Author :
Annisa Pamungkas (@nniissaa11)
Main Cast :
·
B2ST/Beast Lee Gikwang
·
Infinite Lee Howon (Hoya)
·
SNSD Im Yoona
Support cast :
·
Other member B2ST/Beast, Infinite and SNSD
·
Yong Hwa CN Blue
·
Siwan Ze:a
·
Jonghyun, Minho and other member Shinee
·
Member Super Junior
·
All member A-Pink
·
Hara KARA
·
Sulli, Victoria F(x)
Genre
: romance, family,
friendship
Length : chapter
***
Seminggu
kemudian. Setelah menyelesaikan ujian kenaikan kelasnya, Yoona di jemput
Taeyeon di rumahnya untuk sama-sama pergi ke Surabaya. Menemui ke dua orang tua
Yoona yang sudah lebih dulu berada di sana, sekaligus liburan.
Sesampainya
di Surabaya, Yoona dan Taeyeon di jemput oleh Doojoon di bandara dan langsung
melesat ke rumah sakit. Di sana mereka melihat Seulong dan Victoria berbicara
dengan sepasang suami istri.
“Itu
orang tua Siwan,” kata Doojoon.
Yoona
sudah tidak sabar bertemu orang-orang itu, namun Doojoon menahannya. Orang tua
mereka tampak berbicara serius dengan orang tua Siwan dan seorang dokter di
sana.
Victoria
tampak menangis dan Seulong berusaha menenangkannya. “Anak kita meninggal. Dan
kakakku yang tak lain adalah ibunya Doojoon juga meninggal. Jadi aku memutuskan
memberikan Doojoon padamu sebagai ganti anak kita yang meninggal itu,” jelas Seulong
pada Victoria.
Semua
yang mendengar itu tercengang. Tak terkecuali Doojoon, Yoona serta Taeyeon.
“Tapi
bagaimana bisa Siwan memiliki kesamaan DNA denganmu?” seru Victoria sedikit tak
terima.
Karena kecelakaan itu,
semuanya terbongkar. Terlebih, dulu Siwan dan Doojoon lahir di Surabaya,
tepatnya di rumah sakit tersebut. Dan ada kejadian tak terduga. Ternyata anak
yang meninggal itu adalah anak dari Changmin dan Sooyoung, orang tua Siwan.
Entah bagaimana, Siwan dan anak yang meninggal itu tertukar.
“Pantesan
tanggal lahir gue sama Siwan barengan,” ujar Doojoon lemah.
Yoona
yang sudah tak kuat, memeluk Doojoon erat. Nggak menyangka, cowok yang selama
ini ia kira kakak kandungnya, ternyata Cuma sepupu. Tapi itu semua sama sekali
nggak ngurangin rasa sayang Yoona pada Doojoon. Namun itu artinya, ia tidak
boleh mencintai Siwan selayaknya cewek kepada cowok.
Setelah
itu, Yoona benar-benar pergi menemui ke dua orang tuanya. Nggak peduli sama
teriakan Doojoon yang entah kenapa seakan ngelarang Yoona bertemu Seulong dan
Victoria.
“Ibu…”
Yoona berhamburan memeluk ibunya.
***
Yoona
sempat mengintip ke dalam kamar tempat Siwan di rawat. “Yoona boleh masuk
nggak, bang?”
Siwan
yang saat itu lagi duduk aja di atas ranjangnya, Cuma memberikan senyuman
sebagai tanda bahwa ia mengijinkan Yoona untuk masuk ke kamarnya. “Masa aku
ngelarang kamu masuk, sih?” candanya.
Yoona
menguatkan diri untuk melangkah masuk. Jujur aja, dia sedikit nggak tega
ngeliat apa yang terjadi pada Siwan. Beberapa bagian tubuh cowok itu tertupi
perban. Termasuk keningnya. “Apa separah itu kecelakaannya?”
Siwan
menatap tangannya yang terbalut perban. “Aku jatoh di jalan yang nggak rata
gitu. Jadinya gini deh.” Cowok itu ikut diam karena Yoona tak lagi bersuara
setelah duduk di kursi. “Kamu udah tau tentang…”
“Kita yang ternyata adik kakak?” Yoona melanjutkan ucapan Siwan. Terlihat senyuman getir terbentuk samar di bibir tipis cewek itu. Tapi kemudian, Yoona seperti menertawakan dirinya sendiri. “Sadar nggak sih kalo udah lama aku suka sama bang Siwan. Tapi nyatanya…”
“Kita yang ternyata adik kakak?” Yoona melanjutkan ucapan Siwan. Terlihat senyuman getir terbentuk samar di bibir tipis cewek itu. Tapi kemudian, Yoona seperti menertawakan dirinya sendiri. “Sadar nggak sih kalo udah lama aku suka sama bang Siwan. Tapi nyatanya…”
Siwan
menggenggam salah satu tangan Yoona. “Aku tau. Tapi nggak tau kenapa selama itu
aku sama sekali nggak bisa ngerubah perasaan aku yang selalu nganggep kamu
seperti adik sendiri. Lagi pula, aku kan juga nggak punya adik cewek.”
“Terus,
bang Siwan bakal tinggal sama keluarga aku atau tetap tinggal sama om
Changmin?”
Siwan
hanya merespon dengan senyuman sambil membelai lembut rambut panjang Yoona yang
tergerai. “Aku nggak bisa mutusin sepihak. Tapi, kalau bisa aku tetep pengen
tinggal sama ayah Changmin dan ibu Sooyoung. Mereka yang udah ngerawat aku dari
kecil. Nggak mungkin juga kalo om Seulong ngusir Doojoon, kan?”
Yoona
hanya bisa membalas dengan helaan napas. “Aku udah nggak tau harus ngomong apa.
Yang pasti, aku doain bang Siwan bisa cepet sembuh.”
“Amin,”
sambung Siwan.
“Aku
juga sekalian mau pamit pulang ke Jakarta.”
“Sama
Taeyeon?” Tanya Siwan yang hanya di jawab anggukan oleh Yoona. “Ya udah,
hati-hati ya.”
***
Tiga
hari setelahnya. Tahun ajaran baru sudah di mulai. Termasuk juga di lingkungan
SMA Sun Moon. Howon muncul dari mobil yang sama dengan Minho dan Sulli. Hari
itu Sulli sudah resmi menjadi siswi SMA di Sun Moon. Terlihat jelas melalui
pakaiannya. Seperti biasa, Sulli akan pergi lebih dulu yang di susul Minho
kemudian.
Howon
masih berdiri di sana. Terlebih dari arah parkiran motor, ia melihat sosok
Yoona. “Yoona!” Segera saja cowok itu mengejar Yoona.
Yoona
yang merasa diteriaki, tentu saja langsung berbalik dan mendapati Howon yang
berlari kecil ke arahnya. “Eh, Hoya? Ada apa?” tanyanya datar.
Howon
menatap Yoona dari atas ke bawah. Cewek itu keliatan sedikit kurang ceria pagi
ini. “Lo gapapa, kan?”
“Emang
gue kenapa?” Yoona justru balik bertanya karena merasa nggak ada hal aneh dalam
dirinya. “Ya udah ya, gue ke kelas dulu.” Tanpa menunggu respon dari Howon,
Yoona sudah lebih dulu membalikkan badan dan bersiap pergi.
“Tunggu!”
cegah Howon yang menghalangi langkah Yoona dengan tubuhnya langsung. “Lo
ngapain ke sana? Itu kan gedung untuk anak kelas 3.”
Yoona
semakin di buat bingung dengan kelakuan Howon. “Lah? Emangnya lo pikir gue
kelas berapa? Udah, akh!” serunya malas bahkan sampai sedikit menubruk pundak
Howon yang seakan menghalangi jalannya.
Howon
nggak mencegahnya lagi. Cowok itu Cuma bisa memperhatikan punggung Yoona yang
semakin jauh melangkah.
***
Yoseob
menyenggol lengan teman semejanya, Tiffany, ketika melihat sosok Yoona di
ambang pintu kelasnya.
“Hmm…” Tiffany merespon
datar.
“Yoona
tuh,” bisik Yoseob.
Dengan
penuh semangat, Tiffany bangkit dan langsung melesat ke tempat Yoona berada.
Yoona sendiri sedang sedikit berbincang dengan beberapa teman sekelas mereka.
Tahun ajaran baru sudah di mulai sekitar 3 hari yang lalu, tapi Yoona baru
memunculkan diri hari ini.
“Yoona!
Lo ke mana aja? Gue kirain lo pindah sekolah lagi!” Tiffany sudah berhamburan
memeluk Yoona.
“Waah…
pagi-pagi udah ada yang peluk-pelukan nih? Bikin iri aja!”
Tiffany
buru-buru melepaskan pelukannya karena ada suara khas cowok yang dengan
jahilnya mengganggu acara temu kangen mereka. Dia Dongwoon yang muncul bersama
Sungyeol.
“Yaelah,
ganggu aja sih nih si duo jangkung!” protes Tiffany yang kesal.
Namun dua cowok bertubuh
tinggi itu justru hanya terkekeh sambil berlalu begitu saja dari hadapan dua
cewek tersebut. Tujuan Sungyeol dan Dongwoon berada di sana adalah karena ingin
menemui Yoseob.
“Lo
ke mana aja sih, Yoon?”
“Liburan
aja ke Surabaya nemuin bokap. Eh, ternyata nyokap juga nyusul ke sana,” jelas
Yoona sambil berjalan menuju mejanya. Namun baru saja sampai di dekat meja
milik Tiffany dan Yoseob, langkah cewek itu terhenti. Ia lalu menoleh penuh
arti ke Tiffany. “Kursi yang kosong di mana?”
Mendengar
itu, Tiffany menatap Yoona penuh rasa bersalah. “Lo sih, susah banget gue
hubungin. Jadinya kan gue nggak bisa milihin tempat buat lo.”
“Udahlah,
nyantai aja. Sekarang kasih tau, di mana meja yang kosong?” ulang Yoona sekali
lagi.
Dengan
berat hati, Tiffany menunjuk ke salah satu meja yang berada di barisan paling
belakang. “Sama anak baru,” ujarnya lemah.
“Gue
duduk dulu, ya. Bentar lagi masuk.” Segera saja Yoona melesat ke tempat yang
dimaksud Tiffany. Meja di sana masih kosong. Yoona duduk di salah satu
kursinya. Sekilas ia sempat mendengar Tiffany menyebutkan bahwa ada anak baru,
tapi cewek itu tampaknya nggak terlalu penasaran.
Yoona
meletakkan tentengannya ke atas meja. Tepat ketika sepasang sepatu berhenti di
dekat mejanya.
“Akhirnya,
gue punya temen semeja juga. Kirain bakal ngejomblo sampe lulus.”
Mendengar
suara seseorang yang bicara padanya, Yoona mendongak. Ia membeku seketika
melihat sosok cowok tampan di hadapannya. Cewek itu bahkan sampai berdiri di
buatnya. “Gikwang? Kok lo bisa ada di sini?”
“Eh?
Yoona?” seru Gikwang nggak kalah terkejutnya. Pembicaraan mereka sempat membuat
mereka menjadi pusat perhatian karena ternyata keduanya telah saling mengenal
sebelum ini.
***
Sungyeol
menjadi orang terakhir yang bergabung bersama Howon, Yoseob dan Dongwoon yang
udah lebih dulu berada di kantin.
“Bokapnya
bang Doojoon masih ngelatih di Surabaya, kan?” ujar Yoseob di tengah-tengah
obrolan mereka.
“Iya.
Bang Doojoon aja sekarang juga lagi di sana,” kata Dongwoon.
“Lo
bilang temen sekelas lo yang namanya Yoona itu adiknya bang Doojoon?” Sungyeol
ikut buka suara. Dan pertanyaannya itu tertuju pada Yoseob. Namun Howon ikut
tertarik terhadap hal itu.
“Maksudnya
Im Yoona?” Howon menuntut penjelasan pada Yoseob dan di jawab anggukan oleh
cowok itu. “Jadi, dia beneran anak kelas 3?” serunya lagi.
“Inget
Eun Ji, tuh. Malah nanyain cewek lain,” goda Dongwoon sekaligus mengingatkan
Howon.
“Iya,”
timpal Sungyeol. “Tadi gue ketemu Eun Ji. Dia nyariin lo tuh. Katanya lo susah
banget di ajak ketemu.”
Howon
menghela napas berat. “Gue lagi sedikit renggang sama Eun Ji, gara-gara gue
sempet liat dia jalan sama Kibum temen sekelas lo itu.” Howon menatap Dongwoon
saat menjelaskan tentang cowok bernama Kibum itu.
Dongwoon
menggaruk kepalanya yang nggak gatal. Sedikit salah tingkah saat Howon
menatapnya seperti ia adalah Kibum. “Hmm… Emang lo nggak tau, ya?”
Tak
terkecuali, ketiga cowok itu langsung menatap Dongwoon penuh Tanya. “Tentang
apa?” Tanya Sungyeol mewakili dua temannya.
“Mereka
pernah pacaran sebelum lo sama Eun Ji jadian,” jelas Dongwoon akhirnya.
“Oh,”
kata Howon pendek.
“Kok
lo nyantai banget, sih?” protes Yoseob melihat reaksi datar yang ditunjukkan
Howon. “Eun Ji masih cewek lo, kan?”
Howon
hanya menjawab dengan anggukan.
“Kok
lo cuek aja, sih? Nggak mau ngelurusin salah paham. Atau jangan-jangan, lo juga
selingkuh?” tuduh Sungyeol.
“Selingkuh
sih nggak, Cuma lagi suka sama cewek aja.”
“Hah!”
hampir ketiganya bereaksi sama. “Lo gila? Sama siapa?” desak Dongwoon yang udah
nggak bisa nahan rasa penasarannya.
“Sama
cewek yang bantuin lo nyembunyiin sepatu sama seragam bola lo, ya?” tebak
Sungyeol dengan tatapan penuh selidik.
“Yoona?”
Yoseob ikut menebak juga. Dan jawaban Howon kembali mengejutkan. Cowok itu
mengangguk dengan tegas. Yoseob lalu menatap Dongwoon. “Yoona kayaknya anak
baru pas pertengahan kita kelas 2 itu, ya? Soalnya gue juga baru kenal.” ia
hanya bertanya pada Dongwoon karena Cuma mereka berdua yang sudah kelas 3.
Sementara Howon dan Sungyeol baru kelas 2.
Dongwoon
mengangkat bahu. “Gue tau Yoona aja karena dia udah kenal sama Howon duluan.”
***
Myungsoo,
Dongwoo, Woohyun dan Sungjong berjalan bersama menuju lapangan sepakbola
sekolah merek untuk menjalani latihan rutin. Namun ada sedikit keramaian nggak
jauh dari pintu masuk, dan didominasi oleh siswi SMA Paradise yang bahkan masih
mengenakan seragam mereka. Perlahan ke empat cowok itu mendekat karena nggak
biasanya pemandangan itu terjadi.
“Ada
cewek lo juga tuh, tanyaain gih.” Myungsoo melirik Woohyun.
Tanpa
berkata apa-apa, Woohyun sudah lebih dulu melangkah mendekat lalu menarik
lengan salah satu cewek yang kebetulan berdiri di barisan paling belakang. Itu
Chorong, cewek yang sempat ikut mendemo Gikwang mewakili para cewek yang sempat
‘kencan’ dengan mantan pangeran SMA Paradise tersebut.
“Ada
apaan?” Tanya Woohyun langsung.
“Ada
penyusup dari SMA Sun Moon,” jelas Chorong.
Myungsoo,
Dongwoo dan Sungjong juga mendengar apa yang di katakan Chorong. Lalu nggak
lama setelah itu, kerumunan seperti bergerak. Ada seorang cowok yang mencoba
menerobos keluar.
“Myung!
Tolongin gue donk!”
Myungsoo
langsung berusaha menerobos kerumunan karena orang tersebut seperti
mengenalinya. “Woooiii! Berenti!” teriak Myungsoo. “Ngerti bahasa Indonesia
nggak, sih?” serunya lagi yang semakin menjadi karena samar-samar ia sudah bisa
melihat orang yang mendapat perlakuan nggak menyenangkan dari para cewek-cewek
itu.
Karena
merasa ucapannya nggak di respon, Myungsoo sedikit berlaku kasar dengan
menyingkirkan cewek itu satu-persatu. Dongwoo, Woohyun dan Sungjongpun akhirnya
membantu setelah Myungsoo sudah bertindak lebih dulu. Akhirnya cowok itu bisa
terselamatkan meski jahitan di bagian lengan kiri kaosnya terlepas karena
tarikan-tarikan nggak jelas dari para cewek itu.
“Makasih,
Myung. Kalian juga.” Cowok itu yang ternyata adalah Gikwang, langsung bernapas
lega setelah berhasil terbebas dari tawanan cewek-cewek itu.
“Lo
semua tuh apa-apaan, sih?” Kali ini Myungsoo menegur cewek-cewek itu yang udah
bersikap seenaknya pada cowok yang udah ia anggap seperti kakak sendiri itu.
“Dia
udah bukan siswa sini lagi. Dan nggak menutup kemungkinan kalo dia sekarang
jadi mata-mata dari SMA Sun Moon,” kata perwakilan dari mereka membela diri.
“Atas
dasar apa?” kali ini giliran Dongwoo yang bicara.
“Sekolah
kita bakal tanding lagi lawan SMA Sun Moon. Dan Gikwang sekarang udah jadi
bagian dari mereka. Apa salahnya kalo kita curiga,” kata seorang yang lain
lagi.
Myungsoo
geleng-geleng kepala mendengarnya. “Kecurigaan kalian nggak beralasan!” sinis
Myungsoo sambil melepaskan jaketnya yang kemudian ia berikan pada Gikwang.
“Kita ngobrol di luar aja, bang.” Myungsoo merangkul Gikwang dan mengajak salah
satu sahabat kakaknya itu ke luar gerbang sekolah.
***
Junhyung
menghentikan mobilnya di pelataran parkir lapangan sepakbola milik sebuah klub
besar bernama ‘Running Boys’. Niat cowok itu ke sana bukan untuk menjalani
pelatihan sebagai peserta calon anggota klub tersebut. Karena pakaian yang ia
kenakan bukan seragam sepak bola. Dan Junhyung juga nggak membawa tas atau
apapun yang menandakan bahwa ia akan berlatih di sana.
Tujuan
pertama cowok itu adalah kantor official klub
untuk menemui Eunhyuk, pamannya. Ia juga udah membuat janji dengan adik kandung
dari ayahnya itu. Junhyung mengetuk pintu yang terbuka di hadapannya. Setelah
mendapat persetujuan dari dalam, Junhyungpun melangkah masuk dan hanya
mendapati Eunhyuk di sana. Duduk di balik sebuah meja.
“Oh,
Jun? Kamu udah dateng?”
Tanpa
berbasa-basi, Junhyung duduk di salah satu sofa dan Eunhyuk mengikutinya pindah
ke sana. Junhyung meletakkan amplop coklat penolakan klub atas nama Gikwang ke
hadapan Eunhyuk.
“Kok
ada di kamu?” Tanya Eunhyuk setelah melihat nama penerima surat tersebut adalah
Lee Gikwang.
“Siapa
yang bikin keputusan kayak gitu?” Tanya Junhyung dingin. Ia bahkan nggak
menjawab pertanyaan Eunhyuk sebelumnya.
“Pimpinan
klub,” jawab Eunhyuk seadanya.
“Terus
tanggapan om?”
“Di
sepakbola yang dilihat itu kemampuan dia bermain. Orang yang nonton nggak akan
peduli bahwa salah satu pemain tersebut ada yang pernah meraih medali emas
olimpiade matematika atau bahkan pernah tinggal kelas saat sekolah.”
Junhyung
menghembuskan napasnya berat mendengar jawaban Eunhyuk yang seharusnya berpihak
pada Gikwang. “Terus, kenapa om nggak nyoba nyegah hal ini terjadi? Om tau
kemampuan Gikwang, kan?”
“Om
emang denger rumor kalo ada calon pemain kami yang di keluarin dari sekolah,
padahal dia udah tinggal nunggu surat kelulusan. Tapi om belom sempet cari tau
siapa orangnya, tau-tau surat itu udah turun,” jelas Eunhyuk.
“Ini
semua gara-gara papa!”
Eunhyuk
melirik Junhyung, curiga. “Maksud kamu?”
Akhirnya
Junhyung bercerita tentang kronologi kejadian sampai akhirnya Gikwang
dikeluarin dari SMA Paradise.
“Aku
mohon om bisa bantuin aku nebus kesalahan yang nggak Gikwang lakuin sama
sekali,” pinta Junhyung sungguh-sungguh.
“Om
baru inget. Kalo nggak salah Gikwang salah satu saingan terberat kamu, kan?”
Junhyung
menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi. “Persaingan kami selama ini tuh
karena tuntutan papa yang selalu ingin aku menjadi yang pertama. Padahal
seharusnya aku beruntung karena bisa selalu satu klub sama dia. Sepakbola bukan
permainan individu. Dan setelah apa yang papa lakuin ke Gikwang, dia justru
sama sekali nggak dendam ke aku. Malah dia tetep nolong aku.”
Eunhyuk
tampak mempertimbangkan perkataan Junhyung tadi. “Om tau bang Shindong kayak
gimana.”
Junhyung
menatap Eunhyuk penuh harapan. “Jadi?”
“Nanti
om usahain bicara sama official yang
lain,” kata Eunhyuk akhirnya, membuat Junhyung bisa bernapas lega.
***
“Iya,
ini gue udah mau nyampe sekolah lo kok. Oke.” Yoona memasukkan kembali
ponselnya ke dalam saku jaket setelah mengakhiri pembicaraannya dengan
seseorang. Ia lalu meneruskan kembali mengayuh sepedanya ke suatu tempat. SMA
Paradise.
Yoona
sudah melewati depan gerbang sekolah tersebut. Tujuannya adalah halte yang
nggak jauh dari sana. Halte itu hanya ramai ketika jam pulang anak sekolah. Dan
saat ini halte tersebut hanya di huni dua orang cowok. Yoona menghentikan
sepedanya di sana tanpa mengalihkan tatapannya pada dua cowok tersebut.
“Loh?
Gikwang?” seru Yoona yang menatap Gikwang lekat-lekat karena ia mencurigai
penampilan cowok itu yang sedikit berantakan. Karena belum ada yang menjawab,
Yoona beralih menatap Myungsoo. “Kalian udah saling kenal?”
“Bang
Gikwang dulu sekolah di sini. Dia juga sahabatnya kakak gue, bang Sunggyu,”
jelas Myungsoo.
Yoona
tampak menganggukan kepala lalu mengambil posisi duduk di samping Myungsoo.
Namun ia tetap menatap ke arah Gikwang. “Lo kenapa, Kwang?”
“Bang
Gikwang di tuduh penyusup sama cewek-cewek temen sekolah gue yang nggak jelas
itu.” Myungsoo yang menjelasnya dengan tatapan jengkelnya mengingat apa yang
baru aja terjadi sama Gikwang.
Gikwang
tampak memain-mainkan resleting jaket milik Myungsoo yang dipinjamkan padanya.
“Gue janjian ketemu sama Sunggyu, Jonghyun, Yong Hwa di sini.”
Mendengar
Gikwang menyebut nama Jonghyun, Yoona sebenanya sempat membeku sesaat. “Yang namanya Jonghyun kan nggak Cuma satu
atau dua orang aja,” kekehnya dalam hati mengingat nama salah satu temannya
Gikwang itu mirip dengan kekasihnya yang ada di Surabaya.
“Lebay
aja tuh cewek-cewek nuduh bang Gikwang penyusuplah, mata-matalah. Nggak jelas!”
Gikwang
sedikit terkekeh melihat kekesalah Myungsoo yang masih berlanjut hingga
sekarang. Ia bahkan sampai meletakkan tangannya di pundak Myungsoo sebagai
ungkapan terima kasih karena Myungsoo sampai sekarang masih sangat baik dan
peduli terhadapnya. Padahal bisa saja Gikwang khilaf dan bertindak curang
karena kemungkinan di pertandingan nanti mereka akan menjadi lawan.
“Sepakbola
lebih mengerikan dari pada apa yang kita pikirin,” ujar Yoona dengan pandangan
lurus ke depan. Sadar bahwa ia pasti menjadi pusat perhatian, cewek itu menoleh
ke arah dua cowok di sampingnya. “Itu yang menjadi gue sedikit kurang suka sama
sepakbola karena gue pernah berada di posisi Gikwang.”
“Jadi,
waktu di Surabaya, Yoona sempet pindah sekolah beberapa kali,” lanjut Myungsoo
tentang kehidupan Yoona yang mungkin belum diketahui oleh Gikwang. “Oiya, bokap
sama kakak lo masih di sana?” Tanya Myungsoo pada Yoona yang di jawab anggukan
oleh cewek itu. “Kalo nyokap?”
“Masih
di sana juga. Paling beberapa hari lagi baru balik ke Bandung.”
***
Siwan
masih harus mendapat perawatan di rumah sakit. Dan saat itu, dia sedang
menyaksikan pertandingan sepakbola melalui televisi. Tak lama, pintu kamarnya
terbuka dan memunculkan Doojoon dari baliknya.
“Lo
nggak latihan?” Siwan justru bertanya lebih dulu. Ia juga sempat menangkap
parsel buah yang di bawa oleh Doojoon dan kemudian ia letakkan di nakas samping
tempat tidur Siwan. “Pake bawain gue buah segala.”
Doojoon
duduk di kursi. “Dari Henry. Tadi gue ketemu dia di depan. Tapi Cuma sebentar. Henry
Cuma mau ngasih lo buah doank,” jelasnya. “Ayah juga yang nyuruh gue nemenin lo
di sini.”
Setelah
itu hanya suara komentator sepakbola yang berasal dari televisi mendominasi di
kamar yang sepi itu.
Siwan
menghela napas berat. “Kalo boleh milih, gue lebih baik nggak tau kenyataan
sebenernya tentang gue yang ternyata anak kandung om Seulong dan tante
Victoria.”
“Ternyata
kita sepupu.” Doojoon terkekeh mengingat kenyataan mereka yang sebelumnya
adalah teman sejak sekolah dulu.
Siwan
memaksakan senyumnya. Ia tau bahwa tawa kecil yang di buat oleh Doojoon itu
terdengar tidak lepas. Doojoon tertawa, tapi hatinya tidak. “Yoona gimana? Dia udah
mulai masuk sekolah donk, ya?” serunya mengalihkan pembicaraan mereka.
Doojoon
nggak langsung menjawab. Nggak mungkin juga ia bercerita bahwa Yoona baru
masuk, padahal tahun ajaran baru udah di mulai sejak 3 hari yang lalu. Itu semua
karena Yoona masih sedikit syok dengan takdir yang mereka terima. Yoona harus
benar-benar mengubur dalam-dalam seluruh perasaannya pada Siwan.
“Iya.
Dia udah mulai masuk sekolah. Katanya sih sekelas lagi sama sahabatnya yang
namanya Tiffany itu,” jelas Doojoon meski tak sepenuhnya ia berbohong.
Setelah
itu, kembali nggak ada yang bicara. Hubungan mereka yang hangat itu menjadi
sedikit canggung setelah terbongkarnya rahasia tentang Siwan dan Doojoon. Keduanya
menjadi seperti saling menjaga perasaan masing-masing.
“Gue
tetep di keluarga ayah Changmin,” putus Siwan.
Doojoon
menoleh cepat. “Lo nggak mau ngumpul sama keluarga lo yang sebenernya?” Ucapan
Doojoon terdengar seperti protes keras. Cowok itu benar-benar menahan
perasaannya. Bagaimanapun, suami istri yang selama ini ia anggap orang tua
kandungnya, ternyata hanya sebatas saudara dari ibu kandungnya yang sudah
meninggal.
“Udahlah,
nggak usah pake protes. Lo pikir gue rela ninggalin Chunji gitu aja?” Siwan
berkata sambil terkekeh pelan. Ia nggak ingin menggantikan posisi Doojoon di
keluarga Seulong. Karena ia sendiri juga udah mendapat tempat tersendiri di
keluarga Changmin.
Doojoon
sudah membuka mulut, namun nggak ada sepatah katapun yang terucap.
“Ayo,
mau ngomong apa?” goda Siwan karena Doojoon nggak bisa memprotesnya lagi.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar