Author :
Annisa Pamungkas
Main Cast :
·
Lee Joon/Changsun (Mblaq)
·
Siwan (Ze:a)
·
Nichkhun (2PM)
·
Doojoon (Beast/B2ST)
·
Luhan (Exo-M)
Original cast :
Hye Ra, Soo In, Minjung, Sung Hye, Han Yoo
Support
cast :
·
Yong Hwa (CN Blue)
·
Yoona (SNSD)
·
Minho (SHINee)
·
Yunho (TVXQ)
·
Sungmin (Super Junior)
Genre : romance
Length : part
***
“Hyung,
sampai kapan kita akan menunggu di sini?” Tanya Luhan yang sudah bosan berada
di sana. Tidak ada kejelasan yang pasti dari leadernya itu tentang nasib mereka
di sana.
“Kau
bisa pulang sekarang. Dan jika ada yang bertanya, bilang saja aku menyuruhmu
turun di jalan, lalu kau pulang naik taksi,” ujar Joon santai.
“Hyung!”
bentak Luhan. Kesal karena leadernya berkata demikian. Ia juga hanya bisa
menahan kesal. Merutuki diri yang bisa-bisanya terjebak bersama orang seperti
Joon. Andai saja pemuda itu bukan leadernya, mungkin Luhan sudah akan menendangnya
turun dari mobil.
Di
sisi lain, Joon tiba-tiba menegakkan badannya. Ia melihat mobil yang dikendarai
Yong Hwa sudah meninggalkan gedung dorm mereka. Joon juga tidak bisa melakukan
apapun. Ia hanya mampu kembali menghempaskan punggungnya ke sandaran jok mobil.
“Luhan,
maaf.”
Luhan
melirik Joon. Tapi ia tak mendapati Joon menatapnya. Leader ‘Blue Flame’ itu
memandanga lurus ke depan. Namun Luhan tau bahwa Joon berkata tulus dan cukup
menyesal melakukan hal tadi padanya.
“Ayo
kita pulang,” ajak Joon.
Luhan
hanya menghela napas. Sejujurnya ia juga tak bisa berlama-lama marah dengan
Joon meski yang dilakukan pemuda itu sudah cukup keterlaluan. Tanpa mengucapkan
sepatah katapun, Luhan menyalakan mesin mobil Joon untuk kembali ke dorm.
***
“Kau
tidak menemui Soo In?” Tanya Doojoon pada Siwan, lalu duduk di samping pemuda
itu. Tak lupa ia juga membawakan segelas susu coklat hangat untuk Siwan.
“Dia
sedang bekerja,” jawab Siwan. Setelahnya, ia kembali focus pada layar televisi
yang tengah menayangkan sebuah film kartun ‘Tom and Jerry’.
Sedetik
kemudian, Siwan dan Doojoon tenggelam dalam kelucuan film tersebut. Doojoon
bahkan sampai memegangi perutnya, sedangkan Siwan tertawa sambil menepuk-nepuk
lengan sofa di sampingnya.
Tiba-tiba
terdengar suara pintu utama dorm terbuka dengan kasar dan memunculkan Joon dari
baliknya. Pemuda itu segera meluncur masuk ke dalam kamar dan membanting pintu
kamarnya dengan keras. Sontak saja kejadian tadi menghentikan tawa Doojoon dan
Siwan. Dua pemuda itu menoleh dan mendapati Luhan berdiri tak jauh dari pintu
utama. Mereka menatap sang maknae penuh selidik.
Luhan
mendekat lalu menjatuhkan tubuh di tengah-tengah antara Doojoon dan Siwan. “Apa
Hye Ra ke sini dengan seorang pemuda?” Luhan justru bertanya lebih dulu sebelum
Siwan atu Doojoon menanyainya perihal Joon.
“Yong
Hwa hanya menunggu di parkiran,” jawab Doojoon.
Siwan
sedikit menjulurkan kepalanya agar bisa melihat Doojoon lebih jelas karena
tubuh pemuda itu sedikit tertutup oleh Luhan yang berada di tengah-tengah
mereka. “Jadi Yong Hwa ikut ke sini?” Tanya Siwan hanya untuk memastikan. Ia tidak
memerlukan jawabannya.
“Ternyata
benar,” gumam Luhan sibuk dengan pikirannya sendiri.
“Apa
yang terjadi dengan Joon?” Doojoon sedikit mendesak Luhan untuk bercerita
karena kepulangan Joon memberikan suasana kurang nyaman di dorm mereka.
Belum
sempat Luhan memulai cerita, dari dalam kamar Joon sedikit terjadi kegaduhan
dan membuat tiga member lain yang ada segera melesat ke kamar leader mereka
itu. Terdengar pula suara pecahan kaca.
Siwan
membuka pintu kamar Joon dengan kasar. “Joon!” pekiknya.
“Siwan
hati-hati,” seru Doojoon memperingati karena ada pecahan gelas berserakan di
lantai. Sementara Joon sendiri sudah meringkuk di balik selimut.
Siwan
berjalan menghindari pecahan gelas menuju tempat tidur Joon. Doojoon yang masih
berdiri di ambang pintu, menyuruh Luhan untuk membersihkan sisa pecahan kaca.
“Hyung,
kau sakit?” Tanya Siwan, namun tidak ada jawaban dari Joon. Siwan yang tak
sabar, menarik selimut yang menutupi tubuh Joon. Ia memeriksa kening leader
mereka itu. “Kita harus membawa Joon ke rumah sakit,” perintahnya pada Doojoon
yang langsung mendapat persetujuan dari pemuda itu.
Saat
Siwan mulai beranjak untuk mengikuti Doojoon, Joon sudah lebih dulu menahan
tangannya. “Aku baik-baik saja,” kata Joon dengan suara pelan dan terdengar
sedikit serak.
Siwan
melirik tajam pada Joon. “Besok kita akan kembali sibuk. Demam mu semakin
parah. Dan tolong kau jangan membantah ucapanku untuk kali ini saja,” seru
Siwan dan tidak ingin ada penolakan.
***
Hye
Ra berlari menelusuri koridor rumah sakit. Sesekali ia mengusap tepi matanya
yang basah. Gadis itu menatap satu-persatu papan nomor yang tertera pada pintu.
Saat sampai pada ruangan yang ia cari, Hye Ra segera menerobos masuk. Di dalam
sana ada seorang pemuda yang duduk di atas tempat tidur dengan posisi kaki
menggantung ke bawah. Setelah meyakini pemuda itu adalah Joon, Hye Ra langsung
melesat memeluk Joon. Joon sendiri cukup tersentak karena ada seorang gadis
yang tiba-tiba memeluknya.
“Hye
Ra?” bisik Joon memastikan. Meski sebenarnya ia tidak terlalu menyadari
kedatangan gadis itu.
Hye
Ra melepaskan pelukkannya. “Kemana saja kau? Kenapa semalam tidak mencariku di
pesta?” Hye Ra menatap Joon dengan mata yang sudah basah.
Ada
setitik kebahagiaan terpancar di wajah Joon, namun pemuda itu masih ingin
menyebunyikannya. Terlebih karena kejadian beberapa jam yang lalu. Joon melirik
tangan Hye Ra yang masih terpaut di kedua lengannya. Pemuda itu tak berani
menatap Hye Ra.
“Bukankah
harusnya kau kembali ke Jepang?”
Pertanyaan
sederhana yang disampaikan secara datar. Namun itu cukup menusuk hati. Hye Ra
sedikit menengadahkan wajahnya ke atas untuk menahan air matanya agar tidak
kembali jatuh.
“Harusnya
aku tidak mempedulikan ucapan Yong Hwa yang memaksaku untuk ke sini.”
*flashback*
Mobil
Yong Hwa sudah memasuki area parkiran bandara. Setelah memarkirkan mobil,
mereka segera ke luar. Dan tepat bersamaan saat ponsel Hye Ra berdering.
Gadis
itu langsung menjawab telpon tanpa pikir panjang karena yang menelpon adalah
Doojoon.
Yong
Hwa berjalan memutari mobil untuk menghampiri Hye Ra. Tak lama, Hye Ra tampak
mengakhiri telponnya. Raut wajah gadis itu berubah. Seperti ada sesuatu yang
disembunyikan. Belum sempat Yong Hwa bertanya, perhatiannya langsung teralih
karena ada seseorang yang menghubungi ponselnya. Orang yang sama seperti yang
menghubungi Hye Ra sebelumnya. Doojoon.
“Jangan
pengaruhi Hye Ra! Bawa gadis itu kembali!” sambar Doojoon bahkan sebelum Yong
Hwa sempat menyapa.
“Apa
yang kau katakan! Aku tidak melakukan apa-apa.” Yong Hwa tampak membela diri
atas apa yang tidak ia lakukan.
“Joon
sakit. Dan ku harap kau membawa Hye Ra ke sini.”
Yong
Hwa tampak berdecak. “Kau pikir aku pemuda jahat? Tanpa kau paksa, aku juga
akan membawa Hye Ra ke sana!” Yong Hwa mematikan sambungan telpon secara
sepihak. Ia lalu melirik Hye Ra sambil memasukkan kembali ponsel ke saku
jinsnya. “Ayo,” ajak Yong Hwa yang kini sudah meraih salah satu tangan Hye Ra.
Hye
Ra tak langsung menyetujui ajakan Yong Hwa. Ia mengerti maksud pemuda itu
karena Yong Hwa sudah membukakan pintu mobil untuknya. “Aku harus kembali ke
Jepang!” seru Hye Ra mengingatkan. Terlebih mereka bahkan sudah sampai di
bandara.
“Doojoon
pasti sudah mengabarimu, kan? Joon masuk rumah sakit! Apa kau tidak ingin
menjenguknya?”
“Tapi…”
Hye Ra tampak ragu. “Aku bisa ketinggalan pesawat,” ujarnya menolak.
Yong
Hwa seperti tak mendengar ucapan Hye Ra. Ia tetap memaksa gadis itu untuk masuk
ke dalam mobil. Setelah masuk, Yong Hwa langsung menyalakan mesin mobil.
“Aku
harus kembali ke Jepang!” Tangan Hye Ra sudah hampir membuka pintu, namun Yong
Hwa tak kalah cepat dengan menyambar tangan gadis itu yang lainnya.
“Jangan
membohongi dirimu. Aku tau kau hanya menghindar karena kecewa tadi kau tidak
bisa menemuinya.” Yong Hwa menghembuskan napasnya. Ia juga telah melepaskan
tangan Hye Ra. “Kau boleh pergi jika kau tega melihat Doojoon menghajarku,”
serunya setengah mengancam. Pemuda lalu menyandarkan tubuhnya ke jok dan
membiarkan mesin mobil tetap berderu.
*flashback end*
Joon
buru-buru menyambar tangan Hye Ra sebelum gadis itu melangkah lebih jauh lagi.
Ia bahkan tidak peduli bahwa tangannya yang lain masih tertusuk jarum infuse.
Bahkan saat Joon mengejar Hye Ra, otomatis selang infuse tertarik hingga
menjatuhkan tiang tempat untuk menggantungkan botol infuse.
Saat
kejadian, Joon langsung melepaskan pegangan tangannya terhadap Hye Ra. Gadis
itupun menoleh mendapati tiang yang sudah roboh ke lantai.
“Ku
mohon jangan pergi,” ujar Joon lirih. Ia bahkan tak menyadari bahwa tangannya
yang tadi tertusuk jarum infuse, kini robek akibat kejadian tadi. Dan darah
segar kini mulai mengalir hingga menodai lantai.
“Joon,
tanganmu…” Hye Ra tak melanjutkan ucapannya. Ia segera melesat ke luar. Di sana
ada Doojoon, Luhan, Siwan bahkan Nichkhun dan Minjung sedang menunggu.
***
*flashback*
Sesekali
Yong Hwa melirik Hye Ra. Membagi konsentrasi antara menyetir dengan gadis di
sampingnya. Mereka kembali dikuasai oleh suasana sunyi. Yong Hwa sangat
membenci saat-saat canggung seperti ini. Sangat ingin ia mengatakan sesuatu.
Tapi ia tidak tau apa yang harus ia katakan.
“Kenapa
kau justru memaksaku untuk menemui Joon?” suara Hye Ra akhirnya memecah
keheningan.
Yong
Hwa menoleh tanpa berujar sedikitpun. Hanya sesaat, ia kembali menatap lurus ke
depan. Di sisi lain, Hye Ra juga tampak tak sedikitpun meliriknya ketika bicara
tadi.
Pikiran
pemuda itu kacau. Yang terjadi pada Hye Ra saat ini sama seperti dirinya. Gadis
itu kini pasti mulai memiliki rasa pada Joon. Tapi ia hanya khawatir jika Joon
sama sekali tak meresponnya. Sama seperti Yong Hwa saat ini. Tapi setidaknya,
ia hanya ingin Hye Ra merasakan sesuatu yang lebih baik dari pada dirinya.
“Joon…”
lirih Hye Ra pelan. Gadis itu tampak tidak tenang dengan menatap ke luar
jendela meski ia berusaha menyembunyikannya dari Yong Hwa.
Yong
Hwa menghela napas. Melepaskan sesak di dadanya.
Hye
Ra sudah tersiksa ketika harus melepaskan Doojoon kembali pada gadis yang
dicintainya. Semakin lama gadis itu bersama Yong Hwa, hanya akan semakin
membuat Hye Ra menderita. Gadis itu berhak menemukan pemuda lain yang lebih
baik dari dirinya. Meski ia yakin, ia tak lebih buruk dari seorang Joon.
Sudah
hampir dua menit sejak Yong Hwa menghentikan mobilnya di parkiran rumah sakit.
Tapi tak satupun dari mereka yang beranjak ke luar. Terlebih Hye Ra.
“Kau
sudah pernah menderita karena menunggu balasan cinta dari Doojoon yang tidak
pernah kau dapatkan. Dan itu sangat tidak nyaman.”
Hye
Ra melirik Yong Hwa, namun pemuda itu sama sekali tak merubah arah pandangannya
saat berbicara tadi.
Tapi
kali ini, Yong Hwa benar-benar menatap Hye Ra dalam. “Jangan biarkan Joon
menunggu.”
*flashback end*
Kejadian
beberapa saat yang lalu masih terekam baik di benak Yong Hwa. Kini pemuda itu
masih dalam keadaan yang sama. Berada di dalam mobil yang terparkir di rumah
sakit tempat Joon di rawat.
Yong
Hwa meraba dashboar mobilnya dan menarik selembar undangan. Lalu ia membuka
laci mobil dan mengeluarkan sebuah majalah remaja edisi saat wajah ke-lima
‘Blue Flame’ menghiasi bagian sampulnya. Mereka tampak terlihat tampan. Tak
terkecuali Joon. Dan saat ini focus Yong Hwa tertuju pada leader band tersebut.
Pemuda
ini menyandingkan majalah serta kartu undangan di tangannya. Ia bahkan menutupi
wajah beberapa member ‘Blue Flame’ menggunakan kartu undangan hingga menyisakan
wajah Joon yang kebetulan berdiri paling pinggir. Undangan tersebut adalah
undangan pertunangan atas nama dirinya dengan seorang gadis, dan ditujukan
untuk Hye Ra.
Yong
Hwa menurunkan jendela mobil lalu menjatuhkan majalah serta undangan tadi ke
luar. Setelah menutup kembali jendela mobilnya, Yong Hwa membawa mobilnya
meninggalkan area parkir rumah sakit. saat mobil pemuda itu ke luar, bertepatan
dengan sebuah mobil yang baru saja parkir di sampingnya.
Pintu
salah satu mobil tadi terbuka. Seseorang dengan menggunakan wedges ke luar dan
kakinya hampir saja menginjak majalah dan undangan yang ditinggalkan Yong Hwa
jika ia tak segera menyadari benda tersebut. Seorang wanita yang ternyata
adalah Yoona itu memungut majalah tadi. Ia terpaku karena tertera nama ‘Hye Ra’
sebagai undangan.
“Apa
yang kau temukan?” tegur Minho yang kini sudah berdiri di samping istrinya.
Yoona
tak sanggup menjawab karena terlalu terkejut dengan apa yang dilihatnya. Ia
hanya mampu menyodorkan ke dua benda tadi pada Minho.
Beberapa
saat kemudian, Minho dan Yoona sudah bergabung dengan yang lain di ruangan
tempat Joon di rawat.
“Kau
masih di sini?” seru Minho terkejut melihat adiknya di sana, berdiri di samping
Luhan tak jauh dari pintu. Sementara yang lain hampir mengerubungi Joon yang
baru saja selesai menerima perawatan punggung tangannya yang terluka.
“Hyung,
kau pasti mengerti keadaan yang terjadi,” ujar Siwan yang kebetulan berada
tidak jauh dari sana. Ia yang menjawab kebingungan Minho. Meski tidak terlalu
menjelaskan, tapi dengan kondisi yang tengah terjadi sekarang, Minho sudah bisa
menebaknya sendiri.
“Aku
tidak butuh infuse lagi! Aku sudah sembuh!” protes Joon menolak untuk kembali
dipasangkan jarum infuse pada tangannya yang lain. Ia bahkan menjauhkan
tangannya dari jangkauan perawat tersebut.
Hye Ra
hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan Joon. Ia sendiri tidak terlalu
peduli saat Joon menatapnya. Hye Ra lalu melirik Minho. “Aku akan kembali ke
Jepang dengan menggunakan penerbangan terakhir.”
***
Suasana
kamar tempat Joon di rawat kembali sepi. Member ‘Blue Flame’ yang lain harus
melakukan rutinitas mereka tanpa Joon. Minho dan Yoona juga memiliki kesibukan
tersendiri seperti halnya ‘Blue Flame’. Sang leader tersebut terpaksa harus
beristirahat di rumah sakit meski ia sangat menentang keputusan itu. Dan Joon
sudah bertekad tidak akan beristirahat dengan baik di sana.
Joon hanya
bersama Hye Ra di sana. Mereka bahkan duduk bersila di atas tempat tidur dan
saling berhadapan. Ini permintaan Joon. Hye Ra terpaksa mengerjakan tugasnya
dengan posisi seperti itu. Hanya sebuah meja yang menengahi mereka.
Hye
Ra sibuk menggambar sketsa desainnya. Sementara Joon sama sekali tak mengalihkan
tatapannya dari gadis itu. Sesekali ia tersenyum geli saat Hye Ra kesal sendiri
karena karyanya tidak sesuai harapan atau banyak sekali kesalahan dalam
pembuatannya.
“Kau
hanya akan tiga bulan lagi kan di Jepang?” Joon akhirnya buka mulut untuk
bicara. Tidak tahan rasanya berdiam diri dalam jangka waktu yang lumayan lama,
padahal ada seseorang bersamanya saat itu.
Hye Ra
mendongak sambil melepaskan kacamatanya. Ia mendesah sesaat sebelum merespon
ucapan Joon. “Tidak janji.”
Joon
membulatkan matanya sebagai upaya melancarkan protes. “Kenapa? Bukankah waktumu
hanya tersisa tiga bulan lagi?” lanjutnya seakan tak terima.
“Kau
yang membuatku ketinggalan pesawat sehingga merusak jadwalku hari ini di
Jepang. Dan itu sama saja kau membuatku tidak ikut ujian hari ini. Jadi, jangan
protes kalau aku harus sedikit lebih lama tinggal di Jepang.”
“Kalau
ujian itu sangat penting, kenapa kau memaksa diri untuk menemuiku?”
Hye Ra
menatap Joon, cukup terkejut dengan apa yang baru saja diucapkan pemuda itu. Di
sisi lain Joon tersenyum. Dan senyuman itu pula yang menyadarkan Hye Ra. Gadis
itu memutuskan kontak mata untuk mengalihkan kegugupannya.
“Aku
tau,” pekik Joon yang merasa menang. “Kau pasti sangat mengkhawatirkanku,
bukan?” goda Joon.
“Jangan
terlalu percaya diri,” balas Hye Ra.
Joon kembali
tersenyum puas.
“Kenapa
kau tersenyum seperti itu?” protes Hye Ra dan sukses membuat Joon bungkam.
“Aku
hanya terlalu bahagia hari ini.”
Ucapan
Joon tadi membuat Hye Ra menatapnya heran. “Kau aneh,” serunya sambil
menggelengkan kepala, lalu bersiap melanjutkan aktifitasnya yang sedikit
tersita. Namun Joon sudah lebih dulu menghalangi tangan Hye Ra yang akan
memasang kembali kacamatanya.
“Terima
kasih atas semua yang kau korbankan untukku hari ini,” ujar Joon lembut.
Tapi nampaknya
tidak untuk Hye Ra. Gadis itu tidak terlalu menanggapi dengan serius ucapan Joon
untuknya. “Memang apa yang ku lakukan untukmu?” tanyanya polos.
Joon berdecak
kesal. Ia turun dari tempat tidur. Dan tanpa berkata-kata lagi, Joon masuk ke
dalam toilet dan menutup pintu dengan keras. Tepat sekali saat seseorang
membuka pintu kamar itu dari luar.
Terlihat
kepala Luhan menyembul ke dalam. “Joonie hyung kenapa?”
“Joon
aneh sekali hari ini,” Hye Ra hanya mengangkat bahu. “Kenapa kau kembali, ada
yang tertinggal?”
“Iya,
jaketku,” seru Luhan membenarkan sambil menyambar sebuah jaket yang tergeletak
di atas sofa. “Mungkin Joonie hyung masih kesal dengan kejadian tadi.”
Hye Ra
menatap Luhan penuh minat. “Kejadian apa?” Ia sangat ingin tau penyebab Joon
menjadi aneh seperti tadi.
Pemuda
itu mendekat ke arah Hye Ra. “Kami melihatmu pergi dengan Yong Hwa,” bisik Luhan
yang akhirnya membongkar rahasia. “Ku rasa ia cukup sakit hati melihat kalian. Tapi
setelah mendapati kau ada di sini, kondisinya langsung berubah drastis.”
Hye Ra
tersenyum geli mendengar semua cerita dari Luhan. Gadis menoleh saat mendengar
pintu kamar mandi terbuka. “Jadi kau cemburu melihatku dengan…” Hye Ra tak
melanjutkan ucapannya karena melihat Joon sudah mengganti pakaian pasiennya. “Kau
mau ke mana?”
Joon tak
menjawab. Ia melempar baju pasiennya sembarangan ke atas sofa, lalu mendekat ke
tempat Hye Ra berada.
“Apa
yang kau lakukan?” protes Hye Ra ketika Joon mulai mengumpulkan kertas-kertas
yang digunakan Hye Ra untuk menggambar.
“Bukankah
kau akan lebih lama di Jepang?” Tanya Joon. Namun belum sempat mendapat jawaban,
pemuda itu kembali berujar, “jadi aku juga ingin lebih lama menghabiskan waktu
bersamamu hari ini.”
“Tapi…”
“Pesawat
terakhir jam 7 malam. Sedangkan ini masih jam 3.” Joon seolah tak memberikan
Hye Ra kesempatan untuk membela diri. “Kita masih punya cukup waktu.”
Sementara
itu, Luhan hanya tersenyum geli menyaksikan pemandangan dihadapannya. Dan saat
Hye Ra meliriknya seolah meminta bantuan ketika Joon menarik tangan gadis itu
untuk ikut bersamanya, Luhan hanya mengangkat bahu dan tak ingin ikut campur
atas apa yang dilakukan leadernya itu.
“Joon,
kita mau ke mana?”
Joon tidak
langsung menjawab pertanyaan Hye Ra. “Ke mana pun yang kau mau. Jika pemuda itu
bisa pergi denganmu, aku juga harus bisa.”
Hye Ra
melirik Joon yang kini tengah menyetir. Tiba-tiba ia teringat ucapan Luhan
beberapa saat yang lalu. “Kami melihatmu
pergi dengan Yong Hwa.” Hye Ra tersenyum geli. “Kau cemburu dengan Yong
Hwa?”
Joon berdecak
kesal. Gadis itu senang sekali menggodanya. “Iya aku cemburu! Kau senang?”
Hye Ra
mengangkat bahu. Tak ingin terlalu ambil pusing dengan apa yang terjadi pada
Joon. Meski di lubuk hatinya, Hye Ra sangat senang melihat Joon cemburu pada
Yong Hwa.
“Aku
memang cemburu,” Joon mengulangi ucapannya. “Tapi bukan pada pemuda itu.”
Hye Ra
tertegun mendengarnya. Kecewa seketika.
“Tapi
karena aku tidak bisa membawamu ke manapun yang kau inginkan. Kencan kita pasti
akan berantakan,” kesal Joon saat membayangkan jika ia benar-benar membawa Hye
Ra ke tempat umum.
“Resiko
seorang super star.”
“Kau
benar,” Joon menyetujui ucapan Hye Ra. Ia pun langsung murung seketika.
***
Joon menghentikan
mobilnya di tepi jalan. Dekat dengan pembatas jalan karena mereka tengah berada
di jalan layang yang cukup tinggi. Mereka bahkan bisa melihat gedung-gedung
pencakar langin dari sini. Terlebih saat ini sudah hampir malam. Dan tak lupa,
mereka sempat membawa makanan sebelum pergi ke sana.
“Kenapa
tak terpikirkan olehku sebelumnya.” Joon merutuki dirinya sendiri. Ide melihat
sunset di tengah kota seperti ini memang berasal dari Hye Ra. Mereka tidak
mungkin jika harus ke pantai terlebih dahulu. Waktunya tidak akan sempat. Karena
setelah ini, Hye Ra harus kembali ke Jepang.
“Kau
terlalu mempersulit hidupmu,” ujar Hye Ra seenaknya lalu menyeruput minuman
yang ia bawa.
“Kenapa
kau selalu membuatku kesal?”
“Kau
pikir kau tidak?”
Joon
tak ingin membalas ucapan gadis di sampingnya. Ketika Hye Ra sibuk dengan
makanannya dan seolah melupakan dirinya, Joon masih tetap setia memandangi
wajah gadis itu. Ingin lebih lama merekam tiap lekuk wajah Hye Ra. Karena selama tiga bulan ke depan, mereka
tidak bisa saling bertatap wajah secara langsung. Sesekali ia tersenyum. Dan lama-kelamaan,
Hye Ra menyadari apa yang tengah dilakukan Joon.
“Apa?”
Tanya Hye Ra ketus.
“Terima
kasih karena kau telah mengkhawatirkanku tadi,” ujar Joon. Pemuda itu
benar-benar tulus saat mengatakannya.
Hye Ra
memutar bola matanya. Bosan karena Joon sudah beberapa kali mengatakan hal yang
sama. “Apa hanya itu yang bisa kau katakan?”
“Kau
ingin mendengar aku mengatakan yang lain? Contohnya… aku menyukaimu. Aku mencintaimu.
Aku menyayangimu. Aku ingin kau menjadi kekasihku. Akh, tidak. Aku juga ingin
kau menjadi… hmmp!”
Hye Ra
membekap mulut Joon dengan roti yang tadi ada di tangannya. Tanpa bicara, Hye
Ra menunjuk jam tangannya sebagai upaya mengingatkan Joon agar mereka segera ke
bandara.
“Oke…”
seru Joon dengan susah payah karena mulutnya masih dipenuhi roti. Dan ia
melakukan itu dengan sedikit terpaksa.
***
hmmm...
BalasHapusJoon nya kasian..
miris banget sih Joon..
tangannya sampe berdarah..
lagian sih Joon ngeyel beud jadi orang..