Author :
Annisa Pamungkas (@nniissaa11)
Main Cast :
·
Lee
Joon/Changsun (Mblaq)
·
Lee
Minhyuk (BtoB)
·
Jung
Yong Hwa (CN Blue)
Original cast :
Hye Ra, Soo In, Minjung, Sung Hye, Han Yoo
Support cast :
·
Im
Siwan (Ze:a)
·
Nichkhun
Horvejkul (2PM)
·
Yoon
Doojoon (Beast/B2ST)
·
Luhan
(Exo-M)
·
Im
Yoona (SNSD)
·
Choi
Minho (SHINee)
·
Choi
Sulli (F(x))
·
Kim
Himchan (B.A.P)
Genre :
romance
Length :
part
***
Joon
menyingkirkan majalah di hadapannya ketika merasakan kedatangan Hye Ra. Gadis
itu duduk di seberang Joon yang sudah menunggunya di meja makan.
“Kau
akan ke mana setelah ini?” Tanya Hye Ra. Ia sangat mengerti kesibukan
kekasihnya itu.
“Aku
ada tour luar kota. Mungkin selama 2 minggu. Kau jangan macam-macam tanpaku,”
kata Joon seraya melepaskan jaketnya. Ada nada mengancam di sana.
Hye
Ra terkekeh mendengarnya sambil menyiapkan makanan untuk Joon. “Kau yang jangan
macam-macam,” balasnya.
Joon
terkekeh lalu menerima piring nasi yang diberikan Hye Ra. Di sana ia melihat
cincin yang masih melingkar di jari manis tangan kanan Hye Ra. “Kapan kita
membeli cincin baru? Kau tidak malu memakainya? Aku seperti pemuda tak modal.”
Hye
Ra menatap cincin di tangannya. Ia lalu melirik tangan Joon. Ia juga masih
mengenakan cincin ‘pertunangan dadakan’ mereka. “Kau sendiri, apa tidak malu
mengenakan itu?” Hye Ra mengembalikan pertanyaan yang sama.
Kini
giliran Joon yang menatap tangannya. Memperhatikan dengan teliti. Cincin perak
yang seakan tak ada harganya. Tapi tidak di mata Joon. “Selagi cincin ini kau
yang memakaikannya untukku, aku akan tetap memakainya.”
Hye
Ra membatalkan niat menyuapkan makanan ke mulutnya. Ia menatao Joon, tertegun. Joon
tipe pemuda yang menghargai perngorbanan di bandingkan harta. Dan mungkin hanya
mereka pasangan yang mengenakan barang murah sebagai cincin ‘pertunangan’, tapi
itu sangat berarti bagi mereka.
Beberapa
menit kemudian, mereka habiskan dengan saling diam. Baik Joon maupun Hye Ra
sibuk dengan pikiran masing-masing.
“Eonnie sangat beruntung jika dulu ia dan
Joon berjodoh. Joon pemuda baik. Andai perasaanku padanya sedalam perasaannya
padaku.”
“Ada
yang ingin kau katakan?” tegur Joon sedikit membuyarkan lamuan Hye Ra. Gadis
itu menatap Joon dengan tatapan yang sulit di artikan.
Hye
Ra hanya menggeleng sambil mengukir senyuman terbaiknya. Seusai makan, Joon
berinisiatif membereskan peralatan makan yang baru saja mereka gunakan ke
dapur. Hye Ra membantu sambil menyusul di belakang Joon.
***
“Changsun
hyung pasti sudah berangkat ke luar kota.” Minhyuk tampak bicara seorang diri.
Malam itu ia berjalan kaki di tengah kota sambil membawa kamera kesayangannya.
Pemuda
tampan itu mengarahkan kameranya ke beberapa sudut kota. Hingga tanpa sengaja
lensa kameranya menangkap sepasang kekasih yang tengah bergandengan tangan dan
melintas di depannya. Buru-buru Minhyuk menurunkan kamera tersebut.
“Andai
aku bisa melakukannya dengan Sulli atau mungkin… Hye Ra.” Minhyuk terkekeh
sendiri dengan pikirannya. Ia kemudian melanjutkan perjalanan.
Minhyuk
tampak merapatkan jaketnya yang melindungi tubuh dari dinginnya angin malam. Belum
ada sesuatu menarik yang ia temui. Kali ini Minhyuk memilih memasuki sebuah
café kecil yang ia lalui untuk sekedar beristirahat sejenak.
Sesampainya
di sana ia langsung memesan secangkir susu vanilla hangat dan mengambil posisi meja yang sedikit
dalam. Tak lama pesanannya datang bersamaan dengan seorang pemuda yang
menempati meja tepat di samping tempat Minhyuk berada. Namun Minhyuk tak
terlalu menyadarinya.
“Terima
kasih,” kata Minhyuk pada pelayan yang mengantarkan minumannya.
“Espresso.
Tapi jangan terlalu panas,” kata pemuda itu.
Minhyuk
sempat mendengar pesanan permuda itu. Dan kali ini Minhyuk tampak sibuk
mengotak-atik kameranya. Foto terakhir yang ia ambil selain saat berjalan-jalan
tadi, adalah foto konser ‘Blue Flame’ di Jepang. Minhyuk mendapat tempat VVIP
yang membuatnya leluasa menyaksikan aksi band tersebut. Tentu saja berkat
campur tangan Joon juga.
Kebanyakan
hasil jepretan Minhyuk adalah foto Joon karena kakaknya itu sering berada di
depan panggung. Dan hanya beberapa foto member ‘Blue Flame’ yang lain. Minhyuk
tersenyum ketika melihat foto Joon yang jelas-jelas tersenyum ke arah
kameranya. Jelas Joon menyadari bahwa itu adalah Minhyuk.
“Bisa
kau carikan arsitek untukku? Temanku yang kemarin tiba-tiba membatalkan projek
untuk istrinya Minho. Sebenarnya aku ingin memberikan ini untuk Minhyuk.”
Pemuda tadi sibuk berbicara dengan seseorang melalui ponsel.
Karena suara pemuda itu
yang terdengar sampai tempatnya berada, Minhyuk sampai menoleh. Terlebih ketika
namanya di sebut meski kemungkinannya sangat kecil bahwa Minhyuk yang dimaksud
adalah dirinya.
“Tapi dia tak bisa di
hubungi sampai sekarang. Dan seingatku, dia memang sudah kembali dari Jepang,”
lanjut pemuda tadi. Ia sempat mengucapkan ‘terima kasih’ dengan suara pelan
pada pelayan yang mengantar pesanannya. Dan saat itu pula, ia sempat melirik
Minhyuk yang kali ini sudah jelas-jelas menatap penuh minat padanya.
Tertangkap
seperti itu, Minhyuk tidak pura-pura mengalihkan pandangannya. Ia tetap menatap
lekat pemuda tersebut sambil berpikir. “Kau mirip temanku yang bernama
Himchan,” kata Minhyuk dengan polosnya.
Pemuda
tadi sempat tersentak. Ia bahkan sampai memutuskan telponnya secara sepihak
hanya karena Minhyuk. Pemuda itu lalu membawa serta minumannya dan pindah duduk,
tepat berhadapan di meja yang sama dengan Minhyuk.
“Minhyuk?
Kau…”
Minhyuk
menegakkan tubuhnya. “Kau benar Himchan?”
“Kau
lupa padaku?” protes pemuda yang panggil Minhyuk dengan nama Himchan tadi.
Minhyuk
menertawai kejadian antara mereka. Himchan juga tampak ikut terkekeh. Mereka
lalu berdiri dan saling berpelukan melepas rindu.
“Kenapa
kau tak menghubungiku kalau sudah sampai?” Lagi, Himchan sedikit melayangkan
protes keras pada Minhyuk. Namun bekas luka-luka di wajah Minhyuk membuatnya
terkejut. “Kau kenapa?” kini ganti rasa panic yang meliputi Himchan.
“Sudahlah.
Tidak penting,” kata Minhyuk, santai. Tapi ia tetap menceritakan pengalaman
saat kembali menginjakkan kaki di Korea.
Himchan
mengangguk mengerti dengan cerita Minhyuk. Tiba-tiba Himchan teringat dengan
pembicaraannya di telpon dengan seseorang. “Kau tau model cantik bernama Im
Yoona?”
Minhyuk
membeku mendengar nama itu. Tentu saja ia tau. Yoona adalah gadis yang dicintai
hyungnya, Lee Joon. “Ada apa dengannya?” Tanya Minhyuk senormal mungkin.
“Adik
iparnya itu seorang desainer muda.”
Di
tengah-tengah Himchan bercerita, Minhyuk tampak sibuk dengan pikirannya sendiri
tentang Yoona. “Setauku Yoona anak
tunggal. Jika dia memiliki adik ipar, itu artinya… Yoona sudah menikah? Dan
seseorang yang di maksud Himchan adik dari suaminya? Lalu, siapa kekasih hyung
sekarang?”
“Mereka
ingin membuka sebuah butik. Dan aku diminta
mencarikan arsitek untuk mendesain tata letak butik mereka nantinya.
Kebetulan temanku itu membatalkan kerja sama. Beruntung aku bertemu denganmu di
sini,” lanjut Himchan.
“Jadi,
kau memberikan pekerjaan ini untukku?” ulang Minhyuk untuk memastikan.
Himchan
menyeruput minumannya sambil mengangguk membenarkan. “Aku akan segera mengabari
Yoona. Dan rencananya besok siang aku akan mempertemukan kalian.”
Minhyuk
mengangguk mengerti. “Akh, iya. Berikan nomor ponselmu.” Minhyuk langsung
menyodorkan ponsel milik Joon yang diberikan padanya ke hadapan Himchan.
***
Jami oji
annneun bam so sad tonight
Geudaewa
hamkkehal su eomneun i bam
In the
Midnight-igh-ight Midnight-ight
Ni saenggage
jam mot deuneun Midnight
Dasi chajaon
i bam so sad tonight
Geudaega
eobsi dasi matneun i bam
In the
Midnight-igh-ight Midnight-ight
Niga eobsi
jam mot deuneun Midnight
(Midnight :
‘B2ST’)
“Akh…
hyung. Ini baru hari pertama. Dan aku sudah sangat merasa lelah sekali,” keluh
Luhan saat seluruh member ‘Blue Flame’ kembali ke ruang ganti setelah melakukan
kegiatan konser pagi tadi. Ia bahkan langsung merebahkan diri ke sofa yang
tersedia.
Di
salah satu sudut, tampak Doojoon melepaskan beberapa atribut yang tadi ia
gunakan saat tampil. Ia sama lelahnya dengan yang lain.
“Ya
sudah, kalian ganti pakaian. Setelah ini kita makan siang lalu kembali ke hotel
untuk istirahat sebentar.” Kali ini Joon buka suara. Leader satu itu bahkan
sudah mengganti pakaiannya. Ia lalu tampak membantu Doojoon merapikan
barang-barang yang tadi dikenakan Doojoon dan yang lain juga.
“Oiya,
hyung. Bagaimana keadaan Yoona noona?” Tanya Siwan yang saat itu baru muncul
dari ruang ganti.
Hampir
seluruh member ‘Blue Flame’ menatap Joon penuh minat. Termasuk juga Nichkhun
yang bahkan sampai membatalkan niat untuk masuk ke kamar ganti.
“Akh,
aku lupa menanyakannya pada Hye Ra.” Joon berujar sedikit merasa bersalah. Lagi
pula, ia memang sedikit menghindari pertanyaan seperti itu meski Hye Ra sendiri
yang menawarinya. Tapi Joon menolak mengetahui kabar terakhir tentang Yoona.
“Semalam
kau sempat bertemu dengan Hye Ra, kan?” Tanya Siwan lagi yang masih penasaran.
Joon
mengangguk cepat. “Dia tidur seharian seperti orang mati. Makanya saat Soo In
menelpon, Hye Ra tak menjawab.”
Mendengar
itu, Doojoon terkekeh. “Dia memang seperti itu jika tidur,” komentar Doojoon
yang sedikit banyak sudah mengetahui tentang Hye Ra.
“Hallo
semua…” sapa seseorang yang baru saja muncul.
“Bahagianya
yang sudah menikah,” goda Luhan ketika mendapati Minjung berada di sana.
“Kau
mengambil cuti?” Tanya Joon. Yang ia tau, grup Minjung sama sibuknya dengan
‘Blue Flame’.
Minjung
mengangguk. “Sayang, Nichkhun oppa tak bisa libur untuk saat ini.”
“Sudah
saatnya aku harus berpisah kamar dengan Nichkhun,” kata Siwan yang selama ini
memang menjadi teman sekamar Nichkhun.
“Kau
bersama Joon hyung saja,” sambar Nichkhun yang baru muncul dari kamar ganti.
Melihat kedatangan suaminya, Minjung langsung menghampiri Nichkhun dan memeluk
pemuda tampan itu.
“Bagaimana
jika aku saja yang bersama Joonie hyung?” tawar Luhan yang sontak saja mendapat
tatapan membunuh dari Doojoon.
“Jadi
kau sudah bosan sekamar denganku?” protes Doojoon.
“Iya,
hyung.” Dengan polosnya Luhan menjawab dan tentu saja Doojoon tak tinggal diam
untuk mengejarnya. Doojoon benar-benar tak melepaskan Luhan.
“Hentikan!”
teriak Joon berusaha menengahi keduanya.
Siwan
hanya mengusap wajahnya. Tak ingin ikut campur dengan urusan Doojoon bersama
maknae mereka, Luhan.
***
Hye
Ra tampak ke luar dari rumahnya, tepat dengan kedatangan Minho. Pemuda itu
masih bolak balik ke rumah sakit karena Yoona masih di rawat.
“Kau
mau pergi?” Tanya Minho yang melihat Hye Ra sudah sangat rapih. Minho bahkan
menangkap dengan matanya bahwa Hye Ra juga menggenggam kunci mobil.
“Aku
mau ke kampus. Bertemu dengan orang yang meminta di desainkan pakaian olehku,”
jelas Hye Ra. Ia tampak sedikit terburu-buru, namun Minho justru seperti
menghalanginya.
“Lalu
bagaimana dengan projek butik kau dan Yoona? Arsitek yang akan membantu kalian
ingin bertemu siang ini. Tapi Yoona tidak mungkin menemuinya. Jadi kau yang
harus ke sana.”
“Oppa!”
pekik Hye Ra. Ia kesal karena Minho seenaknya merubah jadwalnya hari ini. “Tapi
aku tak enak dengan…”
Tanpa
rasa bersalah, Minho menyela ucapan adiknya. “Susah mencari arsitek yang muda.
Kau tau Yoona sudah menunggu lebih dari seminggu untuk mendapatkannya.”
Bahu
Hye Ra tampak merosot. Mau tidak mau ia mengalah dan menuruti ucapan Minho. “Ku
coba hubungi temanku dulu.” Dengan berat hati Hye Ra mengeluarkan ponselnya dan
menghubungi seseorang. “Hallo… Jiyeon? Maaf, bisa katakan pada temanmu kalau
tiba-tiba aku tak bisa hari ini.” Hye Ra berkata seperti itu sambil menatap
kesal pada Minho. “Iya. Akan ku ganti lain waktu. Kalau perlu, berikan alamat
rumahnya, biar aku yang ke sana.”
Minho
tersenyum sambil mengusap puncak kepala adiknya itu ketika Hye Ra baru saja
mengakhiri pembicaraannya di telpon.
“Puas
kau, oppa?” seru Hye Ra galak. Tanpa pamit, ia langsung meninggalkan Minho.
“Temui
pemuda bernama Himchan,” teriak Minho sekedar mengingatkan sebelum Hye Ra
benar-benar pergi dari sana.
***
Di
tempat berbeda, Sulli terlihat akan meninggalkan rumah mewahnya. Dengan membawa
tas tangan sambil memainkan ponselnya, Sulli menuju pagar yang menjulang
tinggi. Ia sedikit tersentak kaget karena sudah ada pemuda tampan yang telah
menunggunya penuh senyum.
“Op…
pa…?” gumamnya samar. Terkejut dengan kehadiran Yong Hwa di sana. Karena pemuda
“Kau…?”
“Entah
mengapa tiba-tiba aku merindukanmu,” goda Yong Hwa yang masih menampilkan
senyum mautnya.
“Oppa,
maaf. Aku sudah ada janji dengan temanku,” ujar Sulli seperti merasa bersalah.
Yong
Hwa mengangguk mengerti. Ia lalu membukakan pintu mobilnya untuk Sulli membuat
gadis itu menatapnya nanar. “Aku ingin menemanimu. Apa tidak boleh?” Tanya Yong
Hwa polos.
“Kau
tidak sibuk?”
Masih
mempertahankan senyumannya, Yong Hwa mendekati Sulli sambil menarik lembut
tangan kekasihnya itu. Ia sadar akan kesibukannya selama ini. Terutama ketika
ia kembali menjalin hubungan dengan Sulli. “Aku ingin meluangkan waktuku
untukmu. Sudah lama kita tidak pergi berdua,” jelas Yong Hwa.
Ragu-ragu,
Sulli menuruti Yong Hwa. Tak dipungkiri, ia juga merindukan kebersamaan dengan
pemuda itu. Baru saja Yong Hwa menutup pintu untuk Sulli, gadis itu menerima
sebuah panggilan. Sementara Yong Hwa menunggu sampai kekasihnya itu selesai
berkomunikasi.
“Kalian
akan bertemu di mana?” Tanya Yong Hwa tak lama setelah Sulli mengakhiri obrolan
singkatnya di telpon.
Sulli
menatap Yong Hwa penuh arti. “Kau beruntung, oppa.” Ucapan gadis itu justru
membuat Yong Hwa menatapnya bingung. “Dia membatalkan janji. Kita bisa pergi ke
manapun kau mau.”
Mendengar
itu, mata Yong Hwa tampak berninar senang. “Kita akan menghabiskan waktu
bersama seharian ini.”
***
Himchan
dan Minhyuk berada di sebuah café. Minhyuk tampak sibuk dengan kertas
desainnya, sementara Himchan melihat-lihat kembali foto-foto ruangan yang akan
di gunakan Yoona sebagai butiknya nanti melalui laptop yang di bawa Minhyuk.
Sebelum ke sana, mereka
sudah berkunjung ke gedung tersebut untuk melihat-lihat sekaligus di abadikan
oleh Minhyuk yang kebetulan membawa kameranya. Gedung yang terdiri dari tiga
lantai. Cukup besar dan letaknya di pinggir jalan besar di sekitar
kantor-kantor yang menjulang tinggi.
“Akh,
baik hyung. Kami akan menunggunya.”
Minhyuk
sempat melirik Himchan sesaat yang baru saja menerima sebuah panggilan. Ia tak
menyangka akan bertemu Yoona sebentar lagi. Dan untuk menutupi kegugupannya,
Minhyuk memilih kembali menggambar skesta desainnya untuk calon butik tersebut.
“Yoona
masih di rawat di rumah sakit. Jadi nanti kita akan bertemu langsung dengan
desainernya yang juga adik ipar Yoona sendiri,” jelas Himchan kemudian meski
Minhyuk tak menunjukkan ketertarikannya.
Namun
dalam hati, entah mengapa Minhyuk seakan bertanya-tanya siapa adik ipar Yoona
tersebut. Rasanya ia lebih tak siap bertemu orang itu dari pada bertemu dengan
Yoona langsung.
“Aku
ke toilet dulu,” pamit Minhyuk yang tanpa menunggu persetujuan Himchan sudah
lebih dulu bangkit dari sana.
***
Hye
Ra mendesah berat ketika baru ke luar dari toilet sebuah café. Saat baru sampai
sana, ia memang langsung menuju toilet. Toilet untuk wanita bersebelahan dengan
laki-laki. Dan dari sana muncullah Minhyuk.
“Kau
di sini juga?” tegur Minhyuk.
“Aku ingin
menemui teman kakak iparku,” keluh gadis itu dengan enggan. Mereka dengan
sendirinya saling berjalan beriringan. “Kau sendirian?”
“Aku
bersama temanku. Kami juga menunggu seseorang yang ingin bekerja sama dengan
kami. Kabarnya orang itu ingin membuat sebuah butik,” jelas Minhyuk saat mereka
berjalan ke ruang utama café tersebut. Namun sepertinya Hye Ra tak menangkap
sesuatu apapun saat Minhyuk menyinggung masalah butik. Hingga akhirnya, tanpa sadar
mereka justru sudah sampai di dekat meja Himchan berada.
Himchan
sendiri sudah menatap Hye Ra. Begitu pula Hye Ra yang menyadari keberadaan
Himchan.
“Hye
Ra, kenalkan ini temanku, Himchan.” Di sisi lain, Minhyuk justru mengenalkan
mereka.
Hye
Ra masih mempertahankan tatapannya seperti tadi. “Kau Kim Himchan?” tanyanya
dengan tatapan penuh minat.
“Akh,
tak ku sangka ternyata adik iparnya Yoona adalah kau, Hye Ra. Ayo duduk,” ajak
pemuda itu.
Tanpa
di duga, Minhyuk justru menahan tubuh Hye Ra. “Kalian sudah saling kenal?”
tuntutnya sambil menatap Hye Ra dan Himchan bergantian dengan penuh selidik.
“Dia
yang akan bekerja sama dengan kita,” kata Himchan menjelaskan.
“Jadi,
kau?” seru Minhyuk. Pemuda itu memegang pundak Hye Ra seakan penjelasan Himchan
masih kurang untuknya.
Hye Ra sendiri hanya mampu
mengangkat pundak. Ia saja baru dikabari Minho menggantikan Yoona bertemu
Himchan tadi siang. Beberapa saat sebelum ia pergi karena memiliki janji dengan
salah seorang teman kuliahnya.
“Sudah…
sudah…” ujar Himchan seakan melerai Hye Ra dan Minhyuk yang masih berada di
posisi seperti tadi. “Kita harus segera memulai projek ini.”
Minhyuk
dan Hye Ra akhirnya mengalah. Keduanya duduk berdampingan di hadapan Himchan. Himchan
sendiri langsung memutarkan posisi laptop hingga layarnya mengarah ke Minhyuk
dan Hye Ra.
Sesaat
Minhyuk ragu untuk memulai ketika layar laptopnya menampilkan slide foto-foto. “Hmm… Tadi kami ke
lokasi yang ingin kalian jadikan butik nantinya. Aku sempat memoto beberapa sudut,”
ujar Minhyuk akhirnya. Sesekali ia mengawasi Himchan yang saat itu tengah sibuk
dengan kamera miliknya sambil sesekali memeriksa ponsel.
“Konsep
apa yang kau dan Yoona inginkan?” sela Himchan.
Hye
Ra mendongak ke arah Himchan berada. “Eonnie tak mengatakan apapun. Ku rasa ia
menyerahkan semuanya untuk kalian.”
Minhyuk
langsung teringat sesuatu. Ia membuka-buka buku sketsa yang tadi ia buat sambil
menunggu kehadiran seseorang yang ternyata adalah Hye Ra.
“Target kalian dalam
membuka usaha ini siapa-siapa saja?” lanjut Himchan berinisiatif karena Minhyuk
seperti tak mempersiapkan pertanyaan seperti itu. “Setelah kau tau targetnya,
baru kami bisa menyarankan beberapa konsep untukmu.”
Hye
Ra sempat menoleh pada Minhyuk. Namun pemuda itu tak menolong apa-apa. “Hmm…”
Gadis itu tampak gugup karena ia memang tak menyiapkan apapun. Bahkan Minho
juga tak mengatakan apa-apa selain menyuruhnya bertemu dengan seseorang bernama
Himchan. Setelah pulang nanti, Hye Ra bertekad memberi perhitungan pada Minho. “Tempat
itu dekat dengan gedung perkantoran dan… kampus,” seru Hye Ra akhirnya dengan
susah payah. Namun setelah itu, tidak ada lagi yang bisa ia katakan.
“Berarti
kemungkinan para wanita kantoran dan mahasiswi?” Tanya Himchan tampak ingin
berusaha membantu.
“Jadi
hanya untuk wanita saja? Ku pikir untuk pria juga,” sela Minhyuk.
Mendengar
itu, Himchan seperti mendapat pencerahan pertanyaan. “Aku setuju denganmu,”
ujarnya yang sependapat dengan Minhyuk.
Hye
Ra justru hanya bisa menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal sedikitpun.
Andai hanya berhadapan dengan Minhyuk, mungkin ia tak akan setegang ini. Namun
di sana ada Himchan. Ia menghargai pemuda itu sebagai rekan kerja meski mereka
ternyata pernah saling kenal sebelum ini. Tapi apa boleh buat. Memang tak ada
yang bisa gadis itu katakan. “Bisakah kita lanjutkan nanti? Sejujurnya, aku
memang tak menyiapkan apa-apa karena Yoona eonnie tak memberikan bekal apapun
padaku,” seru Hye Ra akhirnya karena sudah sedikit frustasi dengan keadaannya
saat itu yang rasanya sudah sangat ingin untuk menangis.
Minhyuk
dan Himchan tampak saling pandangan beberapa saat. Namun melihat keadaan Hye
Ra, Minhyuk berinisiatif untuk menengahi. “Ku rasa kita memang harus memberi
waktu untuk Hye Ra,” serunya mengalihkan. Minhyuk juga tampak langsung membereskan
kertas-kertas di hadapannya. Ia bahkans sempat mematikan laptopnya. “Lagi pula
ini pekerjaanku, kan? Biar aku yang menyelesaikannya nanti. Kau tenang saja.”
Himchan
tampak langsung mengerti tanpa menaruh rasa curiga sedikitpun. “Baiklah. Ku
serahkan semuanya pada kalian. Tapi jika kalian membutuhkan sesuatu, katakan
saja padaku.” Setelah berkata seperti itu, Himchan juga bersiap-siap untuk
pergi dari sana.
Himchan menyambar tasnya
dengan tatapan yang tertuju pada Minhyuk yang masih di sana. Minhyuk tadi sudah
tampak tengah beres-beres, namun nyatanya tidak ada satupun barangnya yang ia
masukkan ke dalam tas.
“Kau
tidak pulang?” Tanya Himchan.
Minhyuk
mendongak cepat. Ia dibuat berpikir oleh Himchan. “Hmm… Kau duluan saja,” ujar
Minhyuk akhirnya. Tidak mungkin ia mengatakan ingin menemani Hye Ra dulu di
sana. Pemuda itu tak enak pada Himchan karena ia mengenal Hye Ra dan mereka
justru terlibat dalam sebuah pekerjaan. Takut akhirnya ketahuan tidak
professional.
“Ya
sudah, aku duluan.” Himchan segera melesat pergi karena ia sepertinya juga
telah memiliki janji lagi dengan orang lain.
Minhyuk
langsung menghembuskan napasnya, lega. Sementara Hye Ra tampak menjatuhkan
kepalanya ke atas meja. Ia sangat cukup di buat frustasi tadi.
“Kau
kenapa?” Tanya Minhyuk terdengar datar. Ia memang bukan menanyakan masalah
pribadi Hye Ra hingga membuat gadis itu seperti tadi. Tapi Minhyuk tau, Hye Ra
memang tampak tak siap atas apapun yang menyangkut kerja sama mereka nantinya.
Hye
Ra menatap Minhyuk masih dengan posisi kepala di atas meja. “Ini memang
projekku dengan eonnie. Tapi Minho oppa seenaknya memaksaku ke sini. Sementara
aku dan eonnie justru belum mempersiapkan apa-apa.”
Minhyuk
tampak mengangguk mengerti. “Ya sudah. Nanti saja kita bicarakan lagi. Sekarang
lebih baik kita makan. Aku yang traktir.”
Perlahan
Hye Ra mengangkat kepalanya. Ia hanya mengangguk seperlunya. Bahkan terkesan
biasa saja saat Minhyuk ingin mentraktirnya makan.
***