Author :
Annisa Pamungkas
Main Cast :
·
Kang Jun (C-Clown)
·
Jung Eun Ji (A-Pink)
·
Jang Wooyoung (2PM)
·
Choi Jinri ‘Sulli’ (F(x))
Support
Cast :
·
Kang Minhyuk (CN Blue)
·
Peniel Shin (BtoB)
·
Bae Sooji ‘Suzi’ (Miss-A)
·
Jung Daehyun (B.A.P)
Genre
: romance, friendship
Length : 3 shoot
Summary :
”Aku tau
kalau selama ini aku tak salah pernah mencintai pemuda bertanggung jawab
seperti Peniel oppa. Tapi yang aku sesali karena takdir yang tidak menyatukan
kita.”
***
Big thanks to C-Clown… terutama untuk MV
dramanya yang berjudul ‘Far Away’ udah menginspirasi banget… tapi di sini jalan
ceritanya banyak yang author ubah, meski masih ada adegan yang sangat-sangat
‘terinspirasi’ dari MV tersebut… Dan tentu saja Kang Jun juga menjadi pemeran
utama di FF ini… hehehe
***
Eun Ji POV
Ku
hembuskan napas beratku, tepat ketika pintu kamarku terbuka dan memunculkan sosok
wanita yang sangat aku cintai. Siapa lagi kalau bukan ibuku? Wanita yang sangat
berarti. Dan saking berartinya, tak satupun permintaannya yang bisa ku tolak.
Termasuk rencana perjodohanku dengan seorang pemuda yang sama sekali tidak ku
kenal.
“Sayang,
kau sudah siap?”
Aku
memejamkan mata sesaat dan kembali menghembuskan napasku untuk sekedar
menghilangkan sesak di dadaku. Kejadian dua hari yang lalu masih mengganggu
otakku. Pemuda yang aku cintai, ternyata berselingkuh di belakangku.
Flashback…
Peniel
oppa sama sekali tak bisa ku hubungi. Di mana dia sebenarnya? Karena tidak
mungkin untuk menunggunya menjemputku di kampus, akupun memutuskan untuk pulang
sendiri menggunakan bus. Tepat ketika aku baru melangkahkan kakiku, aku melihat
mobil Peniel oppa melintas. Dan ada seorang gadis bersamanya. Mereka tampak
mesra.
“Apa
aku tak salah lihat? Itu Peniel…”
Aku
menoleh ketika mendengar suara seseorang di sampingku. Di sana aku mendapati Daehyun
oppa, sepupuku, duduk di atas motornya. Dan dia juga melihat Peniel oppa.
Aku
hanya bisa menunduk dan berniat untuk pergi dari sana. Namun Daehyun oppa
justru menahan tanganku dan memaksaku untuk ikut bersamanya. Ku rasa ia berniat
mengajakku mengejar Peniel oppa. Dan apa yang ku takutkan benar terjadi. Daehyun
oppa menghentikan mobil Peniel oppa setelah berhasil mendahuluinya.
Ku
lihat Peniel oppa ke luar dari mobil dan sedikit kesal karena Daehyun oppa
menghalangi jalannya.
“Tak
bisakah kau menyetir dengan baik?” bentak Peniel.
Aku
tak berani menengok ke arah Peniel oppa. Suaranya cukup mengerikan untukku.
Tapi ku rasakan Daehyun oppa memaksaku untuk turun dan menghadapi Peniel oppa. Terlebih
gadis yang bersamanya juga ikut ke luar dari tempat yang biasa aku tempati
ketika berada di dalam mobil Peniel oppa.
“Mereka
siapa, sayang?” gadis itu berkata dengan nada manja sambil menggamit salah satu
lengan Peniel oppa. Peniel oppa juga tampak tak keberatan dengan apa yang
dilakukan gadis itu.
Ingin
rasanya aku menjerit, tapi Daehyun oppa berusaha menenangkanku dengan cara
menggenggam tanganku dengan lembut.
“Dia
siapa?” Tanya Daehyun dengan nada dingin dan terdengar sangat mendesak pada
Peniel oppa. Aku semakin takut dengan apa yang akan terjadi setelah ini.
“Hai…
Aku Sooji.” Gadis itu berinisiatif mengulurkan tangannya ke hadapan kami. Tapi
tak satupun dari aku ataupun Daehyun oppa yang menyambutnya. “Aku kekasihnya
Peniel oppa,” lanjutnya dengan nada di buat semanis mungkin dan membuatku ingin
menendangnya. Tapi tentu saja aku tak akan sanggup melakukan itu karena hatiku
yang telah hancur berkeping-keping.
“Kau!”
Daehyun oppa sudah meraih kerah kemeja Peniel oppa.
“Apa
yang kau lakukan!” gadis itu berusaha menghentikan perlakuan kasar Daehyun oppa
pada Peniel oppa. Sementara aku hanya bisa menatap nanar mata Peniel oppa yang
saat itu juga tengah menatapku.
Aku
memutuskan untuk meninggalkan mereka dan tak peduli jika Daehyun oppa melakukan
hal kasar apapun pada Peniel oppa.
Flashback end…
Sejak
saat itu aku benar-benar mengakhiri hubunganku dengan Peniel oppa setelah
selama hampir dua tahun ia menjadi kekasihku. Orang tuaku memang kurang
menyetujui hubunganku dengan Peniel oppa. Dan tuhan telah memberikan jalannya. Aku
menerima perjodohan ini atas dasar menuruti permintaan ibuku, dan juga karena
aku ingin melupakan pemuda tak bertanggung jawab seperti Peniel oppa.
Kembali
aku menghembuskan napasku. Setelah itu aku memastikan penampilanku di cermin.
Gaun malam sederhana namun tampak indah meski susasana hatiku masih cukup
buruk. Akupun memantapkan hati untuk melangkah ke luar. Ke tempat pemuda itu
dan keluarganya menungguku di ruang tamu.
***
Pemuda di sampingku ini namanya Kang Minhyuk. Dia baru
saja lulus dari kuliah kedokteran. Dan sekarang mulai bekerja di salah satu
rumah sakit di kota ini.
Minhyuk
sosok yang menyenangkan. Dia banyak cerita tentang masa kecilnya. Ternyata
Minhyuk memiliki seorang adik laki-laki yang tengah kuliah di luar kota. Bukan
hanya itu, Minhyuk juga bercerita bahwa ia belum lama ini dikecewakan
kekasihnya yang berselingkuh dengan seorang pemuda. Hampir sama dengan apa yang
ku terima dari Peniel oppa.
Pertemuan
pertama yang cukup menyenangkan. Dan sejak saat itu kami menjadi dekat. Minhyuk
juga tak memaksakan tentang perasaanku. Dan kami memutuskan membiarkan perasaan
kami mengalir begitu saja. Tapi aku cukup nyaman dengan keberadaannya saat ini.
“Oppa,
untuk semester kali ini, aku mendapatkan jadwal di kampus utama. Kau tau kan
kalau kampusku yang sekarang hanya cabang saja?” kataku suatu ketika saat kami
bertemu di sebuah café sepulang Minhyuk bekerja.
“Kau
akan tinggal di sana?” Tanya Minhyuk. Aku tau ada sedikit ketidakrelaan darinya
membiarkan aku tinggal seorang diri di sana.
“Tidak
mungkin untuk aku pulang pergi dari sini.”
Minhyuk
mengangguk cepat. “Baiklah. Lagipula, kampusmu itu masih terjangkau dari sini.
Tapi mungkin aku baru bisa menemuimu sekitar seminggu sampai dua minggu
sekali.”
Aku
tersenyum lega mendengarnya. “Jika kau tidak sempat, aku yang akan pulang ke
sini.”
***
Kang Jun POV
Pagi
itu alarm di ponselku berbunyi. Perlahan aku membuka mata sambil menoleh ke
tempat tidur lain yang juga berada di kamar ini. Tempat tidur itu kosong dan
tampak sudah bersih. Aku buru-buru bangkit dan ke luar dari kamarku.
Aku
menjulurkan kepalaku ke arah dapur. “Hyung!” panggilku pada roommate-ku di apartmen kecil ini. Tapi
tak ada jawaban.
“Jun!
Aku di depan!”
Ada
sahutan dari arah berbeda. Aku langsung berjalan ke tempat yang kemungkinan ada
Wooyoung hyung itu. Ternyata benar. Pemuda yang sudah seperti kakakku sendiri
itu tengah mengikat tali sepatunya di ruang tamu. Pakaiannya juga sudah rapih.
“Kau
sudah mau pergi sepagi ini?” tanyaku heran yang tak mengubah posisi berdiriku
di ambang pintu.
“Aku
ingin menjemput Sulli dulu,” jawabnya riang. Sangat bertolak belakang dengan
reaksiku saat ini.
Kami
mencintai gadis yang sama. Gadis itu sahabatku sejak SMA. Tapi aku justru diam-diam
memendam perasaan padanya. Dan sampai saat ini aku sama sekali tak berani
mengungkapkan semuanya pada gadis itu. Hingga akhirnya, aku mendapatkan kabar
bahwa Sulli menjalin sebuah hubungan dengan Wooyoung hyung. Seseorang yang
sudah ku anggap kakak sendiri.
Aku
juga tidak bisa menyalahkan Wooyoung hyung untuk itu. Karena selama aku kenal
dengannya, aku sama sekali tak menceritakan apapun tentang perasaanku pada
Sulli. Aku juga hanya bisa menatap nanar kepergian Wooyoung hyung pagi itu.
***
Author POV
Siang
hari, Jun tampak tertidur di kursi taman kampusnya. Tepat di bawah pohon yang
sangat rindang. Ia menggunakan ranselnya sebagai alas di kepala. Tak lama
muncul Wooyoung bersama seorang gadis tinggi, putih dengan rambut panjang yang
bergelombang.
Wooyoung
menatap gadis di sebelahnya seolah meminta saran.
“Biar
aku yang membangunkan. Kau pergi saja dulu. Nanti aku tunggu di mobil,” kata
gadis itu yang langsung disetujui oleh Wooyoung.
“Baiklah.
Aku percayakan Jun padamu.”
“Jun!”
gadis itu menepuk pelan pipi Jun sambil memanggil nama pemuda itu. “Bangun!”
***
Kang Jun POV
“Jun!
Bangun!”
Ada
yang menyebut namaku. Dan ku rasakan tepukan lembut di ke dua pipiku. Ku
paksakan mataku terbuka. “Sulli?” aku terkejut mendapati gadis itu di
hadapanku. Buru-buru aku bangkit.
Sulli
menyunggingkan senyuman terbaiknya yang sukses membuatku selalu terpesona
seperti ini. Tiap kali ia tersenyum, aku hanya bisa membeku melihatnya.
“Jam
berapa kau tidur semalam?”
Benar
apa kataku. Aku bahkan seperti kehilangan kata tiap kali berhadapan dengan
gadis itu.
“Jun!
Ayo ikut ke toko buku!” paksanya karena aku tak kunjung merespon. Ia bahkan
sudah menarik tanganku. Sebuah tarikan lembut namum berhasil membuatku begitu
merasa tertarik seolah Sulli adalah sebuah medan magnet yang sangat besar.
Akupun tak kuasa menolak. Ku pasrahkan tubuhku di bawa ke manapun olehnya.
Sulli
masih menarik tanganku. Bahkan ketika kami sampai di parkiran. Ia mengajakku ke
sebuah mobil yang sudah sangat tak asing lagi bagiku. Mobil Wooyoung hyung. Sulli
membukakan pintu penumpang di bagian depan, sementara aku mengawasi sekitar.
Tak ada Wooyoung hyung di sana. Bahkan di mobilpun tampak kosong.
Aku
mulai mengkhayal bahwa Sulli akan mengajakku pergi dan hanya berdua. Dia
membukakan pintu itu karena ia tau aku tak bisa menyetir. Tak lama Sulli
menjauh dari sana dan membiarkan pintu tetap terbuka untukku.
“Kalian
sudah siap?”
Aku
buru-buru menoleh ke arah sumber suara. Suara pemuda yang juga sudah sangat
tidak asing lagi untukku. Wooyoung hyung. Dan aku mendapati pemandangan yang
sukses menghancurkan perasaanku. Wooyoung hyung memeluk Sulli dari belakang.
“Oppa
kau sudah mendapatkan daftar buku yang ingin kau cari?” Sulli bertanya.
“Tentu
saja,” Wooyoung hyung berujar sangat yakin. Terlebih di tangannya sudah
menggenggam selembar kertar kecil yang ku yakini berisi daftar buku yang Sulli
maksud.
Aku
hanya bisa menatap mereka dengan pandangan nanar. Berharap Sulli menyadari
keberadaan, bahkan mungkin perasaanku padanya saat ini.
“Jun!
Ayo!” suara Wooyoung membuyarkan lamunan Jun.
“Let’s go!” seru Sulli sambil menepuk
pelan pundak Jun, lalu ia masuk ke pintu belakang. Sementara Wooyoung sedikit
memutar untuk masuk ke pintu kemudi.
Sesaat
aku masih tertegun di tempatku. Khayalanku buyar sudah. Tidak ada Jun dan
Sulli. Tapi Sulli dan Wooyoung, serta Jun. Aku juga tidak mungkin mengecewakan
mereka dengan pura-pura membatalkan rencana tiba-tiba. Keduanya memang tak
pernah melupakanku sedikitpun. Lagipula, sedikit banyaknya aku tau tentang
sifat Casanova yang dimiliki Wooyoung.
Aku bertekad melindungi Sulli meski berada dalam bayang-bayang Wooyoung.
***
Aku
membanting pintu mobil dengan sedikit kesal. Wooyoung dan Sulli seolah
mengabaikan keberadaanku. Tahu seperti ini jadinya, lebih aku benar-benar tak
usah pergi dengan mereka. Sulli beberapa kali menoleh ke belakang seolah
memastikan aku baik-baik saja jika berjalan sendiri seperti ini di belakang.
Entahlah,
aku sendiri berusaha tak mempedulikan tatapan Sulli itu. Sama saja Sulli
membuatku semakin tak bisa melepaskannya. Aku hanya mengikuti langkah mereka
yang sudah mulai memasuki toko buku. Sesekali aku mencoba menyibukkan diri
dengan beberapa buku di hadapanku. Tentu saja itu tak terlalu berpengaruh. Aku
tetap mengawasi mereka secara diam-diam.
Andai
saja Wooyoung bukan siapa-siapa bagiku, saat ini dia pasti sudah habis ku hajar
karena berani bermesraan dengan Sulli di hadapanku. Terlebih ini juga tempat
umum. Dasar, Casanova tak berguna!
Dan aku hanya bisa mengumpat dalam hati.
***
Eun Ji POV
Hari
ini aku berangkat. Dan aku menyempatkan diri menemui Minhyuk oppa di tempatnya
bekerja karena tak mungkin aku menyuruhnya menemuiku di luar. Pekerjaannya
sangat banyak. Terlebih tugas Minhyuk oppa berhubungan dengan orang banyak.
Tadi
aku juga sempat mengiriminya pesan, dan aku di suruh menunggunya di ruang
tunggu. Baru beberapa saat aku duduk, tak jauh di depanku ada seorang gadis
yang melintas. Itu dia yang sempat mengaku sebagai kekasih Peniel Oppa. Dan dia
masuk ke dalam ruang… dokter kandungan?
Jantungku
berdegup dua kali lebih cepat selagi menunggu Sooji. Pikiran-pikiran negative
mulai meracuni otakku. Untuk apa dia datang ke sana? Tak lama Sooji muncul.
Tapi raut wajahnya semakin membuatku cemas. Aku memutuskan mengejarnya.
Langkahku
melambat ketika melihat Sooji menangis seorang diri di bangku taman rumah
sakit. Ku kuatkan langkahku untuk mendekatinya. Tak peduli jika dia yang telah
merebut pemuda yang ku cintai.
Sooji
menoleh dan cukup terkejut dengan kedatanganku. Tapi dia tak menolak
kehadiranku. Aku bahkan kini sudah duduk di sampingnya. Sooji menatapku nanar
dengan matanya yang basah. Jujur, aku sangat merasa simpatik padanya saat ini
meski aku tidak tau apa yang terjadi padanya. Mungkin dia mengidap suatu
penyakit. Aku tak berani menebak-nebak untuk hal itu.
“Maaf.”
Hanya itu yang ke luar dari bibir mungil Sooji. Sementara aku hanya menatapnya
bingung.
“Kalau
untuk masalah Peniel oppa, lupakan saja. Dia pemuda yang baik. Dan mungkin kami
memang tak berjodoh,” kataku bijak. Meski sebenarnya sekedar menutupi
perasaanku yang bercampur aduk.
Sooji
masih menangis. “Aku tau Peniel memang pemuda yang baik. Dia memutuskanmu bukan
karena dia atau kau yang salah, tapi karena…” Sooji menggantungkan kalimatnya
sesaat. “Dia terpukul mendengar kau ingin dijodohkan. Dia sadar dia berasal
dari keluarga yang tidah utuh. Dan mungkin itu yang menjadi pertimbangan orang
tuamu. Peniel masih sangat mencintaimu. Lalu kami bertemu di saat yang kurang
tepat. Tapi karena jiwa kami yang masih sedikit labil…”
Aku
sempat menahan napas sesaat di tengah-tengah Sooji bercerita.
“A…
aku…” Sooji berusaha sekuat tenaga untuk mengatakan sesuatu. Dan aku hanya diam
menunggunya. “Aku hamil…” setelah itu Sooji benar-benar semakin terisak.
Hatiku
sendiri langsung terasa mencelos mendengarnya. Pandangankupun kosong seketika.
Tak tau harus bereaksi seperti apa. Tiba-tiba ku rasakan tangan Sooji
menggenggam tanganku. Dan aku hanya bisa diam, membeku.
“Kau
jangan menyalahkan Peniel. Ini juga salahku. Kami sama-sama sedang terpuruk.
Dan malam itu kami mabuk, lalu…”
Ku
bungkam mulut Sooji dengan memeluknya. Membiarkan Sooji membasahi pundakku
dengan air matanya. Aku juga ikut menangis di sana. Berusaha menerima takdir
untukku dan Peniel oppa juga.
“Benarkah
yang kau katakan?”
Buru-buru
aku melepaskan tubuh Sooji lalu menyeka dengan kasar wajahku yang basah
menggunakan ujung lengan jaketku. Sooji juga melakukan hal serupa. Itu suara
Peniel oppa. Saat menoleh, ku lihat dia menatap nanar ke arah kami bergantian.
Merasa bersalah pada kami berdua. Telah menyakitiku dan telah menghancurkan
masa depan Sooji.
Bisa
ku dengar helaan berat napas Peniel oppa. “Aku akan bertanggung jawab atas
perbuatanku padamu.”
Mendengar
itu, aku langsung memeluknya. Ku yakin mereka pasti tengah menatapku bingung.
Aku melakukan ini karena aku tau Peniel telah melakukan keputusan yang sangat
berat. Terlebih di hadapanku juga. Aku tau kalau selama ini aku tak salah
pernah mencintai pemuda bertanggung jawab seperti Peniel oppa. Tapi yang aku
sesali karena takdir yang tidak menyatukan kita.
“Setelah
ini aku akan meminta maaf pada Sooji,” kataku. Dan perlahan ku rasakan Peniel
oppa membalas pelukanku.
“Eun
Ji maafkan aku.”
Mendengar
suara Sooji, akupun melepaskan pelukanku pada Peniel oppa dan menatap Sooji
yang menatapku penuh rasa bersalah.
“Aku
juga tidak akan memaksa Peniel untuk menikahiku,” lanjutnya.
Aku
lalu melirik Peniel oppa yang sejak tadi sama sekali tak melepaskan
pandangannya padaku. Tangannya juga masih terpaut di pinggangku. Ia menatapku
dengan sorot mata lembut seakan tak ingin sedikitpun melukaiku. Akupun membalas
tatapan itu untuk memastikan jawaban terakhir Peniel.
“Aku
akan tetap bertanggung jawab. Setidaknya membuatmu tidak menyesal pernah
bersamaku. Aku pemuda yang bertanggung jawab, kan?” tanyanya setengah bercanda.
Air
mataku nyaris kembali terjatuh. Buru-buru ku raih leher Peniel oppa dan
menariknya, lalu ku tempelkan bibirku ke bibirnya. Dan di sana tangisku kembali
pecah. Sejujurnya Peniel oppa tak pernah berani menciumku, dan ini ku lakukan
untuk perpisahan kami. Tak ada yang kami lakukan selain menempelkan bibir kami.
Ku
putuskan untuk mengakhirinya.
“Berjanjilah
untuk bahagia tanpaku,” kata Peniel oppa dengan matanya yang basah. Ia juga
menangis.
Aku mengangguk pasti. Tak
ingin mengecewakannya juga. Setelah itu ku ulurkan tangan kananku ke arah Sooji.
Lalu Peniel memelukku dan Sooji bersamaan. Dan setelah itu aku memutuskan untuk
segera pergi. Aku juga membatalkan niat berpamitan dengan Minhyuk oppa. Aku tak
sanggup bertemu dengannya setelah apa yang terjadi padaku.
***
Author POV
*dua minggu kemudian*
Sulli
tampak sibuk di dapur apartmen Jun dan Wooyoung membuatkan minuman untuk dua
pemuda itu. Pemandangan seperti ini sudah tidak asing lagi di sana. Terlebih
setelah Sulli dan Wooyoung menjalin hubungan. Dan tentu saja yang merasa
semakin tertekan adalah Jun.
Setelah
siap, Sulli membawakan minuman itu pada Jun dan Wooyoung yang berada di ruang
tamu. Ia meletakkan gelas di meja, lalu duduk di antara dua pemuda tadi dan
menggamit lengan Wooyoung.
Jun
sedikit membuang pandangan karena kejadian itu.
“Kapan
kau mengenalkan kekasihmu pada kami?” goda Sulli yang kini bahkan sudah
merangkul pundak Jun. Tapi ia sama sekali tak melepaskan tangan Wooyoung.
Jun
melirik Sulli sambil berusaha menyembunyikan rasa kesalnya terhadap gadis itu. “Yang ingin ku jadikan kekasih itu hanya
kau!” seru Jun dan hanya bisa ia teriakkan dalam hati. Jun memutuskan untuk
tak menjawabnya dengan meraih gelas miliknya.
Tanpa
sepengetahuan Jun, Wooyoung dan Sulli tampak saling memberikan kode melalui
tatapan mata mereka.
***
Sejak
hari pertama kuliah di kampus barunya, Eun Ji sudah mendapatkan teman dekat.
Gadis itu Sulli, kakak kelasnya di kampus. Mereka juga berada di jurusan yang
sama. Terlebih apartmen Eun Ji juga tak terlalu jauh dari tempat tinggal Sulli.
Mereka sering pergi bersama. Namun kedekatan mereka itu belum diketahui oleh
Jun.
Sore
itu Sulli mengajak Eun Ji bertemu di sebuah café.
“Kau
tidak mengajak Wooyoung oppa?” Tanya Sooji saat baru duduk di samping Sulli
yang sudah menunggunya.
“Nanti
dia menyusul,” ujar Sulli. “Oh, iya. Bagaimana dengan pemuda yang dijodohkan
denganmu itu?” Tanya Sulli di tengah-tengah Eun Ji melihat-lihat buku menu di
hadapannya.
Eun
Ji mendongak malas sambil mengangkat ke dua bahunya. “Sejak kejadian itu, aku
sama sekali tak pernah menghubunginya. Dia juga begitu.”
Sulli
menyesap minumannya. “Lalu orang tua kalian?”
“Sejauh
ini aku bisa menghindari pertanyaan ibuku tentangnya karena kini aku tak
tinggal di rumah. Dan untuk kedepannya, kita lihat nanti saja,” jelas Eun Ji
sedikit malas memikirkan hal itu.
Sulli
tampak menganggukkan kepalanya, mengerti. Ia juga kembali menyesap minumannya
untuk mengurangi kecurigaan Eun Ji. Sesekali Sulli menatap cemas ke arah pintu
masuk café. Sementara Eun Ji tengah sibuk dengan memesan sesuatu pada seorang
pelayan.
***
Kang Jun POV
Aku
baru saja menyelesaikan mata kuliah terakhirku sore itu. Saat ke luar kelas,
aku mendapati Wooyoung hyung tak jauh dari sana. Ketika pandangan kami bertemu,
Wooyoung hyung tampak menegakkan badan. Sepertinya ia memang sengaja menungguku
selesai kelas.
Terkadang
aku jengah dengan beberapa sifatnya yang sangat bertolak belakang. Tapi
anehnya, dia selalu baik padaku. Dan aku tak pernah menemukan maksud jahat di
balik semua kebaikannya padaku selama ini. Bahkan ia melarangku mengendarai
motor jika ke kampus. Wooyoung hyung akan selalu menungguku selesai kuliah jika
jadwalnya selesai lebih dulu daripada jadwalku.
Aku
juga melangkahkan kaki ketika melihat Wooyoung hyung mendekat.
“Kau
ada acara setelah ini? Aku ingin kau menemaniku ke suatu tempat.”
Satu
yang aku benci dengan sikapku di hadapannya. Aku sama sekali tak bisa
menghindar apalagi harus berbohong. Setelah ini hyung pasti mempertemukanku
dengan Sulli.
Entahlah,
aku juga tak tau pasti mengapa aku seperti ini. Mungkin karena aku sangat ingin
mendapatkan perhatian dari seorang kakak laki-laki yang tidak pernah aku
dapatkan dari hyung kandungku. Dan Wooyoung hyung memberikan semuanya. Padahal
dia hanya kakak kelasku ketika SMA. Dan kami semakin dekat setelah dia
mengajakku tinggal bersama. Meski akhirnya Sulli berada di tengah-tengah kami.
“Jun,
ayo!”
Aku hanya
pasrah ketika Wooyoung hyung menarik tanganku dan menyeretku ke mobilnya. Dia
mengambil keputusan sepihak karena aku tak kunjung memberikan respon apapun.
Wooyoung
hyung mengajakku ke sebuah café. Aku hanya mengikuti langkahnya dengan malas. Di
salah satu meja aku melihat Sulli duduk seorang diri. Tentu saja aku senang
bisa melihatnya hari ini. Namun aku tak bisa memunculkan senyuman itu karena
Wooyoung hyung mencium pipi Sulli ketika mereka bertemu. Dan itu adalah
pemandangan yang sangat aku benci.
“Jun!
Aku senang kau bisa datang,” seru Sulli. Gadis itu memelukku singkat dengan
wajahnya riangnya. Aku seperti menangkap ada sesuatu yang mereka rencanakan.
Tapi aku tak tau pasti.
“Wooyoung
oppa kau sudah datang?”
Aku
mendongak ketika mendengar suara seseorang memecah di tengah-tengah kami.
“Jun,
kenalkan. Dia temanku tapi sudah ku anggap seperti adikku sendiri.”
Jujur
aku tak terlalu memperhatikan ucapan Sulli. Karena fokusku saat ini jatuh pada
gadis yang kini duduk berhadapan denganku. Dia sama sekali tak melepaskan
tatapannya terhadapku.
“Jun?”
ucap gadis itu pelan, tapi aku masih bisa mendengarnya. “Kau Kang Jun?”
Aku
terkesiap. Dari mana dia tau namaku? Padahal aku sendiri yakin bahwa aku baru
bertemu dengannya pertama kali.
*_To_Be_Continue_*
Hahahahaha
BalasHapusDasar Jun.. makanya ungkapin dong semuanya kalo suka sama Sulli, eh udah ke duluan Wooyoung kan..
Sabar2 aja deh yah.. hehehe :)
lanjutannya dong
BalasHapusCari di label ya sayang, ada tulisan 3shoot, nanti di cari yg far away, udah selesai kok 3 part
BalasHapus