Selasa, 17 Desember 2013

FAR AWAY (3_3)


Author              : Annisa Pamungkas
Main Cast          :
·        Kang Jun (C-Clown)
·        Jung Eun Ji (A-Pink)
·        Jang Wooyoung (2PM)
·        Choi Jinri ‘Sulli’ (F(x))
Support Cast :
·        Kang Minhyuk (CN Blue)
·        Peniel Shin (BtoB)
·        Bae Sooji ‘Suzi’ (Miss-A)
·        Jung Daehyun (B.A.P)
Genre               : romance, friendship
Length              : 3 shoot
Summary          :
Jun pasti membenciku setelah ini. Tapi setidaknya, aku tak melihat Jun sakit hati karena Sulli dan Wooyoung oppa. Karena aku mencintaimu. Tapi aku tak bisa memilikimu.”
***

Akhirnya…. Sampai juga di part akhir….
Masih Big thanks to C-Clown… terutama untuk MV dramanya yang berjudul ‘Far Away’ udah menginspirasi banget… Pemeran utama masih Kang Jun …
Hmm… kira-kira, bagaimana sebenarnya perasaan Jun pada Eun Ji? Lalu, kenapa Minhyuk menjauhi Eun Ji, padahal awalnya mereka mulai bisa saling membuka hati satu sama lain… Tentu saja jawabannya ada di ‘Far Away’ part terakhir ini…


***

Kang Jun POV
        Jam 3 pagi aku terbangun. Padahal aku yakin, aku baru saja bisa tidur ketika sudah lewat tengah dalam. Perasaanku tak enak, terutama ketika melihat kasur Wooyoung hyung yang masih kosong. Dia tak pulang malam ini. Dan dia juga tak mengabarkan apapun padaku semalam. Padahal selama ini dia tak pernah seperti itu. Belum lagi di luar sedang hujan deras.
        Akhirnya, aku terjaga sampai pagi. Segera saja aku melesat ke kampus. Tak lupa aku juga menjemput Eun Ji di apartmennya. Selain sebagai upaya ‘menghargai’ Wooyoung hyung dan Sulli karena telah mengenalkan kami. Eun Ji juga gadis yang asik, terlebih dia ternyata teman lamaku. Tak ada salahnya aku bersikap seperti ini.
        “Kau kenapa Jun?”
        Eun Ji menatapku curiga. Tentu saja. Aku tak bisa menutupi ekspresi wajahku. Sulli dan terutama Wooyoung hyung belum ada kabar sampai sekarang.
        “Apa Sulli menghubungimu? Atau kau tau di mana dia sekarang?” tanyaku ketika Eun Ji belum naik ke atas boncengan motorku.
        Eun Ji hanya menggeleng. “Bukankah semalam kita masih melihatnya? Mungkin Wooyoung oppa tau. Kau belum mencoba bertanya padanya?” gadis itu justru kembali melontarkan pertanyaan padaku.
        Aku hanya bisa menghela napas. “Wooyoung hyung bahkan tak pulang ke apartmen semalam. Dia juga tak mengabari,” jelasku. Dan tentu saja membuat Eun Ji terpaku mendengarnya.

***

Author POV
        Esoknya, sore itu Eun Ji tampak berjalan-jalan seorang diri di sebuah pusat perbelanjaan karena ada sesuatu yang tengah ia cari. Ia memang tak meminta Jun menemaninya karena pemuda itu belum tau keberadaan Wooyoung dan Sulli.
        Tiba-tiba gadis itu menghentikan langkahnya dan membeku melihat seorang pemuda yang sudah tidak asing lagi. Wooyoung. Pemuda itu merangkul mesra seorang gadis yang berpakaian sedikit seksi.
        Tertangkap basah oleh Eun Ji seperti itu, Wooyoung langsung melepaskan rangkulannya terhadap gadis yang bersamanya itu. Dan tanpa merasa bersalah, Wooyoung justru menyuruh gadis tadi untuk pergi dari sana.
        “Mana Sulli?” Tanya Eun Ji dengan nada tegas.
        Wooyoung sempat tersenyum meremehkan. “Kau pikir aku ibunya yang tau di mana dia?”
        Mendengar itu, Eun Ji hanya bisa menahan gejolak dadanya. Jika saja ini bukan tempat umum, mungkin ia sudah menendang Wooyoung sekarang juga.

***

Kang Jun POV
        Sulli masih belum ku ketahui keberadaannya. Dan aku juga membiarkan Eun Ji pergi sendiri padahal bisa saja aku menemaninya. Dengan berbekal sedikit rasa bersalahku pada Eun Ji, aku berinisiatif menjemputnya di sebuah pusat perbelanjaan. Ku yakin Eun Ji juga pasti masih ada di sana.
        Dan ada pemandangan yang tak ku sangka-sangka. Wooyoung hyung bergandeng mesra dengan gadis lain. Bukan Sulli. Sial! Beraninya dia melakukan itu. Jika masih seperti ini, lebih baik aku menyuruh Wooyoung hyung melepaskan Sulli untukku.
        Diam-diam aku mengikutinya. Mungkin aku baru akan memunculkan diri di tempat yang tidak terlalu ramai seperti ini. Tak lama ku lihat Wooyoung hyung berhenti. Ia seperti bertemu seseorang, tapi aku tak bisa melihatnya. Lalu kemudian dia menyuruh gadis bersamanya tadi untuk pergi. Dan di saat itulah aku bisa melihat siapa yang tengah berbicara dengan Wooyoung hyung. Eun Ji?
        Aku mengubah rencanaku yang akhirnya mendekat. Eun Ji yang pertama kali menyadari kedatanganku. Wooyoung hyung juga ikut menoleh. Dia menunjukkan senyumannya melihat kedatanganku.
        “Akh… Jun? Kenapa tak bilang jika kau ternyata bisa menjemput Eun Ji. Dia sampai meminta tolong diriku untuk menjemputnya di sini,” kata Wooyoung membual. Tentu saja aku tidak mempercayai ucapannya sedikitpun.
        Ku lihat Eun Ji panic dan berusaha menyampaikan sesuatu padaku bahwa apa yang dikatakan Wooyoung hyung tidak seperti kenyataannya. Tenang Eun Ji. Aku mempercayaimu.
        “Ya sudah, Jun! Aku pergi dulu.”
        Wooyoung hyung langsung merealisasikan ucapannya. Tentu saja dia akan bersikap seperti itu karena takut aku menanyainya tentang kejadian dua hari lalu dan tentang keberadaan Sulli. Akan ku selesaikan itu nanti.
        Dan sekarang, ketika aku menoleh, ku lihat Eun Ji seperti ingin menghindariku. Aku yakin dia pasti malu dengan perkataan Wooyoung hyung. “Kau sudah selesai?” tanyaku yang sukses menghentikannya. Aku melangkah mendekat. Dan Eun Ji juga menoleh kembali ke arahku.
        “Jun… Aku tidak meminta Woo…”
        “Aku percaya padamu.” Aku menyela ucapan Eun Ji sebelum gadis itu menjelaskan hal tersebut untuk membela dirinya. “Aku juga melihat Wooyoung hyung dengan gadis yang tadi.”
        Ku lihat Eun Ji bernapas lega. Mengingat kepanikannya tadi membuatku tak bisa berhenti tersenyum.
        “Tapi Wooyoung oppa juga tak mau memberitahu keberadaan Sulli.” Eun Ji berujar.
        Senyumanku langsung memudar meski sebenarnya tak ku tunjukkan itu di depan Eun Ji. “Aku tau.” Aku lalu memberanikan diri untuk menggenggam tangan Eun Ji dan membawanya pergi bersamaku.

***

Author POV
        “Jun!”
        Pemuda itu menoleh setelah mendengar Eun Ji menyebut namanya. Jun bahkan membatalkan niat ketika hendak mengenakan helmnya. “Hmm…?” Jun menatap Eun Ji penuh Tanya.
        Eun Ji tak langsung menjawab. Ia menghela napasnya, berat. Ingin rasanya ia tak mengatakan hal itu, tapi di sisi lain, itu memang akan terjadi. Jun sendiri masih menunggunya dengan sabar. “Besok aku sudah akan kembali ke rumah. Aku telah menyelesaikan semester ini,” kata Eun Ji akhirnya yang dengan susah payah ia ucapkan.
        Jun menoleh cepat. Sementara Eun Ji langsung mengalihkan tatapannya ke arah lain. Di sana Jun menangkap ketidak relaan dari Eun Ji mengatakan hal itu. Jun langsung mengangguk singkat. Ia sadar jika hari itu akan tiba juga. Dan entah kenapa, ia juga tak rela jika itu terjadi meski sebenarnya Jun dan Eun Ji berasal dari kota yang sama. Bisa saja mereka bertemu di sana. Tapi suasananya pasti berbeda. Sepulangnya ke sana, Eun Ji akan bertunangan dengan seorang pemuda.
        “Aku akan mengantarmu ke stasiun,” ujar Jun akhirnya sambil tersenyum. Ia hanya ingin berusaha ceria. Namun ketika ia mengenakan helm, Jun memudarkan senyumannya.
        Eun Ji juga melakukan hal yang serupa. Dan saat ia sudah naik ke boncengan motor Jun, tentu saja pemuda itu tidak melihat bahwa senyuman Eun Ji juga memudar. Gadis itu hanya menatap nanar punggung Jun ketika mereka dalam perjalanan pulang. “Ini saat terakhir kami berada di posisi seperti ini. Aku pasti akan merindukan saat-saat bersamamu, Jun.”
        Setengah jam kemudian, Jun dan Eun Ji sudah sampai di gerbang apartmen tempat Eun Ji tinggal. Sesaat, Eun Ji masih memeluk helm yang selalu ia kenakan ketika berboncengan dengan Jun. Benda itu juga  Jun yang membelinya. “Ini boleh untukku?”
        Jun mengangguk cepat. Benda itu hanya boleh dimiliki Eun Ji.
        Eun Ji tersenyum senang. Ia bahkan semakin erat memeluk helmnya. “Aku masuk dulu, Jun.” Eun Ji berpamitan.
        Dengan berat hati, Jun membiarkan Eun Ji meninggalkannya ke dalam.

***

Kang Jun POV
        Sepulang dari mengantar Eun Ji, aku langsung ke apartemenku. Suasana di dalam masih gelap. Itu artinya Wooyoung hyung belum pulang. Aku menyalakan lampu di ruang tamu, lalu menghempaskan tubuhku yang sedikit lelah ini ke sofa.
Cukup lama aku terdiam. Sampai akhirnya, suara ponselku yang memecah keheningan. Langsung saja ku rogoh saku jinsku. Sesaat aku terpaku membaca nama sang penelpon di layar ponselku. ‘Sulli’? Segera  ku jawab panggilan Sulli.
        “Sulli, kau di mana? Kenapa ponselmu mati terus beberapa hari ini?” Aku langsung menyecarnya karena seperti yang ku katakan tadi, ponselnya mati selama beberapa hari.
        Aku menunggu jawaban dari Sulli yang tak kunjung merespon ucapanku. Cukup lama.
        “Sulli, kau masih di sana?” seruku lagi karena Sulli masih saja diam.
        “Jun…”
        Aku membeku akhirnya bisa mendengar suara Sulli lagi. Dan hatiku mencelos karena nada suaranya seperti… menangis. Sulli menangis? “Kau baik-baik saja?” ujarku tak tenang.

***

Author POV
        Di sebuah kamar. Sulli mendekap tubuhnya ke dalam selimut. Satu tangan ia gunakan untuk menempelkan ponsel di telinganya. Sementara tangannya yang lain menyeka air matanya yang meleleh di sekitar pipi. Rambut gadis itu juga tampak sedikit berantakan.
        Sementara di tempatnya berada, Jun masih saja tampak tak tenang sambil menunggu jawaban Sulli berikutnya.
        Sulli berusaha menenangkan hatinya dengan menghirup udara dalam-dalam. “Jun… Woyoung…” Lagi, Sulli tak sanggup melanjutkan kata-katanya.
        “Kenapa lagi dengan Wooyoung hyung?” desak Jun tak sabar. Wooyoung juga tak bisa dihubungi kembali setelah mereka tak sengaja bertemu di pusat perbelanjaan tadi sore.
        “Jun, maafkan kami.”
        “Ceritakan semuanya!”
        Sulli kembali meneteskan air mata. Merasa bersalah karena ia baru mengetahui dari Wooyoung bahwa Jun selama ini memendam perasaan padanya. Begitu pula sebaliknya. Ia mengenalkan Jun pada Eun Ji juga karena ingin mengalihkan perasaannya karena ia dan Wooyoung sudah… “Jun, aku hamil…” setelah itu Sulli langsung semakin terisak.
        Jun merasakan tubuhnya melemah seketika. Ia bahkan nyaris melepaskan ponsel dari genggamannya. Matanya kosong. “Cepat temui aku sekarang juga!” tegas Jun dan langsung mematikan ponselnya. Untuk melampiaskan kekesalannya, Jun membanting figura yang membingkai foto dirinya dan Wooyoung. “Sial kau hyung! Kenapa kau menghamili Sulli!” teriaknya frustasi. “Jika si Wooyoung itu tidak mau bertanggung jawab! Aku yang akan bertanggung jawab pada Sulli.” Jun meyakinkan hatinya.
        Tepat di depan apartmen mereka, tampak Wooyoung baru kembali. Ia sempat membuka sedikit pintu tersebut dan mengawasi suasana di dalam. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati Jun membanting figura sambil memaki dirinya. “Sulli hamil?” ujarnya pelan mengulangi ucapan Jun. Setelahnya, Wooyoung langsung kembali meninggalkan apartmen.

***

        Di sinilah Sulli sekarang. Duduk seorang diri di sebuah café yang malam itu sudah cukup sepi. Ia memilih meja yang sedikit dalam dan dekat dengan jendela kaca yang menjadi dinding utama café tersebut. Gadis itu masih menangis. Menangisi takdirnya lebih tepatnya. Sulli bahkan hanya merapihkan diri dan mengenakan pakaian seadanya. Ia sudah tak terlalu memikirkan penampilannya.
        Ada dua pintu akses masuk ke dalam café. Dan Jun memilih pintu depan sehingga ia bisa langsung melihat posisi bahkan keadaan Sulli saat itu. Matanya menatap Sulli nanar. Tepat di bagian mata. Gadis itu pasti sudah menangis beberapa hari ini.
        Jun sudah ingin melangkah masuk. Namun ia langsung membatalkannya karena melihat sosok Wooyoung masuk ke dalam café melalui pintu yang lain dan langsung menuju ke meja tempat Sulli berada. Wooyoung menarik tubuh Sulli untuk berdiri dan berusaha memeluk gadis itu.
“Lepaskan aku!” Sekuat tenaga Sulli berusaha memberontak, tapi Wooyoung juga tak ingin melepaskannya begitu saja.
        Wooyoung akhirnya bisa memeluk tubuh Sulli meski gadis itu masih saja memberontak di sana. “Kenapa harus Jun yang pertama kali kau beritahu?” bisik Jun lembut. “Kenapa bukan aku? Aku yang telah melakukan itu padamu.”
        Sulli semakin deras menangis. “Kau yang ke mana akhir-akhir ini?” Apa pedulimu tentang keadaanku?” Sulli bahkan sampai memukuli punggung Wooyoung agar pemuda itu melepaskannya.
        “Aku minta maaf untuk itu,” kata Wooyoung yang tak merubah sedikitpun posisi mereka. “Apa kau tidak menginginkan aku untuk bertanggung jawab? Aku menghilang karena aku mengurusi skripsimu. Setelah lulus nanti, aku akan segera melamarmu.”
        Sementara di luar sana, Jun tampak tak bisa menahan emosinya. Namun ia juga tak mungkin bersikap gegabah. Jun hanya bisa mengepalkan ke dua tangannya. Dadanya semakin terasa sesasak. Dan hatinyapun seperti mencelos melihat Sulli perlahan mereda lalu akhirnya membalas pelukan Wooyoung.
Setelah itu Wooyoung dan Sulli saling tatap kemudian Wooyoung mendekatkan wajahnya. Jun hanya mampu membulatkan matanya. Ini yang sebenarnya tak ingin ia lihat dari mereka. Namun ternyata, ia justru merasakan bibirnya mendapat sentuhan lembut dari sesuatu dan ada yang menghalangi pandangannya juga terhadap Sulli dan Wooyoung.
        Perlahan Jun mengarahkan matanya pada anting yang menggantung di telinga gadis itu. Anting berbentuk bintang yang sering ia lihat di pakai oleh Sulli. Tapi tidak mungkin gadis itu yang ada di hadapannya.
        “Jun pasti membenciku setelah ini. Tapi setidaknya, aku tak melihat Jun sakit hati karena Sulli dan Wooyoung oppa.”
        Jun menjauhkan tubuh gadis itu dengan lembut. Matanya juga tak lepas agar ia bisa melihat wajah gadis tersebut. “Eun Ji?” Seru Jun pelan.
Mendengar Jun menyebut namanya, Eun Ji justru sama sekali tak berani membuka namanya. Tak ingin melihat Jun membencinya, Eun Ji memilih berbalik lalu menjauh untuk menghindari Jun.
        Jun hanya bisa membeku melihat kepergian Eun Ji. Dan ia baru tersadar ketika Eun Ji meraih koper besarnya yang ia letakkan di sana. “Eun Ji, tunggu!” teriak Jun seraya mengejar gadis itu.
        Pergerakan Jun sedikit menarik perhatian Sulli yang masih di dalam café.
        Jun menarik tangan Eun Ji agar berhenti. “Kau akan pergi sekarang?”
        Buru-buru Eun Ji menghapus air matanya. Tapi ia juga tak langsung menoleh ke arah Jun. Bahkan ia menolak ketika Jun memintanya berbalik. Rasa bersalah itu masih tersisa.
        Jun akhirnya mengalah. Ia tak memaksa Eun Ji lagi. “Kenapa kau melakukan itu padaku?” serunya.
Sementara Eun Ji masih membelakanginya sambil terisak. “Karena… Karena aku mencintaimu. Tapi aku tak bisa memilikimu.”
        Jun kembali membeku, kali ini karena mendengar ungkapan cinta dari Eun Ji. Tak menyangka ternyata Eun Ji menyimpan perasaan padanya. “Ke… Kenapa kau… Kenapa kau bicara seperti itu?” Jun menatap nanar punggung Eun Ji seakan tak terima jika gadis itu berkata demikian.
        Eun Ji menghela napas untuk sekedar menenangkan diri. “Aku pernah kehilangan Peniel oppa. Dan aku tidak ingin kehilangan Minhyuk oppa juga.” Tanpa menunggu reaksi dari Jun, Eun Ji sudah lebih dulu kembali melangkah.
        Jun sendiri memang tak langsung mengejar karena ia merasakan ponselnya bergetar. Ada sebuah pesan masuk dari ‘Minhyuk hyung’.

        Kapan kau pulang? Minggu depan aku akan bertunangan. Ku harap kau bisa datang. Dan… maaf jika aku belum bisa menjadi hyung yang baik untukmu, Jun. (Kang Minhyuk)

        Setelah membaca pesan tersebut, Jun langsung mendongak. Eun Ji sudah menghentikan taksi. Jun segera melesat untuk mengejar gadis itu. Jun menghentikan tangan Eun Ji tepat sebelum Eun Ji membuka pintu taksi. Gadis itu lalu menoleh cepat.
        “Jika kita memang tidak bisa bersatu, setidaknya aku juga ingin kau tau kalau…” Jun menggantung ucapannya sesaat. Ia menatap mata Eun Ji. “Aku juga mencintaimu.”
        Belum sempat Eun Ji menetralisir keterkejutannya, Jun sudah lebih dulu mengecup singkat bibirnya. Pemuda itu lalu tersenyum sambil membukakan pintu untuk Eun Ji. Eun Ji seperti masih tak ingin cepat-cepat meninggalkan Jun. Namun tak bisa di pungkiri jika malam itu ia bahagia. Begitu pula dengan Jun. Meski kebahagiaan itu hanya berlangsung sesaat.

***

        Seminggu kemudian. Eun Ji akan menghadapi pertunangannya dengan Minhyuk malam ini. Gadis itu menatap pantulan dirinya di cermin. Gaun mewahnya terasa biasa saja karena setelah kejadian itu, Eun Ji justru sama sekali tak bisa melupakan Jun. Berbeda ketika ia harus berpisah dengan Peniel.
        “Apa harus Minhyuk yang menyeretmu dari sini agar kau mau turun ke bawah?”
        Eun Ji hanya menghela napas mendengar suara milik Daehyun. “Jun seharusnya tidak mengatakan perasaannya waktu itu,” sesalnya. Eun Ji kemudian menoleh dan mendapati Daehyun sudah berdiri di sampingnya. “Apa Minhyuk oppa sudah datang?”
        Daehyun membawa salah satu tangan Eun Ji agar menggamit lengannya. “Ku rasa,” serunya tak yakin. Namun ia tetap membawa Eun Ji ke luar dari kamar itu.
        Eun Ji sendiri hanya bisa pasrah mengikuti langkah Daehyun. Saat menuruni tangga yang langsung terhubung dengan ruangan pertunangan, suasana justru terasa hening meski sudah banyak tamu undangan yang datang. Daehyun menatap bingung ke arah orang tua Eun Ji. Begitu pula dengan Eun Ji yang menatap penuh Tanya ke arah orang tua Minhyuk.
        Daehyun membawa Eun Ji ke belakang seorang pemuda yang ia pikir adalah Minhyuk. Sementara Eun Ji tak melepas pandangannya pada orang tua Minhyuk. Mereka seperti menatap Eun Ji penuh rasa bersalah, tapi mereka juga tak memberikan penjelasan apapun tentang apa yang terjadi.
        “Kau cantik sekali Eun Ji.”
        Eun Ji membeku mendengarnya. Bukan karena pujian yang dilontarkan pemuda itu padanya, tapi karena suara pemuda itu sangat familiar. Eun Ji memang sudah hapal dengan suara Minhyuk. Tapi suara itu bukan milik Minhyuk. Eun Ji langsung menoleh untuk memastikan semuanya. “Jun?” Seru Eun Ji. Ia tak tau harus berekspresi seperti apa ketika bertemu pemuda itu. “Kau datang untuk melihatku bertunangan?”
        Jun tersenyum. “Bukan hanya untuk melihat.”
        Eun Ji hanya menatap Jun menuntut penjelasan. Dan semakin membingungan ketika Jun meminta sebuah cincin dari tangan ibu Eun Ji. Setelah itu Jun menarik lembut tangan Eun Ji untuk menyematkan sebuah cincin di jari manis gadis itu.
        “Tapi juga untuk menggantikan Minhyuk hyung bertunangan denganmu.” Jun mencium tangan Eun Ji yang tersemat cincin.
        “Minhyuk hyung?” ujarnya memastikan karena cara Jun menyebut nama pemuda itu terkesan mereka sangat akrab.
        Jun tak langsung menjawab. Ia juga sempat melirik ke orang tuanya. Jun mengangguk samar karena orang tuanya sudah mendesak agar Jun menjelaskan sesuatu.

Flashback…
        Jun bergegas ke luar dari stasiun. Sambil menunggu bis yang akan mengantarnya menuju rumah, Jun menatap berkeliling. Kebetulan lalulintas tidak terlalu ramai. Dan tak jauh di sampingnya, ia melihat seorang pemuda tengah menyebrang. Setelahnya, pemuda tersebut mengalami kecelakaan karena tak menyadari bahwa ada sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi.
        Jun segera menghampiri tubuh pemuda itu yang tergeletak beberapa meter di depannya. Pemilik mobil langsung melarikan diri. Jun meminta seseorang untuk menghentikan taksi karena ia berniat membawa pemuda tersebut ke rumah sakit.
        Minhyuk yang baru saja ingin meninggalkan rumah sakit, langsung membatalkan niat ketika melihat kedatangan Jun bersama seorang pasien kecelakaan. Mereka berjalan tepat di depan Minhyuk. Namun hanya Jun yang berhenti di samping kakaknya. Sementara para perawat membawa pemuda itu ke dalam.
        “Peniel…?” gumam Minhyuk karena ia sempat melihat wajah pemuda tadi.
        “Kau mengenalnya, hyung?”
        Minhyuk tidak menjawab pertanyaan Jun. Ia langsung melesat menuju tempat Peniel tadi di bawa. Sementara Jun juga menyusulnya. Di dekat apotik rumah sakit, Minhyuk sekilas melihat seorang ibu hamil yang sudah sangat ia kenal, berdiri mengambil obat. Sooji. Dari sanalah Jun tau cerita antara Minhyuk, Peniel dan Sooji.
        Mereka menunggu Peniel selesai menjalani perawatan. Saat seorang dokter muncul, mereka langsung berdiri tak terkecuali.
        “Hyung!” hanya itu yang Minhyuk katakan pada rekan seprofesinya mengenai keadaan Peniel.
        Dokter yang di panggil ‘hyung’ oleh Minhyuk tadi sedikit tertunduk. “Maaf, kami tak bisa menyelamatkannya.”
        Mendengar itu, Sooji langsung lemas. Beruntung Jun yang berdiri di belakang Sooji sigap menangkapnya. Minhyuk menghampiri Sooji dan Jun. Ia lalu menarik Sooji ke dalam pelukannya. Membiarkan gadis itu menangis hingga membasahi kemejanya.
        “Aku yang akan menggantikan Peniel,” ujar Minhyuk yakin.
        “Tapi kau akan bertunangan. Pikirkan juga perasaan Eun Ji dan keluarganya.” Sooji tampak menolak. Tak selayaknya Minhyuk bertanggung jawab atas apa yang tidak ia lakukan. Meski tak bisa di pungkiri hati kecilnya masih mencintai Minhyuk.
        Jun masih di sana. Dan ia menyaksikan semuanya yang mengingatkannya tentang Sulli. Jika Wooyoung tak mau bertanggung jawab, ia yang akan menggantikannya. Lalu Sooji menyebut nama… ‘Eun Ji’.
        “Hyung, aku yang akan menggantikanmu bertunangan,” putus Jun.
        “Tapi…” Minhyuk tak tau haru berkata apa.
        “Aku pernah berada di posisimu seperti ini. Dan aku tak ingin kau juga mengalami hal sepertiku.”
        Mendengar Jun berkata seperti itu, Minhyuk langsung memeluk adiknya. “Maafkan aku karena tak bisa menjadi hyung yang baik untukmu. Dan justru kau yang berkorban untukku.”
Flashback end…

        Jun dan Eun Ji kini berada di balkon rumah keluarga Eun Ji setelah semua rangkaian acara terlaksana. Tadi Eun Ji memang benar-benar merasakan kebahagiannya karena ia bertunangan dengan Jun. Tapi kini kesedihan itu menjalar karena kepergian Peniel untuk selama-lamanya. Eun Ji menangis di sana.
        Jun menyampirkan jasnya ke pundak Eun Ji. Dan ia hanya bisa memeluk gadis itu dari belakang agar Eun Ji merasa sedikit nyaman.
        “Sekarang aku benar-benar kehilangan Peniel oppa,” kata Eun Ji yang masih terisak.
        “Aku tak melarang untukmu menangisi Peniel.” Jun semakin mengeratkan pelukannya. “Tapi Peniel juga tak akan senang melihatmu seperti ini.” Cukup lama mereka berada di posisi seperti itu. Hingga akhirnya Jun melepaskan pelukannya lalu memutar pundak Eun Ji agar menghadap ke arahnya. Ia mengusap lembut pipi Eun Ji yang basah.
        “Aku bahagia melihat kebahagiaan Sulli dan Wooyoung hyung. Ku yakin kau juga bahagia jika Minhyuk hyung bahagia bersama Sooji. Begitu pula dengan Peniel. Dia juga pasti akan bahagia melihatmu bahagia.”
        Eun Ji justru sedikit cemberut mendengar ucapan Jun. “Tapi kebahagiaanku belum lengkap karena aku yang pertama kali menyatakan perasaan. Bukan kau.”
        “Dasar gadis.” Jun mendengus kesal, sementara Eun Ji terkekeh pelan. “Tapi kau tidak tau kan kalau aku yang menawarkan diri untuk menggantikan Minhyuk hyung?”
        Eun Ji sempat terkejut sesaat, tapi ia pintar untuk langsung menyembunyikannya. “Bagaimana jika gadis itu bukan diriku?” seru Eun Ji tak mau kalah begitu saja.
        Jun tersenyum penuh kemenangan. “Sayangnya aku sudah tau lebih dulu,” kata Jun penuh percaya diri. Ia bahkan sudah mengeluarkan foto Minhyuk dari saku celananya. “Kau menjatuhkannya ketika kita berciuman di depan café.”
        Wajah Eun Ji sontak bersemu merah. Tentu saja yang membuat Eun Ji malu adalah karena Jun mengungkit ciuman pertama mereka.
        “Kemungkinannya kecil kan jika ada dua orang yang memiliki wajah dan nama yang sama?” Jun tersenyum puas karena berhasil menggoda Eun Ji. “Lalu…”
        Eun Ji menatap Jun penuh Tanya. Dan dengan penuh percaya diri, Jun menunjuk ke arah bibirnya dengan tatapan menggoda. Eun Ji menempelkan foto Minhyuk ke bibir Jun lalu meninggalkan pemuda itu di sana seorang diri.
        Jun menatap tak suka foto Minhyuk yang tadi menempel di bibirnya. “Aku tak sudi jika berciuman denganmu, hyung!” Ketika melihat ke arah pintu, sosok Eun Ji sudah melesat ke dalam. “Eun Ji! Tunggu!”


*_E_N_D_*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar