Meski
tidak tinggal bersama keluarga Park Jung Soo, Joon harus tetap menuruti kemauan
ayahnya. Ia dikuliahkan agar kelak bisa membantu Kyuhyun mengurus perusahaan
keluarga mereka.
Dan malam ini sepulang
kuliah, Joon tidak langsung kembali ke apartmen. Pemuda ini duduk diam seorang
diri di sebuah bangku taman yang sepi dengan tatapan kosong lurus ke depan.
Otaknya memutar kembali kenangan yang ia lalui bersama Haesa beberapa minggu
belakangan. Meski belum berlangsung lama, keberadaan Haesa selama ini sangat
mempengaruhi hidupnya.
Di masa lalu, Joon memang
dirawat oleh Yoo Ra dan Hyukjae, namun kehidupan yang ia jalani tak semulus apa
yang dipikirkan orang. Sering kali ia hanya tinggal seorang diri. Saat-saat
tersulit hidup Joon terjadi ketika Hyukjae hilang, disusul kemudian oleh Yoo
Ra. Serta, saat-saat ia hidup dalam sebuah penyesalan besar sebagai seorang
pembunuh bayaran.
Joon menghela napas
panjang untuk menghilangkan rasa sesak yang kini membuncah di dadanya. Rasa
sakit itu semakin terasa kala Joon teringat Haesa menangis ketika Minho menolak
kenyataan sebenarnya antara mereka. Itu lebih sakit ketika dulu ia dituduh
sebagai seorang pembunuh.
“Kau tau, walau umurku di
bawah Haesa, tapi aku menyukai kepribadian gadis itu. Sampai akhirnya Minho lah
yang mendapatkan cintanya.”
Joon menoleh dan mendapati
Taemin telah duduk di sampingnya. Pemuda itu menatap adiknya penuh Tanya.
Menurutnya, Taemin seperti orang yang mengetahui banyak hal.
Taemin membalas tatapan
Joon sambil tersenyum. “Waktu tidak akan berpengaruh untuk seseorang
mendapatkan cinta mereka.”
Joon melempar pandangan ke
arah lain. Tampaknya ia mengerti maksud pembicaraan Taemin. “Apa aku salah
mencintainya?”
Taemin tertawa lepas.
“Akhirnya kau mengakuinya.”
“Tapi Minho…” ternyata hal
yang memberatkan Joon hingga detik ini adalah tentang Minho. Joon hanya tidak
ingin menyakiti orang lain ketika ia mulai mencintai seorang gadis.
Tawa Taemin perlahan
memudar. “Mungkin saat ini Minho hanya belum bisa menerima kenyataan. Cintanya
untuk Haesa terlalu besar. Bahkan ia sampai mengancam akan menghajarku jika aku
benar-benar merebut Haesa darinya.” Ujar Taemin kembali tertawa, kali ini ia
menertawai ancaman Minho untuknya.
“Jadi nama gadis itu
Haesa?”
Taemin menoleh dan menatap
kakaknya heran karena pertanyaan yang keluar dari mulut Joon. “Astaga! Kaliah
bahkan sempat tinggal bersama, tapi kau tak mengetahui namanya?” Tanya Taemin
gemas.
Joon menggeleng polos
membuat Taemin menghela napas lalu menggeleng menanggapi sikap kakaknya.
@@@
Cheondung
membuka pintu yang mengarah ke balkon apartmen Joon. Di sana ia menemukan Haesa
yang terduduk seorang diri sambil memandangan hamparan bintang di langit luas. Cheondung
duduk di samping Haesa. Udara dinginpun langsung menyergap membuat Cheondung
memeluk tubuhnya sendiri.
Tapi
gadis itu tampaknya tak menyadari kehadiran Cheodung. Ia sibuk dengan
pikirannya sendiri yang kembali memutarkan memori indah bersama Minho. Bahkan
yang paling menggelikan adalah kecemburuan Minho ketika Haesa menyinggung
tentang pemain sepakbola idolanya, Baekhyun, membuah gadis itu tersenyum geli.
Namun
perlahan senyuman itu berubah menjadi senyum penuh kerinduan tatkala Haesa
teringat masa-masa singkatnya bersama Joon. Bahkan pertemuan pertama kali yang
hampir meregang nyawa mereka pun menjadi salah satu kenangan yang tak akan
pernah terlupakan.
“Kau
merindukan Minho?” ujar Cheondung yang sukses membuat Haesa terkejut.
“Sejak
kapan kau…” Haesa tak melanjutkan kata-katanya.
Cheondung
tersenyum dan melempar pandangan ke arah lain. “Kau terlalu tenggelam dalam
pikiranmu sendiri. Bahkan kau tak menyadari sudah berapa lama aku di sini.”
Haesa
tertunduk untuk menyembunyikan rasa malunya.
@@@
Joon baru
saja sampai dan masuk ke dalam apartmennya. Terlalu lelah dengan kegiatannya
hari ini. Joon sempat melirik ke arah balkon. Pintu di sana tidak tertutup.
Yang ada dalam pikiran Joon mungkin ayahnya lupa menutup pintu itu. Joon hendak
ke sana, namun setelah beberapa langkah, kakinya terhenti mendapati Haesa dan
Cheondung muncul dari arah sana.
“Joon?”
pekik Haesa, namun pemuda yang dimaksud malah menghindar dan masuk ke dalam
kamarnya. “Joon… buka pintunya!” teriak Haesa sambil menggedor pintu kamar Joon.
Cheodung
masih berdiri di sana dengan setia menemani sahabat yang ternyata adalah
kakaknya. Cheondung lagi-lagi hanya mampu mengusap lembut pundak Haesa yang
sedikit terlihat frustasi.
@@@
Tengah
malam, Baekhyun terlihat terbangun dari tidurnya. Ia langsung menyalakan lampu
di samping tempat tidurnya. Baekhyun menoleh ke tempat tidur di sisi kiri
ranjangnya. Tak ada yang aneh. Di sana Sehun masih terlelap dengan tenangnya.
Namun pemandangan berbeda ketika ia menoleh ke kanan. Minho duduk sambil memeluk
lututnya dan memandang hampa ke luar jendela.
“Apa
kau tidak lelah, Minho?” tegur Baekhyun sambil mengusap matanya yang masih
terasa mengantuk. “Kita baru saja menghadapi pertandingan berat tadi sore.”
Minho
tak menjawab. Cukup lama ia terdiam, hingga akhirnya Minho bersuara namun tak
sedikitpun melirik ke Baekhyun. “Kau mencintai kekasihku?”
Baekhyun
hendak kembali berbaring untuk melanjutkan tidurnya. Namun ketika mendengar
pertanyaan Minho, sontak ia kembali menegakkan badan dan menatap tajam ke arah
Minho. “Apa?” pekiknya heran. “Kenapa kau bicara seperti itu? Tentu saja tidak.
Dia itu kekasihmu. Mana mungkin aku mencintainya.” Protes Baekhyun untuk
membela diri.
Minho
balas melirik Baekhyun. “Tapi kau sudah tau cerita tentang ku, kan? Jadi, apa kau
sekarang bisa mencintainya?”
Tenggorokan
Baekhyun terasa tercekat. “Iya aku tau, tapi…” Ia tak tau harus mengatakan
apapun untuk Minho.
“Maaf.”
Ujar Minho singkat sebelum akhirnya kembali memandang langit dari dalam
kamarnya dengan tatapan kosong. Minho menghela napas berat. “Apa yang akan kau
lakukan jika menjadi diriku?”
Baekhyun
menggaruk belakang kepalanya sambil berfikir. “Aku tidak bisa menjawab. Semua
keputusan ada di tanganmu.”
Minho
menoleh dan mendapati Baekhyun telah berbaring lalu menarik selimut hingga
menutupi seluruh tubuhnya. “Baekhyun!” tegur Minho sambil turun dari tempat
tidurnya menuju ranjang Baekhyun. “Tolong bantu aku…” pinta Minho sedikit
memaksa sambil menarik selimut yang menyembunyikan tubuh Baekhyun. “Aku akan
mendengarkan apapun yang kau katakan.”
“Oke…”
Baekhyun menuruti Minho meski terdengar cukup terpaksa. “Kau ingat? Kau juga
cemburu melihat perlakuan Haesa terhadap Kibum. Padahal Kibum adalah kakaknya.
Dan sekarang, status mu juga sebagai kakaknya Haesa. Kau harus terima kenyataan
itu.”
“Ucapan
kalian semua sama.”
“Jelas
saja.” Sergah Baekhyun. “Setidaknya kini kau bisa mendapatkan perlakuan Haesa
seperti yang selama ini diterima Kibum. Apa itu masih kurang untukmu?”
Minho
diam. Tanpa berkata-kata lagi, ia kembali ke ranjangnya dan berbaring di sana.
Menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut dan berharap bisa menutupi semua
keresahan hatinya dari semua orang bahkan dari seluruh dunia.
@@@
Sementara
di tempat lain, hal serupa juga dialami Joon. Pemuda itu hanya berbaring di
tempat tidurnya tanpa bisa memejamkan mata. Minho, Kibum bahkan kini Cheondung.
Tak selayaknya ia bersikap seperti itu. Tapi Joon juga tak bisa menahan diri
untuk tidak cemburu terhadap tiga pemuda itu jika Haesa bersama mereka.
“Bodoh
sekali kau Joon.” Makinya terhadap diri sendiri. “Mereka bahkan tidak mungkin
menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Kau tidak berhak berharap mereka
saling berjauhan satu sama lain.”
@@@
Malam
itu, Haesa memaksa pergi dari apartmen Joon. Ia juga mengajak Cheondung. Haesa
memutuskan untuk pulang ke rumah Cheondung dan gadis itu menempati kamar Yong
Hwa karena sang pemilik sedang tidak di rumah. Sekitar pukul 4 pagi, ponsel
Haesa berbunyi membuat gadis itu sontak terbangun.
Haesa
meraih ponselnya yang tergeletak di meja. Panggilan dari Seungho. “Hallo…”
sapanya berat.
“Kau
lupa, hah?” sungut Seungho.
Haesa
berusaha mencerna ucapan Seungho sambil mengingat-ingat apa yang ia lupakan.
“Aku tak ingat apapun.”
Seungho
menghela napas lelah. “Kenapa adikku yang satu ini sangat bodoh sekali.”
Haesa
masih berusaha berfikir keras. Tapi ia sama sekali tak menemukan apapun yang ia
lupakan. Haesa memandang tiap sudut kamar Yong Hwa. Tentu saja ia tak akan
menemukan apapun yang bisa memancing ingatannya kembali.
“Minho
hari ini ulang tahun.” Kata Seungho akhirnya karena tak kunjung mendapatkan
jawaban dari Haesa. “Bukankah kalian berjanji akan melihat sunrise pagi ini?”
“Astaga!”
pekik Haesa sambil menepuk keningnya. “Terima kasih telah mengingatkanku. Kau
benar-benar kakak yang baik.”
“Ya
sudah. Aku akan menjemputmu.”
“Tunggu.”
Sergah Haesa sebelum Seungho sempat menutup telpon. “Aku di rumah Cheondung.
Kalau kau ingin menjemput, datanglah ke sini.”
Setelah
mengakhiri panggilan dengan Seungho, Haesa langsung melesat keluar kamar.
“Kau
mau kemana?” tegur Yong Hwa yang saat itu baru saja pulang.
“Aku
ingin menemui Minho.”
“Pagi-pagi
sekali? Apa kau ingin memberikan kejutan di hari ulang tahunnya?”
“Kami
berencana melihat sunrise di hari ulang tahun Minho.”
“Waahh…
tak ku sangka Minho bisa seromantisi itu.” Kata Yong Hwa kagum. “Kau ingin ku
antar?” tawarnya.
“Tidak
usah.” Sergah Haesa cepat-cepat. “Seungho akan menjemputku. Dan tolong katakan
pada Cheondung aku pergi.”
Yong
Hwa mengangguk mengerti. “Baiklah… aku akan menemanimu menunggu Seungho.”
@@@
Hempasan
angin pagi itu menerpa rambut Minho yang tengah duduk seorang diri di tepi
dermaga. Deburan ombak yang kencang senada dengan hati Minho yang kacau saat
ini.
“Kau
tidak bisa kabur lagi sekarang, Choi Minho.” Ujar Haesa dengan napas satu-satu
sambil menjatuhkan diri di samping Minho. Minho hendak bangkit, namun Haesa
lebih cepat menangkap tangannya. “Jangan siksa aku seperti ini.”
Minho
akhirnya mengalah dan tetap duduk di sana.
“Apa
salah jika aku sangat mencintaimu?” tegas Minho dan membuat gadis itu
menatapnya dalam-dalam. “Apa tidak bisa jika suatu hari nanti kita menikah,
punya anak, lalu…”
“Cukup!”
potong Haesa membuat Minho diam seketika. Pemuda itu mengalihkan pandangan
kembali ke tengah lautan yang mulai di terpa cahaya. “Ku mohon jangan siksa aku
lagi dengan semua impian-impian kita yang tidak akan pernah terwujud.”
Minho
tersenyum pahit. Diliriknya Haesa yang sudah tak menatapnya. Wajah gadis itu
sudah menengadah ke atas seperti ingin menahan tangis. Namun kenyataannya
memang seperti itu. Haesa buru-buru
menyeka buliran air yang mulai mengalir keluar melalui celah matanya, tapi
tangan Minho lebih cepat untuk menghadangnya.
Haesa
menoleh. Perasaannya kini campur aduk menatap mata Minho yang penuh dengan
ketulusan untuk mencintainya. Tapi gadis itu harus mulai mempersiapkan diri
dari sekarang karena pemuda yang sudah menjadi kekasihnya selama lebih dari dua
tahun ini hanya akan menjadi kakaknya selamanya.
“Menangislah…”
lirih Minho. Haesa melempar tatapan penuh Tanya. “Aku ingin melihatmu menangis.
Karena setelah itu, aku sangat ingin menghentikan tangismu dalam pelukanku
seperti yang selalu Kibum lakukan untukmu.” Perkataan Minho semakin membuat air
mata Haesa mengalir lebih deras lagi dan pemuda itu tak menyia-nyiakan
kesempatan untuk menarik gadis itu ke dalam pelukannya.
Minho
mengusap rambut Haesa lembut. “Aku akan mencari kebahagian lain ketika
bersamamu yang bukan lagi sebagai kekasihku.” Haesa tak menjawab. “Berjanjilah
bahwa kau akan menjadikanku orang pertama yang mengetahui semua keluh kesahmu.”
Haesa
menjauhkan tubuhnya dari Minho. “Kibum harus menjadi yang pertama.”
“Oke,
aku yang kedua.” Kata Minho mengalah.
“Cheondung?
Seungho? Yong Hwa? Heechul?”
Minho
membulatkan mata. “Berarti, kau akan menjadikanku yang terakhir?” protesnya
membuat gadis itu menertawainya.
Tak
lama kemudian, Minho ikut menertawai kebodohannya. Ia barus sadar bahwa
keluarga barunya bukan hanya Kibum dan Haesa. Tapi juga Heechul, Yong Hwa dan
Cheondung. Setelah itu, Minho mulai bisa meredakan tawanya.
Keheningan
sesaat menguasai mereka berdua yang menyambut datangnya pagi yang indah. Sorotan
matahari yang belum muncul sempurnya memberikan efek siluet bayangan Haesa dan
Minho yang duduk tenang di sana.
Tanpa menoleh sedikitpun, Minho meraih
tangan Haesa dan menarik gadis itu untuk berdiri. Diputarnya tubuh Haesa hingga
kini mereka saling berhadapan. Namun pandangann Haesa masih tersita oleh
indahnya sunrise pagi itu.
“Minho…
Kau lihat? Sunrise pagi ini sangat indah.” Gumam Haesa penuh semangat. Tapi ia
tak menyadari bahwa Minho sudah mendekatkan wajahnya ke wajah Haesa.
“Hentikan…!”
teriak seseorang di belakang mereka membuat Haesa menoleh seketika, tapi
ternyata, pipi gadis itu justru menyentuh bibir lembut Minho karena pemuda itu
belum bergerak sama sekali.
“Minho!”
desisi Haesa menjauhkan wajah Minho dari hadapannya.
Minho
mendengus kesal ketika mengetahui siapa saja yang telah mengganggunya. “Kenapa
kalian…” ucapan Minho terputus. Ia mengacak belakang rambutnya dan terlihat
cukup frustasi.
Mulai
dari Seungho, Heechul, Kibum, Yong Hwa hingga Cheondung juga berada di sana.
Kini mereka berjalan mendekati Minho yang masih bersama Haesa. Minho menarik
paksa tangan Haesa untuk ikut bersamanya.
“Kalian mau kemana?”
terdengar beberapa protesan dari kelima pemuda tadi.
“Aku masih belum ingin
kebersamaanku dengan Haesa di ganggu oleh kalian.” Cetus Minho semakin jauh
membawa Haesa dari sana dan tak mempedulikan protes keras dari sudaranya.
Haesa menatap kebelakang
tempat Kibum dan lain berada. Ia hanya mengangkat bahu menandakan bahwa ia tak
mengetahui kemana Minho akan membawanya pergi.
“Mungkin itu bentuk
pemberontakan Minho karena selama ini ia tidak bisa bersikap protektif terhadap
Haesa.” Ujar Cheondung. Pemuda itu memang sangat tau bagaimana antara Minho dan
Haesa selama mereka menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih.
Heechul tampak merangkul
Seung Ho dan Yong Hwa yang berdiri di kedua sisinya. “Setidaknya Minho sudah
bisa menerima status mereka saat ini.”
@@@
Pagi
ini udara cukup cerah dan sayang jika dilewatkan begitu saja. Hal itulah yang
membuat Joon memutuskan untuk menggunakan transpotrasi umum untuk menuju
kampusnya. Alasan lainnya karena Joon semalam hanya tidur selama 3 jam dan
harus bangun cukup pagi. Hingga akhirnya ia memilih tidak mengendarai mobilnya
karena itu akan membahayakan jika menyetir dalam keadaan mengantuk.
Joon
berjalam sambil mengedarkan pandangan. Lega rasanya bisa berjalan tanpa perlu
khawatir dirinya akan diincar oleh anak buah Zhoumi yang berniat membunuhnya.
Setelah beberapa langkah, Joon berhenti tepat di depan sebuah pohon, namun
tatapannya tetap lurus ke depan. Mengawasi seorang gadis bersama seorang pemuda
yang duduk di halte bus. Joon mengepalkan tangan untuk menahan emosi ketika
melihat keakraban dua orang yang seperti sepasang kekasih.
@@@
“Apa
Joon pernah menyakitimu?”
Haesa
tersentak mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Minho. Entah apa yang
dipikirkan Minho hingga pemuda itu menyebut nama Joon.
“Jadi
benar?” tegas Minho karena tak mendapat jawaban dari gadis yang duduk di
sebelahnya.
Haesa
menatap Minho sekilas, lalu membuang pandangan ke luar jendela bus yang mereka
tumpangi. Lagi-lagi Haesa harus kembali mengingat kenangan singkatnya bersama
Joon. Haesa mendesah pelan. “Joon bahkan terlalu baik untukku.”
“Apa
kau mencintainya?”
“Minho!”
desisi Haesa dengan tatapan menusuk ke mata Minho. “Jangan bebani aku dengan
pertanyaan seperti itu.” Tegasnya.
Minho
mengalihkan pandangan dari Haesa. Ia tersenyum seakan puas dengan jawaban yang
dilontarkan Haesa. “Joon bahkan terlihat terpuruk melihatmu menangis waktu itu.”
Haesa
menahan diri untuk tidak menghajar Minho. Bahkan ketika nanti mereka turun dari
bus sekalipun. Gadis itu tetap diam dengan tatapan kosongnya ke luar jendela
bus.
@@@
Keesokan
harinya, Joon bangun pagi-pagi sekali. Setelah semua yang ia persiapkan
selesai, Joon mengontak seseorang melalui ponselnya.
“Taemin!”
pekik Joon setelah mendapat jawaban dari orang yang dihubunginya.
“Kenapa
kau mengganggu pagi-pagi sekali?” protes Taemin karena waktu tidurnya di hari
libur seperti sekarang ini diganggu oleh bunyi telpon dari kakaknya sendiri.
“Cepat
jemput aku di apartmen.” Kata Joon setengah memerintah. “Mulai hari ini aku
akan tinggal bersama kalian.” Ujarnya dengan nada lebih berat dari sebelumnya.
Sontak
Taemin menegakkan badannya. “Apa?” pekiknya dengan mata membulat sempurnya. “Kau
serius?”
“Jangan
banyak protes!” tegas Joon lalu mematikan telponnya sebelum Taemin benar-benar
melancarkan protes kerasnya.
Joon
menghela napas cukup berat. Sebuah ransel dan koper besar sudah menemaninya berdiri
di tengah ruangan. Joon menyapu pandangan hampir keseluruh sudut kamarnya.
Sejujurnya, Joon sangat berat meninggalkan tempat tersebut. Ini hanya salah
satu cara untuk mengalihkan perhatiannya dari Haesa. Pemandangan antara seorang
pemuda bersama seorang gadis di halte kemarin cukup menguras emosinya. Setelah
ini, Joon hanya berharap ia tak melihat lagi kebersamaan antara Haesa dengan
Minho
Setelah
itu, Joon benar-benar meningalkan apartmennya. Apartmen itu sudah ia tempati
ketika ia pindah ke kota itu dan belum mengetahui siapa orang tua kandungnya
yang sebenarnya. Dengan kata lain, apartmen itu milik Hyukjae. Joon juga
mengembalikan mobil mewah yang selama ini setia menemaninya di jalan raya. Awalnya
Hyukjae memprotes keras keputusan Joon. Tapi pemuda itu memberi alasan karena
jarak kampus dan apartmen cukup jauh. Ia juga berjanji akan sering mengunjuingi
Hyukjae. Meski berat hati, Hyukjae terpaksa melepaskan Joon. Biar bagaimanapun,
Joon memang bukan anak kandungnya dan pemuda itu juga masih memiliki orang tua.
@@@
Sebulan
berlalu setelah hari itu. Selama itu pula Joon telah tinggal bersama keluarga
Park Jung Soo. Seungho, Heechul, Yong Hwa, Kibum, Haesa dan Cheondung
bergantian menginap di apartmen yang ditinggalkan Joon untuk menemani Hyukjae.
Kecuali Minho, karena pemuda ini dikontrak sebuah klub sepakbola dan
mengharuskannya tinggal di asrama klub.
Hari
ini adalah peresmian cafe pemberian Hyukjae yang akan dikelola oleh Cheondung
dan Haesa. Memang hanya mereka yang bisa. Karena Seungho sudah bekerja di
kepolisian, Heechul bekerja di rumah sakit, sementara Yong Hwa sedang mengurus
album perdana bersama bandnya ‘Blue Jell’ dan Kibum yang menjadi menejer band
adiknya sendiri.
Cheondung beberapa kali
terlihat melirik arlojinya dengan gusar. Kemudian melempar pandangan ke pintu
masuk café keluarganya yang baru saja buka. “Apa Minho belum memberi kabar? Di
mana ia sekarang?” Tanya Cheondung kepada Seungho yang kebetulan melintas di
hadapannya.
Seungho memastikan keadaan
sekelilingnya. Seluruh anggota keluarganya yang lain sedang sibuk dengan urusan
masing-masing. Terutama Haesa. Gadis itu sibuk duduk di sudut ruangan sambil mendengarkan
lagu yang dimainkan oleh Yong Hwa bersama gitarnya. Karena keberadaan mereka
cukup jauh, bisa dipastikan gadis itu tidak akan mendengar bahkan mencurigai
Seungho dan Cheondung.
“Minho sedang dalam sebuah
misi.”
Cheondung mengerutkan
keningnya. “Misi?” ia mengulangi ucapan Seungho dan pemuda itu hanya mengangguk
membenarkan. Setelah itu Cheondung mendapat sebuah pesan dari Sandeul. Ia
melirik Seungho panic. Tapi tidak dengan kakaknya Minho itu yang terlihat
sangat tenang. “Minho dan Joon berkelahi di stadion.”
@@@
Minho
malayangkan sebuah pukulan yang tepat mengenai wajah Joon hingga pemuda itu
terjungkal kebelakang. “Itu hadiah karena kau telah menyakiti Haesa.”
Joon
menyeka tepi bibirnya yang berdarah sambil tersenyum meremehkan. “Apa kau
pikir, kau tidak menyakitinya, hah? Kau egois karena hanya memikirkan
perasaanmu sendiri!” balasnya sambil berusaha berdiri tegak.
Minho
kembali memberikan pukulan ke arah Joon, namun masih bisa dihalau. Joon pun
melakukan hal yang sama. Pertarungan antar keduanya tak bisa dihindari lagi.
Bahkan teriakan seseorang pun tak bisa menghentikan mereka sama sekali.
“Minho…!
Joon…! Hentikan…!”
Joon
terjerembap kebelakang akibat tendangan keras dari Minho. Joon memejamkan mata
sambil menyilangkan kedua tangannya untuk menghalau pukulan Minho yang mungkin
akan mengincar bagian wajahnya. Setelah itu memang terdengar suara pukulan.
Tapi ketika Joon membuka mata, tak ada sesuatu yang terjadi padanya. Bahkan
Minho pun tidak berada di hadapannya.
“Kau
tanyakan padanya, kenapa dia mengindarimu!” tunjuk Minho dengan tatapan tajam
mengarah ke Joon.
Haesa tak mempedulikannya.
“Kau tidak berhak ikut campur urusan pribadi Joon.” Gadis itu berbalik ke arah
Joon setelah sebelumnya memberikan satu tamparan keras di pipi kiri Minho.
“Ikut aku.” Ajak Haesa sambil menarik tangan Joon yang sudah berdiri tegak.
@@@
Haesa
mengajak Joon duduk di bangku taman tak jauh dari stadion tempat Joon dan Minho
berkelahi. Haesa mengulurkan tangan untuk membersihkan darah di tepi bibir Joon
menggunakan tissue yang baru saja ia beli.
“Aku
minta maaf karena Minho…”
Joon
menahan tangan Haesa sekaligus membuat gadis itu menghentikan ucapannya. “Aku
yang seharusnya minta maaf.” Joon berpaling ke arah lain lalu menghela napas
berat untuk menenangkan diri. “Minho benar. Aku menghindarimu karena…” Joon
menggantung ucapannya untuk melirik Haesa. Gadis itu juga menatap ke arah lain
namun fokusnya tak di sana.
“Ku
mohon jangan menjauhiku lagi.” Pinta Haesa lirih.
Perlahan
senyuman di bibir Joon berkembang. Karena merasa ada yang janggal, Haesa
melirik Joon dengan tatapan aneh. “Kenapa kau melihatku seperti itu?”
“Aku
menghindarimu karena…” Joon seolah sengaja mengulur ucapannya. “Karena… aku
jatuh cinta padamu dan menjalankan strategi dari Minho.”
“Minho?”
pekik Haesa tak percaya.
*flashback*
Kejadian
sebulan lalu, ketika menunggu bus di halte bersama Haesa, Minho telah menyadari
kehadiran Joon tak jauh dari sana. Terlintas sebuah ide di benak Minho. Sore
harinya, setelah puas seharian menghabiskan waktu bersama Haesa, Minho
memutuskan menemui Joon di kampusnya.
Minho
dan Joon panjang lebar membahas Haesa. Joon sendiri telah mengakui perasaannya
terhadap Haesa. Namun Joon masih ragu dengan perasaan gadis itu terhadapnya. Dan,
mereka pun mulai mengatur strategi untuk mengetahui perasaan Haesa yang
sebenarnya.
Pertama,
Minho mengatur scenario untuk Joon meninggalkan apartmen. Tentu saja tanpa
pikir panjang Joon menyetujui karena jarak ke kampus memang lebih dekat jika
ditempuh dari kediaman Park Jung Soo. Lagi pula, Jung Soo sendiri adalah ayah
kandungnya. Jadi, tidak salah jika ia juga tinggal di sana.
Kedua,
Joon memang dibuat sengaja menghindari Haesa. Kibum, Seungho dan Yong Hwa juga
mengetahui rencana ini. Kecuali Cheondung. Pemuda satu itu dibiarkan tidak tau
agar rencana tetap terlihat natural.
Dan
ini dia rencana terakhir mereka. Rencana perkelahian antara Minho dan Joon. Di
sana akan terlihat, siapa yang lebih dibela oleh Haesa. Minho atau Joon.
“Aku
pernah berjanji, akan menghajar siapapun yang berani merebut Haesa dariku.”
Ujar Minho kala itu sebelum mereka menyepakati rencana terakhir. “Bahkan aku
pun sempat mengancam hal serupa untuk Taemin dan Cheondung.” Minho tertawa geli
mengingat perlakuannya terhadap Taemin dan Cheondung. Diliriknya Joon yang
masih setia mendengarkan setiap ucapannya. “Dan tak terkecuali untukmu.”
“Jadi,
kau akan menghajarku juga?” Tanya Joon dengan sedikit ngeri dengan tantangan
dari Minho. Ia harus mengeluarkan darah untuk mendapatkan seorang gadis.
“Kau
takut?” Minho tertawa lalu memukul pelan pundak Joon. “Bukankah kemarin kau
menghajar anak buah Zhoumi?”
*flashback end*
Haesa
terbelalak tak percaya dengan apa yang baru saja di ceritakan Joon. “Jadi,
selama ini kau…” Haesa menggantungkan ucapannya lalu bercedak kesal.
Joon
tersenyum puas. Sangat menikmati pemandangan di hadapannya. “Tadi kau
membelaku. Apa itu artinya kau…” Joon sengaja tak melanjutkan ucapannya untuk
sedikit menggoda Haesa.
Gadis
itu melirik tajam mata pemuda yang duduk di sampingnya. “Tidak.” Ujarnya
singkat.
“Apa
luka di sekujur tubuhku tak berarti apa-apa untukmu?” protes Joon. Namun gadis
tetap bungkam. Joon menyandarkan badannya lalu menghela napas panjang. Kecewa
dengan apa yang ia dapat.
Hening
beberapa saat di antara keduanya. Tak lama kemudian, Joon merasakan ada yang
menarik tangannya dan ada sesuatu yang lembut menyentuh pipinya. Kejadian itu
berlangsung sangat cepat dan sontak membuat Joon menoleh sambil memegangi
pipinya yang tersentuh sesuatu. Sepertinya bibir seseorang dan membuat senyum
Joon merekah seketika. Haesa masih di sana. Tapi gadis itu terlihat menghindari
tatapannya.
“Haesa!
Kau bahkan tidak pernah menciumku! Kenapa sekarang kau dengan mudahnya
memberikan ciuman untuk Joon!”
Haesa
dan Joon berbalik dan mendapati sebuah keributan kecil di belakang mereka.
Ternyata yang baru saja melancarkan aksi protes adalah Minho yang kini sudah
dalam cengkeraman Cheondung dan Seungho. Aksi saat Haesa mencium Joon memang
terjadi di depan mata Minho hingga membuat pemuda itu berniat mengacaukannya.
“Minho…
setidaknya nasibmu lebih baik dariku karena pernah menjadi kekasihnya Haesa.”
Kata Taemin pura-pura sedih sambil menyandarkan wajahnya di pundak Yong Hwa.
Kibum yang juga berada di sana menepuk-nepuk kepala Taemin seolah merasa
simpatik untuknya.
“Taemin…”
seru Joon. “Setidaknya kau tak dihajar oleh Minho sepertiku.” Ujarnya membela
diri sambil menunjuk sebuah luka di tepi bibirnya.
“Kau
bilang itu hanya scenario?” protes Haesa menuntut jawaban dari Joon dan Minho. Minho
menggaruk belakang kepalanya dan mulai bersikap salah tingkah. “Kau
keterlaluan.” Teriak Haesa sambil menghampiri Minho. Gadis itu cukup kesal atas
perlakuan Minho terhadap Joon.
Tapi Minho sama sekali tak
merasa bersalah. Ia menangkap tangan Haesa sebelum gadis itu sempat memukulnya.
“Kau tak boleh protes.” Ancam Minho ketika sudah membawa Haesa ke dalam
pelukannya. “Termasuk, kau!” Joon yang sebenarnya tak melakukan apapun turut
mendapat ancaman.
“Lepaskan.” Haesa
memberontak. Setelah berhasil melepaskan diri, ia langsung menggamit lengan
Joon. “Ayo kita pergi.” Joon yang tak berani menolak hanya melambaikan tangan
canggung.
“Huaaa… mereka pergi…”
rengek Taemin. Semua langsung panic dibuatnya.
“Taemin, jangan menangis.”
Usaha Cheondung. “Bagaimana kalau kau ku traktir di café baruku?” ujarnya yang
tiba-tiba mendapat ide.
“Sungguh?” Wajah Taemin
berubah senang. “Kalau begitu, ayo.” Ujarnya penuh semangat sambil menarik
tangan Cheondung.
Cheondung pun dengan
sangat terpaksa menuruti kemauan Taemin. “Aku menyesal berkata seperti itu.”
Ujarnya kemudian.
Seungho, Kibum, Minho dan
Yong Hwa saling melempar pandangan sebelum akhirnya mengangguk lalu mengikuti
Taemin yang sudah membawa Cheondung berjalan cukup jauh.
@_E_N_D_@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar