan Sun Woo ketika mendengar cerita dari Joon. “Dan gadis yang
bekerja denganku adalah adiknya Kibum, Fleur.”
“Fleur
bersamamu?” Tanya Siwon memastikan.
“Sejak
kalian memberitauku tentang Fleur dan keluarganya, gadis itu sudah bersamaku.
Aku membawanya karena tiga pria itu juga menginginkan Fleur. Mereka akan
melepaskanku jika aku menyerahkan Fleur.” Joon melanjutkan ucapannya. “Tapi aku
tidak mungkin melakukan itu.”
“Lalu,
apa rencanamu?”
“Besok
Kibum pulang dari rumah sakit. Fleur sudah tidak punya tempat tinggal. Dan tak
mungkin Kibum berada di apartmen ku. Jadi, aku mau kalian tinggal di apartmen
ku. Sedangkan Fleur dan Kibum, biarkan
mereka tinggal di sini.”
“Kenapa
tidak kau saja yang pindah ke sini?” Sun Woo menyarankan. “Bukankah kau tadi
pagi membunuh Kim Jaeseop. Jadi kau bisa sekalian bersembunyi di sini.”
“Membunuh?”
ulang Joon memastikan bahwa ia tak salah dengar.
“Iya.”
Siwon membenarkan. “Seseorang bernama Kim Jaeseop terbunuh tadi pagi di dalam
gang sempit tempat kau kehilangan pistolmu waktu itu.” Jelasnya.
“Kalian
tau aku tak memiliki senjata. Jadi, aku tak mungkin membunuh.” Joon tampak
membela diri. “Lagi pula, itu terjadi tadi pagi, kan?”
“Sepertinya
ada yang janggal di sini.” Gumam Sun Woo yang masih menerka-nerka apa yang
terjadi sebenarnya.
@@@
Ryeowook
baru saja menumpukan piring kotor yang baru saja ia gunakan untuk membawa
makanan Hyukjae. “Sepertinya anda terlihat lebih baik sekarang?” kata Ryeowook.
Hyukjae
tersenyum. “Ini berkat kalian. Aku sangat berterima kasih.” Ujar Hyukjae penuh
haru.
“Anda
dan keluarga sangat baik kepada kami. Terutama Joon. Sudah selayaknya kami
membalas semua kebaikan anda, tuan.” Kata Ryeowook merendah.
Tak
lama, terdengar suara pintu terbuka. Jong Woon pun bergegas masuk ke kamar yang
ditempati Hyukjae. “Tuan, maaf mengganggu. Ada yang ingin saya tanyakan.” Ujar
Jung Woon serius.
“Katakan
saja, Jung Woon.” Hyukjae terlihat tak keberatan.
Jung
Woon berfikir sesaat untuk mengatur kata-kata yang ingin ia lontarkan. “Sekali
lagi saya mohon maaf jika lancang. Tapi saya sangat ingin tau, apakah anda
tidak mengetahui asal usul dan berasal dari keluarga mana istri anda tersebut?”
“Kakak!
Apa yang kau tanyakan?” protes Ryeowook mengingatkan Jung Woon. “Tuan, kau tak
perlu menjawabnya. Lebih baik anda beristirahat.” Kata Ryeowook menghalangi
Hyukjae. Lalu Ryeowook menoleh ke Jung Woon dengan tatapan tajam. “Jangan
mengganggu tuan Hyukjae dengan pertanyaan seperti itu.”
“Ryeowook.”
Panggil Hyukjae. “Aku baik-baik saja.” Ujarnya meski masih dengan keadaan
bersandar di tempat tidur. “Maaf Jung Woon. Apa yang membuatmu bertanya seperti
itu.”
“Jadi
itu benar?”
Hyukjae
menghela napas. “Kenyataan memang tak bisa selamanya disembunyikan. Suatu saat,
pasti semua akan terbongkar.”
Ryeowook
terlihat bingung dengan apa yang dipikirkan Hyukjae dan Jung Woon. Namun ia
juga cukup penasaran tentang rahasia yang disimpan Hyukjae bertahun-tahun. Sementara
Jung Woon, cukup tegang menunggu jawaban yang keluar dari mulut Hyukjae.
“Aku
lah yang menyebabkan Yoo Ra kehilangan ingatannya. Karena aku tak tau dimana ia
tinggal, aku memutuskan untuk membawanya pulang. Selang beberapa hari, ada
seseorang yang meninggalkan bayi di depan rumahku. Ku lihat dia sangat sayang
kepada Joon. Kurasa ia merindukan anaknya, tapi ia tak tau apa-apa. Yoo Ra pula
yang menginginkan untuk merawat Joon, sampai akhirnya kami pun menikah.”
“Apa
anda juga tidak tau kalau Park Yoo Ra adalah istri dari Kang Hangeng?”
Sontak
Hyukjae pun mendongak kaget mendengar pernyataan dari Jung Woon.
“Apa
yang kakak katakan?” Ryeowook pun tak kalah terkejutnya dengan apa yang baru
saja dikatakan kakaknya.
“Maaf
tuan. Tapi ini adalah kenyataannya.” Ujar Jung Woon yang kemudian keluar
meninggalkan ruangan itu.
Tersisa
Hyukjae dan Ryeowook. “Tuan, maafkan sikap kakakku.” Kata Ryewook sambil duduk
di tepi ranjang Hyukjae untuk membela kakaknya.
“Jung
Woon tidak salah. Aku yang tidak pernah berusaha mencari tau tentang keluarga
Yoo Ra.” Ujar Hyukjae yang juga merasa bersalah.
@@@
“Aku
telah menyewakan sebuah apartmen untuk kau tempati bersama Kibum. Tapi aku mau
kau tetap bekerja di apartmenku.” Kata Joon saat menjemput Haesa di rumah
sakit.
Haesa
menatap Joon penuh Tanya hingga membuat pemuda itu berhenti dan berbalik.
“Kenapa kau melakukan itu padaku?”
Joon
tersenyum dan senyuman itu membuat perasaan Haesa tak karuan. “Bukankah kau bilang
kau itu temanku?” Joon mengingatkan apa yang pernah Haesa katakan padanya.
“Tapi
kau bilang, kau tak ingin berteman denganku?” balas Haesa.
Joon
langsung merasa bersalah. “Aku minta maaf untuk itu.” Ujarnya membuat Haesa
mengangguk tanpa pikir panjang. “Jadi, kau mau memaafkanku?” Tanya Joon girang.
“Kau
sudah baik padaku seperti ini, mana bisa aku tak memaafkan mu?” kata Haesa
polos.
“Jadi,
jika aku tak bersikap baik, kau tak akan memaafkanku?” protes Joon tak terima
dengan alasan Haesa.
Haesa
langsung salah tingkah. “Bukan begitu, Joon. Tapi…” ucapan Haesa terputus
ketika mendengar Joon tertawa lepas.
“Sudahlah…
kau tak perlu terlalu merasa bersalah seperti itu.” Kata Joon sambil mengacak
lembut puncak kepala Haesa hingga membuat gadis itu mendongak dan menatap aneh
padanya. Perlakuan Joon saat itu membuat Haesa mengingat Minho. “Aku lapar. Kau
juga, pasti belum makan, kan?” Joon menarik tangan Haesa.
“Joon…”
ujar Haesa sambil menahan tangan Joon. “Maaf, aku sudah makan bersama Kibum.”
Joon
menghela napas dan berusaha tersenyum untuk Haesa sambil berbalik. “Tak apa…” Namun
pemuda itu tak melepaskan genggaman tangannya terhadap Haesa. “Tapi ku mohon,
untuk tak lagi meninggalkan ku jika kau ingin makan.”
“Kalau
gitu, ayo…” gantiah Haesa yang semangat menarik tangan Joon. “Aku akan menemani
mu untuk makan dimanapun yang kau mau.” Strategi Haesa untuk menebus
kesalahannya pun berhasil. Karena Joon tak bisa menolak ajakan gadis yang satu
ini.
@@@
Seperti
hari-hari sebelumnya. Ketika bangun, Joon sudah mendapati Haesa yang sibuk
dengan pekerjaannya. Tak terkecuali pagi ini. Dan itu yang membuat Joon
tersenyum sendiri.
Kebiasaan
Joon ketika bangun tidur adalah mencuci muka dan menggosok gigi, lalu ia akan
menenggak segelas air. Setelah meletakkan gelas di atas meja, Joon mendapati
ponsel Haesa berdering karena satu panggilan. Joon melirik nama yang tertera
pada layarnya, ‘Choi Minho’. Dan di saat yang sama, ponsel tersebut sudah di
sambar oleh Haesa dan dibawa keluar dari dapur.
“Minho…”
sapa Haesa riang kepada seseorang melalui telpon dan membuat Joon menghempaskan
badannya ke kursi.
“Sepertinya
kau sangat merindukanku?” goda Minho sambil mendekap gulingnya. Minho memang
masih memanjakan diri dengan berbaring di kasurnya. Mungkin hal pertama yang
dilakukan Minho pagi itu setelah bangun tidur adalah langsung menghubungi
Haesa.
“Apa
aku tak boleh merindukanmu?” Haesa balas menggoda Minho.
Joon
menghabiskan sisa minumannya lalu meletakkan gelas dengan kasar hingga
menimbulkan suara benturan di permukaan meja. Pemuda ini pun segera melesat ke
dalam kamarnya dan menenggelamkan diri ke dalam selimut sambil berharap suara
Haesa tak terdengar lagi di telinganya.
Minho
tertawa tanpa suara mendengar ucapan Haesa yang bisa membuatnya melayang
seketika. “Kau harus merindukanku selalu, sayang.” Goda Minho lagi.
Haesa
tertawa lepas mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Minho. “Ada apa kau
menelponku pagi-pagi?”
Keceriaan
Minho langsung hilang. “Apa kau tak merindukanku?” Tanya Minho sedih.
“Kenapa
kau tanyakan itu lagi?” protes Haesa.
“Karena
aku sangat merindukanmu, kau tau?” balas Minho.
Haesa
malah tertawa menanggapi ucapan Minho. “Iya aku tau… apa kau sudah mendapatkan
libur?” Tanya Haesa bersemangat.
“Belum,
tapi minggu depan aku libur.” Kata Minho memberi pencerahan. “Oiya, tadi pagi
kakakku Seungho menelpon, dia bilang dia ingin berbicara sesuatu denganmu.”
“Bicara
apa?”
“Aku
juga tidak tau.” Minho memberikan jeda sedikit dalam ucapannya. “Jika kau punya
waktu, temui dia di kantor.”
Haesa
hanya mengagguk tanda mengerti. “Oke… aku akan ke sana sebelum menemani Kibum
di rumah sakit.”
“Yasudah…
aku hanya ingin mengatakan itu. Karena aku ingin kembali melanjutkan tidur.”
Ujar Minho sambil menarik kembali selimut untuk menutupi badannya hingga leher.
“Baiklah…
sampai jumpa…”
“Tunggu…”
kata Minho cepat-cepat sebelum Haesa sempat mematikan sambungan telpon. “Hanya
itu? Kau tak memberikan aku ciuman?” protes Minho.
“Tidak
akan.” Kata Haesa tegas.
“Tapi
Kibum…”
“Kau
tak bisa protes untuk itu!” omel Haesa. “Kibum adalah kakakku, jadi kau tak
bisa melarangku menciumnya.”
“Jadi,
kau tak akan memberikanku ciuman?” Tanya Minho manja.
“Aku
pasti akan memberikannya, Minho…” kata Haesa memberi harapan.
Sontak Minho langsung
kembali bersemangat. “Kapan?”
“Nanti, setelah kita
menikah.” Tegas Haesa. “Sudah sana kembali tidur.” Ujar gadis ini sebelum Minho
kembali melancarkan protes. “Jangan lupa sampaikan salamku untuk Baekhyun.”
Kata Haesa sebelum benar-benar mematikan sambungan telpon Minho.
“Hei…! Haesa! Tunggu…”
teriak Minho. Karena tak kunjung mendapatkan jawaban, pemuda ini menatap layar
ponselnya. Hanya tertera wallpaper foto dirinya bersama Haesa. “Kenapa kau
selalu menitipkan salam untuk Baekhyun? Apa kau tak bosan?” Minho memarahi
ponselnya yang ia ibaratkan sebagai Haesa. Plak…! Sebuah bantal mendarat mulus
di wajah Minho membuat pemuda ini menoleh. “Apa?” Tanya Minho galak.
“Kau yang bertengkar
dengan kekasihmu, kenapa malah aku yang disalahkan?” protes Baekhyun yang juga
menjadi teman sekamar Minho di asrama tim.
“Karena kekasihku sangat
menggilaimu. Dan aku tidak suka itu.” Kata Minho tak terima dan langsung
menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya sambil membelakangi Baekhyun.
@@@
Pagi
ini, Taemin kembali menjadi orang terakhir yang bergabung di meja makan.
“Kenapa kau selalu kesiangan, Taemin?” tegur Soo Ra ketika melihat anak
bungsunya muncul.
Taemin
tak menjawab, karena saat itu ia terfokus pada kursi kosong yang biasa
ditempati ayahnya, Park Jung Soo. “Ayah mana, bu?”
“Ayahmu
mendadak ada tugas keluar kota semalam.”
Taemin
duduk berseberangan dengan Soo Ra dan menatap ibunya dalam-dalam. “Apa ayah
menghindariku?” selidiknya.
Soo
Ra, Kyuhyun dan Hyun Rae saling melempar pandangan. “Kenapa kau sibuk ikut
campur urusan wanita gila itu, hah?” tegur Hyun Rae yang duduk tepat di samping
Taemin sambil berbisik dengan nada tak suka.
Taemin
melirik Hyun Rae sambil tersenyum meremehkan. “Apa yang kau tau tentang tante
Yoo Ra?” tantangnya. Hyun Rae tak bisa menjawab. “Dia tidak gila.” Bela Taemin.
“Dia hanya merindukan anak-anaknya. Dan kau tidak tau seperti apa rasanya.”
“Jelas
saja! Aku kan belum menikah, apalagi mempunyai anak.” Hyun Rae membela dirinya.
“Kalau
begitu, cepat suruh Sungmin menikahi mu agar kalian bisa punya anak lalu aku
akan menyuruh orang untuk menculik anakmu. Dan dengan demikian, kau akan tau
bagaimana sakitnya kehilangan seorang anak.” Cecar Taemin tak mau kalah.
Hyun
Rae kembali tak bisa menjawab pertanyaan Taemin. Ia pun melirik Kyuhyun yang
dengan santainya menikmati sarapan. Lalu Kyuhyun menyadari tatapan kakaknya dan
hany mengangkat bahu. “Aku tak ikut campur.” Ujarnya santai.
“Taemin…
sudahlah…” tegur Soo Ra lembut. “Kau jangan membahas itu lagi.” Pintanya.
“Ibu
membela kakak?” protes Taemin. “Apa masih kurang sakit ibu kehilangan salah
seorang anak ibu?”
Semua
mata sontak mendongak dan menatap Taemin. “Apa maksud mu?” Tanya Kyuhyun.
“Benar,
kan? Ibu memiliki seorang anak laki-laki lagi selain aku dan Kyuhyun?” desak
Taemin. Soo Ra menunduk dan tak menjawab pertanyaan Taemin. Taemin pun menghela
napas untuk menenangkan diri. “Sudahlah. Aku harus berangkat.” Ujarnya sebelum
meninggalkan meja makan.
“Ibu,
apa benar semua yang dikatakan Taemin?” Tanya Hyun Rae lembut setelah Taemin
keluar rumah. Sementara Kyuhyun sudah merangkul ibunya yang hampir menangis.
@@@
“Joon…!
Buka pintunya…!” teriak Haesa sambil menggedor pintu kamar Joon.
“Kau
sudah selesai menelpon kekasihmu?” kesal Joon setelah membuka pintu.
Haesa
menghela napas dan tak habis pikir dengan sikap Joon sekarang. “Ayo cepat kita
sarapan. Aku ingin menemani Kibum. Dia tak jadi pulang hari ini.” Ajak Haesa
sambil melangkah menuju dapur. Namun baru beberapa langkah, Haesa berhenti dan
berbalik menghadapn Joon yang masih berdiri di depan kamarnya. “Aku lapar.
Jadi, ku harap kau tak protes jika aku makan duluan.”
Joon
segera menyusul dan duduk berhadapan dengan Haesa yang sudah memulai
sarapannya.
“Kau
mau pergi kapan?” Tanya Joon ketika menyendokkan makanan ke dalam piringnya.
“Setelah
sarapan.” Jawab Haesa singkat.
“Kalau
gitu, aku antar. Aku juga ingin keluar.” Kata Joon yang tak ingin dengar kata
penolakkan.
@@@
Taemin
duduk seorang diri di halte bus. Ia melirik jam tangannya. Sudah terlalu
terlambar untuk berangkat ke sekolah. Namun Taemin juga tak berniat mengejar
waktu untuk segera masuk sekolah apalagi untuk kembali pulang ke rumah. Ia
masih terlihat santai di sana. Taemin mengedarkan pandangan ke sekeliling. Di
ujung jalan, ia melihat sosok Jinyoung berjalan menuju gang sempit yang bisa
menembus ke belakang cafenya. Tanpa pikir panjang, Taemin pun menyeberang dan
berniat untuk mengejar Jinyoung.
Tak
lama setelah Jinyoung berbelok, dari arah berlawanan Taemin melihat Cheondung
juga menuju jalan yang sama dengan Jinyoung. Ia pun sedikit memperlambat
gerakannya namun tetap mengawasi gerak gerik dua orang di depannya tadi.
Setelah beberapa menit menelusuri gang, Taemin mengintip dari belokan dan
mendapati Cheondung yang baru saja masuk ke dalam café melalui pintu belakang.
Taemin kembali mengawasi sekitar, lalu kembali mengendap-ngendap menyusul
Cheondung masuk ke dalam café.
@@@
Pagi-pagi
sekali Jinyoung telah sampai di café karena ia punya janji dengan Cheondung
untuk bertemu sebelum karyawan lain datang. Ia pun segera masuk ke dalam
ruangannya dan langsung menyalakan laptop yang dibawanya dari rumah.
Tak
lama terdengar suara pintu terbuka dengan kasar. “Kau menemukan sesuatu?” cecar
Cheondung tak sabar saat baru sampai. Karena tak mungkin Jinyoung mengajaknya
bertemu seperti ini jika tidak terjadi sesuatu.
“Kau
lihat ini.” Kata Jinyoung tanpa menoleh.
Cheondung
menarik kursi dan duduk di samping Jinyoung. Tatapannya langsung focus ke layar
laptop di hadapan Jinyoung. “Siapa itu Shin Donghee?”
Jinyoung
menoleh. “Itu yang ingin ku tanyakan juga. Apa kau mengenal orang itu?” namun
Cheondung tak menjawab, hingga akhirnya Jinyoung kembali menatap layar
laptopnya. “Aku berhasil menjebol akun milik orang itu.”
“Jadi,
otak dari pembunuh bayaran itu adalah Shin Donghee? Dan Russel hanya sebagai
pekerja saja?”
“Ku
rasa memang seperti itu.” Jinyoung mengangguk menyetujui pemikiran Cheondung.
“Astaga!” Jinyoung tersentak membuat Cheondung semakin mendekatakan wajahnya ke
layar laptop. “Lihat ini.” Tunjuk Jinyoung. “Kau tau Kim Jaeseop? Orang yang
kemarin pagi tewas tertembak tak jauh dari belakang cafeku.”
“Tidak
tau.” Cheondung menggeleng. “Tapi aku memang mendengar berita itu kemarin dari
Yong Hwa.” Jelasnya.
“Ternyata
Jaeseop menjadi anak buah Shin Donghee. Namun yang janggal adalah, kenapa dia
malah di suruh untuk membunuh Russel?” Jinyoung melirik Cheondung penuh Tanya.
@@@
Haesa
tiba di kantor polisi. Di depannya, ada seseorang yang sepertinya ia kenal.
“Jonghyun…” teriak Haesa sambil mengejar. Pemuda itu pun berhenti dan berbalik.
“Haesa?”
Tanya Jonghyun heran mendapati gadis itu berada di kantor polisi. “Ada apa kau
datang ke sini?”
“Aku
ingin menemui Seungho. Kata Minho, dia mencariku.” Jelas Haesa sambil berjalan
di samping Jonghyun.
Jonghyun
mengangguk menanggapi cerita Haesa. “Apa kau sudah mendapat informasi tentang
Russel?”
Haesa
benar-benar melupakan bahwa ia diberikan sebuah misi untuk menemukan seseorang
yang memiliki nama samaran ‘Russel’. Apalagi sejak perkenalannya dengan Joon.
“Ku
akui, tugasmu memang tidak mudah.” Lanjut Jonghyun tanpa mencurigai sesuatu
pada Haesa. “Apa kau sudah menemui Kibum? Ku dengar ia akan pulang hari ini.”
Kata Jonghyun mengalihkan pembicaraan.
“Aku
sudah menemuinya. Tapi kakakku tidak jadi pulang hari ini.”
Jonghyun
masih sedikit bertanya tentang kondisi Kibum. Lalu ketika hendak berbelok ke
tangga, langkah mereka terhenti dengan kehadiran Donghae dari arah berlawanan.
“Jong?”
kata Donghae, lalu ia melirik seorang gadis yang berdiri di samping adiknya. “Kenapa
kau membawa kekasihmu ke sini? Kalau kau ingin mengenalkan pada ayah, kau kan
bisa mengajaknya ke rumah.” Ujar Donghae sesuka hati.
Jonghyun
dan Haesa saling tatap. “Apa yang kau bicarakan?” protes Jonghyun sambil
melirik kakaknya dengan tatapan tajam.
“Apa
aku salah bicara?” Donghae membela diri.
“Haesa
bukan kekasihku! Dia datang ke sini untuk menemui polisi Seungho.” Tegas
Jonghyun untuk member penjelasan kepada kakaknya.
“Kalau
begitu, kau adalah kekasih Seungho yang baru?” kali ini Donghae bertanya langsung
kepada Haesa.
“Tidak…
bukan seperti itu…” kata Haesa cepat-cepat.
“Haesa?
Kau sudah di sini?”
Jonghyun,
Haesa dan Donghae sama-sama menoleh ke arah belakang Donghae. Seungho muncul
dari atas tangga.
“Jadi,
benar? Kau sudah memiliki kekasih baru? Waahh… kau hebat.” Puji Donghae sambil
penepuk pundak Seungho.
Seungho
menatap Donghae bingung lalu beralih menatap Jonghyun dan Haesa bergantian
untuk meminta penjelasan. Namun sedetik kemudian, Seungho pun menyadari kesalah
pahaman yang terjadi pada Donghae.
“Haesa
ini kekasih adikku, Minho. Aku memang ada perlu dengannya saat ini.” Jelas
Seungho. “Ayo ikut aku.” Seungho mengajak Haesa meninggalkan Jonghyun dan
Donghae.
“Kenapa
kau tak bilang?”
Jonghyun
hanya menggeleng heran dengan apa dilakukan seorang polisi seperti Donghae.
@@@
Jinyoung
keluar dari ruangannya yang diikuti Cheondung dibelakangnya. Mereka pun
terkejut mendapati Taemin yang berdiri membeku di depan pintu.
“Taemin?
Sedang apa kau?” selidik Jonghyun.
“Aku
melihat Jinyoung saat menunggu bus. Namun karena aku sudah terlambat untuk ke
sekolah, aku memutuskan mengikutimu. Dan tak ku sangka, Cheondung juga menuju
ke sini.” Jelas Taemin tak lama saat Jinyoung dan Cheondung mengajaknya duduk
di meja café.
“Ku
harap kau tak mengatakan kepada siapapun apa yang kau dengar tadi.”
Taemin
mengangguk mantap. “Asal kalian juga mau jujur padaku.” Taemin melirik
Cheondung. “Terutama kau.” Tegasnya.
Jinyoung
melirik hati-hati ke Cheondung. Namun pemuda itu terlihat santai saja
menanggapi Taemin.
“Beri
tau padaku, apapun yang kau ketahui tentang anak laki-laki Park Jung Soo yang
hilang 19 tahun lalu.” Taemin menunggu Cheondung untuk menjawab.
“Aku
memang tau tentang itu. Tapi untuk lebih jelasnya, aku akan mempertemukanmu
pada Jonghyun dan Yong Hwa. Mereka yang tengah menyelidiki kasus itu lagi.”
@@@
“Bukankah
aku sudah pernah bilang, aku yang bertanggung jawab atas biaya perawatan ibumu
di rumah sakit.” Kata Seungho saat mengajak Haesa berbicara di ruangannya.
Haesa
hanya tersenyum bersalah dan tak bisa menjawab pertanyaan Seungho.
“Dari
mana kau mendapatkan uang?” desak Seungho.
“Aku…”
Haesa berusaha mencari alasan. “Tapi ku mohon jangan katakan apapun ke Minho.”
Seungho
menghel napas. “Sekecil apapun masalahmu, coba lah untuk terbuka ke Minho.
Kalian berpacaran bukan baru hitungan bulan. Kau tau, Minho menderita jika ia
mengetahui sesuatu tentangmu dari orang lain.”
Haesa
menunduk dan semakin merasa bersalah setelah mendengar cerita tentang Minho
dari mulut Seungho.
“Bukankah
aku sudah pernah bilang, kau sudah ku anggap seperti adikku sendiri.” Seungho
menghela napas dan diam sejenak.
Haesa
memberanikan diri untuk menatap Seungho. “Apa kau pernah mendengar sesuatu dari
masa lalu ku?”
Seungho
mengerutkan dahi. “Tentang apa maksudmu?” pemuda ini balik bertanya.
“Kau pasti
tau, kita sama-sama sudah tidak memiliki ayah. Bahkan lebih parahnya, kita sama
sekali tidak tau tentang siapa ayah kita. Dan yang semakin membuatku bingung
adalah, aku direkrut sebuah agensi dan ditugaskan untuk mencari pemuda dari
anak seorang pembunuh bayaran.”
“Kau?”
kata Seungho dengan tatapan tak percaya. “Siapa yang…”
“Keluarga
Sung Byunghae.” Sergah Haesa yang seolah mengetahui apa yang dipikirkan
Seungho. “Aku hanya tak ingin Minho terlalu khawatir. Apalagi aku telah menjual
apartmen untuk biaya perawatan Kibum.”
“Biaya
perawatan Kibum?” Seungho mengulangi perkataan Haesa.
“Kakakku
kecelakaan.”
“Di
mana kau tinggal sekarang?” Tanya Seungho mulai khawatir.
“Aku
bekerja di sebuah apartmen dan tinggal di sana.” Haesa diam sesaat. Sementara
Seungho sibuk dengan pikirannya sendiri. “Sekarang terserah kau mau berkata
apapun ke Minho. Tapi aku tidak ingin Minho mengetahui kondisiku.” Kata Haesa
setelah ia bercerita lebih rinci tentang kehidupannya saat ini.
@@@
Yong
Hwa tampak tengah membereskan beberapa peralatan yang ia bawa bersama band-nya
ketika melakukan penampilan di salah satu restoran. “Kau sudah tanyakan ke
ayahmu?” bisik Yong Hwa kepada Geun Suk saat temannya itu sedang menutup
resleting gitar miliknya.
Geun
Suk mengawasi sekitar, terutama dua teman band-nya yang lain, Hongki dan Jung
Shin yang sibuk dengan pekerjaan mereka.
“Itu
barang langka. Ayahku sedang menyelidiki lebih lanjut. Tapi perkiraannya,
pemilik senjata tersebut bukan penduduk di kota ini.” Jelas Geun Suk.
Yong
Hwa mengangguk mendengarkan penjelasan temannya. “Kau pastikan rahasia ini
aman.” Yong Hwa memperingatkan.
“Kau
tenang saja.” Geun Suk mengangguk tegas.
“Terima
kasih.” Kata Yong Hwa sebelum akhirnya berdiri lalu menuju salah satu meja
untuk pengunjung di restoran tersebut. tak lama, tiga temannya ikut bergabung
duduk bersama Yong Hwa.
“Malam
ini dan besok kita tampil di café ‘crush’.” Jung Shin mengingatkan tiga
temannya.
“Apa
kita tidak punya waktu libur?” keluh Hongki sambil merosotkan punggungnya di
sandaran kursi.
Yong
Hwa tampak tak menghiraukan perdebatan dua temannya. Kali ini tatapannya tak
lepas dari tiga orang yang baru saja masuk ke dalam restoran. Yang pertama
mengenakan kacamata berlensa besar. Lalu ada yang bertubuh paling tinggi. Dan
yang terakhir memiliki tubuh paling mungil dengan mata sipit. Mereka semua
mengenakan pakaian serba hitam dan mengambil tempat duduk cukup jauh dari
tempat Yong Hwa berada.
Namun
yang paling menarik perhatian Yong Hwa adalah pemuda paling tinggi. Ia merasa
pernah bertemu dengan pria yang memiliki tubuh seperti itu. Sesaat Yong Hwa
melirik tiga temannya yang mulai sibuk dengan urusan masing-masing.
“Aku
mau ke toilet sebentar.” Kata Yong Hwa. Namun hanya Geun Suk yang mendongak
sesaat sebelum akhirnya Yong Hwa beranjak dari sana. Pemuda ini pun melangkah dengan pasti ke arah meja yang
ditempati tiga pria itu. Namun ia hanya sekedar lewat hingga tak menimbulkan
kecurigaan dari ketiganya.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar