Author :
Annisa Pamungkas
Main Cast :
·
Kang Jun (C-Clown)
·
Jung Eun Ji (A-Pink)
·
Jang Wooyoung (2PM)
·
Choi Jinri ‘Sulli’ (F(x))
Support
Cast :
·
Kang Minhyuk (CN Blue)
·
Peniel Shin (BtoB)
·
Bae Sooji ‘Suzi’ (Miss-A)
Genre
: romance, friendship
Length : 3 shoot
Summary :
“Takdir yang memisahkanku dengan Peniel oppa. Dan takdir juga
yang telah mempertemukanku kembali pada Jun. Meski aku sadar keadaan tak
semulus itu.”
***
Big thanks to C-Clown… terutama untuk MV
dramanya yang berjudul ‘Far Away’ udah menginspirasi banget… tapi di sini jalan
ceritanya banyak yang author ubah, meski masih ada adegan yang sangat-sangat
‘terinspirasi’ dari MV tersebut… Dan tentu saja Kang Jun juga menjadi pemeran
utama di FF ini… hehehe
***
Eun Ji POV
Saat
aku kembali ke meja tempat Sulli menungguku, ternyata di sana Sulli sudah tidak
sendiri. Ada Wooyoung oppa yang baru saja datang bersama seorang pemuda yang
tampak familiar di mataku. Tapi aku tak berani menebak dengan pasti siapa
pemuda itu.
Aku
tak langsung memunculkan diri. Wajah pemuda itu sangat bisa dengan jelas ku
lihat. Termasuk raut wajahnya ketika melihat adegan mesra antara Wooyoung oppa
dan Sulli. Hatiku ikut sakit melihatnya. Bukan karena dulu aku mengagumi
Wooyoung oppa. Karena itu juga aku bisa dekat dengan Sulli. Tapi aku seperti
bisa merasakan apa yang pemuda itu rasakan.
Ku
lihat Sulli juga sempat memeluk pemuda itu, singkat. Namun tak ada yang di
perbuat pemuda itu. Tepat setelah itu, aku memutuskan untuk memunculkan diri.
Tentu saja aku tak lupa sedikit berakting.
“Wooyoung
oppa kau sudah datang?” ujarku berusaha seceria mungkin.
“Jun,
kenalkan. Dia temanku tapi sudah ku anggap seperti adikku sendiri.”
Ku
dengar Sulli memperkenalkannya padaku. Dan dia menyebut nama ‘Jun’? Mungkinkah
dia… aku tak bisa melanjutkan kata-kataku. Yang ku lakukan setelah itu hanya
duduk dan menatapnya tanpa kedip. Aku mencoba mengingat lekuk wajahnya. Dia
teman SMP ku. Bukan hanya itu, dia juga cinta pertamaku meski kami tidak cukup
dekat. Namun sejak SMA, kami sudah tidak pernah bertemu hingga saat ini.
“Jun?”
aku berujar pelan, tapi bisa ku rasakan bahwa dia mendegarku. “Kau Kang Jun?”
lanjutku. Dan pemuda di hadapanku ini tampak sedikit tersentak lalu menatap
Sulli dan Wooyoung oppa seakan meminta penjelasan. Itu artinya, dia memang
benar Jun yang ku kenal dulu.
Takdir
yang memisahkanku dengan Peniel oppa. Dan takdir juga yang telah
mempertemukanku kembali pada Jun. Meski aku sadar keadaan tak semulus itu.
***
Author POV
“Kalian
sudah saling kenal?” Tanya Wooyoung memecah keheningan.
“Tidak
juga,” kata Eun Ji cepat. “Dia hanya mirip dengan teman lamaku,” lanjutnya.
Tentu saja itu sedikit alibi karena Eun Ji tak ingin mengganggu pikiran-pikiran
Jun di pertemuan pertama mereka setelah lama tak bertemu. Terlebih masih ada
Wooyoung dan Sulli di antara mereka.
“Akh,
iya. Mungkin,” ujar Jun sedikit gugup. Tapi ia memilih mendukung ucapan Eun Ji.
Jun memperhatikan Eun Ji diam-diam saat gadis itu sibuk dengan minumannya.
Tak
lama seorang pelayan datang mengantarkan makanan. Sulli yang menerimanya dan
langsung ia letakkan di hadapan Jun dan Eun Ji. Jun menatap Sulli bingung.
Namun tidak untuk Eun Ji, karena itu memang makanan yang tadi ia pesan.
“Kau
belum makan kan, Jun? Itu untukmu,” jelas Sulli menjawab kebingungan Jun. Namun
nyatanya Jun masih menuntut penjelasan atas apa yang tengah terjadi.
“Jun.”
Terdengar suara Wooyoung yang tampak berusaha menengahi. “Aku ada keperluan
dengan Sulli. Karena tak ingin meninggalkanmu sendiri, aku mengenalkanmu
padanya. Bukan maksud apa-apa. Mungkin kalian bisa menjadi teman setelah ini. Dia
juga anak rantau seperti kita,” jelasnya.
Jun
berusaha menahan rasa kecewanya. “Oke,” ujarnya singkat.
Sulli
tersenyum lega. Ia lalu melirik Eun Ji. “Maaf ya, kau ku tinggal dengan Jun.
Dia pemuda yang baik kok.”
“Tak usah memujiku seperti itu!” umpat
Jun dalam hati. Rasa kecewanya sudah memuncak. Tapi tak mungkin ia tunjukkan.
Terlebih ada Eun Ji yang baru saja ia kenal.
“Baiklah.”
Eun Ji juga berusaha menunjukkan senyuman terbaiknya.
Sulli
berdiri sambil menyambar sling bagnya dan bersiap pergi. “Kami pergi, ya.”
Wooyoung
hanya memberikan senyuman pada Eun Ji dan menepuk pelan pundak Jun. Sementara
Jun justru mengabaikan Wooyoung.
Eun
Ji mengawasi sampai Wooyoung dan Sulli benar-benar meninggalkan café.
“Sebaiknya kau habiskan makanan itu. Sulli sudah membayar semuanya. Setelah itu
kau bisa pergi.”
Jun
menatap Eun Ji bingung. Gadis itu justru sudah kembali menikmati makanannya.
“Kau
menyukai Sulli?” Tanya Eun Ji di tengah-tengah makannya.
Jun
yang sejak tadi memang tak melakukan apa-apa, semakin bungkam ketika Eun Ji
bertanya seperti itu.
Eun
Ji menatap Jun sedikit merasa bersalah. “Maaf. Bukannya aku ingin ikut campur.
Dan kau memang tak bisa menyembunyikan hal itu. Tapi kau tenang saja. Aku tidak
akan mengganggumu setelah ini. Itu kan yang kau mau?” ujar Eun Ji. Untuk
masalah yang satu ini, ia memang terkesan cukup ‘to the point’. Eun Ji hanya
ingin senyaman mungkin memulai pertemanannya kembali dengan Jun. Meski harus
berkata seperti tadi.
“Kita pernah kenal sebelum
ini?” Jun justru mengalihkan pembicaraan Eun Ji sebelumnya. Tak ingin merusak
niat baik Eun Ji.
“Kita
satu sekolah waktu SMP. Mungkin kau lupa,” jelas Eun Ji. “Sekali lagi aku minta
maaf jika kau sedikit tak nyaman dengan ucapanku tadi,” lanjutnya karena Jun
tak langsung merespon ucapannya.
“Bukan
begitu.” Jun menjadi serba salah karena Eun Ji merasa bersalah padanya. “Karena
kau tau tentang masalahku, dan kau juga ternyata teman lamaku, bisakah kita
menjalin pertemanan lagi?”
Eun
Ji terkesiap sesaat. Memang itu yang ia harapkan sejak pertama kali bertemu
dengan Jun. Dengan penuh semangat, Eun Ji mengulurkan tangannya. Ia ingat bahwa
sejak tadi tak ada yang memperkenalkannya pada Jun.
“Jung
Eun Ji,” serunya setelah Jun balas mengulurkan tangannya.
“Kang
Jun.” Pemuda itu menyebutkan namanya dengan pelan. Jun baru sadar bahwa ia
memang pernah mengenal nama itu. Jung Eun Ji.
***
Minhyuk POV
Sejak
saat itu… Saat Eun Ji mengunjungiku di rumah sakit, pertama dan terakhir
kalinya. Saat Eun Ji bertemu Sooji, dan Sooji bercerita bahwa ia hamil. Dan
sudah beberapa bulan berlalu. Selama itu pula hubunganku dan Eun Ji sedikit merenggang.
Ya… Aku masih mencintai Sooji. Sooji kekasihku. Kami mengakhiri hubungan kami
karena merasa sedang tidak memiliki kecocokan lagi.
Namun
setelah itu aku sadar. Cinta bukan hanya mengurusi masalah cocok atau tidak.
Tapi bagaimana kita bisa saling mengisi dan meminimalisir ketidak cocokan itu.
Andai
aku mengalah waktu itu. Andai aku tak egois dan mementingkan ego ku saja.
Andai… Andai… Dan andai… Akh… mungkin Sooji akan benar-benar menjadi milikku
sekarang.
Tapi semua telah terlanjur
terjadi. Aku hanya bisa mengawasi Sooji bersama Peniel. Mereka mulai mengurusi
pernikahan mereka. Yang ku dengar, akan mereka laksanakan setelah Sooji
melahirkan anak mereka. Itu artinya, bisa tiga atau empat bulan lagi.
Belajar
dari cerita Eun Ji. Gadis itu mengalah atas cintanya pada Peniel dan lebih
menuruti perkataan orang tuanya. Aku tau itu tak mudah. Eun Ji ternyata lebih
kuat dariku.
Jam
kerjaku sebenarnya sudah selesai sejak 15 menit yang lalu. Pikiran-pikiran
tentang Sooji sedikit menggangguku. Aku membereskan perlatan kedokteranku, lalu
memasukkannya ke dalam lemari. Setelah itu aku melepas jas putihku dan bersiap
untuk pulang.
Belum
sempat aku berdiri, ponselku berbunyi. Eun Ji menelponku. Ingin aku
menjawabnya. Tapi mengingat bisa saja aku mengecewakan Eun Ji nantinya, lebih
baik ku abaikan saja. Meski sejujurnya kini aku yang merasa sakit karena telah
bersikap jahat pada gadis sebaik Eun Ji.
***
Eun Ji POV
Minhyuk oppa mengabaikan panggilanku. Mungkin dia
sedang memeriksa pasien. Aku tak ingin berfikir negative dulu tentangnya. Aku
bisa menghubunginya lagi nanti. Ku rapihkan seadanya kertas-kertas tugasku lalu
ku masukkan ke dalam map. Setelah itu aku menyambar slig-bag ku dan segera
meninggalkan perpustakaan.
Saat
melewai koridor gedung utama, aku melihat Wooyoung oppa. Segera saja ku dekati
dia untuk menanyakan keberadaan Jun. Tentu saja aku mencari Jun karena Sulli
tidak bisa menemaniku makan siang setelah ini.
Baru
beberapa langkah, aku kembali berhenti. Wooyoung tampak sedang tebar pesona ke
beberapa gadis cantik yang kebetulah berlalu di hadapannya. Sontak saja aku
menegang melihat itu. Apa mungkin itu alasan Jun tetap mencintai Sulli
diam-diam? Dia telah tau keburukan Wooyoung, tapi tak tega mengatakan pada
Sulli.
Buru-buru
aku membalikkan badan, namun sial. Wooyoung oppa sudah lebih dulu menyadari
keberadaanku.
“Eun
Ji?”
Dengan
perasaan bercampur aduk, aku membalikkan badan dan berusaha tak menunjukkan
kepanikan saat itu. “Oh, oppa?” kataku basa-basi. Ku lihat Wooyoung oppa semakin mendekat. Aku menjadi mual melihat
tatapannya yang menjijikkan itu.
“Mau
ke mana? Sudah makan siang?” tanyanya. Tapi tak ku respon sama sekali. “Sulli
masih ada jam kuliah.”
Dalam
hati aku mencibir dengan malas. Iya, aku tau kalau Sulli masih ada jam kuliah.
Lalu…? Tapi aku masih tak bersuara.
“Bagaimana
kalau aku saja yang menemanimu makan siang?” tawarnya dengan tatapan menggoda.
Tapi maaf saja. Sama sekali tak berpengaruh untukku.
“Aku
sedang mencari Jun. Bukankah tujuan kau dan Sulli mengenalkanku pada Jun agar
kami bisa dekat? Bisa sampai berpacaran mungkin? Jadi, kalau aku pergi
denganmu, bagaimana aku bisa dekat dengan Jun?” jelasku dengan polosnya, seolah
tak mengerti modus yang dilancarkan Wooyoung oppa. Tapi memang seperti itu kan
kenyataannya?
Ku
lihat Wooyoung oppa langsung bungkam. Raut wajahnya pun sontak berubah. “Oh…
Iya, kau benar.”
Segera
saja aku meninggalkan Wooyoung oppa sebelum dia melancarkan aksinya yang lain
dan membuatku tak bisa kabur ke mana-mana. Aku masih berjalan cepat meski aku
sadar bahwa keberadaan Wooyoung oppa sudah sangat jauh, dan dia tidak mungkin
mengejarku.
Hingga
akhirnya, aku sampai di taman belakang kampus. Entahlah, apa yang membawaku ke
sana. Mungkin karena aku masih teringat ucapan Sulli bahwa Jun senang berada di
sana. Dan sialnya, kenapa aku baru menyadari itu sekarang? Dengan begitu, aku
tidak harus bertemu dengan Wooyoung oppa.
Benar
saja. Jun berada di sana, tengah bersandar di batang pohon besar dan tertidur
di bawahnya. Aku tak bisa menahan diri untuk tidak tertawa melihat kepolosan
wajah Jun ketika tertidur. Aku langsung berlutut di sampingnya dan menatap Jun
dalam. Merekam tiap lekuk wajahnya yang manis itu. Ini kejadian yang sudah
sejak lama ku khayalkan.
Tiba-tiba
aku tersadar. Waktuku tidak banyak. Setelah istirahat dan makan siang nanti,
aku masih ada jam kuliah. “Jun.” Aku memanggil pelan namanya. Tak ingin Jun
terkejut dengan suaraku. Namun belum ada respon apapun dari Jun.
“Jun!
Ayo bangun! Bisa temani aku makan?”
***
Kang Jun POV
Ku
lihat Sulli datang ke padaku siang itu. Tanpa ada tanda-tanda kehadiran
Wooyoung hyung sedikitpun. Dia tersenyum dan membekukan hatiku. Semakin dekat.
Hingga tak terasa, kini Sulli sudah berdiri di hadapanku dan tetap mempertahankan
senyumannya.
“Ayo
pergi makan berdua, Jun.”
Aku
mengerjap tanpa sadar. Dia bilang apa? Berdua? Hanya berdua? Dan itu artinya,
benar-benar tanpa Wooyoung hyung?
Belum
sempat aku merespon apapun, tangan lembut Sulli sudah membimbingku pergi.
Seperti biasa, aku tak akan pernah bisa menolaknya. Dan benar saja, Sulli
mengajakku makan di kantin kampus.
Sebelumnya
kami melihat keberadaan Wooyoung hyung. Tapi Sulli seperti tak melihatnya. Dia
tetap menarik tanganku hingga kami melewati Wooyoung hyung begitu saja. Aku
sempat menoleh ke belakang, dan sedikit merasa bersalah pada Wooyoung hyung.
“Kau
ingin makan apa?”
Aku
tersentak dan baru menyadari bahwa ini sudah di dalam kantin. Aku mengambil
tempat tepat di samping sulli dan masih saja menyempatkan diri melirik pintu
masuk. Tidak ada tanda-tanda Wooyoung hyung mengejar kami. Harusnya aku
menikmati moment langka ini. Tapi entah mengapa aku justru tak ingin ini
terjadi.
“Jun!”
Tiba-tiba Sulli menyandarkan kepalanya di pundakku. “Akhirnya aku bisa
melakukan ini denganmu, Jun.”
Aku
yang terkejut hanya bisa meliriknya tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Sulli
juga melakukan hal yang sama. Tapi dia masih bisa tersenyum padaku.
Tak
lama makanan pesanan kami—Sulli juga memilihkan makanan untukku—datang. Sulli
menegakkan kepalanya seperti semula. Lalu kami makan dalam diam. Sulli sibuk
menikmati makanannya, dan aku juga. Tapi selain itu, aku juga sibuk dengan
pikiranku sendiri.
Tiba-tiba
ku rasakan sentuhan lembut di sekitar bibirku. Saat menoleh, ku lihat Sulli
tersenyum. Ternyata dia menempelkan selembar tissue di tepi bibirku karena ada
kotoran di sana.
“Apa
kau masih selalu seperti ini ketika makan?” Sulli terkekeh karena kelakuanku. Tapi
aku masih saja tak mengeluarkan sepatah katapun. Setelah itu, kami kembali
melanjutkan makan siang kami.
“Jun!
Ayo bangun! Bisa temani aku makan?”
Kenapa
Sulli berkata seperti itu? Bukahkah kita memang sedang makan bersama? Mendengar
itu, aku kembali menoleh. Tapi Sulli tetap focus dengan makanannya dan tidak seperti
tengah bicara denganku.
“Jun?
Apa kau tidak tidur semalam? Kenapa kau sulit sekali di bangunkan?”
Suara
itu… Bukan suara Sulli. Tapi… Eun Ji. Aku mengedarkan tatapanku ke sekitar.
Kantin tiba-tiba kosong dan hanya ada aku serta Sulli saja di sana.
“Jun,
kau kenapa?” Tanya Sulli heran melihat sikap anehku.
Aku
mengerjap-ngerjapkan mata. Bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Aku
bahkan sempat mengusap mataku. Saat membuka mataku kembali, suasana benar-benar
berubah. Aku menolah ke kanan dan ke kiri. Ini bukan kantin, tapi taman
belakang sekolah. Dan gadis yang ada di hadapanku bukanlah Sulli, melainkan Eun
Ji.
“Ku
pikir kau pingsan, Jun.”
Aku
langsung menegakkan badan ketika mendapati Eun Ji duduk berlutut di dekatku. “Sejak
kapan kau di sini?” tanyaku takut-takut Eun Ji menangkap basah aku mengigau
tentang Sulli.
Eun
Ji menghela napas sesaat. “Apa kau tidak tidur semalam? Atau kau memang
memiliki kebiasan susah di bangunkan ketika tidur seperti ini?” Eun Ji tampak
menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Akh…
sudahlah,” kataku mengalihkan sambil berdiri. Jujur saja, aku sedikit malu
karena Eun Ji mengetahui satu keburukanku. Eun Ji juga mengikutiku berdiri.
“Aku lapar. Ayo temani aku makan.” Tanpa sadar, aku meraih tangan Eun Ji. Dia
tidak merespon. Aku lalu menoleh ke belakang, dan baru menyadari apa yang aku
lakukan padanya. “Maaf,” kataku merasa bersalah sekaligus langsung melepaskan
genggaman tanganku padanya.
Eun
Ji hanya tersenyum. Senyum yang… sulit ku ungkapkan apa yang terjadi pada
diriku setelah melihatnya. Apa aku tertular penyakit Casanova milik Wooyoung hyung? Akh, rasanya tidak mungkin. Hal itu
hanya terjadi jika aku melihat senyuman Sulli dan… Eun Ji.
Ia lalu mendahului
berjalan. Sementara aku mengikutinya dari belakang. Eun Ji sangat berbeda
dengan Sulli yang terkesan sedikit tomboy. Eun Ji justru mengenakan rok rampel
selutut. Namun lucunya, dia mengenakan sepatu kets sebagai alas kakinya. Cukup mampu
membuatku tersenyum geli.
Tak
terasa, waktu untuk aku mengagumi Eun Ji dari belakang sudah berakhir karena
kami tiba di kantin kampus. Aku mengikuti Eun Ji duduk di kursi yang ia
pilihkan. Tidak terlalu jauh dari pintu masuk. Sejujurnya aku lebih suka duduk
di bagian pojok kantin karena suasananya lebih tenang. Tapi aku menghargai
pilihan Eun Ji. Ia pasti masih merasa tak enak jika memilih tempat yang cukup
‘pribadi’ karena kami belum lama kembali kenal.
Kami
menikmati makanan dalam diam. Hampir serupa dengan mimpiku tadi. Yang
membedakan hanyalah gadis yang bersamaku. Sampai akhirnya Eun Ji memulai
pembicaraan di sela-sela makannya.
“Kau
sudah bertemu Sulli?”
Aku
tak langsung menjawab, tapi hanya menggelengkan kepala. Bicara soal Sulli, aku
baru sadar jika beberapa hari terakhir ini, kami seperti memberi jarak satu
sama lain.
Bukannya
terlalu percaya diri. Tapi ku rasa Eun Ji seperti memberikan sebuah perhatian
khusus padaku. Entah karena ia simpatik tentang perasaanku pada Sulli, atau dia
memang benar-benar melakukan itu tulus untukku. Aku tidak tau mana yang benar.
Dan aku… menjadi seperti sedikit menghindari Sulli karena tak ingin Eun Ji
kecewa.
***
Author POV
Mereka
kembali diam dan sibuk dengan makanan masing-masing setelah Jun hanya menjawab
pertanyaan Eun Ji dengan gelengan kepala. Sesekali Eun Ji mencuri pandang ke
arah Jun. Namun ia sadar pemuda itu tidak melakukan hal yang sama padanya. Jun
lebih tertarik dengan makanannya.
Eun
Ji berusaha mengalihkan Jun melalui makanan juga. Tapi karena posisi duduk
mereka yang berseberangan, membuat Eun Ji mau tidak mau sekilas mentap Jun.
Sudah beberapa kali terjadi. Dan sampai akhirnya, Eun Ji menemukan setitik
kotoran di tepi bibir Jun. Ia sudah mengambil selembar tissue dan ingin
membersihkannya langsung ke bibir Jun. Tapi tak jadi ia lakukan. Eun Ji hanya
menyodorkan tissue tersebut pada Jun.
“Eh?”
seru Jun kaget karena Eun Ji menyodorkannya selembar tissue. “Untuk apa?”
tanyanya polos.
“Ada
kotoran di bibirmu. Aku tak enak jika langsung membersihkannya.”
Jun
membeku mendengarnya. Mimpinya seperti benar-benar terjadi. Tapi Eun Ji tak
melakukan seperti apa yang Sulli lakukan padanya dalam mimpi itu.
“Sebenarnya,
tak tidak masalah jika kau mau melakukannya.”
Kali
ini giliran Eun Ji yang di buat membeku dengan ucapan Jun. Mendapat lampu hijau
seperti itu, tak membuat Eun Ji mau melakukannya. Ia hanya menatap Jun bingung.
Tak sedikitpun terbayangkan jika ia bisa sedekat itu dengan Jun.
Jun
menunjuk-nunjuk tepi bibirnya yang kotor itu sebagai tanda ia ingin Eun Ji yang
membersihkannya. Bukan berniat tak sopan menyuruh seperti itu, Jun hanya masih
kepikiran dengan mimpinya tersebut. Akankah rasanya berbeda jika Eun Ji yang
melakukannya. Namuan Eun Ji justru menggeleng. Dengan setengah hati, Jun meraih
tissue pemberian Eun Ji dan mulai menyeka tepi bibirnya.
“Sudah?”
Tanya Jun meminta pendapat Eun Ji.
Eun
Ji menggeleng. Dan itu pula yang akhirnya membuat Eun Ji terpaksa turun tangan.
Ia merebut kembali tissue yang tadi ia berikan. Dengan hati-hati, ia menyeka
sisa kotoran di tepi bibir Jun. Setelah itu, mereka kembali makan dalam diam.
***
Berminggu-minggu
setelah itu. Jun dan Eun Ji semakin dekat. Tentu saja tujuan Jun ingin bisa
terlepas dari bayang-bayang Sulli. Seburuk apapun Wooyoung di belakangnya, Jun
tetap tak berani mengganggu hubungan hyung angkatnya dengan gadis yang selama
ini memenuhi pikirannya.
Hampir
setiap hari Jun menjemput dan mengantar Eun Ji. Kebetulan jadwal mereka hampir
sama meski mereka sebenarnya berbeda jurusan. Itu juga alasan Jun bisa terlepas
dari Wooyoung. Ia sudah tak lagi ikut dengan mobil Wooyoung dan kembali
mengendarai motornya. Beruntung Eun Ji tidak keberatan dengan hal itu.
Dan
malam itu, sepulang kuliah Jun mengajak Eun Ji makan di luar. Terlebih, itu
juga malam minggu, dan Eun Ji sedang tidak pulang ke rumah orang tuanya.
“Aku
senang bisa dekat denganmu sesantai ini.”
Jun
langsung menatap Eun Ji yang kini duduk di hadapannya. Namun gadis itu sedang
menatap ke arah lain. Eun Ji sengaja melakukan itu karena ia tau Jun pasti akan
langsung menatapnya. Eun Ji memang senang bisa dekat dengan Jun. Meski ia harus
sadar jika ini hanya sementara. Jun mungkin tidak akan memiliki perasaan apapun
pada Eun Ji. Dan Eun Ji nantinya akan kembali ke kota asalnya, setelah itu
melakukan pertunangan dengan Minhyuk.
“Selama
ini kita berteman, aku tak sedikitpun tau tentang kisah asmaramu.” Jun memulai
pembicaraan akrab mereka di tengah-tengah acara makan malam. “Apa kau sudah
memiliki kekasih?”
Eun
Ji mendongak dan tak langsung menjawab pertanyaan Jun.
“Aku
tak enak sedekat ini denganmu jika kau ternyata sudah memiliki kekasih.
Bagaimana jika dia tau? Apa kau tega melihatku di hajar olehnya?” lanjut Jun
setengah bercanda.
“Kau
bisa saja.” Eun Ji ikut terkekeh. “Sebelum aku kuliah di sini, aku memang
memiliki kekasih. Tapi orang tuaku tidak merestui. Dan akhirnya masalah itu
benar-benar memisahkan kami. Lalu orang tuaku menjodohkanku dengan pemuda
lain.”
Mendengar
kata ‘dijodohkan’, Jun langsung membeku di tempat. Kenapa Eun Ji sesantai itu
dekat dengannya? Apa karena ia hanya ‘dijodohkan’, maka dari itu Eun Ji memilih
bersenang-senang dulu dengan pemuda lain dengan alibi ingin menolongnya
‘melupakan’ kekasih orang. Terlebih orang itu adalah diriku.
“Aku menyesal telah menanyakan hal tersebut
padanya,” batin Jun.
“Kau
sendiri?”
Jun
langsung menatap Eun Ji, malas. “Jika aku sudah punya kekasih, tidak mungkin
aku masih memendam perasaanku pada Sulli,” seru Jun sedikit ketus.
“Baguslah.
Dengan begitu tidak ada gadis yang kau sakiti.” Eun Ji berujar santai. Ia tak
tau jika ucapannya justru telah membuat seorang pemuda sakit hati.
Jun. Dia memang tidak
menyakiti hati gadis manapun. Tapi justru dialah yang tersakiti dalam pembicaraan
ini. Setelahnya, mereka sepakat melupakan itu, lalu terlibat dengan
percakapan-percakapan seru.
***
Wooyoung
dan Sulli juga memasuki sebuah café yang di datangi Jun bersama Eun Ji. Mereka
mengedarkan padangan mencari meja yang kosong, hingga tak sengaja tatapan
mereka jatuh pada meja yang di huni Jun dan Eun Ji. Tanpa pikir panjang, Sulli
menarik tangan Wooyoung dan mengajaknya ke sana. Terlebih meja-meja sudah
penuh. Mungkin mereka bisa sedikit mengganggu Jun dan Eun Ji dengan bergabung
bersama mereka.
“Senang
akhirnya bisa melihat kalian sedekat ini,” seru Sulli yang sudah mengambil
posisi di samping Eun Ji.
Jun
juga langsung menoleh dan mendapati Wooyoung yang duduk di sampingnya. Ia
kemudian menatap Eun Ji. Tapi tak mendapat balasan dari gadis itu.
“Maaf
mengganggu kalian. Tempat di sini sudah penuh,” ujar Wooyoung.
“Tidak
apa oppa.” Eun Ji yang menjawab meski terdengar setengah terpaksa. Ia masih
malas berurusan dengan Wooyoung. Andai saja tak ada Sulli juga di sana, bisa di
pastikan ia akan menyeret Jun pergi bersamanya meninggalkan Wooyoung.
Eun
Ji lalu mencuri pandangan pada Jun ketika Wooyoung dan Sulli sibuk memesan
makanan mereka. Ternyata sejak tadi Jun sama sekali tak melepaskan tatapannya
pada Eun Ji. Eun Ji sendiri berusah menghindar. Tatapan Jun memberikan beban
padanya. Jun seperti berusaha meminta bantuan padanya. Entah untuk hal apa.
“Jun, ku mohon. Jangan menatapku seperti itu.
Setelah semester ini berakhir, aku akan pulang dan kembali ke pelukan Minhyuk
oppa.” Eun Ji hanya bisa tertunduk untuk mengendalikan perasaannya. Meski ia sendiri tidak bisa terlalu mengharapkan keberadaan Minhyuk.
*_To_Be_Continue_*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar