Author :
Annisa Pamungkas (@nniissaa11)
Main Cast : B.A.P (Yongguk, Himchan, Daehyun,
Youngjae,
Jongup, Zelo [Junhong])
Support cast :
·
A-Pink (Chorong, Bomi, Naeun, Eun Ji, Namjoo, Hayoung)
·
G.Na (Soloist)
·
B2ST (Doojoon)
·
BtoB
Genre
: romance, family,
brothership
Length : chapter
***
Dengan
langkah yang sedikit sempoyongan, Himchan menuju dapur sambil memegangi
perutnya yang kosong. Ia belum makan apa-apa dari pagi. Dan saat memeriksa
tudung saji di atas meja makan, sudah tidak tersisa apa pun di sana.
Himchan
melirik jam dinding yang baru menunjukkan pukul 10 pagi. Masih cukup lama jika
menunggu sampai Jongup pulang sekolah untuk membawakannya makan siang. Apa lagi
mengharapkan Yongguk pulang. Karena paling cepat kakak tertuanya itu pulang di
hari sibuk adalah jam 7 malam.
Sementara
Daehyun…
“Kenapa
tuh anak nggak kepikiran bawain gue makanan juga, sih?” Himchan menggerutu
sendiri. Mungkin wajar Daehyun melupakan hal tersebut karena ia sedikit panik
mendengar berita tentang Himchan. Dan jika saja Himchan dalam kondisi sehat, ia
pasti bisa mengolah sendiri bahan makanan yang tersedia di dalam kulkas.
Himchan
menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi makan. Sesekali ia memejamkan
matanya yang terasa berat. Pusing di kepalanya juga masih cukup terasa. Dan
lebih tidak memungkinkan untuk ia pergi mencari makan ke luar. Himchan akhirnya
memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Membaringkan tubuhnya di sana.
Himchan
sempat memeriksa ponselnya yang ternyata hanya berisi pesan tidak penting dari
pacarnya, Yookyung. Cewek itu ingin bertemu Himchan sepulang cowok itu
mengajar. Namun sama sekali tidak ada balasan apa pun dari Himchan sendiri.
Detik
berikutnya, terdengar pintu utama rumah terbuka pelan. Suaranya sampai ke
telinga Himchan, namun cowok itu enggan untuk bangkit kembali. Karena mungkin
saja yang ada adalah Yongguk, Daehyun, Jongup, atau mungkin ibunya, G.Na.
Himchan
menunggu sampai ada yang terdengar berbicara atau mungkin memastikan jika ada
orang di sana. Tapi sama sekali tidak ada yang terjadi. Sampai akhirnya, pintu
kamar terbuka. Sepintas terlihat rambut panjang yang berkibar. Dan Himchan
sampai menajamkan matanya. Tidak mungkin ketiga saudaranya tiba-tiba memiliki
rambut panjang.
“Maaf,
aku kira Mas Himchan tidur.”
Himchan
menghela napas karena ternyata yang datang hanya Bomi. Ia menegakkan tubuh
seiring Bomi yang melangkah masuk. Seakan itu adalah ijin dari pemilik kamar.
“Mas
Himchan udah makan?” tanya Bomi untuk memastikan.
Bomi terlihat gugup dari
biasanya ketika berhadapan dengan Himchan. Dan saat Himchan menggeleng,
samar-samar Bomi terlihat tersenyum. Lega, karena usahanya tidak sia-sia. Meski
biasanya Himchan memang selalu menghargai pemberiannya walau dengan tanggapan
yang kurang bersahabat.
“Mau
di sini atau di meja makan?” tawar cewek itu lagi.
Himchan
hanya melirikkan matanya ke arah pintu. Dan itu artinya, ia ingin makan di luar
kamar. Kemudian, Bomi mengulurkan tangan menawarkan bantuan pada Himchan. Namun
saat Himchan membalas uluran tangan Bomi, ternyata tarikannya lebih kuat dan
Bomi yang kurang siap. Akhirnya, Bomi justru terhuyung ke depan. Beruntung
Himchan menangkap pundak cewek itu. Mengakibatkan wajah mereka menjadi sangat
dekat.
Beberapa
saat mereka masih bertahan dalam posisi seperti itu. Sampai akhirnya, suara
ketukan pintu yang membuyarkan mereka. Himchan yang terkejut, menyingkirkan
tubuh Bomi dengan sedikit kasar ke samping hingga cewek itu terhempas duduk di
sampingnya.
Seseorang
yang tadi mengetuk pintu kamar Himchan tidak lain adalah teman sekamar Himchan
sendiri. Yaitu Yongguk.
Yongguk
melangkah pelan. “Lo sakit, Him?” Ia bertanya, tapi tatapannya tidak melihat ke
arah Himchan. Karena Yongguk menuju ranjang kosong yang juga ada di kamar
tersebut.
“Bomi
tunggu luar,” kata Bomi yang merasa sangat canggung di sana. Terlebih karena
apa yang baru terjadi padanya bersama Himchan. Cewek itu lalu melesat pergi ke
luar.
***
Youngjae
membawa Eun Ji ke sebuah kantin kampus yang letaknya berada cukup di belakang
area kampus. Sengaja cowok itu memilihkan suasanya yang sedikit sepi. Sementara,
ia meninggalkan Eun Ji menuju konter makanan.
Eun
Ji sudah sempat mengganti baju Taekwondo bagian atas dengan jaket miliknya.
Sesaat sebelum akhirnya Youngjae kembali dengan membawakan segelas teh hangat
dan plastik bening kecil berisi sebongkah es batu.
Youngjae menempatkan diri
di samping Eun Ji. Ia duduk menyamping dengan posisi Eun Ji tepat di
hadapannya. Menyodorkan teh hangat ke hadapan Eun Ji. Sementara ia sendiri
berniat menghilangkan bengkak di wajah Eun Ji dengan menggunakan es batu
tersebut.
“Akh!
Sakit, Young!” protes Eun Ji sambil menjauhkan wajahnya. Tak lupa ia juga
sempat memberikan tatapan membunuh untuk cowok itu.
Tatapan
membunuh Eun Ji serasa bukan apa-apa bagi Youngjae. Ia menyentuh pipi Eun Ji yang
tidak terluka dengan satu tangan dan membawanya untuk menoleh. Kemudian
melanjutkan kegiatannya lagi. Menempelkan es batu ke atas luka Eun Ji. Kali ini
Youngjae melakukannya dengan lebih hati-hati.
“Apa
lo mau pulang ke rumah dengan wajah kayak gini?”
Eun
Ji tidak menjawabnya. Ia justru menjauhkan tangan Youngjae dari wajahnya.
Menghindari tatapan cowok itu. Dan lebih memilih menyeruput minuman hangat yang
dibawakan cowok itu.
Sesaat,
Youngjae juga mengalah dan tidak melakukan apa-apa lagi pada Eun Ji selain
menatap cewek itu dalam-dalam.
Youngjae
menoleh karena tiba-tiba ada seseorang yang duduk bergabung dengannya dan Eun
Ji. Eun Ji juga tampak menatap orang tersebut yang ternyata adalah Naeun.
Dengan wajah sedikit cemberut, Naeun menatap Eun Ji dan Youngjae bergantian.
“Bikin
ngiri aja sih kalian!” seru Naeun yang justru membuat Youngjae dan Eun Ji
saling melempar tatapan, bingung.
Eun
Ji sebenarnya ingin menolak mentah-mentah atas ucapan Naeun yang secara tidak
langsung menuduhnya dan Youngjae sedang ‘berpacaran’. Namun karena kondisinya
lebih parah dari itu,—ia dan Youngjae justru akan menikah—Eun Ji lebih memilih
bungkam. Mungkin membiarkan Youngjae yang bereaksi. Belum lagi bibirnya yang
memang terasa sakit.
“Daehyun
mana? Tumben lo mau jauh-jauh ke kantin sini sendirian?”
Benar
saja, Youngjae yang berbicara. Ia juga menyadari kondisi Eun Ji yang tidak
memungkinkan untuk banyak bicara. Kecuali untuk melancarkan protes padanya
seperti tadi.
Naeun
mendesah berat. “Sengaja,” serunya malas sambil menyandarkan punggung ke kursi.
“Biar ngulur-ngulur waktu sendirian. Daehyun lagi di rumah sakit. Bomi juga
nggak dateng gara-gara pangerannya yang lagi sakit.”
Eun
Ji yang sejak tadi mengaduk-aduk minumannya, kini mendongak. Menatap Naeun
penuh minat. Terlebih tentang Bomi dan ‘pangerannya’ yang tak lain adalah
Himchan.
Tersisa
Youngjae yang sibuk dengan pikirannya sendiri. “Pangeran?” serunya memastikan
jika ia tidak salah dengar. “Cowoknya Bomi? Siapa?”
“Kim
Himchan. Dia tetangganya Bomi sekaligus kakaknya Daehyun juga,” ujar Naeun.
“Hmm… lo inget cowok-cowok waktu di rumah Eun Ji? Dia duduk di samping
Daehyun.”
Youngjae
berusaha mengingat-ingat dari petunjuk yang Naeun berikan. Cowok tinggi, putih.
Salah satu guru di sekolah Zelo. Seseorang yang bersama Eun Ji membawanya ke
rumah sakit. Mengingat itu, Youngjae menarik pelan lengan Eun Ji sampai cewek
itu menoleh padanya.
“Lo
bahkan pernah deket sama kakaknya Daehyun juga?” seru Youngjae. Dari nada
bicaranya, secara tidak langsung Youngjae seperti menuduh Eun Ji.
Eun
Ji menangkap gelagat aneh dari Youngjae. Terlihat seperti orang cemburu. Dan
mendapati hal tersebut, rasanya masih cukup aneh bagi seorang Eun Ji. Terlebih
hubungan mereka yang tidak pernah membaik sejak kenal saat SMA dulu.
“Gue
kenal bahkan sama seluruh anggota keluarganya Daehyun. Mas Yongguk, Mas
Himchan, bahkan sama adiknya Daehyun si Jongup. Hmm… nyokapnya juga gue kenal
deh. Perawat di rumah sakit bokap gue.”
Mendengar
itu, tatapan Youngjae melunak. Dan Eun Ji kembali menangkap ekspresi janggal
tersebut. Termasuk juga Naeun yang memang mengawasi Youngjae sejak tadi.
***
Yongguk
mengawasi Himchan yang berjalan ke arah dapur. Menyusul Bomi yang sudah
menunggunya di meja makan sendirian. Sementara Yongguk hanya berdiri di ambang
pintu dapur. Saat melihat Himchan duduk bergabung dengan Bomi meski agak
sedikit berjauhan. Yongguk terkekeh samar melihatnya.
“Sebenernya
yang pacaran sama Bomi tuh lo atau Jongup sih, Him?” tegur Yongguk. Tatapannya
setengah menggoda Himchan saat bertanya seperti itu. Belum lagi raut wajah
datar milik Himchan yang membuatnya tidak ingin berhenti tersenyum.
Bomi
sendiri tidak berani melirik Yongguk yang berdiri di belakangnya. Hari ini
cewek itu tidak seperti biasanya. Sejak Himchan mengajaknya pergi ke luar
berdua, Bomi menjadi sedikit canggung untuk menggoda Himchan seperti
kebiasaannya selama ini.
“Ya
udah kalau nggak ada yang mau jawab. Mas tinggal balik ke kantor ya.” Tanpa
menunggu respon apa-apa lagi, Yongguk lebih memilik balik kanan dan pergi dari
sana.
Entah
apa yang ada dipikiran Yongguk. Cowok itu masih memiliki sisa senyuman di
wajahnya. Tentu karena Himchan dan Bomi yang sebenarnya tidak melakukan apa
pun. Kecuali, insiden tidak sengaja saat di kamar tadi.
Setelah
Yongguk dipastikan sudah benar-benar pergi dari rumah, Himchan tampak menghela
napas, lega. Ia dan Bomi tidak ada yang berani saling lirik. Himchan
benar-benar menolehkan wajahnya yang terasa panas sejauh mungkin dari Bomi.
“Coba nggak kepergok Mas Yongguk tadi. Nggak
mungkin cangung gini kan jadinya!” Himchan memaki sendiri dalam hati.
Himchan
memberanikan diri untuk melirik Bomi. Dan… aman. Cewek itu masih tertunduk
menatap sesuatu di atas meja makan. Jika ia tidak memulai, entah sampai kapan
suasana seperti itu akan berlangsung.
“Lo
nggak kuliah?”
Bomi
menoleh cepat. Namun Himchan juga tak kalah cepat menghindari tatapan tersebut.
“Hmm… tadi….”
“Itu
lo bawa apaan?” tanya Himchan lagi. Ia sadar Bomi tidak mempersiapkan jawaban
atas pertanyaannya yang tadi. Belum lagi Bomi juga masih berpakaian rapih
seperti saat ia ingin berangkat ke kampus.
Mendengar
suara Himchan, Bomi langsung menegakkan tubuhnya. “Oh, ini.” Cewek itu juga
tiba-tiba teringat dengan masakan yang sengaja ia buat khusus untuk Himchan.
“Cuma makanan buat Mas Himchan. Mas Himchan pasti harus minum obat, kan?”
Himchan
kemudian menggeser tubuhnya menjadi benar-benar berhadapan dengan Bomi. Ia
menatap penuh minat kotak-kotak yang berisi makanan bawaan Bomi.
“Bom,
makasih ya. Gue nggak tahu gimana jadinya kalau nggak ada lo di sini.”
Bomi
sempat menghentikan kegiatannya saat ingin menuangkan nasi pada piring kosong.
“Tadi juga kan Mas Yongguk sempet pulang,” ujarnya yang juga tersadar dan
kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat sedikit tertunda. “Dia juga pasti
bakal ngelakuin sesuatu buat Mas Himchan,” lanjutnya.
Himchan
tersenyum saat menerima piring berisi nasi yang disodorkan Bomi padanya.
Setelah menyadari perbuatannya, Himchan justru menjadi aneh sendiri karena hal
tersebut.
***
“Terus,
mau bagaimana jadinya?” Suara Youngjae memecah keheningan di sana. Ia menatap
Eun Ji seperti menuntut sebuah keputusan.
“Kenapa,
Ji?” Naeun, ia bertanya karena tidak mengerti apa-apa.
“Eun
Ji nggak mungkin pulang dengan wajah begini,” ujar Youngjae. Dan dengan
jahilnya ia sengaja menyentuh luka di tepi bibir Eun Ji menggunakan telunjuknya.
Eun
Ji sendiri sontak mendaratkan sebuah pukulan tepat di bagian lengan Youngjae.
Membuat Youngjae mengelus-elus lengannya yang terasa perih.
“Apa
Eun Ji mau ke rumah gue aja?” tanya Naeun, menawarkan diri. Berusaha mengabaikan
‘kekerasan’ yang dilakukan Eun Ji pada Youngjae.
Eun
Ji melirik Youngjae seolah mengatakan tidak mungkin bisa semudah itu untuk
dijalani. Namun Youngjae memiliki tanggapan berbeda. Cowok itu justru seperti
mendapat sebuah jalan ke luar dari masalahnya.
“Gue
yang bakal bilang ke orang tua lo.”
“Bilang
apa, Young?” seru Eun Ji dengan tatapan meremehkan.
Youngjae
tersenyum. Membalas tatapan meremehkan dari Eun Ji. “Udah bukan hal sulit untuk
gue. Nanti gue bakal bilang ke Om Junhyung kalau gue mau ngajak lo ketemu
keluaga besar gue.”
Eun
Ji dan Naeun sontak melebarkan mata mereka. Ide Youngjae tampak terlalu
berbahaya untuk mereka.
“Gimana
sama Om Doojoon…”
“Itu
urusan gue.” Youngjae menyambar ucapan Eun Ji dengan nada enteng. “Tiga hari
cukup untuk ngilangin lukanya, kan?”
Naeun
menatap Eun Ji intens. Memastikan seberapa besar luka Eun Ji yang hanya diberi
waktu 3 hari untuk sampai benar-benar hilang. “Gue nggak bisa mastiin, Young.”
Naeun terdengar tak yakin.
Youngjae
memutar bola matanya. Tidak puas dengan jawaban Naeun. “Cewek pasti kenal sama
yang namanya make-up, kan? Dan jangan
bilang kalian nggak bisa gunain itu?”
Naeun
melirik Eun Ji seperti meminta pembelaan. Namun si target justru tidak ingin
ambil pusing untuk masalah tersebut. Dan Naeun hanya tersenyum dengan
menunjukkan deretan giginya ke hadapan Youngjae.
“Lo
nggak ada jam?” seru Naeun mengalihkan suasana.
Youngjae
tesenyum penuh arti. Ia tahu Naeun bicara padanya. Belum lagi Youngjae memang
hanya membawa diri ke sana. Tanpa ransel atau apa pun yang biasa ia bawa untuk
kuliah.
“Cuma
pengen ketemu Eun Ji. Soalnya setelah ini kita nggak bakal ketemu sampai hari
pernikahan kami. Soalnya gue ada urusan di luar kota. Dan gue yakin dia pasti
bakal kangen berat sama gue,” ujar Youngjae penuh percaya diri. Di sampingnya,
Eun Ji melirik kesal.
Dan sedetik kemudian,
Youngjae tampak tersentak. Perlahan cowok itu menoleh ke tempat Eun Ji berada
dengan tatapan penuh ancaman. Youngjae juga tampak mengeraskan rahangnya.
Menahan sakit karena tadi Eun Ji dengan leluasa menendang kakinya di bawah
meja.
Eun
Ji sendiri hanya mendengus. Tak terlalu ambil pusing dengan apa yang baru saja
ia lakukan pada Youngjae.
***
Yongguk
menghentikan motornya di depan pagar rumah milik keluarga Chorong. Ia baru saja
mengantar cewek itu pulang. Setelah Chorong turun dari boncengan motornya,
Yongguk juga ikut menyusul cewek itu. Membukakan pintu pagar untuk Chorong
masuk.
“Katanya
kamu buru-buru?” seru Chorong menatap Yongguk, bingung. Dan ia semakin dibuat
bingung karena Yongguk justru menjawab dengan senyuman. Chorong sempat ingin
mengalihkan tatapannya dari Yongguk. Namun cowok itu justru menangkup wajah
Chorong dengan ke dua tangannya.
Yongguk
menatap Chorong, lembut. Semenjak ada kejadian pahit yang menimpa Chorong,
membuat Yongguk justru semakin tidak ingin kehilangan cewek itu. Pacarnya yang
nyaris saja dinihaki cowok lain. “Aku nggak mau pulang sebelum…” Yongguk
sengaja menggantungkan ucapannya sambil mendekatkan wajah ke arah Chorong.
Chorong
mencengkeram erat tali tasnya. Dan sebisa mungkin menghindari Yongguk. Belum
lagi wajahnya kini sudah terasa panas. Chorong hampir selalu sulit berekspresi
di hadapan Yongguk semenjak kasus Changsub tersebut.
Yongguk
tidak melakukan apa-apa. Selain menatap wajah Chorong yang terlihat panik. Dan
itu menjadi kebahagiaan tersendiri untuknya. Yongguk lalu menegakkan kembali
tubuhnya. Menjauhkan wajah sambil menahan tawa.
“Kamu
banyak berubah ternyata.”
“Hmm?”
Chorong tampak tak siap dengan pernyataan Yongguk. Ia melemparkan tatapan
bingung. Menuntut penjelasan pada cowok di hadapannya tersebut.
Masih
dengan sisa senyum diwajahnya, Yongguk mengulurkan tangan untuk mengusap lembut
puncak kepala Chorong. “Mana Chorong yang agresif ke aku? Yang sering nekat
nyusul ke kantor kalau nggak bisa ketemu aku.”
Chorong
semakin tertunduk dalam. “Semua udah nggak seperti dulu. Aku malu sama kamu.”
Mendengar
itu, Yongguk menarik Chorong ke dalam pelukannya. “Harusnya aku yang malu. Kita
bakal nikah, tapi pakai modal milik Changsub.”
Chorong
mendorong tubuh Yongguk agar menjauh. “Kita udah sepakat buat nggak bahas itu,
kan?”
Yongguk
sempat berdecak kecil. “Kalau nggak karena paksaan keluarga kamu, mungkin aku
nggak bakal ngelakuin itu.”
“Itu
sebagai rasa terima kasih keluarga aku ke kamu,” Chorong berujar cepat.
Terdengar
desahan berat napas Yongguk. “Ah… aku nggak sabar buat minggu depan,” desisnya
sambil beranjak menuju motornya.
Tepat
seminggu kemudian. Pernikahan yang semula antara Chorong dan Changsub, kini
akan berubah menjadi Chorong dan Yongguk. Yongguk bersedia menggantikan
Changsub untuk menikahi Chorong meski kondisi Chorong yang dalam keadaan hamil
karena Changsub. Dan beruntung, keputusan tersebut bisa diterima oleh ke dua
belah pihak keluarga. Termasuk keluarga Yongguk.
Jika
Yongguk merasa Chorong jadi lebih pemalu. Sebaliknya, Chorong menganggap
Yongguk yang dingin, kini jadi sedikit lembut. Dan tidak dipungkiri jika
akhirnya Chorong mengukir senyum.
“Yong!”
Suara
Chorong membuat Yongguk membatalkan niat untuk memutar kunci kontak motornya.
Cowok itu lalu menoleh ke tempat Chorong berada dengan tatapan penuh tanya.
Menunggu apa yang ingin dikatakan cewek itu.
“Bisa
siapin kamar untuk kita di rumah kamu?”
Yongguk
membulatkan mata mendengar permintaan Chorong. “Kamu yakin bakal tinggal di
rumah aku? Nggak takut kalau tiga adik aku gangguin kamu.”
“Aku
nggak mau denger penolakan,” tukas Chorong. Cewek itu kemudian hanya
melambaikan tangan dan bergegas masuk ke dalam rumah. Tidak sampai menunggu
Yongguk membalas lambaian tangannya.
***
Berikutnya,
3 hari kemudian. Eun Ji masih berada di kediaman keluarga Naeun. Seperti yang
dikatakannya, Youngjae berhasil mendapatkan kepercayaan dari orang tua Eun Ji.
Sementara cowok itu sendiri berada di dalam flat apartmen disuatu tempat.
Membantu Doojoon mengawasi salah satu perusahaan mereka yang berada di luar
kota.
Sebenarnya
Youngjae masih harus di sana sampai beberapa mingguk ke depan. Namun ia hanya
diberikan waktu selama 3 hari untuk membawa Eun Ji pulang dari rumah Naeun. Dan
hari ini ia akan pulang hanya untuk hal tersebut. Setelahnya, ia harus kembali
ke kota ini.
Youngjae
menyambar ransel yang sudah ia persiapkan. Saat sudah ingin meninggalkan kamar,
Youngjae berbalik kembali karena ada sesuatu yang masih tertinggal. Entah apa
yang dicari Youngjae dari dalam laci nakas kecil di samping tempat tidur.
Youngjae
mengeluarkan hampir semua barang yang berada di sana. Isinya didominasi
kertas-kertas kecil yang Youngjae sendiri tidak tahu kertas apa. Youngjae
membongkar hingga laci tersebut benar-benar kosong. Namun saat ingin
membereskan kembali barang-barang tersebut ke dalam laci, ada sesuatu yang
menarik perhatiannya.
Sebuah
amplop coklat yang sudah usang. Amplop yang keberadaannya cukup mencolok di
antara lembaran-lembaran kertas kecil tadi. Youngjae memungutnya perlahan.
Kemudian ia membuka lipatan teratas, lalu melirik ke dalamnya.
Youngjae sudah ingin
membatalkan niatnya. Namun rasa penasarannya jauh lebih besar. Belum lagi
memang banyak hal yang tidak ia ketahui tentang kehidupan masa lalunya.
Terutama tentang orang tuanya. Dan Doojoon hampir selalu menghindari Youngjae
jika mulai membahas masalah tersebut.
Di
sana Youngjae menemukan sebuah foto keluarga dengan 5 anak mereka yang masih
cukup kecil-kecil. Dan yang paling menarik perhatian Youngjae adalah sosok wanita
dalam foto tersebut. Samar, namun Youngjae seperti pernah bertemu dengannya.
Saat
menoleh, Youngjae melihat pantulan wajahnya dicermin. Memang sudah tidak
terlalu mencolok. Namun sisa luka yang pernah ia dapati dari Minhyuk masih
terlihat. Dan ada satu orang yang tiba-tiba ia ingat. G.Na.
***
Kesibukan
terjadi dikediaman keluarga Yongguk. Daehyun dan Jongup tampak saling membantu
menggotong kardus-kardus dari dalam kamar Yongguk. Mereka meletakkan
barang-barang itu di depan kamar Daehyun dan Jongup.
Himchan
baru muncul dari arah dapur. Ia mengawasi ekspresi wajah dua adiknya. Dan saat
mengintip ke dalam kamar Yongguk, kakaknya itu sedang mengatur beberapa barang
di dalam sana. Kamar tersebut sudah terlihat lebih lengang dari sebelumnya.
“Kalau
nggak ikhlas gue pindah ke kamar kalian, ngaku aja.”
Yongguk
yang mendengar suara berat Himchan, sontak menghampiri tiga adiknya yang
kebetulan berada di lokasi yang sama. Ia melirik Daehyun dan Jongup yang tampak
terkejut dengan ucapan Himchan. Sementara Himchan sendiri hanya berdiri
menunggu jawaban. Masalahnya, di sini Himchan menjadi pihak yang ‘diusir’ dari
kamar yang biasa ia tempati dengan Yongguk.
Yongguk
langsung mengerti tentang suasana yang terjadi. Ia menjadi yang paling
bertanggung jawab di sana karena nanti, Chorong ingin pindah ke rumahnya.
“Ini
cuma untuk sementara kok, Him.” Yongguk, ia berkata pada Himchan dengan tatapan
sedikit merasa bersalah. “Mungkin Chorong cuma pengen lebih deket juga sama
kalian.”
“Nyantai,
Mas. Ini juga nggak bakal berlangsung lama.”
Ke
tiga adik-kakak tersebut menatap adik bungsu mereka dengan penuh minat. Jongup
seperti memiliki pemikiran sendiri yang tidak bisa diterka kakak-kakaknya.
Jongup melirik Himchan penuh arti.
“Kalau
cewek itu udah lulus kuliah, buruan lamar deh. Keburu diambil sama cowok lain,”
ujar Jongup dengan tatapan menggoda pada Himchan. Ia lalu melesat pergi dari
sana.
Jongup
menuju dapur untuk mengambil minuman. Namun pikirannya masih melayang pada
sosok Himchan. Jika menggoda Himchan, Jongup hampir selalu mengaitkannya pada
Bomi. Ya, cewek itu tentu sudah bercerita tentang kejadian antara dirinya dan
Himchan saat guru tampan tersebut jatuh sakit beberapa hari lalu.
Sementara
itu, Himchan, Yongguk dan Daehyun masih terlihat saling sibuk dengan pikiran
masing-masing.
“Mas
Himchan berniat ngelamar pacarnya mas yang mana?” Daehyun bertanya dengan
tatapan polosnya. Ia memang mengetahui Himchan memiliki lebih dari satu pacar.
Namun Daehyun tidak bisa memastikan mana yang akan dipilih Himchan.
Belum
sempat Himchan membuka mulut, ada seseorang yang datang. Seseorang yang sudah
terbiasa datang ke rumah tersebut tanpa harus merasa seperti tamu. Bomi. Cewek
itu muncul dengan membawa bungkusan ditangannya.
“Jongup
bilang kalian lagi kerja bakti.” Bomi mengangkat tinggi-tinggi bungkusan
tersebut. “Nih, Bomi bawain es kelapa. Sekalian aku siapin, deh. Kalian lanjut
aja dulu.”
Yongguk
melirik samar ke tempat Himchan berada. Mengawasi ekspresi wajah adiknya itu
saat Bomi datang. Himchan bahkan tidak melakukan apa-apa saat Bomi melintas.
Biasanya Himchan akan menghindari untuk menatap cewek itu. Tapi kali ini,
Himchan seperti sulit memilih ekspresi yang pas saat itu.
“Gue
punya firasat kalau Bomi bakal jadi anggota keluarga kita,” bisik Yongguk
dengan suara pelan. Dan bisa dipastikan hanya Daehyun yang mendengarnya.
Daehyun
menoleh cepat. “Maksudnya sama Jongup?”
Yongguk
balas menatap Daehyun dengan ekspresi datar. Ia juga tidak ingin menjelaskan
lebih rinci karena sepertinya hanya Daehyun yang tidak mengetahui perkembangan
hubungan Bomi dan Himchan.
***
Youngjae
menjemput Eun Ji di rumah Naeun. Setelah bertemu dua cewek itu di depan pintu
utama, langsung saja Youngjae meraih pergelangan tangan Eun Ji.
“Kita
langsung ya, Na. Makasih untuk semuanya,” ujar Youngjae. Terdengar sangat
terburu-buru. Setelah memastikan Naeun memberi respon, Youngjae benar-benar
membawa Eun Ji pergi dari sana. Bahkan seperti tidak memberi kesempatan Eun Ji
berpamitan lebih lama dengan Naeun.
Sementara
di luar, taksi yang ditumpangi Youngjae masih tampak menunggu. Youngjae lalu
membukakan pintu taksi untuk Eun Ji. Setelahnya, mereka segera melesat menuju
kediaman rumah Eun Ji.
Selama
setengah jam perjalanan, Youngjae dan Eun Ji hanya saling diam. Youngjae sibuk
dengan pikirannya sendiri. Sedangkan Eun Ji memang masih ada rasa ‘malas’ untuk
memulai pembicaraan. Terutama untuk cowok di sampingnya tersebut.
Setelah
memastikan Eun Ji sampai di rumah, Youngjae langsung berpamitan untuk pergi
lagi. Masih dengan menumpang taksi yang sama, cowok itu meminta diantar menuju
rumahnya. Suasana di sana tampak sepi karena ini adalah hari biasa. Zelo pasti
sedang sekolah, sedangkan Doojoon juga sedang sibuk di luar kota. Mengurus
perusahaan mereka yang lain.
Youngjae
berlari menuju kamarnya di lantai atas. Langkah cowok itu langsung menuju
lemari. Membuka pintunya dan membuka laci yang ada di dalam lemari. Dari dalam
sana Youngjae mengeluarkan sesuatu. Selembar foto lama yang tidak sengaja
pernah ia temukan di rumah tersebut. Beberapa hari sebelum hari ulang tahunnya
waktu itu.
Foto
wanita yang sama seperti yang Youngjae temukan di apartmen sebelum pulang ke
rumah. Namun yang ia temukan di rumah adalah saat wanita itu bersama Doojoon.
Youngjae
kembali meneliti foto yang baru saja ia temukan. Kali ini tatapannya jatuh pada
anak kecil yang dalam pangkuan ayahnya. Bukan hanya sekedar terlihat familiar.
Tapi Youngjae benar-benar mengenali sosok anak kecil itu.
***
Selang
beberapa saat sampai di rumahnya, Eun Ji sempat beristirahat sebentar di sofa. Tidak
lama kemudian, ia tampak bangkit dan melangkah menuju kamarnya. Tepat saat Eun
Ji menyadari kedatangan ke dua orang tuanya. Cewek itu masih belum ingin
membicarakan apa-apa pada mereka dan masih ingin menghindar.
“Apa
Doojoon akan ngehubungin G.Na untuk datang dipernikahan Youngjae sama Eun Ji?”
Mendengar
suara ibunya, sontak Eun Ji menghentikan langkah. Ia menoleh sambil mencari
tempat persembunyian untuk bisa mencuri dengar atas obrolan ke dua orang
tuanya. Terlebih menyangkut tentang Youngjae dan pernikahan mereka.
“Aku
belum yakin kalau suster G.Na yang bekerja di rumah sakit kita adalah ibunya
Youngjae,” seru Junhyung menanggapi ucapan istrinya.
Hyuna
sedikit memutar badan untuk menghadap Junhyung. “Belum yakin bagaimana? Kita udah
saling kenal sejak lama. Termasuk dengan Hyunseung, ayahnya Youngjae.”
Junhyung
mendesah berat sambil berpikir keras. Biar bagaimana pun, anggota keluarga
terdekat harus tahu berita bahagia tersebut.
“Dibicarain
dulu aja ke Doojoon,” seru Junhyung akhirnya. “Takut kita salah ambil sikap.”
“Gara-gara
masa lalu Doojoon, G.Na dan Hyunseung. Youngjae dan Zelo yang harus jadi
korban.”
Eun Ji
sudah tidak sanggup mendengar lebih jauh lagi meski hanya sekilas tentang
keluarga Youngjae. Cewek itu memilih meneruskan langkah menuju kamarnya. Menutup
pintu rapat-rapat, dan menghempaskan tubuh ke atas ranjang.
“Jadi,
Papa sama Mama udah kenal sejauh itu sama keluarganya Om Doojoon? Apa karena
itu pula mereka gampang banget ngelurusin lamarannya Youngjae ke gue?”
Mendengar
cerita tentang Youngjae, membuat Eun Ji sepintas terbayang wajah cowok itu.
“Tapi
masalahnya, apa alasan Youngjae justru ngaku-ngaku ngehamilin gue? Apa ada yang
dia incer di sini?”
Eun Ji
perlahan bangkit. Ia menatap layar ponselnya. Berniat mengontak seseorang. Dan sudah
tertera nama ‘Youngjae’ di sana. Namun Eun Ji tidak langsung menghubungi nomor
cowok itu. Pikiran Eun Ji masih melayang entah ke mana.
“Suster
G.Na,” gumam Eun Ji.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar