Author :
Annisa Pamungkas
Main Cast : Infinite (Sungyeol, Hoya, Sunggyu,
Myungsoo,
Dongwoo, Woohyun, Sungjong)
Original cast :
Hye Ra, Haesa, Eun Gi
Support cast :
(Boy Friend) Jeongmin, Hyunseong, Minwoo,
Donghyun, Youngmin, Kwangmin
Genre
: teen romance, family
Length : part
***
Ibu
Sungyeol menahan tangan Hye Ra yang hendak memutar keran air di wastafel untuk
mencuci piring-piring kotor yang mereka gunakan untuk makan malam.
“Biarkan
saja. Kau ganti pakaian-pakaianmu dan nanti aku yang akan menghubungi orang
tuamu dan mengatakan kau menginap di sini.”
Sungyeol
yang berada tak jauh dari sana, tersedak mendengar ucapan ibunya.
“Kenapa
kau selalu ceroboh. Bahkan hanya minum saja kau sampai tersedak,” omel ibunya
Sungyeol dengan nada bicara yang sangat jauh berbeda saat ia berbicara dengan
Hye Ra.
Sungyeol
masih terbatuk. Lalu Hye Ra menggenggam tangan ibu Sungyeol membuat wanita itu
menoleh. “Orang tuaku sudah tiada. Dan saat ini kakakku juga sedang tidak ada
di rumah.”
“Maafkan
ibu, sayang.” Ibu Sungyeol tampak menyesali ucapannya. “Kau pasti sangat
bersedih.” Wanita itu mengusap lembut rambut Hye Ra.
Hye
Ra berusaha tegar dengan memberikan senyumannya. “Bukankah aku sudah punya ibu
lagi sekarang?”
Sungyeol
berbalik memunggungi ibunya dan Hye Ra yang kini tengah berpelukan. Suasana
haru menyelimuti mereka saat ini. Tak terkecuali dengan Sungyeol. Perasaannya
semakin tak karuan. Bahagia karena melihat dua orang yang ia cintai bisa
sedekat itu, bahkan posisinya sedikit terabaikan sekarang. Namun di sisi lain
ia juga takut Hye Ra akan kecewa padanya karena seperti berbohong tentang
jatidirinya. Sejak acara makan malam mereka, gadis itu tampak menyembunyikan
sesuatu darinya.
“Sungyeol!”
tegur ibu Sungyeol membuat anaknya tersadar dari lamunan lalu kembali menoleh
ke belakang. “Ambilkan handuk dan pakaian untuk Hye Ra. Ibu juga sudah
menyiapkannya tadi. Setelah itu kau antar Hye Ra ke kamarnya.”
Sungyeol menggerakkan
kepalanya sebagai tanda agar Hye Ra mengikutinya. Gadis itu sempat melirik
ibunya Sungyeol sebelum mengikuti langkah pemuda tadi.
Wanita itu tersenyum
lembut. “Istirahatlah.”
Sungyeol
membuka sebuah pintu ketika mereka sampai. Ia sedikit bergeser untuk
mempersilahkan Hye Ra masuk. “Panggil aku jika kau membutuhkan sesuatu,” seru
Sungyeol cepat-cepat setelah Hye Ra masuk ke dalam ruangan tersebut.
Saat
berbalik, Hye Ra mendapati Sungyeol sudah menutup pintu dari luar. Pemuda itu
memegangi dada kirinya yang terasa berdegup sangat kencang. “Bahkan sampai
sekarang aku masih seperti ini jika berada di dekat Hye Ra.” Sungyeol berujar
pelan sebelum akhirnya kembali ke kamarnya.
Hye
Ra meletakkan ranselnya di sebuah kursi sebelum memutuskan menuju jendela. Ia
menyingkap gorden yang menutupi jendela kamar yang berada di lantai dua rumah
keluarga Sungyeol ini. Hujan sama sekali belum reda sejak satu jam yang lalu.
Gadis itu menghembuskan napasnya sebelum berbalik meninggalkan jendela. Di atas
kasur telah siap sepasang piyama dan selembar handuk.
Setelah
berganti pakaian, Hye Ra merogoh ranselnya dan mengeluarkan ponsel dari
dalamnya. Lalu gadis itu berpindah dan duduk di atas kasur. Ia menatap ke
seluruh penjuru kamar. Desain interiornya dikhususkan untuk anak perempuan. Bahkan
bedcover-nya pun bermotif boneka
Barbie.
“Apa
Sungyeol oppa pernah memiliki adik perempuan?” tidak ada yang bisa menjawab
pertanyaannya.
Semakin menumpuk pula
pertanyaan-pertanyaan seputar Sungyeol yang belum terungkap. Siapa pemuda itu
sebenarnya? Apa motifnya bekerja di café Sunggyu jika ia saja memiliki rumah
semewah ini? Apa mungkin Sungyeol pernah memiliki masa lalu yang kurang baik
dengan Sunggyu sehingga ia berniat menjatuhkan pemuda itu?
“Tidak
mungkin!” Hye Ra menggeleng keras untuk menepiskan pikiran buruk terakhirnya tentang
Sungyeol. “Dia bukan pemuda seperti itu,” tolaknya. Lalu gadis itu menarik
selimut untuk menutupi tubuhnya. Ia berniat untuk tidur dari pada memikirkan
hal yang bukan-bukan tentang Sungyeol.
***
“Pagi,
bu.” Hye Ra menyapa ibu Sungyeol di dapur dengan penuh semangat. Suasana
hatinya sudah sangat membaik dibandingkan dengan tadi malam.
“Kau
sudah bangun. Ayo sarapan,” ibu Sungyeol datang sambil membawakan dua piring
berisi makanan.
“Kenapa
ibu tidak membangunkanku? Aku kan juga ingin membantumu membuatkan sarapan,”
rengek Hye Ra seperti anak kecil. Gadis itu sudah benar-benar menganggap ibu
Sungyeol seperti ibunya sendiri.
Ibu
Sungyeol tampak terkekeh dengan sikap manja Hye Ra padanya. “Ya sudah, kau
sarapanlah. Tapi maaf aku tidak bisa menemanimu.”
Hye
Ra hanya mengangguk. Ia memaklumi karena pagi ini ibu Sungyeol sudah rapih dan
siap untuk bekerja.
“Lee
Sungyeol!” ibu Sungyeol meneriaki anaknya yang kebetulan melintas dan akan
menuju taman belakang rumah mereka. “Ibu mau berangkat. Kau jangan macam-macam
pada Hye Ra”
“Huh?”
Sungyeol tercengang mendengar ucapan ibunya. “Apa maksud ibu berkata seperti
itu? Memangnya aku pemuda macam apa?” Sungyeol melancarkan protesnya.
Ibu
Sungyeol mengabaikan protesan anaknya karena kini perhatiannya tersita pada
ponsel di tangan Sungyeol. “Kau bilang ponselmu hilang?”
Sungyeol
menatap tangannya yang menggenggam sebuah ponsel.
“Kau
berani berbohong pada ibumu?”
“Hye
Ra yang mengantarkan ponselku semalam.”
Ibu
Sungyeol melirik seorang gadis disampingnya. “Benarkah?” tanyanya memastikan
kebenaran ucapan Sungyeol. Dan Hye Ra hanya mengangguk. “Baiklah kalau begitu,
ibu pergi dulu. Kalian jangan lupa habiskan sarapan kalian,” pesannya sebelum
meninggalkan rumah. Saat baru beberapa langkah, wanita membalikkan badan dan
tersenyum melihat Hye Ra menyodorkan segelas susu ke hadapan Sungyeol yang
sudah duduk di kursi makan.
Sungyeol
menoleh karena merasakan ibunya belum benar-benar pergi. “Kenapa ibu tersenyum
seperti itu?” tegurnya takut-takut. Ibunya sungguh aneh pagi ini. Sungyeol
menggelengkan kepalanya samar, lalu meraih gelas susunya.
Ibu
Sungyeol masih mempertahankan senyumannya. “Tidak. Aku hanya merasa seperti sudah
memiliki seorang menantu.”
Sungyeol
menyemburkan susunya tepat saat ibunya berkata seperti itu. “Ibu!” pekik
Sungyeol, namun ibunya seolah tak mendengar protesan anaknya. Betapa malunya ia
saat ibunya menggodanya seperti tadi. Pemuda itu menoleh saat mendapati sebuah
tangan menyodorinya selembar tissue tepat saat ia menyeka tepi bibirnya
menggunakan tangan. “Maaf atas perlakuan ibuku,” kata Sungyeol setelah menerima
tissue dari tangan Hye Ra.
Gadis
itu mengambil tempat duduk di seberang Sungyeol. “Aku juga terkejut
mendengarnya, tapi ku rasa ibu hanya bercanda saja mengatakan hal tadi.”
“Hanya bercanda? Huh, aku bahkan sangat
serius menanggapi hal itu. Ibu pasti sangat senang jika kau benar-benar menjadi
menantunya. Tapi sepertinya tidak untukmu,” Sungyeol berujar dalam hati. Ia
benar-benar frustasi dengan ucapan ibunya.
Mereka
melanjutkan sarapan dalam diam. Sungyeol tidak memulai pembicaraan sehingga Hye
Ra pun tak tau harus mengatakan apa untuk mencairkan suasana beku saat itu.
Sesekali mereka saling melempar pandangan, namun tak ada satupun yang saling
bertemu.
“Oppa…”
ujar Hye Ra pelan. Sebenarnya ia masih ragu untuk memulai pembicaraan.
Sungyeol
menghentikan aktivitasnya, lalu mendongak untuk menatap gadis di hadapannya. “Ada
yang ingin kau katakan?” Sebenarnya Sungyeol juga tak yakin untuk memberikan
kesempatan Hye Ra berbicara.
Hye
Ra tampak mengulur-ngulur waktu untuk melancarkan niatnya. “Sebenarnya, apa
tujuanmu bekerja di café Sunggyu oppa?” Tanya Hye Ra tanpa menatap Sungyeol.
Sungyeol
membeku bahkan ia sampai membatalkan niatnya menyuapkan makanan ke dalam mulut.
Pemuda itu meletakkan kembali sendok ke atas piringnya.
“Kau
bahkan tinggal di rumah mewah seperti ini,” lanjut Hye Ra sebelum Sungyeol
memberikan penjelasannya. “Dan aku yakin bahwa orang tuamu adalah seorang
pengusaha sukses.”
“Apa
kau akan mempercayai ucapanku?”
Hye
Ra mendongak dan menatap Sungyeol menantang. “Katakan saja terlebih dahulu.”
Sungyeol
menggeser posisi duduknya. Mencari kenyamanan sebelum bercerita. “Suatu hari
aku tak sengaja mampir di café kakakmu. Aku langsung merasa nyaman dengan
suasana di sana. Saat itu pengunjung café tidak terlalu ramai. Sementara di
meja bar berkumpul beberapa orang. Kalau tidak salah, ada Woohyun hyung,
Jeongmin, Hyunseong dan Sunggyu hyung juga. Dari obrolan mereka aku menarik
kesimpulan bahwa Sunggyu hyung adalah pimpinan mereka. Tapi oppamu tidak
memisahkan diri, bahkan membaur bersama karyawannya. Seolah tidak ada yang
membatasi status mereka.
Di
sisi lain, ibuku memiliki sebuah restoran. Suatu hari aku pasti akan
menggantikan ibu memimpin di sana. Tapi pengalamanku masih sedikit. Sebelum aku
berada di tingkat paling atas. Aku ingin mulai dari bawah. Merasakan menjadi
karyawan biasa. Awalnya ibu tidak setuju, tapi aku terus memberikan pengertian
untuknya. Dan pilihanku jatuh pada café Sunggyu hyung. Aku ingin mencontoh
bagaimana Sunggyu hyung memperlakukan bawahannya.”
Hye
Ra tertegun mendengar cerita Sungyeol. Cukup terlihat keseriusan di mata pemuda
itu. Dan tujuannya pun cukup bisa diterima akal sehat. Lagi pula, jarang sekali
ada pemuda yang memiliki pemikiran seperti Sungyeol.
“Setelah
mandi, aku akan langsung pulang.”
“Jangan,”
tolak Sungyeol. “Biar ku antar setelah berenang nanti.”
“Aku
bisa pulang sendiri.”
“Rumah
terkunci. Dan kau tidak bisa ke luar dari sini tanpa bantuanku. Tidak lama,
hanya sekitar 30 menit.” Sungyeol berdiri sambil menghabiskan minumannya. “Kau
bersiap-siaplah. Aku mau berenang dulu.”
Hye
Ra hanya mengikuti langkah Sungyeol ke arah halaman belakang rumah melalui
tatapan matanya.
***
“Berhenti
tersenyum seorang diri! Itu menakutkan!” pekik Sungjong mengejutkan Haesa yang
tengah seorang diri di balkon kamarnya.
“Kau
tidak perlu berteriak seperti itu!” balas Haesa. Gadis itu menatap Sungjong
curiga. “Ada apa kau ke kamarku?” tanya Haesa penuh selidik.
“Pinjam
earphone.”
“Di
meja,” ujar Haesa singkat lalu kembali menatap pemandangan dari luar balkon
kemarnya.
Bukan
hanya Haesa yang mencurigai kedatangan Sungjong, tapi pemuda itu juga
mencurigai apa yang terjadi pada saudara tirinya itu. “Apa kau benar-benar
terpikat oleh Hoya?” tebak Sungjong karena Haesa seperti kembali ke dunianya
sendiri.
Gadis
itu mendelik tajam pada Sungjong yang sudah berdiri di sampingnya. “Jangan sok
tau!”
“Lalu?
Kenapa kau senyum-senyum sendiri? Tidak takut di bilang orang gila?” pancing
Sungjong agar Haesa mau buka suara.
Haesa
masih menatap Sungjong dengan kesal. Tapi kemudian, ia menyerah juga. Tidak ada
gunanya mengulur-ngulur waktu, Sungjong pasti akan terus mendesak sampai apa
yang ia inginkan terwujud. Haesa masuk ke dalam lalu duduk di sofa. Sungjongpun
mengikuti lalu duduk di samping Haesa.
“Aku
hanya sedang dekat dengan seorang pemuda. Umurnya tiga tahun di atasku,” jelas
Haesa akhirnya meski ia harus menahan malu untuk mengatakan hal itu.
Sungjong
justru terkekeh mendengarnya. Haesa yang kesal, memukul lengan Sungjong lalu
meninggalkan pemuda itu di kamarnya.
“Akh!”
Sungjong sempat meringis, namun ia masih terkekeh dengan pengakuan Haesa tadi.
“Ternyata gadis sepertimu bisa jatuh cinta juga.”
***
Hye
Ra telah rapih dan kembali mengenakan seragam sekolahnya yang ia pakai kemarin.
Ia duduk di tepi tempat tidur sambil mengayun-ayunkan kakinya yang menggantung
ke bawah. Bosan menunggu, gadis itu ke luar dari kamar yang ia tempati semalam.
Hye Ra juga tak lupa membawa serta barang-barang bawaannya.
Ia
menuju dapur lalu mengintip Sungyeol dari balik jendela. “Pantas saja ia sangat
tinggi, ternyata setiap pagi ia selalu menyempatkan diri untuk berenang.”
Beberapa
saat Hye Ra masih di posisi yang sama. Sampai akhirnya ia menatap Sungyeol,
bingung. Pemuda itu sudah berada di tepi kolam dan tampak seperti mencari-cari
sesuatu. Hye Ra berbalik dan menemukan sehelai handuk di sandaran kursi makan.
Mungkin Sungyeol melupakan handuknya.
Hye
Ra menyambar handuk tersebut dan membawakannya untuk Sungyeol. Ia memang sempat
melihat Sungyeol menyampirkan handuknya di pundak sebelum mereka sarapan.
“Oppa,
kau mencari handukmu?”
Sungyeol
menoleh dan mendapati Hye Ra berjalan ke arahnya yang masih berada di dalam
kolam. “Pantas saja aku tak menemukannya di sini.” Sungyeol ke luar dari dalam
kolam, sementara Hye Ra menutupi kepala pemuda itu menggunakan handuk yang ia
bawa. “Terima kasih.”
Percikan
air yang di buat Sungyeol tanpa sengaja mengenai kaki Hye Ra saat ia melintas
di depan gadis itu. Sontak saja Hye Ra menjauhkan tubuh dari tepi kolam bahkan
ia sampai berlari ke dalam rumah dan tidak mempedulikan teriakan Sungyeol.
***
Setelah
mandi dan berganti pakaian, Sungyeol menemui Hye Ra yang tengah duduk di sofa
ruang tengah. Tatapan gadis itu kosong. “Hye Ra kau baik-baik saja?” tegur
Sungyeol sambil duduk di samping gadis itu. “Kau kenapa? Apa kau sakit?”
Hye
Ra masih menatap lurus, entah ke arah mana. “Oppa, aku memiliki trauma pada
kolam renang. Saat kelas satu SMA, aku tercebur dan nyaris tenggelam di kolam
renang sekolah lamaku.”
Sungyeol
membeku mendengar cerita Hye Ra. Ia mengetahui cerita itu. Bahkan ia juga yang
menyelamatkan Hye Ra yang nyaris tenggelam. Dan tak di sangka, Hye Ra justru
memiliki kenangan buruk setelah kejadian itu.
“Biasanya
aku tidak berani melihat kolam renang bahkan dari balik jendela sekalipun. Tapi
tadi, aku bahkan hanya berjarak beberapa meter dari tepi kolam,” lanjut Hye Ra masih tidak melirik ke Sungyeol
sedikitpun.
“Bukankah
itu bagus. Rasa trauma yang kau miliki perlahan menghilang.”
Hye
Ra menoleh cepat. Ia menatap pemuda itu penuh arti. Benar apa yang dikatakan
Sungyeol. Itu kemajuan yang sangat bagus. Hye Ra memutuskan kontak matanya pada
Sungyeol. “Tapi ini masih aneh. Bagaimana bisa secepat itu? Sebelum ini bahkan
tidak ada yang mencoba menghilangkan traumaku.”
“Banyak
rasa trauma menghilang tanpa disadari sebelumnya. Seperti yang kau alami
sebelum ini,” seru Sungyeol untuk meyakinkan Hye Ra.
Hye
Ra tak langsung menyetujui perkataan Sungyeol. Masih ada yang mengganjal
dipikirannya. Gadis itu mencoba membayangkan lagi saat-saat ia berada di dekat
kolam renang. Kejadian dua tahun lalu masih membekas sempurna dalam ingatannya.
Tapi hanya satu yang tak bisa ia ingat, pemuda yang menolongnya itu.
“Hye
Ra.” Suara Sungyeol membuat gadis itu tersadar dari lamunannya dan sontak Hye
Ra sedikit memperbesar jarak di antara mereka.
Suara
itu. Sama persis dengan suara pemuda yang menolongnya dari kolam renang. Hye Ra
menggeleng kuat. Berusaha menepiskan pikiran-pirannya tentang Sungyeol. Tidak
mungkin Sungyeol adalah pemuda itu. Tapi…
Hye
Ra tiba-tiba berdiri. “Aku ingin pulang sekarang, atau kita tidak akan bertemu
lagi,” pinta Hye Ra setengah mengancam.
“Oke.”
Tanpa pikir dua kali, Sungyeol segera melesat ke dalam kamarnya untuk mengambil
kunci motor. Tentu saja Sungyeol sangat tidak ingin ancaman Hye Ra benar-benar
terjadi.
***
Setengah
jam kemudian, Sungyeol menghentikan motornya tepat di depan rumah Hye Ra.
“Nanti
aku akan menyusul ke café,” seru Hye Ra setelah turun dari boncengan motor
Sungyeol.
“Kau
istirahat saja di rumah. Aku tidak mengijinkanmu berada di café hari ini.
Lagipula, masih ada Woohyun hyung yang bisa menggantikan Sunggyu hyung.”
Hye
Ra tersenyum. Bahagia rasanya diperhatikan seperti itu. Sunggyu juga pasti akan
mengatakan hal yang sama seperti Sungyeol tadi. Tapi kali ini rasanya berbeda.
Terlintas di benah Hye Ra jika Hoya lah yang melakukan itu padanya. Tapi itu
tidak akan mungkin terjadi.
“Oppa
hati-hati di jalan,” ujar Hye Ra yang hanya ingin menutupi kegugupannya. Kalau
boleh memilih, ia ingin Sungyeol menemaninya. Hye Ra sangat benci di rumah
seorang diri. Biasanya saat libur sekolah, ia akan menghabiskan waktu di café.
Tapi tidak untuk hari ini. Kepalanya sedikit pusing setelah kejadian tadi.
“Apa
boleh jika nanti sepulang kerja aku mampir ke sini lagi?” Tanya Sungyeol
sedikit ragu. Apa yang akan dikatakan Sunggyu jika seorang Sungyeol benar-benar
datang ke rumah bossnya untuk menemui adik bossnya sendiri?
“Kapanpun
kau boleh datang, oppa.” Tentu saja itu sangat diharapkan Hye Ra.
“Ah,
tidak jadi.”
Wajah
Hye Ra muram seketika. “Kenapa?” ia bertanya dengan nada kesal.
“Aku
tidak enak dengan Sunggyu hyung. Sudahlah, aku harus segera sampai di café.
Jaga dirimu,” pamit Sungyeol sebelum meninggalkan Hye Ra sendiri.
***
Hye
Ra baru saja kembali dari toilet. Sekarang sedang jam istrirahat, dan ia tak
menemukan Myungsoo di tempatnya. “Kau lihat Myungsoo?” Tanya Hye Ra pada
Sungjong yang duduk tak jauh dari mejanya dan Myungsoo.
“Sepertinya
ke luar.”
Tanpa
berkata-kata lagi, Hye Ra segera meninggalkan kelas. Pasangan Haesa dan Hoya
pun sudah tak ada di tempat mereka. Saat di depat pintu, gadis itu berpapasan
dengan Dongwoo. Tapi tentu saja ia mengabaikan keberadaan pemuda itu.
“Minwoo?”
teriak Hye Ra pada pemuda di ujung sana. “Lihat hyungmu?” tanyanya saat Minwoo
berbalik dan menunggunya mendekat.
“Ku
rasa sedang bersama Eun Gi noona,” jawab Minwoo enteng.
Hye
Ra menghela napas. Pasrah karena Myungsoo telah memiliki seorang kekasih
sekarang. “Ya sudahlah. Aku ingin ke kantin saja. Kau mau ikut?” ajaknya.
Minwoo
menggeleng pelan. “Aku mau ke ruang kesehatan. Mau menjenguk si kembar, mereka
sakit.”
“Semoga
Youngmin dan Kwangmin bisa cepat sembuh.”
Setelah
itu, mereka berpisah menuju tempat yang mereka tuju masing-masing. Hye Ra
berjalan ke arah kantin. Sementara Minwoo berbelok di ujung koridor yang
menghubungkan jalan ke ruang kesehatan.
“Hye
Ra!”
Gadis
itu menoleh karena ada seseorang yang meneriaki namanya. Sesaat sebelum ia
menginjakkan kaki di pintu kantin. Ternyata yang memanggil adalah Dongwo.
“Bisa
ikut sebentar? Ada yang ingin aku bicarakan.”
Hye Ra
hanya mengangguk
“Aku
hanya ingin minta maaf atas kejadian beberapa hari lalu di cafemu,” ujar
Dongwoo sedikit menyesal tak lama setelah ia membawa Hye Ra ke taman belakang gedung sekolahnya.
“Lupakan.”
Sebenarnya Hye Ra masih sangat kesal atas apa yang dilakukan pemuda itu. Tapi sepertinya
sudah tidak penting lagi untuk di bahas. Dan Hye Ra lebih memilih untuk tidak
memikirkannya lagi.
“Kau
tau, aku hanya ingin dekat denganmu walau hanya sebagai teman.”
Hye Ra
menatap Dongwoo bingung. Sejujurnya saat di café beberapa hari yang lalu,
memang tidak ada hal aneh yang dilakukan pemuda itu padanya. Dongwoo hanya
ingin Hye Ra menemaninya makan tanpa bicara sepatah katapun.
“Aku
mengerti bagaimana perasaanmu melihat Hoya kini bersama Haesa. Ku mohon. Jika kau
bisa kembali ceria seperti dulu, aku tidak akan mengganggumu seperti kemarin.”
Hye Ra
mengalihkan tatapannya dari Dongwoo. Sementara Dongwoo sendiri menunggu dengan
cemas. Sampai akhirnya, ada sesuatu yang menyita perhatiannya. Hye Ra hampir
menoleh ke arah yang sedang di pandang Dongwoo, namun pemuda itu terlebih dulu
sadar dan langsung menghalangi pandangan gadis itu menggunakan tubuhnya.
“Ku
mohon jangan melihat,” seru Dongowoo.
Hye Ra
tersenyum pahit. “Hoya dan Haesa, kan?” tebaknya seolah Dongwoo tak bisa
menyembunyikan apapun darinya.
Dongwoo
membeku karena tebakan Hye Ra seratus persen benar. Dan ia tidak tau apa yang
harus ia lakukan sekarang.
“Untuk
apa kau tutupi itu dariku? Aku sudah tidak peduli,” ujar Hye Ra oenuh dengan
penekanan. Ia lalu berbalik dan meninggalkan Dongwoo di sana.
Perlahan
Dongwoo melirik ke arah dua orang tadi. Tepat saat Hoya juga tengah menatap ke
tempat ia berada. Sementara posisi Haesa tepat berada di hadapan Hoya, sehingga
Dongwoo hanya bisa melihat bagian punggungnya.
Dongwoo
mengepalkan tangannya guna menahan emosi sambil kembali memunggungi pasangan
Hoya dan Haesa yang terlihat seperti tengah berciuman. Apapun yang bersangkutan
tentang Hye Ra, ia tidak bisa hanya tinggal diam. Meski Dongwoo sadar bahwa
gadis itu tidak akan pernah membalas cintanya.
***
seperti biasa.. lagi enak2 baca habis.. hahahaha
BalasHapusahahahaha
kasian aja Sungyeol posisinya sedikit terabaikan..
epertinya ibunya Sungyeol bener2 sayang bangettt sama Hye Ra...
Aku hanya sedang dekat dengan seorang pemuda. Umurnya tiga tahun di atasku,” jelas Haesa akhirnya meski ia harus menahan malu untuk mengatakan hal itu.
siapa yang disukai Haesa?? Dongwoo apa Hoya??
mau denger suaranya Sungyeol manggil Hye Ra kayak gmna?? nanti kalo ketemu praktekin yah.. hihihihi