Author :
Annisa Pamungkas
Main Cast : Infinite (Sungyeol, Hoya, Sunggyu,
Myungsoo,
Dongwoo, Woohyun, Sungjong)
Original cast :
Hye Ra, Haesa, Eun Gi
Support cast :
Boy Friend (Jeongmin, Hyunseong, Minwoo,
Donghyun, Youngmin, Kwangmin)
Genre
: teen romance, family
Length : part
***
Myungsoo
berada paling depan. Ia setengah berlari. Di belakangnya tampak Sungyeol
menyusul, bahkan hampir mensejajarkan langkahnya dengan Myungsoo.
“Minwoo!”
Myungsoo meneriaki adiknya yang sudah hampir sampai di depan pintu kolam
renang. “Mana Hoya?” tanpa menunggu jawaban Minwoo, Myungsoo sudah lebih dulu
melesat ke dalam. Tanpa sadar ia bahkan sampai sedikit menubruk tubuh adiknya
agar sedikit bergeser.
Di
dalam tampak Hoya sudah berhasil membawa Hye Ra turun meski gadis itu
benar-benar ketakutan. Mereka bahkan sudah sampi di tepi kolam. Hoya harus
berusaha keras menenangkan Hye Ra dengan cara merangkul gadis itu.
“Hye
Ra!” pekik Myungsoo. Hye Ra benar-benar sudah seperti saudara kembarnya
sendiri. Rasa sayang ke gadis itu sudah sangat besar. Myungsoo yang sudah di
kuasai rasa kalut, berlari ke arah Hoya dan Hye Ra. Ia ingin merebut Hye Ra
dari kekuasaan Hoya. Bahkan tanpa sadar Myungsoo sampai sedikit mendorong tubuh
Hoya untuk menjauhi Hye Ra.
“Myungsoo!”
Sungyeol tercengang dengan pemandangan di depannya. Memang tidak di sengaja,
tapi dorongan Myungsoo terhadap Hoya cukup besar.
Sementara
yang lain meneriaki nama ‘Hoya’. Tepat sebelum pemuda itu tercebur ke dalam
kolam.
Kejadian
tadi juga langsung menyita perhatian Hye Ra. Gadis itu sudah pernah mengalami
kejadian serupa. Pikirannya yang sudah melayang jauh, membuatnya kehabisan
akal. Terlebih dalam pandangannya, tak ada satu pun dari mereka yang berniat
menolong Hoya. Dengan terpaksa, Hye Ra mencebutkan diri dengan niat menolong
Hoya. Ia lupa jika pemuda sebenarnya bisa berenang.
“Hye
Ra!” Myungsoo sudah siap terjun ke kolam, tapi tubuhnya terhalang tangan
Sungyeol yang sengaja menahan pundaknya. Saat menengok, Sungyeol sudah lebih
dulu menceburkan diri ke dalam kolam.
Di
sana Hye Ra sudah kembali nyaris tenggelam. Kejadian dua tahun lalu kembali
terulang.
Hoya
menangkap tangan Hye Ra, tapi gadis itu tetap tidak bisa tenang. Padahal
ketinggian air di tempat mereka berada sekarang, tidak lebih tinggi dari leher
Hye Ra.
Di
sisi lain, Sungyeol juga berusaha meraih tubuh Hye Ra. Ia memeluk pinggang
gadis itu dari belakang. “Hye Ra, kau aman bersamaku,” bisik Sungyeol tepat di
telinga Hye Ra. Dan tentu saja itu sukses membuat Hye Ra jauh lebih tenang.
Tanpa ingin berlama-lama,
Sungyeol membimbing Hye Ra untuk menepi. Di tepi kolam, tampak Myungsoo tengah
menunggu. Di sampingnya juga ada Dongwoo yang sudah mengulurkan tangannya untuk
membantu Hoya naik ke atas.
“Apa
yang sebenarnya ada dipikiranmu? Kau lupa kalau Hoya bisa berenang?” omel
Myungsoo. Di balik rasa kesalnya pada Hye Ra, tentu saja itu karena ia sangat
mengkhawatirkan sepupunya itu. “Jangan lakukan itu lagi,” serunya masih dengan
nada mengintimidasi, namun tangannya sambil membantu Hye Ra ke luar dari dalam
kolam. Setelah berhasil menolong Hye Ra, Myungsoo langsung memeluk dan membawa
gadis itu menjauh, seakan tak membiarkan Hye Ra kembali terjun ke dalam kolam.
“Kau
baik-baik saja, oppa?” Tanya Haesa setelah Sungyeol berhasil ke luar dari
kolam.
“Tentu,”
jawab Sungyeol singkat sambil menyunggingkan senyum. Bertolak belakang dengan
perasaannya saat ini. Ia hampir mati melihat Hye Ra kembali tenggelam di kolam
renang.
“Hyung,
terima kasih kau telah kembali menyelamatkan Hye Ra.”
Sungyeol
mendongak setelah mendengar suara Myungsoo. Yang lain mungkin tidak menyadari
saat Myungsoo menyebutkan kata ‘kembali’ dalam ucapannya. Tapi tidak untuk
Sungyeol. “Apa rahasiaku sudah
terbongkar?” Ada sebuah ketakutan pada diri Sungyeol. Perlahan pemuda itu
memberanikan diri mendekati Myungsoo yang masih memeluk Hye Ra.
“Hyung,
kau harus segera kembali ke café, kan?” Tanya Myungsoo. “Aku akan membawa Hye
Ra pulang.”
Tanpa
menunggu persetujuan, Myungsoo langsung membimbing Hye Ra untuk segera
meninggalkan kolam renang. Sementara Minwoo mengikuti dari belakang.
“Kau
juga harus segera pulang sepertinya,” ujar Dongwoo yang tampak perhatian pada
Hoya. Selain itu, perkatannya tadi juga sebagai pengalih pikiran Hoya saat ini.
Hoya pasti dalam keadaan tertekan, kendati ada seorang pemuda yang bisa lebih
mudah menenangkan Hye Ra dari ancaman tenggelam yang sangat ditakuti oleh gadis
itu.
Sepeninggal
Hoya dan Dongwoo. Haesa masih tertinggal di sana bersama Sungyeol. Gadis itu
juga memiliki beberapa pertanyaan yang akan ia lontarkan untuk kakaknya itu.
“Kalau
boleh, aku ingin menemani oppa pulang. Selain itu, ada banyak hal yang ingin aku
tanyakan dan aku ceritakan padamu.”
Sungyeol
menoleh dan menatap adiknya sendu. Setidaknya masih ada satu orang lagi di
sisinya. Sungyeolpun akhirnya tersenyum sambil mengangguk sebagai tanda ia
menuruti permintaan adiknya itu.
“Kita
naik mobil saja. Biar motormu di bawa Sungjong,” saran Haesa.
“Kau
keberatan pergi menggunakan motor denganku?” Tanya Sungyeol hati-hati.
Haesa
buru-buru menggeleng untuk menepiskan pikiran kakaknya. “Pakaian oppa basah.
Kau bisa sakit jika terkena angin karena menggunakan motor. Ku mohon kali ini
turuti permintaanku.” Haesa sampai merapatkan kedua telapak tangannya. Ia
sangat mengkhawatirkan kesehatan kakaknya.
Sungyeol
hanya terkekeh melihat kelakuan adiknya. Ia juga tidak mungkin menolak
permintaan Haesa. “Sunggyu hyung sangat beruntung jika bisa memilikimu,” goda
Sungyeol yang memang sudah mendengar berita kedekatan Haesa dengan bossnya
sendiri.
“Berhenti
menggodaku!” protes Haesa pura-pura cemberut sambil menatap Sungyeol, tajam.
Tawa
Sungyeol semakin menjadi. Dan Haesa semakin menajampak tatapannya “Ayo kita
pulang,” ajak pemuda itu yang kini sudah merangkul adiknya. Selain untuk
mempersingkat waktu, ia juga ingin segera mengalihkan perasaannya saat ini yang
sejujurnya sangat-sangat mengkhawatirkan Hye Ra.
***
Hye
Ra yang sudah berganti pakaian, berniat untuk berbaring di tempat tidur. Tepat
ketika pintu kamarnya terbuka dari luar dan terlihat kepala Myungsoo yang
menyembul di baliknya. Tanpa meminta izin, pemuda itu masuk ke dalam, lalu
duduk di tepi tempat tidur. Sementara Hye Ra bersandar di sandarannya.
“Sudah
lebih baik?” Tanya Myungsoo. Ada sedikit rasa bersalah karena akhir-akhir ini
mereka hanya memiliki sedikit waktu kebersamaan. Itupun hanya ketika mereka di
kelas. Selebihnya, Myungsoo sibuk dengan dunianya sendiri karena ia kini sudah
memiliki kekasih.
Belum
sempat Hye Ra menjawab, ada seseorang yang mengetuk pintu kamar Hye Ra. Tak
lama Minwoo muncul dan membawa seseorang di belakangnya.
“Dokter
Donghyun hyung sudah datang,” kata Minwoo yang kemudian mempersilahkan Donghyun
untuk masuk ke dalam kamar Hye Ra. Dokter muda itu masih mengenakan seragam
dinasnya dan tak lupa ia juga membawa tas berisi perlatan kedokterannya.
Myungsoo
tampak menatap Donghyun sedikit takjub. “Kau datang cepat sekali, hyung?”
komentar Myungsoo sambil menyingkir dan membiarkan Donghyun menempati tempat
yang ia tinggali tadi. Sementara itu Minwoo tampak kembali menunggu di luar
kamar Hye Ra, dan Myungsoo berpindah tempat menjadi duduk di samping Hye Ra.
“Bagaimana
perasaanmu sekarang?” Donghyun memulai memeriksa keadaan Hye Ra dengan
bertanya. Tangan kanannya ia letakkan di salah satu kaki Hye Ra yang tertup
selimut tebalnya.
“Aku
juga bingung dengan apa yang terjadi padaku akhir-akhir ini,” kata Hye Ra.
“Apa
kau juga lupa kalau Hoya sebenarnya tidak perlu bantuanmu karena ia bisa
berenang dan terlebih tidak memiliki phobia
akan hal itu?” Myungsoo ikut menanyai Hye Ra. Memastikan lebih tepatnya
atas keputusan yang dipilih Hye Ra tadi.
“Di
sana tidak hanya ada kalian berdua, kan?” sambung Donghyun.
Hye
Ra meneguk ludahnya. “Bagaimana bisa aku
melupakan hal itu?” Gadis menatap Donghyun yang dengan sabar menunggunya
untuk menjawab. “Aku hanya teringat apa yang pernah terjadi padaku,” seru Hye
Ra akhirnya.
“Tapi
Youngmin bilang, kau sempat memanggil nama Sungyeol. Benar begitu?” Ada nada
ketidak sukaan yang ditunjukkan Myungsoo ketika kembali bertanya. Ia masih
belum rela jika nyatanya Sungyeol mendapatkan tempat lebih dari pada dirinya
atau Sunggyu. Terlebih Sungyeol adalah orang baru dikehidupan Hye Ra. Pemuda
itu tidak sempat menunggu jawaban Hye Ra karena sebuah panggilan telpon
mengalihkan pikirannya. “Aku terima telpon dulu,” pamit Myungsoo sambil
berjalan ke luar kamar, meninggalkan Hye Ra bersama Donghyun.
Hye
Ra hanya merespon datar. Sementara Donghyun sempat menoleh ke arah pintu.
Setelah Myungsoo menutup pintu dari luar, pemuda itu kembali melirik Hye Ra.
“Bagaimana
perkembangan hubungan Sunggyu dengan gadis misterius itu? Apa kau sudah tau
siapa gadis tersebut?”
Hye
Ra nyaris tersedak dengan pertanyaan Donghyun yang sangat-sangat ia hindari untuk
saat ini. Rasa sakit itu kembali dirasakannya mengingat pemuda yang ia cintai
sudah bersama seorang gadis yang ternyata juga mendekati kakaknya sendiri. Tapi
justru jauh lebih menyakitkan lagi ketika Hye Ra melihat Sungyeol dengan Haesa.
Apa mungkin gadis itu mulai jatuh cinta pada karyawan kakaknya sendiri?
“Aku
ke luar sebentar.” Suara Myungsoo yng tiba-tiba muncul dari balik pintu menyelamatkan
Hye Ra untuk sesaat. “Eun Gi memaksa aku untuk menjemputnya. Dia ingin
menjengukmu.”
Hye
Ra hanya mengangguk samar. Meski di sekolah kedekatannya dan Myungsoo mulai
renggang, tapi gadis itu sama sekali tidak bisa menyalahkan siapapun. Baik Eun
Gi maupun Myungsoo. Terlebih seseorang yang telah mengalihkan sedikit perhatian
Myungsoo darinya justru sangat berbaik hati ingin menjenguknya. Padahal Hye Ra
tidak dalam kondisi sakit yang parah. Ia hanya nyaris kembali tenggelam. Itu
saja. Apalagi kini ia sudah merasa lebih baik. Kecuali setelah mendengar
pertanyaan Donghyun.
“Siapa
Sungyeol?” Tanya Donghyun setelah Myungsoo kembali menutup pintu. “Pemuda yang
kau sukai?”
Deg.
Belum sempat menjawab pertanyaan yang pertama, Hye Ra sudah kembali dihadapkan
dengan pertanyaan yang sulit. Lebih terasa sulit lagi karena kini jantung Hye
Ra berdetak dua kali lipat. Tidak pernah ia merasakan perasaan seperti ini.
Bahkan pada Hoya saja tidak separah ini.
Donghyun
menghembuskan napasnya karena tidak berani mendesak Hye Ra untuk menjawab
pertanyaannya. “Nanti malam ku usahakan untuk kembali sekalian bertemu dengan
Sunggyu agar dia percaya bahwa aku benar-benar mendekatimu.”
“Sampaikan
permintaan maafku pada kekasihmu. Sungguh aku tidak ingin melakukan ini sebenarnya,”
sela Hye Ra sebelum Donghyun sempat berdiri.
Donghyun
tersenyum. “Kekasihku tau segalanya tentang kita. Kau jangan khawatir,” serunya
untuk sekedar menenangkan hati Hye Ra.
Hye
Ra juga akhirnya bisa sedikit lega. Setidaknya masih ada hal yang tidak serumit
itu.
***
Sungyeol
yang telah berganti pakaian, tampak ke luar dari kamarnya. Ia langsung melesat
ke ruang tengah, namuan tak mendapatkan siapa-siapa di sana. “Haesa?”
teriaknya. Mungkin gadis itu sedang berkeliling rumah karena sudah merindukan
tempat ini. Orang tua mereka berpisah sudah cukup lama sejak Haesa masih di
bangku sekolah dasar.
Pemuda
itu berjalan ke arah dalam. Mungkin adiknya sedang ke toilet. Lalu ia sempat
melirik ke kamar yang pernah di tempati Hye Ra saat gadis itu terpaksa menginap
di sana. Pintunya sedikit terbuka. Dan Sungyeol langsung yakin bahwa adiknya
ada di sana.
“Haesa?”
gumam Sungyeol pelan sambil membuka pintu lebih lebar lagi. Pemuda itu langsung
tersenyum saat berhasil menemukan adiknya di sana. Haesa sudah berbaring dan
mungkin sudah tertidur di atas kasur yang masih mengenakan sprei bermotif
‘princess’. “Apa kau tidur?” Tanya Sungyeol, iseng. Ia seakan berniat mengerjai
Haesa.
“Hmm…”
terdengar gumaman berat yang berasal dari mulut Haesa. Gadis itu sepertinya
benar-benar sudah tidur.
Sungyeol
melangkahkan kakinya ke dalam kamar pelan-pelan. Tidak ingin Haesa mengetahui
apa yang dilakukannya. “Ya sudah kalau kau masih ingin tidur. Ku tinggal saja
ya,” Sungyeol memulai aktingnya lalu menutup pintu seolah-olah ia benar-benar
meninggalkan Haesa di sana.
“Oppa
jangan!” tiba-tiba Haesa tersentak dan bangun.
Tepat
sedetik kemudian, Sungyeol tertawa. Puas karena telah berhasil mengerjai
adiknya.
“Jadi
kau mengerjaiku! Rasakan ini!”
Sungyeol
segera berlari ke luar kamar guna menghindari lemparan bantal dari Haesa. Gadis
itu juga segera mengejar Sungyeol seakan tak membiarkan kakaknya bisa lolos
begitu saja.
***
Dongwoo
menatap tiap sudut ruangan tempat ia berada sekarang. Sebuah apartmen dengan
satu kamar tidur. Lalu tatapannya terhenti pada sebuah meja di samping sofa. Di
atasnya ada beberapa bingkai foto yang isinya di dominasi oleh gambar diri
Hoya.
Salah satunya ketika
pemuda itu bersama keluarganya. Sementara foto yang lain adalah foto Hoya seorang
diri. Saat mengenakan seragam sekolah, kostum klub sepakbola sekolah, atau
hanya sekedar mengenakan pakaian santai saat liburan. Ada juga saat Hoya
bersama teman-teman klub sepakbola sekolah. Dan ternyata masih ada satu foto
lagi yang tersimpan di barisan paling belakang. Itu foto Hoya bersama Dongwoo.
Tangan
Dongwoo cukup bergetar saat mengembalikan foto dirinya bersama Hoya ke tempat
semula. “Kau masih menyimpan foto ini?” Tanya Dongwoo seolah pada dirinya
sendiri. Padahal ia sadar jika Hoya sudah kembali dari dalam kamarnya meski
posisi Dongwoo saat ini tengah memunggungi Hoya.
Hoya
menghempaskan tubuh di samping Dongwoo hingga membuat pemuda itu menoleh ke
arahnya. Saat itu ia juga tengah melirik ke arah Dongwoo hingga tatapan mereka
kini saling bertemu. “Bisa tolong tanyakan pada Myungsoo tentang keadaan Hye
Ra?”
Dongwoo
menatap Hoya lebih dalam lagi. Memastikan apakah Hoya benar-benar
mengkhawatirkan Hye Ra, atau sekedar menghindari pertanyaannya tadi. Dan
sayangnya Dongwoo tidak bisa menangkap salah satunya. “Ayo kita menjenguknya,”
seru Dongwoo yang sudah berdiri sambil sebelumnya menepuk paha Hoya yang tadi
duduk di sampingya.
Hoya
masih diam duduk di sofanya.
“Cepat!”
paksa Dongwoo yang sudah cukup gemas dengan tingkah Hoya tadi. Tapi Hoya masih
tampak sangat ragu. “Atau besok akan ada berita kalau…” belum sempat Dongwoo
menyelesaikan kata-katanya, Hoya sudah lebih dulu berdiri tanda ia menyetujui
ajakan Dongwoo.
“Terserah
kau saja,” ujar Hoya malas.
***
Mobil
yang dikendarai Myungsoo berhenti di depan sebuah rumah. Di seberang rumah
tersebut, terlihat seorang pemuda merangkul seorang gadis dan mereka berjalan
ke luar pagar sambil terus bercanda. Tidak menghiraukan keberadaan sebuah mobil
di sana selain mobil mereka. Dan tampaknya Myungsoopun juga tidak terlalu
peduli dengan dua orang itu.
Sampai akhirnya, Myungsoo
tidak sengaja menoleh dan tepat ketika pemuda itu akan masuk ke dalam mobilnya.
Segera saja Myungsoo menajamkan penglihatannya. Ia bahkan tidak menyadari bahwa
Eun Gi sudah di sana. Sudah masuk ke dalam mobilnya. Myungsoo bahkan sampai
membuka jendela dan menjulurkan kepalanya di sana.
“Siapa
yang kau perhatikan?” Tanya Eun Gi mengganggu pengintaian Myungsoo.
Myungsoo
sendiri langsung tersentak dan segera kembali ke posisinya semula. “Pemuda itu
mirip seseorang yang ku kenal,” jawab Myungsoo apa adanya. Dia memang tidak
ingin menyembunyikan apapun dari kekasihnya itu.
Eun
Gi sampai menoleh ke belakang guna memastikan siapa pemuda yang di maksud
Myungsoo. Di sana ia hanya melihat sebuah mobil yang beberapa saat yang lalu
terpakir di seberang rumahnya. “Maksudmu Sungyeol oppa?” serunya memastikan
maksud dari penglihatan Myungsoo sambil kembali menghadap ke depan.
“Jadi
itu benar-benar Sungyeol?” Myungsoo membeku dan melirik kekasihnya dengan
tatapan tak percaya. Tak percaya jika pemuda yang ia lihat benar-benar
Sungyeol. Bersama seorang gadis yang ia sendiri juga tidak ingin mempercayai
penglihatannya sendiri. Haesa. Gadis itu mengenakan pakaian yang sama seperti
yang dikenakan Haesa tadi saat di sekolah. Tapi nyatanya, penglihatan Myungsoo
sama sekali tak salah. Mereka bahkan baru saja bertemu beberapa waktu lalu.
“Kau
mengenalnya juga?” Kini giliran Eun Gi yang terkejut. Tapi lebih ke pada rasa
takjubnya karena ternyata Myungsoo juga mengenal tetangganya itu.
“Sungyeol
hyung salah satu karyawan di café Sunggyu hyung,” jelas Myungsoo yang kali ini
membuat Eun Gi terbelalak tak percaya.
“Jangan
bercanda, Myung!” protes Eun Gi seakan tak menerima kenyataan yang diucapkan
Myungsoo. “Tidak mungkin Sungyeol oppa bekerja di café? Ibunya bahkan memiliki
restoran mewah di hotel berbintang.”
Myungsoo
memutuskan kontak mata dengan Eun Gi setelah kekasihnya itu selesai bercerita
tentang riwayat singkat kehidupan seorang Lee Sungyeol. Sedetik kemudian,
Myungsoo sudah menyadarkan tubuhnya ke jok sambil memukul pelan stir mobil.
“Kenapa tidak terpikirkan olehku?” gumamnya seakan menyesali sesuatu.
Kebodohannya yang baru menyadari akan cerita Hye Ra ketika gadis itu menginap
di rumah Sungyeol beberapa waktu lalu. Kolam renang.
Jika Sungyeol adalah
seorang pemuda yang berasal dari keluarga biasa, tidak mungkin di rumahnya
memiliki fasilitas kolam renang. Kecuali mungkin Sungyeol tinggal di area kolam
renang milik umum. Dan itupun kemungkinannya sangat kecil. Penjaga kolam renang
umum sendiri tidak mungkin sampai tinggal di area tersebut.
“Bisa
jadi Sungyeol yang kau maksud adalah orang yang berbeda.” Eun Gi tetap pada
pendiriannya.
Myungsoo
hanya menghela napas untuk menghindari pertengkaran tidak penting dengan Eun
Gi. Terlebih jika hanya karena sesuatu yang belum jelas kebenarannya. Apakah
penglihatan Myungsoo benar, atau mungkin perkataan Eun Gi lah yang benar bahwa
Sungyeol yang mereka maksud adalah orang yang berbeda.
***
Dongwoo
dan Hoya yang sudah sampai di depan rumah Hye Ra, saling sikut untuk menyuruh
mengetuk pintu. Hoya benar-benar malu saat itu. Terlebih, ini juga pertama
kalinya ia menginjakkan kaki di rumah seorang gadis yang benar-benar ia
sayangi.
Berbeda dengan Dongwoo.
Pemuda itu tak menyia-nyiakan kesempatan untuk mengerjai Hoya. “Bagaimana kalau
yang membukakan pintu adalah Hye Ra? Lalu orang yang ia lihat pertama kali itu
aku.”
Hoya
semakin gugup.
“Cepat
ketuk! Bukankah kau yang sangat ingin bertemu dengan Hye Ra?” lanjut Dongwoo.
Kali ini ia menjadikan Hoya sebagai kambing hitam. Padalah masalah mereka hanya
sesuatu yang sepele. “Yasudah. Terserah dirimu.” Dongwoo pura-pura berbalik dan
berniat ingin pergi dari rumah Hye Ra.
“Jangan
seperti itu!” protes Hoya yang sudah menarik kerah belakang baju Dongwoo
sebagai upaya untuk menghalangi pemuda itu pergi. “Aku yang akan mengetuk
pintu,” putus Hoya akhirnya. Meski dengan sangat terpaksa. Tapi di sisi lain ia
juga harus bersikap senormal mungkin dan menganggap kunjungan ini selayaknya
teman biasa. Padahal yang sebenarnya, Hoya sangat-sangat mengkhawatirkan Hye
Ra.
Hoya
sudah siap mengangkat tangannya. Namun tanpa di duga, pintu sudah lebih dulu
terbuka.
“Kenapa
mengetuk pintu saja lama sekali sih, hyung?” sindir orang tersebut yang
ternyata adalah Minwoo. “Aku sudah memperhatikan kalian sejak tadi. Cepat
masuk. Noona pasti sangat senang dengan kedatanganmu,” lanjutnya yang tentu
saja lebih terutama mengarah ke Hoya.
Hoya
sendiri langsung melempar pandangannya ke Dongwoo sebagai upaya meminta saran.
Namun sial untuk Hoya, Dongwoo seakan tak mengerti maksud tatapan Hoya.
“Tapi,
hyung…” ujar Minwoo lagi seperti masih ada sesuatu yang mengganjal dengan
kedatangan Hoya. “Apa kau sudah mengatakan pada Haesa noona jika kau datang ke
sini?” Tanya Minwoo takut-takut.
Kali
ini Hoya benar-benar diam membeku. Sementara Dongwoo menatapnya khawatir.
“Tadi
aku yang memaksa Hoya untuk menemaniku ke sini,” sambar Dongwoo. “Ku rasa Haesa
akan mengerti. Kau tau sendiri kan kalau aku masih malu jika datang ke sini
hanya sendiri,” lanjutnya sambil sedikit tertawa. Dengan kata lain, Dongwoo
menjadikan dirinya tumbal kebohongan. Tentu saja tidak ada yang merasa terpaksa
ataupun memaksa untuk datang ke sana.
Minwoo
menggerakkan kepalanya mengajak Dongwoo dan Hoya untuk segera ke dalam. Ia mengajak
Dongwoo dan Hoya ke kamar Hye Ra. Namun ternyata, gadis itu tidak berada di
sana. “Noona, kau di mana?” teriak Minwoo setelah kembali menutup pintu kamar
Hye Ra.
Dongwoo
ikut celingukan ke arah dalam. “Mungkin di dapur?” tebaknya.
Tanpa
pikir panjang, Minwoo segera menuju dapur, diikuti oleh Dongwoo dan Hoya
dibelakangnya.
Di sana
Hye Ra tampak tengah meminun segelas air sambil berdiri di dekat lemari es. “Tadi
aku memesan makanan pada Woohyun oppa. Bisa tolong kau ambilkan,” pinta Hye Ra
yang sepertinya menyadari ada seseorang yang mengamatinya dari pintu dapur. Tapi
ia tidak tau jika bukan hanya Minwoo yang berada di sana.
“Hyung,
bisa kau temani noona? Biar aku dan Dongwoo hyung yang mengambil makanan.”
Mendengar
Minwoo seperti bicara dengan orang lain, terlebih anak itu juga menyebut nama
Dongwoo, Hye Ra langsung menoleh cepat. Gadis itu cukup tersentak mendapati
Hoya berdiri di sana. Apalagi tepat bersamaan saat Hoya juga memberikan
tatapannya pada Hye Ra.
“Ku
percayakan noonaku padamu,” goda Minwoo sambil menepuk pundak Hoya. Tentu saja
tujuan sebenarnya adalah untuk menggoda Hye Ra. “Ku tinggal ya noona.”
Ucapan
Minwoo tadi seperti memaksa Hye Ra untuk kembali mendongak. Di sana Hoya sudah
tidak berani menatap Hye Ra lebih dalam lagi. Sementara itu, ketika Minwoo
sudah berbalik, beberapa saat Dongwoo masih di sana, menatap Hoya penuh arti. Namun
pemuda yang di tatapnya seperti tidak menyadari itu.
Dengan
berat hati, Dongwoopun menyusul Minwoo. Cukup iri dengan apa yang bisa Hoya dapatkan
bersama Hye Ra. Tapi ia sudah memilih untuk mundur. Dan dengan terpaksa Dongwoo
meninggalkan sahabat terbaiknya bersama seorang gadis yang sampai kapanpun
tidak akan membalas perasaannya.
“Akh,
ayo duduk,” seru Hye Ra memecah keheningan setelah Minwoo dan Dongwoo pergi
beberapa saat yang lalu. “Kau mau minum apa?” tawarnya berusaha ramah setelah
Hoya duduk di kursi makan. Sejujurnya, Hye Ra ingin sekali berjingkrakan karena
terlalu senang bisa bersama Hoya. Ini kali pertamanya mereka benar-benar hanya
berduaan. Tidak ada Haesa, Myungsoo, Sunggyu dan yang lain. Termasuk juga Sungyeol.
Pemuda itu kini selalu masuk daftar orang-orang terdekat Hye Ra.
“Biarkan
aku ambil sendiri.”
Hye Ra
menatap Hoya bingung, namun pemuda itu hanya tersenyum.
“Aku
hanya ingin kau tidak menganggapku seperti tamu,” jelas Hoya akhirnya setelah
melihat kebingungan dari raut wajah Hye Ra.
Sedetik
kemudian, Hye Ra terkekeh, menertawai suasana canggung di antara mereka. Selama
ini ia memang hanya bisa mengawasi Hoya dari jauh. Tidak berani dekat dan bicara
banyak dengan pemuda itu. Sama seperti halnya Hoya. Namun yang membedakan,
karena Hoya memang memiliki sesuatu di balik dirinya yang tidak ingin terlalu
dekat dengan Hye Ra.
Tiba-tiba
Hye Ra tersentak menyadari sesuatu. “Ya ampun. Kenapa kita di sini? Maaf Hoya,
harusnya aku mengajakmu ngobrol di ruang tamu.” Hye Ra sudah hampir berdiri,
dan Hoya langsung sigap menahan tubuh gadis yang tadi duduk berseberangan
dengannya.
“Baru
saja ku katakan. Jangan menganggapku seperti tamu,” ujar Hoya mengingatkan. “Bukankah
ini kejadian langka? Kita mengobrol di dapur.”
Setelah Hoya menyelesaikan
ucapannya, tampak Hye Ra mengangguk menyetujui saran Hoya. Dan sedetik kemudian,
Hoya menghela napas. Lega karena Hye Ra tak memaksanya untuk pindah dari sana. Setidaknya,
duduk berseberangan dan di batasi oleh sebuah meja lebih baik dari pada mereka
mengobrol di ruang tamu. Karena kemungkinannya, mereka akan duduk berdampingan.
Dan itu yang sangat di hindari Hoya.
“Ah
iya,” pekik Hoya yang kali ini juga memecah keheningan. “Bukankah aku tidak
ingin di anggap seperti tamu? Jadi, aku ingin mengambil minumanku sendiri. Boleh?”
Hye Ra
terkekeh mendengar ucapan Hoya. Biar bagaimanapun, ini pertama kalinya Hoya
berada di sana. Meski tidak ingin di anggap orang lain, tapi Hoya belum
terbiasa bertindak seenaknya. Mungkin berbeda jika itu Myungsoo, Minwoo atau
Woohyun, Hyunseong dan Jeongmin.
“Semuanya
milikmu,” kata Hye Ra.
“Apa
itu artinya boleh ku bawa pulang juga?” Tanya Hoya polos. Tentu saja itu hanya
candaan kecil agar suasana di antara mereka bisa sedikit mencair.
Hye Ra
sempat terbelalak sesaat setelah Hoya mengataka hal tadi. Sementara pemuda itu
kini sudah melesat ke lemari es yang letaknya sedikit di belakang Hye Ra. Gadis
itu sampai memutar badannya untuk memastikan keberadaan Hoya.
“Boleh
saja. Tapi setelah itu, biarkan aku melapor pada Sunggyu oppa bahwa dapur kami
baru saja kerampokan.”
Hoya menutup
pintu lemari es sambil terkekeh. Di tangan kirinya sudah ada sebuah gelas. “Ternyata
kau lucu juga ya,” komentarnya sambil berjalan kembali ke kursinya. Tangan kanannya
tidak bisa di tahan untuk tidak mengacak lembut puncak kepala Hye Ra ketika ia
melintas di belakang gadis itu.
Hye Ra
sempat mengerjapkan matanya. Cukup terkejut dengan apa yang baru saja di lakukan
Hoya padanya. Dan kini, setelah pemuda itu sudah duduk kembali di tempat tadi,
Hye Ra sama sekali tak melepaskan pandangannya pada Hoya. Kejadian yang sudah
sangat lama ia impikan. Terlebih saat ini Hoya tengah sibuk dengan ponsel dan
minumannya. Hye Ra bisa semakin lama lagi menatap pemuda itu.
“Biarkan aku menjadi orang jahat untuk kali
ini saja. Biarkan aku tetap bersama Hoya meski hanya untuk beberapa jam saja. Dan
biarkan aku menjadi satu-satunya gadis yang ada di hadapan Hoya hari ini. Hanya
untuk hari ini,” batin Hye Ra yang tanpad sadar gadis itu pikirkan dalam
benaknya.
***