Hyun
Rae terlihat menggandeng tangan Sungmin dan mengantarkan kekasihnya itu keluar
rumah. Hyun Rae menunggu Sungmin di depan pagar rumah hingga pemuda itu masuk
ke dalam mobilnya. Sungmin membuka jendela sambil melambaikan tangan dan Hyun
Rae pun membalasnya. Setelah mobil Sungmin sudah jauh melaju, Hyun Rae bergegas
masuk ke dalam rumah.
“Ayah,
sebenarnya siapa wanita itu?” Tanya Taemin ketika ayahnya muncul di ruang
tengah.
Jung
Soo duduk di sofa berseberangan dengan Taemin. Pria itu masih belum menjawab
pertanyaan anaknya. Tak lama istri Park Jung Soo, Kang Soo Ra pun muncul dari
arah dapur. Kyuhyun pun yang sejak tadi duduk di samping Taemin, ikut tegang
menunggu jawaban sang ayah.
“Dia
adik kandung ku.” Kata Jung Soo membuat kedua anaknya laki-lakinya terkejut.
“Apa?
Wanita itu adik kandung ayah?” sergah Hyun Rae tak kalah terkejut sambil duduk
di samping Kyuhyun dan menatap tak ayahnya tak percaya. “Mana mungkin?”
“Iya
ayah…” timpal Kyuhyun. “Bagaimana bisa kami tidak mengetahui salah satu anggota
keluarga ayah?”
“Ceritanya
panjang, nak.” Potong Soo Ra menengahi agar anak-anaknya tak mendesak Jung Soo
untuk bercerita lebih lanjut.
@@@
Haesa
membimbing Joon duduk di sofa. Lalu ia mengambilkan makanan yang ia belikan khusus
untuk Joon. “Ini sebagai permintaan maaf ku pada mu.” Ujar Haesa sambil
membukakan box makanan untuk Joon. Tapi nampaknya Joon sama sekali tak menaruh
minat pada makanan-makanan itu.
“Apa
kau tidak suka makanan yang ku pilihkan?” Tanya Haesa dengan tatapan sedih.
“Maaf ya. Aku akan mencarikan makan lain untuk mu.”
Joon
menahan tangan Haesa ketika gadis itu bangkit. “Maaf. Tapi aku tak selera untuk
makan.” Jujur Joon.
Perlahan
Haesa kembali duduk di samping Joon. Ia sangat mengerti dengan apa yang dialami
Joon.
“Aku
sudah tak memiliki siapa-siapa lagi saat ini.” Cerita Joon dengan tatapan
kosong lurus ke depan.
Haesa hanya diam
mendengarkan tanpa berani untuk berkomentar atau pun bertanya lebih dalam.
Mereka baru kenal semalam. Meski telah menyatakan ia bersedia mendengar semua
keluh kesah Joon, tapi Haesa merasa belum berhak mengorek informasi lebih dalam
tentang Joon.
“Aku tak memiliki saudara.
Ayah ku menghilang 5 tahun lalu. Sedangkan ibu ku…” Joon sedikit memberi jeda
dalam ucapannya. “Aku tak tau di mana keberadaannya sekarang.”
Haesa masih diam. Ia tak
sanggup memikirkan apapun tentang Joon.
“Seharusnya aku tak perlu
bercerita…” sesal Joon.
Haesa menatap Joon dalam.
“Aku memang bekerja untuk mu. Tapi aku bersedia menjadi temanmu kapan pun kau
mau.”
Joon tersenyum pahit
membuat Haesa menyadari kesalahannya.
“Maaf. Aku tak selayaknya
menuntut apa pun dari mu. Kau adalah majikan ku. Mulai sekarang aku tak akan
mengganggu urusan pribadimu.” Kata Haesa cepat-cepat dan bangkit dari sana.
Namun tangan Joon lebih
cepat untuk menahan gerakan Haesa hingga membuat gadis itu kembali duduk di
sampingnya. “Aku yang tak pantas menjadi teman mu.” Ujar Joon masih dengan
tatapan kosongnya.
Haesa tak mengerti dengan
perkataan Joon. Namun ketika melihat tangan Joon masih menggenggam tangannya,
membuat Haesa mengerti satu hal, Joon sangat membutuhkan seseorang di
sampingnya. Haesa dapat merasakan kerasnya cekalan tangan Joon, namun ada
kerapuhan ketika Haesa kembali duduk di sampingnya seperti saat ini.
“Setiap orang berhak untuk
berteman atau pun memiliki teman, Joon.” Haesa mengingatkan sambil mengusap
lembut tangan Joon menggunakan tangannya yang satu lagi.
Dengan cepat Joon
menepiskan tangan Haesa, kemudian berdiri sambil menatap gadis itu dengan sorot
tajam. “Kau tak akan berkata seperti itu setelah kau mengetahui diri ku yang
sebenarnya.” Kata Joon tak kalah tajam dengan tatapannya.
“Kalau begitu, jangan beri
tau pada ku apapun tentang diri mu yang sebenarnya.” Tegas Haesa sesaat sebelum
Joon masuk ke dalam ruangannya. Haesa berdiri mendekat. “Jika kau tak ingin
berteman, setidaknya kau harus menghargai pemberian orang lain.” Haesa memaksa
tangan Joon untuk menerima makanan yang ia belikan tadi sebelum akhirnya masuk
ke dalam pintu yang bersebelahan dengan pintu ruangan Joon.
Haesa menutup pintu cukup
keras. Namun tak mempengaruhi Joon yang masih diam mematung dengan tatapan
kosongnya.
@@@
Malam
itu, Donghae tengah menonton pertandingan sepakbola seorang diri di rumahnya.
Tak lama, terdengar suara seseorang membuka pintu rumah dan membuat Donghae
berbalik. Ternyata yang membuka pintu adalah Jonghyun.
“Kau
dari mana, Jong?” tegur Donghae.
“Rumah
sakit.” Jawab Jonghyun cepat sambil melesat naik ke atas tangga.
Donghae pun tak mau ambil
pusing. Tapi, ia kemudian kepikiran juga. “Siapa yang di rawat di rumah sakit?”
Tanya Donghae seorang diri.
Selang beberapa waktu,
Sungmin pun muncul dan kembali membuat Donghae berbalik.
“Apa ayah sudah pulang?”
Tanya Sungmin kepada Donghae karena memang hanya ada adiknya itu di sana.
“Di ruang kerja
sepertinya.” Jawab Donghae tak yakin.
Tanpa berkata apa-apa
lagi, Sungmin pun segera melangkah menuju ruangan yang di maksud Donghae tadi,
tepat bersamaan dengan munculnya Jonghyun dari arah tangga yang telah berganti
pakaian.
“Kakak!” teriak Jonghyun
memanggil Sungmin sambil mengejar.
Sungmin tak merespon
Jonghyun sampai akhirnya Jonghyun pun berhasil menangkap tangan kakaknya yang
telah mencapai knop pintu. Donghae pun muncul seolah tak ingin ketinggalan
informasi yang pasti akan dikatakan salah satu saudaranya tersebut.
“Apa?” Tanya Sungmin
malas. Ia punya firasat Jonghyun akan menanyakan tentang kasus pembunuhan atau
lebih parah, adiknya akan bertanya-tanya mengenai Changsun, adik dari
kekasihnya yang hilang 19 tahun lalu.
“Kau pasti mengerti maksud
ku?”
Sungmin medengus kesal.
Benar kan dugaannya? “Nanti saja jika ingin membahas itu.” Sungmin segera masuk
dan menutup kembali pintu di belakangnya.
“Hei… ada apa?” Tanya
Donghae dengan suara pelan.
Jonghyun mengangkat bahu.
“Sepertinya aku akan mendapat petunjuk lagi malam ini.” Kata Jonghyun berlagak
selayaknya sedektif sungguhan.
Sementara di dalam, ketika
Sungmin muncul tanpa permisi, ayahnya langsung menghentikan aktifitasnya lalu
mendongak untuk melihat wajah anaknya.
“Ada apa, Sungmin?” Tanya
Lee Jinki yang terlihat tak terganggu dengan kemunculan putra sulungnya yang
tiba-tiba.
Sungmin duduk di hadapan
ayahnya. “Ayah, kau pasti sudah sangat lama mengenal keluarga Park Jung Soo,
kan?” Tegas Sungmin tanpa ingin bertele-tele lagi.
“Kecilkan suara mu jika
tak ingin Donghae ataupun Jonghyun mendengar pembicaraan kita.” Jinki
mengingatkan.
“Percuma, ayah. Mereka
bahkan sedang di depan pintu ini sekarang.” Jelas Sungmin.
Sebenarnya Jinki mengerti
jika Sungmin bukan tipe orang yang suka bercerita atau ditanya-tanya mengenai
suatu hal yang sangat pribadi menurutnya. Maka dari itu, Jinki hanya ingin
mengantisipasi kemungkinan terburuk jika Jonghyun akan mencecar kakaknya dengan
pertanyaan-pertanyaan yang hanya akan membuat Sungmin semakin kesal. Namun jika
Sungmin akhirnya tak keberatan dua adiknya mendengar pembicaraan mereka, Jinki
pun hanya bisa menuruti.
“Baiklah… apa yang ingin
kau tanyakan?”
“Apa tuan Jung Soo
memiliki kakak atau mungkin adik perempuan?”
Jinki menatap anaknya
penuh selidik. “Apa maksudmu?”
Sungmin pun bercerita
tentang kejadian yang ia alami beberapa waktu lalu ketika masih berada di rumah
Hyun Rae. Sementara di luar ruangan, baik Jonghyun atau pun Donghae sama-sama
menajamkan pendengaran mereka sambil menempelkan telinga masing-masing tepat
pada daun pintu.
*flashback*
Saat
itu Sungmin baru keluar dari kamar mandi. Entah muncul dari mana, tiba-tiba
seorang wanita mendekati sambil menatap Sungmin lekat-lekat. Sungmin pun hanya
sanggup mematung di sana.
“Siwon…”
pekik wanita itu sambil berhamburan memeluk Sungmin sambil menangis. “Kau sudah
besar sekarang?” ucapnya membelai punggung Sungmin.
‘Siwon?’
Tanya Sungmin dalam hati masih mematung.
Beruntung
bagi Sungmin bahwa kejadian itu tak berlangsung lama. Jung Soo yang tiba-tiba
muncul dengan lembut menjauhkan tubuh Sungmin dari wanita itu.
“Jung
Soo lihat. Aku telah menemukan Siwon ku.” Kata wanita itu sumringah sambil
menunjuk Sungmin.
“Iya,
Siwon baru saja datang dan dia harus istirahat. Kau juga harus istirahat.” Rayu
Jung Soo sambil membimbing wanita itu. Dan wanita itu pun dengan senang hati
menuruti kemana pun Jung Soo akan membawanya.
Sungmin
menyaksikan pemandangan di depannya tanpa bisa berkata-kata. Sampai akhirnya
Soo Ra pun muncul dan menyadarkan Sungmin dari lamunannya.
“Tolong
jangan katakan pada siapapun tentang kejadian ini.” Pinta Soo Ra penuh harap.
“Termasuk anak-anak ku.”
Sungmin
pun mengangguk tanpa dapat untuk menolak.
*flashback end*
Jinki
hanya mengangguk tanda ia mengerti dengan semua cerita Sungmin. “Jung Soo
memang memiliki seorang adik.” Ujar Jinki dengan tatapan menerawang. “Tapi yang
ku tau, Yoo Ra mengalami kecelakaan dan tak pernah ada yang mendengar bagaimana
nasibnya sekarang.”
“Kira-kira,
kapan kejadiannya?” Tanya Sungmin penasaran.
Jinki
berusaha mengingat-ingat. “Waktu itu kira-kira tak lama setelah Jonghyun
lahir.” Kata Jinki namun masih terdengar ragu-ragu.
“Berapa
lama setelah kasus anak laki-laki tuan Jung Soo yang hilang?” Sungmin berusaha
membantu ayahnya mengingat kejadian itu.
“Ah…
itu dia…” kata Jinki akhirnya. “Hanya beberapa minggu sebelum Changsun menghilang.”
Di
luar ruangan, Donghae dan Jonghyun masih setia mendengarkan percakapan antara
ayah dan kakak mereka. Lalu Donghae dan Jonghyun pun saling menoleh dengan
tatapan tak percaya dengan apa yang mereka dengar.
@@@
Joon
terbangun dari tidurnya setelah mendengar suara bising dari luar ruangannya.
Dengan malas, Joon pun menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya kemudian
bangkit dan langsung keluar dari ruangan itu. Di sana ia menemukan Haesa yang
tengah menggunakan vacuum cleaner sambil
mendengarkan lagu yang ia putar dari mp3nya.
Joon
masih sesekali menguap sambil mengusap matanya dan segera melangkahkan kaki
menuju kamar mandi. Namun sepertinya Haesa tak mengetahui bahwa Joon sudah di
sana.
Tak
lama, Joon keluar dari kamar mandi dan kali ini ia memutuskan menuju dapur
untuk mengambil air minum. Ketika menuangkan air dari dalam dispenser, Joon
menatap heran ke arah meja makan. Sudah tersedia beberapa menu makanan di sana.
Joon
menenggak minumannya dan tak lama Haesa pun muncul sambil menggotong vacuum cleaner untuk ia letakkan kembali
di tempatnya semula.
“Kau
sudah bangun?” Tanya Haesa heran.
Joon
meletakkan gelasnya di tempat pencucian piring sebelum menjawab pertanyaan
Haesa. “Kau sendiri?” Joon malah balik bertanya. “Apa kau tidak tidur semalam
hanya untuk menyiapkan semua ini?”
Haesa
tersenyum geli. “Tidak separah itu, Joon. Aku memang sengaja bangun lebih pagi
untuk melakukan pekerjaan ku hari ini.”
Joon
hanya mengangguk. “Kau sudah makan?” Tanya Joon setelah ia duduk. Haesa hanya
menggeleng.
“Kau
makan saja. Masih ada satu pekerjaan lagi. Setelah itu aku akan makan.” Jelas Haesa
sambil berbalik.
“Bukankah
kau ini temanku? Apa aku tak boleh mengajak temanku untuk makan bersama?”
Haesa
kembali berbalik menghadap Joon yang masih duduk manis di kursinya. Ia
mendapati pemuda itu menatapnya dengan sorot mata penuh harap.
“Tapi…”
“Ku
mohon.” Pinta Joon lebih dalam lagi.
“Joon
sebenarnya…” Haesa yang masih berdiri di tempatnya menatap Joon cemas. “Banyak
yang ingin aku lakukan hari ini. Maka dari itu aku ingin pekerjaan ku selesai
dengan cepat.”
“Aku
akan menuruti permintaan mu jika kau mau makan bersamaku.” Kata Joon dingin.
Haesa
semakin dalam kecemasan. “Tapi Joon, kau itu adalah…”
Joon
bangkit lalu berjalan menghampiri Haesa membuat gadis itu tak melanjutkan
kata-katanya. “Kau tau?” Joon menatap Haesa tepat ke dalam mata gadis itu. “Aku
hanya bosan makan seorang diri.” Ujar Joon membuat Haesa membulatkan matanya.
Tanpa ragu, Joon meraih tangan Haesa hingga membuat gadis itu terkejut
seketika. “Permintaan ku tak berat, kan?” Tanya Joon lagi dengan hati-hati,
seolah tak ingin melukai apapun yang ada pada gadis di hadapannya saat ini.
Perlahan, Joon pun menarik lembut tangan Haesa dan mengajak gadis itu duduk dan
makan bersamanya.
Sesaat,
keheningan menyelimuti suasana makan pagi Haesa dan Joon. Haesa tak berani
menatap Joon dan begitu juga sebaliknya.
“Katakan
padaku, apa saja yang ingin kau lakukan hari ini.” Kata Joon memecah
keheningan.
Haesa
mendongak untuk dapat melihat wajah pemuda di hadapannya. Namun ternyata Joon
sama sekali tak melirik Haesa ketika berbicara.
“Aku hanya
ingin berbelanja kebutuhan sehari-hari. Kau tau, isi kulkasmu hampir kosong
sekarang.”
Joon
tersenyum. “Hanya itu?” dengan tegas Haesa menggeleng hingga membuat senyum
Joon memudar perlahan. Joon menatap Haesa penuh Tanya.
“Aku
ingin menyaksikan pertandingan sepak bola.”
Mata
Joon membulat sempurna. “Kau? Menyukai olah raga seperti itu?” Tanya Joon
heran.
“Apa
kau tidak suka?”
Joon
diam. “Sudah lama sekali aku tak bermain sepak bola. Mungkin sekarang aku juga
sudah melupakan bagaimana cara menendang dalam permainan itu.” Cerita Joon
lirih.
“Apa
kau ingin ikut bersama kami?” Tanya Haesa antusias.
Joon
tampak berfikir. “Dengan siapa kau pergi?” Joon balik bertanya dengan tatapan
menyelidik.
“Teman-teman
ku.”
“Yang
kau temui semalam?”
“Dari
mana kau tau?” selidik Haesa.
Mulut
Joon serasa tercekat. Tidak mungkin ia mengatakan bahwa semalam ia mengikuti
Sandeul dan tak sengaja melihat Haesa bersama beberapa orang di dalam gang
sempit. “Hmm… aku hanya menebak.” Kata Joon beralasan.
Beruntung
Haesa tak mencurigai perubahan sikap Joon.
@@@
Begitu
sampai tempat kerja, Cheondung tak langsung mengganti pakaiannya. Ia malah
terduduk di kursi ruang ganti sambil menatap lekat-lekat secarik kertas yang
berada di genggamannya. Kertas itu berisi sebuah alamat yang diberikan salah
seorang teman kerjanya. Hari ini akan ada dua orang yang menemuinya di café.
Dan sesuai permintaan Jinyoung, Cheondung akan mengantarkan dua orang tersebut
ke alamat yang berada dalam genggaman tangan Cheondung.
“Cheondung…”
panggil salah seorang teman kerja Cheondung yang tadi memberikannya kertas
tersebut, Minhyuk.
Cheondung
pun mendongak. “Apa?”
“Yang
mencarimu telah datang, mereka di meja nomor 8.” Jelas Minhyuk, setelah
Cheondung mengangguk, ia pun segera pergi.
Dengan
enggan Cheondung melangkah keluar menemui orang tersebut. ‘Kenapa Jinyoung
menyuruhku mengantar ke apartmen Haesa?’ keluh Cheondung dalam hati sambil
sesekali menatap tulisan pada kertas di tangannya untuk memastikan kebenaran
penglihatannya.
“Permisi,
aku Cheondung.” Kata Cheondung ketika sampai meja 8. Dua pemuda yang
menunggunya pun segera berdiri.
“Oh… Aku
Siwon.” Kata salah seorang dari mereka sambil menjulurkan tangannya. Cheondung
membalas uluran tangan Siwon. “Dan ini adikku. Sun Woo.” Kata Siwon
memperkenalkan Sun Woo pada Cheondung.
“Apa
kita berangkat sekarang?” tawar Cheondunng setelah bersalaman dengan Sun Woo.
“Lebih
cepat lebih baik, aku sangat lelah…” Sun Woo mengambil keputusan seorang diri
sambil memasang tampang lelahnya.
Cheondung
hanya mengangguk sambil berjalan di depan Siwon dan Sun Woo. “Biar aku yang
menyetir.” Tawar Cheondung ketika sampai di mobil Siwon.
@@@
Haesa
melihat-lihat deretan daging yang di jual di supermarket. “Kau lebih suka
daging sapi, ayam atau ikan?” Tanya Haesa namun matanya tak lepas dari deretan
daging dihadapannya.
Tanpa
sepengetahuan Haesa, Joon pun ikut menunduk untuk melihat-lihat apa yang ada di
hadapannya. “Semua. Aku tak suka memilih-milih makanan.”
Haesa
terkejut karena merasakan suara Joon sangat dekat di telinganya. Hingga ketika
menoleh, wajah mereka menjadi sangat dekat. Bahkan bibir Joon sudah hampir
menyentuh pipi Haesa jika gadis itu tak bisa mengendalikan gerakannya. Cukup
lama mereka dalam posisi seperti itu, saling terpesona satu sama lain.
“Ibu… nanti sore aku ingin melihat Choi
Minho bertanding…”
Haesa langsung menegakkan badan menjauhi wajah
Joon setelah mendengar seorang anak kecil merengek pada ibunya dan menyebut
nama ‘Choi Minho’. Joon sendiri langsung memalingkan wajahnya untuk menutupi reaksinya
yang tiba-tiba saja menjadi salah tingkah.
‘Minho
maaf kan aku.’ Kata Haesa dalam hati penuh rasa bersalah.
Tak
lama, Joon mengeluarkan ponsel dari saku jaketkan untuk menerima sebuah
panggilan. Ia melirik Haesa yang kini tengah sibuk sendiri, lalu Joon sedikit
menjauhi tempat Haesa berada. Sejenak Joon menatap layar ponselnya yang
menunjukkan nama ‘Andrew’.
‘Siwon?’
gumam Joon sebelum menjawab telpon dari Siwon. “Halo…”
“Joon…
aku dan Sun Woo telah sampai, tapi kami mau menuju apartmen yang kami sewa dulu
untuk beristirahat sebentar. Setelah itu kami baru akan mengunjungi apartmen
mu.” Jelas Siwon. Di sampingnya, Cheondung terlihat sedikit memperhatikan dan
melirik Siwon curiga.
Joon
tetap mengawasi Haesa dari kejauhan. “Jangan.” Tolak Joon. “Biar aku yang akan
menemui kalian di sana. Tepat jam 3 sore. Kirimi aku alamatnya.”
Siwon
mengangguk karena ia tak bisa menolak permintaan Joon. “Baiklah… aku akan
mengirim alamatnya nanti.” Janji Siwon sebelum mematikan ponselnya.
Setelah
mengakhiri percakapannya dengan Siwon melalui telepon, Joon langsung
menghampiri Haesa. “Kau sudah selesai?”
Haesa
menoleh lalu mengangguk.
@@@
Cheondung
menepikan mobil di pelataran parkir sebuah apartmen. “Apa kita sudah sampai?”
gumam Sun Woo yang duduk di kursi belakang ketika merasakan mobil berhenti.
“Padahal aku baru 5 menit tertidur, dan sekarang aku pusing.” Lanjutnya sambil
memegangi kepala.
Siwon,
Sun Woo berjalan mengikuti langkah Cheondung. Mereka menuju lantai 6
menggunakan lift. Lalu berjalan menelusuri koridor.
“Apa
kau sangat hafal setiap jalan di apartmen ini?” komentar Sun Woo yang masih
mengikuti langkah Cheondung yang sangat pasti.
“Aku
punya teman yang tinggal di sini.” Kata Cheondung sesaat sebelum menghentikan
langkah di depan sebuah pintu yang terbuka sedikit. Cheondung menjulurkan
kepalanya untuk mengintip ke dalam. “Jinyoung?” panggilnya karena Jinyoung
mengatakan ia sudah berada di sana.
“Iya…
masuk saja.” Teriak suara seseorang dari sana.
Cheondung
pun mengajak Siwon dan Sun Woo untuk masuk. “Duduklah.” Kata Cheondung
mempersilahkan kedua tamunya untuk duduk. Sementara dirinya segera melesat ke
dalam dan menemukan Jinyoung baru keluar dari kamar mandi. “Ikut aku.” Paksa
Cheondung sambil menarik Jinyoung menuju dapur.
“Ada
apa?” Tanya Jinyoung heran.
“Apa
kau yang membeli apartmen Haesa?” selidik Cheondung.
Jinyoung
menatap heran ke arah salah satu pelayan di cafenya itu. “Bahkan aku tidak
mengenal seorang pun gadis bernama Haesa.”
“Apartmen
ini milik sahabatku, Haesa. Ia menjualnya untuk biaya perawatan kakaknya.”
Jelas Cheondung. Jinyoung hanya mengangguk menanggapinya. “Lantas, siapa yang
membeli apartmen ini? Dan mengapa kau terlibat?” Tanya Cheondung penuh selidik.
“Yang
membeli ini teman ku.” Jawab Jinyoung santai. Ia melirik arah belakang
Cheondung karena ada seseorang yang mendekati mereka. Cheondung pun berbalik
untuk memastikan apa yang dilihat Jinyoung.
“Taemin?”
ujar Cheondung tak yakin.
“Cheondung?”
Taemin justru terlihat sumringah bertemu dengan Cheondung. “Benarkah itu kau?”
Tanya Taemin memastikan. Meski Cheondung tak menjawab, tapi ia yakin pemuda
bersama Jinyoung ini adalah Cheondung yang ia kenal. Taemin pun langsung
melesat memeluk Cheondung.
“Jadi
kau yang membeli apartmen Haesa?” Cheondung melepaskan pelukan Taemin.
“Tapi
kau tenang saja. Aku hanya menyewakan untuk mereka. Karena Haesa berniat
membeli kembali apartmen ini suatu hari nanti.” Tegas Taemin sebelum Cheondung
salah paham terhadapnya.
Cheondung
diam. Andai ia memiliki banyak uang, ia yang akan membiayai seluruh perawatan
Kibum sehingga ia tak perlu melihat Haesa kerja keras seorang diri. Bahkan ia
pun tak tau di mana Haesa berada sekarang.
@@@
Sungmin
berjalan menuruni tangga kantor polisi tempat ia bekerja. Di sana ia bertemu
dengan Jonghyun. “Jong.” Sapa Sungmin. “Ku peringatkan kau, jangan sampai ada
orang lain lagi yang tau tentang apa yang kau dan Donghae dengar semalam.”
Ancam Sungmin. Tanpa menunggu respon apapun dari Jonghyun, Sungmin pun segera
berlalu.
Jonghyun
memperhatikan langkah kakaknya yang menuruni anak tangga. Begitu berbalik, ia
melihat Donghae melangkah pelan ke arahnya.
“Kau masih di sini?” Tanya
Donghae sambil memperhatikan seragam lapangan Jonghyun.
Jonghyun
tak menjawab. “Kau mau membantu ku kan, kak?”
“Pekerjaan
ku bukan hanya mencari orang hilang saja, kau mengerti?” kata Donghae dingin.
Jonghyun
mendengus kecewa dan berniat meninggalkan kakaknya, namun Donghae dengan cepat
menghalanginya. “Mungkin aku tidak bisa membantu mu secara langsung.” Ujar
Donghae berusaha menghilangkan kesalah pahaman dalam diri Jonghyun. “Tapi aku
bisa membantu untuk tidak mengatakan ke Sungmin bahwa kau sebenarnya masih akan
mengusut kasus tersebut.”
Jonghyun
menatap kakaknya tanpa ekspresi.
“Aku
tau kau bergabung dalam sebuah agensi rahasia. Dan aku juga tidak akan
mengatakan hal itu ke Sungmin atau pun ke ayah.”
“Jadi,
apa yang menurutmu harus ku lakukan?” Tanya Jonghyun meminta saran karena ia
sendiri masih bingung dengan perkataan kakaknya.
“Lakukan
apa yang menurut mu dan teman-teman sesama agensi mu itu benar. Apalagi kalian
melakukan itu untuk menolong orang lain, bukan?” kata Donghae bijak.
“Benarkah?”
Tanya Jonghyun lagi untuk meyakinkan diri bahwa Donghae ternyata mendukungnya.
“Jika
kau berhasil, aku akan sangat bangga padamu.” Kata Donghae sambil mengacak
rambut Jonghyun dengan gemas.
Jonghyun
pun menepiskan tangan Donghae dari kepalanya. “Tapi ku mohon jangan perlakukan
aku seperti itu lagi.” Pinta Jonghyun yang tak senang dengan perlakuan Donghae
terhadapnya. Donghae pun hanya tertawa geli melihat ekspresi kekesalan dari
adiknya.
@@@
Minho
melakukan sprint di pinggir lapangan sebelum bertanding. Ketika telah mencapai
jarak beberapa meter, Minho berbalik dan kembali ke tempat ia start. Di sana ia
melihat teman se-timnya, Baekhyun yang sedang melakukan pemanasan sambil
sedikit berbincang dengan Sehun.
Setelah
dirasa cukup, Minho pun menuju kursi lalu duduk dan menenggak air dari botol.
Kemudian Minho menoleh ke kiri karena ia merasakan ada seseorang yang duduk di
sana. Ternyata Baekhyun yang sedang menghapus keringat di wajahnya menggunakan
handuk kecil. Minho memperhatikan aktifitas Baekhyun dengan tatapan intens.
Tak
lama, Baekhyun pun menyadari bahwa sejak tadi Minho menatap ke arahnya. Untuk
memastikan itu, Baekhyun sampai menoleh ke kiri dan ternyata tak ada yang
menarik di sana. “Kau memperhatikan, ku?” Tanya Baekhyun takut-takut.
Minho
hanya mengangguk. “Ternyata kau tampan.”
“Apa?”
Mata Baekhyun yang sipit melebar seketika. “Kau menyukai ku?” teriak Baekhyun
cukup syok dengan ucapan Minho.
“Hei…!”
Minho mendaratkan satu jitakan di kepala Baekhyun. “Aku masih normal. Bahkan
aku mempunyai seorang gadis yang menjadi kekasihku sekarang.” Jelas Minho
sebelum Baekhyun berfikir macam-macam.
Baekyun
mengusap kepalanya yang berdenyut. “Lalu, kenapa kau memperhatikan ku seperti
itu dan mengatakan bahwa aku tampan?”
Minho
tertawa melihat wajah lucu Baekhyun. “Yang menyukai mu itu adalah kekasihku.
Pantas saja dia tergila-gila padamu. Karena kau tampan.” Lanjut Minho mengakui
ketampanan Baekhyun.
“Benarkah?”
Baekhyun tersenyum lebar. “Apa kekasih mu cantik?”
Minho
melotot dengan mata bulatnya. “Tidak. Dia tidak cantik. Setidaknya dia hanya
akan terlihat cantik di mataku.”
“Kalau begitu, boleh aku
menemuinya?”
“Aku tidak akan pernah
mengizinkan mu bertemu dengannya.” Kata Minho galak. “Dia itu kekasihku.”
“Tapi dia fans ku.” Kata
Baekhyun terdengar merengek. “Kau tau?”
Minho diam saja dan
terlihat tak minat dengan apa yang ingin dikatakan Baekhyun.
“Kakak ku dan kakaknya
Kyung Soo sangat menggilai Sehun. Bahkan adiknya Min Seok, Chanyeol dan Jong In
sangat suka dengan Sehun. Kekasihnya Joon Myun juga.” Cerita Baekhyun sedih. “Tapi
aku? Hanya kekasihmu saja yang bersedia menjadi fans ku.”
“Apa kau hanya
berpura-pura agar aku mengizinkan mu bertemu dengan kekasih ku?” Tanya Minho
penuh selidik dan tak terpengaruh dengan semua cerita Baekhyun.
“Tentu saja tidak!” kata
Baekhyun tegas membuat Minho sedikit terkejut.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar