Author :
Annisa Pamungkas
Main Cast :
·
B2ST/Beast Lee Gikwang
·
Infinite Lee Howon (Hoya)
·
SNSD Im Yoona
Support cast :
·
Other member B2ST/Beast
·
Other member Infinite
·
Yong Hwa CN Blue
·
Siwan Ze:a
·
Jonghyun, Minho Shinee
·
Hara KARA
·
Sulli F(x)
Genre
: romance, family
Length : chapter
***
Pagi
itu, beberapa siswa SMA Paradise membentuk kerumunan di depan madding sekolah. Sunggyu
juga terlihat di antaranya dan sedang berusaha menembus kerumunan. Jonghyun
yang melihat itu, segera menghampiri temannya tersebut.
“Ada
apa?” Tanya Jonghyun sesaat setelah menepuk pundak Sunggyu. Namun cowok yang di
maksud hanya mengangkat bahu menandakan ia juga tak tau apa-apa.
Mereka sepakat untuk
menembus kerumunan karena beberapa orang mulai memberikan tatapan tak enak pada
Jonghyun dan Sunggyu. Namun sebelum niat mereka terlaksana, Yong Hwa sudah
lebih dulu menahan Sunggyu dan Jonghyun untuk menjauhi kerumunan.
“Yong,
ngapain sih?” protes Jonghyun sambil berusaha melepaskan tangan Yong Hwa yang sudah
menarik kasar kerah belakang blazer sekolahnya.
Sunggyu
juga melakukan hal yang hampir sama seperti Jonghyung. “Kita pengen liat
pengumunan di madding tadi. Siapa tau ada yang penting. Kita kan udah kelas
tiga, Yong.”
“Gue
udah tau berita itu.” Ucapan Yong Hwa membuat dua temannya berhenti dan
memberikan tatapan penuh Tanya pada Yong Hwa. Yong Hwa sendiri akhirnya
melepaskan dua temannya itu setelah mereka sampai di taman belakang sekolah.
“Tentang
apaan sih?” desak Sunggyu.
“Sekolah mau ngadain pensi?”
sambung Jonghyun bahkan sebelum Yong Hwa memberikan jawaban atas pertanyaan
Sunggyu.
“Kalian
tau kan kalo selama ini Gikwang di segani karena dia termasuk salah satu anak
orang kaya di sekolah kita?” Tanya Yong Hwa yang langsung di jawab anggukan oleh
Sunggyu.
“Jadi
maksud lo, rumor kalo rumah Gikwang di jual itu bener?” Jonghyun justru balik
bertanya.
“Serius,
lo?” Tanya Sunggyu memastikan.
Yong
Hwa mengacak rambutnya, frustasi. “Kenapa lagi sama Gikwang? Terus, sekarang
anaknya mana?”
Sunggyu
dan Jonghyun saling melempar tatapan, lalu keduanya menggeleng kompak. “Dia
nggak mau gue ajak berangkat bareng tadi pagi.”
***
Pagi
itu Gikwang baru saja tiba di gerbang sekolahnya. Hari itu dia di antar
Sungmin, ayahnya. Ia menghela napas terlebih dahulu sebelum memulai sekolahnya
hari ini. Ketika menelusuri koridor, Gikwang dihadiahi tatapan dari setiap
orang yang bertemu dengannya. Tatapan merendahkan, bahkan mereka tak
segan-segan mencibir di hadapan Gikwang. Cowok itu berkali-kali memeriksa
penampilannya. Dan tak ada yang aneh di sana.
Gikwang
sempat menoleh ke belakang, dan ia masih mendapati beberapa siswa menatapnya
tak suka. Termasuk beberapa cewek yang pernah masuk ke dalam daftar teman
kencannya. Karena Gikwang tidak menganggap hal itu serius, jadi ia tak terlalu
memusingkan mereka. Namun saat berbalik lagi untuk melanjutkan langkah, ada dua
orang cowok yang menghalanginya. Cowok itu juga ikut menatap Gikwang sinis.
Tapi cowok yang satu lagi hanya melihat Gikwang dengan tatapan biasa.
“Kayaknya
pangeran sekolah kita yang satu ini turun kasta,” desisnya tepat di depan wajah
Gikwang. Namun Gikwang tak terlalu ambil pusing dengan apa yang dikatakan cowok
bernama Junhyung itu. “Oiya, di mana temen-temen lo itu? Kenapa mereka nggak
ada saat lo…”
“Junhyung!”
Junhyung
menoleh. Termasuk juga Gikwang serta Hyungseung, cowok yang datang bersama
Junhyung tadi. Hara tiba-tiba muncul di hadapan mereka.
“Jadi
pangeran kita sudah menemukan permaisurinya?” kata Junhyung dengan nada
menyindir sambil menatap Hara. “Romantis banget sih rela nemenin Gikwang main
bola. Pulangnya makan malam di café, deh.”
Hara
menahan kesal dengan apa yang dikatakan Junhyung. Sementara Gikwang menolehkan
wajahnya untuk menyembunyikan senyuman. Gikwang lalu melirik Hyunseung. “Temen
lo cemburu, ya?”
Hyunseung
membulatkan mata, terkejut dengan pertanyaan Gikwang. Gikwang sendiri nggak mau
melirik Junhyung, apalagi untuk mengetahui rauh wajah cowok itu saat ini.
“Masuk
kelas gih, Ra. Kita udah selesai, kok.”
Hara
mengangguk sekilas saat Gikwang meliriknya, lalu pergi meninggalkan tiga cowok
tadi di sana. Hyunseung diam, sementara Junhyung semakin bungkam.
“Dan
kalo lo nanyain di mana Jonghyun, Sunggyu sama Yong Hwa? Lo nggak perlu
khawatir. Gue yakin mereka tetep ada buat gue dalam keadaan apapun,” desis
Gikwang tajam seolah menyadari kondisi keluarganya saat ini. “Nggak seperti
kalian!” lanjut Gikwang masih dengan nada sinis sambil melirik tajam
orang-orang yang menyaksikan secara gratis perdebatan dua orang yang memang
hampir setiap ada kesempatan untuk berseteru.
Gikwang
berniat melangkah untuk meninggalkan tempat itu. Dan dengan sengaja ia menabrak
pundak Junhyung dan Hyunseung ketika berjalan di tengah-tengah mereka. Di sana
Gikwang kembali berhenti karena ketiga sahabatnya sudah menunggu.
Sunggyu
dengan tergesa-gesa mendekati Gikwang. “Berita tentang keluarga lo itu nggak
bener, kan? Rumah lo juga di jual bukan untuk membayar hutang-hutang bokap lo,
kan?”
“Jadi
kalian mengkhawatirkan itu? Apa setelah kalian tau bahwa keluarga gue udah
nggak kayak dulu, kalian juga mau ikut menjauhi gue?” Tanya Gikwang dengan nada
tinggi. Ia menunggu ketiga temannya menjawab. Tak ada respon. Gikwang hanya
bisa menghela napas. “Gue udah siap kok,” lirihnya sebelum pergi dari sana.
“Kwang!
Gikwang!” teriakan Sunggyu bahkan seperti tak memasuki telinga Gikwang.
“Apa
lo pikir kita bakal ninggalin Gikwang?” suara Jonghyun kembali menjadi pusat
perhatian. Namun tujuannya bukan pada Yong Hwa atau Sunggyu. Apalagi Gikwang.
Tapi pada Junhyung.
Mendengar
itu, Junhyung tak jadi melangkah. Ia justru berbalik sambil memberikan tatapan
tajamnya pada Jonghyun.
“Gue
denger semua omongan lo ke Gikwang. Dan walaupun Gikwang udah bukan anak orang
kaya lagi, gue, Yong Hwa dan Sunggyu nggak peduli. Gikwang tetep lebih baik
dari lo!”
***
Sebuah
mobil memasuki kawasan SMA Sun Moon. Setelah terparkir, satu-persatu
penumpangnya mulai ke luar dari dalam mobil tersebut. Howon adalah satu di
antaranya. Ia bersama Minho yang pagi itu menyetir mobil. Juga bersama seorang
cewek bertubuh tinggi dan hampir menyusul tingginya Howon. Namun cewek itu
masih berseragam SMP Sun Moon.
“Mas,
aku duluan ya,” kata cewek itu dengan semangat yang juga merupakan adik dari
Minho dan Howon.
“Eh,
Sulli. Kalo udah pulang langsung tunggu mas di parkiran ya!” teriak Minho
sebelum adiknya berjalan lebih jauh lagi.
Sulli
sedikit berbalik lalu menunjukkan ibu jarinya ke atas sambil berkata, “oke,
mas!”
“Gue
duluan,” seru Minho dingin. Tanpa menunggu respon Howon terlebih dulu, Minho
lebih memilih cepat meninggalkan tempat itu.
Di
tempatnya berada, Howon sendiri memang sama sekali tak berniat untuk merespon
Minho. Namun di tempat berbeda, tepatnya di jalan yang memisahkan gedung SMA
dengan gedung SMP Sun Moon, ketika Sulli melintas, Yoona juga berada di sana.
Yoona memperhatikan gerak-gerik Sulli yang terlihat sangat bersemangat mengawali
harinya.
Keceriaan
Sulli membuat Yoona tersenyum. Ia jadi ingin sedikit tertular semangat cewek
itu.
“Ngapain
senyum-senyum sendiri? Nggak takut di bilang orang gila?”
Mendengar
suara seseorang yang sangat dekat dengan telinganya, senyum Yoona langsung
memudar sambil ia menoleh ke arah sumber suara. “Oh, Minho?” serunya datar.
“Senyumin
siapa, sih? Cowok ya?” tuduh Minho seenaknya. “Inget pacar tuh yang di
Surabaya,” lanjutnya.
Yoona
melirik Minho kesal. “Inget pacar tuh yang temen sekelas gue,” balas Yoona yang
sukses membuat Minho bungkam. Sedetik kemudian, Yoona terkekeh melihat wajah
Minho yang tiba-tiba memucat. “Makanya, masih pagi tuh jangan usil,” serunya
yang segera meninggalkan Minho.
Minho
mensejajarkan langkahnya dengan Yoona. “Yaelah, Yoon. Anceman lo jahat banget.”
“Itu
artinya gue peduli sama hubungan lo dan Tiffany.”
“Akh,
iya juga sih.” Cukup lama setelah Minho menyelesaikan perkataan singkatnya,
mereka saling diam. “Oiya, dua minggu lagi kan kita libur tuh, gimana kalo double date? Lo sama cowok lo. Suruh dia
ke Jakarta. Kan lumayan tuh libur seminggu.”
Mendengar
usulan Minho, Yoona langsung menghentikan langkah dan menatap pacar temannya
itu dengan tajam. “Lo mau cowok gue nggak lulus ujian, hah?” ujar Yoona galak
lalu secepat mungkin memperlebar jarak antara mereka. Namun Minho juga langsung
mengejarnya.
“Gue
lupa Yoon kalo cowok lo udah kelas 3. Duuh, maapin ya.” Minho benar-benar
merasa bersalah dengan ajakannya tadi. “Kalo lo nggak mau maafin gue, gue bakal
tetep ngikutin lo nyampe kelas,” serunya seolah mengancam.
Yoona
memutar bola matanya, kelas. “Di maafin atau nggak sih lo emang pasti seneng
ngikutin gue nyampe kelas.”
“Kok
bisa gitu, Yoon?” Tanya Minho polos.
Sontak
Yoona berhenti berjalan. Padahal ia sudah hampir sampai di depan kelasnya.
Tentu saja setelahnya Yoona menghadiahi Minho tatapan membunuh. Ia sadar jika
Minho hanya pura-pura polos bertanya seperti itu.
“Mau
pergi atau gue lempar sepatu?” desis Yoona dingin. Tapi siapa saja juga tau
kalau sebenarnya Yoona memberikan ancaman pada Minho.
Minho
langsung merinding melihat Yoona seperti itu. Ia buru-buru melesat dari sana.
Tapi tujuannya justru ke dalam kelas Yoona. Sementara cewek itu hanya
tercengang melihatnya. Nggak berlangsung lama. Karena setelah itu, Minho sudah
kembali ke luar kelas.
“Gue
cuma mau nyapa cewek gue,” kata Minho. Padahal Yoona nggak nanya apa yang
dilakuin Minho tadi. Setelah itu, Minho benar-benar menjauh dari Yoona. Yoona
sendiri hanya berdecak sambil menggelengkan kepala melihat kelakuan Minho.
***
Saat
istirahat, Gikwang sudah duduk sendiri di salah satu kursi kantin. Ia tidak
menunggu tiga temannya. Di sana ia juga hanya memesan teh hangat.
“Kwang,”
panggil seseorang.
Gikwang
menoleh dan mendapati Hara sudah duduk di sampingnya. “Kok lo di sini?” Tanya
Gikwang bingung.
“Maaf
ya, gara-gara gue lo jadi…” ucapan Hara tertahan.
“Rumah
gue mau di jual bukan karena lo, kok. Emang bokap lagi dapet cobaan aja.”
Hara
tersenyum sambil menggeleng. “Bukan itu. Tapi masalah Junhyung. Gue nggak
nyangka dia bisa ngomong kayak tadi ke lo. Bahkan di depan anak-anak.”
Gikwang
terkekeh melihat rasa bersalah yang ditunjukakn Hara. “Junhyung tuh cemburu.”
“Nggak
mung…”
“Kalo
nggak, namanya apa?” lagi-lagi Gikwang menyelak ucapan Hara. “Dia
nyindir-nyindir gue yang masalah malam minggu kemaren. Ngapain coba? Biasanya
juga nggak pernah. Gue jalan ama cewek kan nggak Cuma sama lo doank, Ra. Dan
gue rasa dia ngebuntutin lo.”
Hara
diam tentunduk.
“Udah
sana tembak tuh si Junhyung,” goda Gikwang sambil menyenggol lengan Hara dengan
sikutnya. “Apa perlu gue yang nyampein pesen lo itu? Nggak usah nunggu sampe
lulus dulu. Kelamaan.”
“Apaan
sih lo, Kwang.” Hara tertunduk malu.
“Cieee
Hara.” Gikwang semakin semangat menggoda Hara. Ia bahkan tidak terlalu
menyadari bahwa sejak Hara mendatanginya, Junhyung sudah memberikan tatapan
membunuh untuknya.
***
Di
depan pintu masuk kantin, tampak ketiga sahabat Gikwang berjalan bersama. “Kok
gue ngerasa Gikwang kayak ngindarin kita,” keluh Jonghyun yang langsung
disetujui oleh Sunggyu.
Sementara
Yong Hwa hanya menghela napas kasar sambil mengacak rambutnya, frustasi.
“Sebenernya ke mana sih tuh anak? Gue jadi khawatir, nih.”
“Kalo
gue tau sih pasti gue bakal ngajak ketemu Gikwang, Yong!” sambar Sunggyu
jengkel mendengar pertanyaan tak bermutu dari Yong Hwa.
“Tunggu
deh,” seru Jonghyun tiba-tiba sambil sedikit merentangkan tangannya di depan
tubuh Yong Hwa dan Sunggyu yang kebetulan berada di sisi kanan dan kirinya.
“Apaan
sih, Jong? Gue udah laper nih?” protes Sunggyu yang siap memberontak dan
menepiskan tangan Jonghyun yang berada di depan dadanya.
“Itu
bukannya Gikwang sama Hara?” ujar Yong Hwa yang sudah menyadari arah pandangan
Jonghyun. Tanpa perintah, ia lebih dulu menghampiri temannya yang saat ini
tengah mengalami masalah itu.
“Asiknya
yang lagi mojok, sampe lupa sama temen,” sindir Jonghyun tak peduli dengan
tatapan sinis dari siswa yang lain. Dan tanpa meminta ijin terlebih dahulu, ia,
Yong Hwa serta Sunggyu sudah ikut bergabung duduk semeja dengan Gikwang dan
Hara.
Hara
langsung menegakkan badannya salah tingkah. Sementara Gikwang hanya terkekeh
melihat kepanikan Hara.
“Kalian
udah bikin cewek cantik ini takut!” seru Gikwang pura-pura memarahi Yong Hwa,
Jonghyun serta Sunggyu. Ketiganya justru ikut terkekeh dengan perkataan
Gikwang.
“Jadi,
kencan dadakan di malam minggu itu berlanjut sampe sekarang, nih?” Sunggyu
mulai meledek Gikwang. Sementara cowok yang dimaksud menatapnya bingung.
Sunggyu juga balas menatap sama bingungnya. “Jadi lo nggak nyadar kalo Myungsoo
ngeliat kalian?”
“Hah?
Serius lo?” Tanya Gikwang ragu. Wajahnya langsung berubah panic.
Jonghyun
dan Yong Hwa ikut berdecak menggoda Gikwang.
“Keasikan
kencan sih!” lanjut Yong Hwa dengan ledekannya yang bisa di pastikan langsung
mendapat dukungan penuh dari Sunggyu dan Jonghyun. Hara sendiri hanya terkekeh
dan menggeleng melihat kelakuan tiga sahabatnya Gikwang itu.
Di
sisi lain, Gikwang justru semakin kepikiran dengan kejadian itu. “Emang, sih. Malam itu gue kayak liat Myungsoo.
Dan kalo nggak salah dia di tarik sama cewek yang berdiri di samping Hara.” Gikwang
sibuk dengan pikirannya sendiri. “Apa itu
juga cewek yang di maksud Myungsoo pas masih di rumah gue itu?” lanjutnya
masih dengan pikirannya sendiri.
“Heh!
Kok lo malah bengong sendiri sih?”
Gikwang
tersentak mendengar suara Yong Hwa yang langsung membuyarkan lamunannya. “Nggak
kok,” sangkal Gikwang menyembunyikan apa yang tengah ia pikirkan.
***
Sore
hari, Yoona tampak mengayuh sepedanya berkeliling kompleks sebuah perumahan
yang cukup mewah. Saat melihat sebuah rumah dengan interior minimalis di
sebelah kirinya, Yoona terkekeh karena mengingat kejadian beberapa hari yang
lalu. Di mana ia bertemu dengan seorang wanita yang katanya ingin membuang
sepatu sepakbola milik anaknya yang justru telah Yoona berikan pada Siwan.
Mengingat
itu Yoona berhenti sejenak. Sosok Howon langsung berkelebat di pikirannya.
“Kasian tuh cowok. Dia udah nggak bisa main bola lagi donk sekarang?” Yoona
bicara seorang diri. “Akh, peduli amat,” serunya lagi dan sambil kembali
mengayuh sepedanya. “Gue udah males berurusan sama sepakbola!”
Setelah
beberapa menit mengendarai sepeda, kini Yoona lebih memilih untuk mendorong
sepedanya. Terlebih ia juga sudah hampir sampai di taman kota. Yoona menyusuri
tepi jalan. Lebih tepatnya jalan khusus pejalan kaki. Karena itu Yoona memilih
untuk tidak mengendarai sepedanya.
Di
ujung sana, ia melihat tiga cowok berkostum seragam sepakbola berdiri
beriringan dan di depannya berdiri satu cowok dengan pakaian biasa. Yoona tidak
bisa melihat wajah satu cowok itu karena berdiri membelakanginya. Semakin dekat
Yoona mendorong sepedanya ke tempat empat cowok itu berada. Dan nampaknya
pembicaraan mereka cukup serius. Yoona berusaha mengabaikan keberadaan mereka.
“Permisi,”
seru Yoona agar keempat pemuda itu memberikan jalan untuknya.
“Oh,
iya maaf,” balas salah satu dari tiga cowok berkostum sepakbola itu yang
ternyata adalah Yoseob.
Sungyeol dan Dongwoon
hanya ikut mengangguk sambil menggeser tubuh mereka untuk memberikan jalan.
Namun satu cowok lagi di antara mereka justru menahan jok sepeda Yoona.
“Tunggu!”
serunya yang sebenarnya adalah Howon.
“Elo!”
pekik Yoona, kesal setelah mengetahui siapa yang menahan sepedanya tadi. “Kenapa gue harus ketemu nih anak sih?” rutuknya
sendiri.
“Thanks
banget, Yoon. Akhirnya gue ketemu lo di sini.”
Yoona
mengerutkan keningnya. Bingung dengan sikap Howon yang menurutnya aneh itu. “Apaan
sih?” tanyanya galak. Namun tak bisa di sangkal jika ia juga sebenarnya gugup
menghadapi Howon. Yoona takut cowok itu meminta yang aneh-aneh atas kesalahan
yang tak sengaja ia perbuat itu.
“Gue
butuh banget pertolongan lo, Yoona,” kata Howon penuh harap.
“Lo
kenapa sih, Won?” Tanya Sungyeol ngeri dengan perubahan sikap Howon. Namun
Howon tak menjawabnya.
“Lo
tetangganya?” Tanya Yoseob ke Yoona. Sementara Yoona menjawab dengan gelengan
kepala. “Atau lo sodaranya?” Tanyanya lagi. Dan lagi-lagi Yoona menggeleng.
“Terus lo siapanya, donk?” Yoseob mulai frustasi.
“Pacarnya
kali,” tebak Dongwoon sekenanya.
“Hush!”
sontak Sungyeol menyikut salah satu temannya yang sedikit bertampang Arab itu.
“Mau lo di gampar Eunji?” ujar Sungyeol menakut-nakuti, dan sukses membuat
cowok tinggi itu bungkam.
Yoona
menatap Howon, galak. “Mau lo apa, sih?”
“Gue
mau beli sepatu sama baju bo…”
“Ya
terus, kenapa laporan ke gue?” sambar Yoona sebelum Howon menyelesaikan
kalimatnya. “Gue nggak sanggup kalo lo minta beliin sepatu sama baju sebagai
tanggung jawab dari gue. Gue yakin selera lo tuh tinggi banget,” jelas Yoona.
Tentu saja ia tak akan melupakan mewahnya rumah Howon saat Ga In ingin membuang
sepatu anaknya itu.
Howon
menghela napas. “Bukan itu, Yoon.”
“Terus
apa?” ujar Yoona tak sabar.
“Setelah
gue beli itu semua, gue mau nitip di rumah lo. Jadi kalo gue butuh, gue tinggal
minta ke lo,” jelas Howon. “Dan nggak ada penolakan,” lanjutnya sebelum apa
yang ia takutkan benar-benar terjadi.
“Ya
udah deh,” kata Yoona akhirnya yang dengan terpaksa menyetujui permintaan
Howon. Itu lebih baik dari pada ia harus menguras uang tabungannya untuk
membelikan sepatu dan baju untuk Howon yang pastinya sangat mahal. Howonpun
tersenyum puas.
“Itu
artinya lo jadi ikut latihan, kan?” Tanya Yoseob dengan mata berbinar dan penuh
harap.
“Iya,
gue nggak mau ngeliat sodara tiri lo itu makin songong,” timpal Dongwoon
mengompori Howon.
“Lo
semua tenang aja. Gue pasti dateng,” kata Howon mantap.
“Akh,
keren lo bro.” Sungyeol menepuk-nepuk pundak Howon sebagai bentuk suka cita.
“Jangan
lama, ya.” Yoseob mengingatkan sebelum ia dan dua temannya meninggalkan Howon
di sana.
“Terus?”
Tanya Yoona memastikan dan hanya menatap Howon dengan lirikan.
“Ayo,”
ajak Howon yang tanpa meminta ijin dulu sudah merebut bahkan mengambil alih
sepeda Yoona lalu membawanya turun ke jalan.
Yoona
melebarkan matanya. “Maksud lo, kita naik sepeda gue, gitu?” tanyanya ketus.
“Kenapa…” ucapan Yoona tertahan.
“Nggak
sempet kalo gue harus pulang dulu,” kata Howon santai. Ia bahkan menepuk besi
sepeda Yoona agar cewek itu duduk di sana. dan tentu saja Yoona melotot galak. “Nggak
mungkin lo berdiri di belakang gue, kan? Nggak bisa juga. Ayo donk, Yoon. Udah
mepet banget nih,” pinta Howon dengan nada memohon.
Yoona
melihat sekelilingnya. Memastikan ia aman dengan keputusannya. Sebelum menuruti
Howon, Yoona menaikan hodie jaketnya untuk menutupi kepala.
Howon
hanya terkekeh melihat tingkah Yoona. “Takut ketauan cowok lo, ya?” ledek Howon
tanpa merasa bersalah.
“Diem
atau gue batalin?” ancam Yoona.
“Oke,”
kata Howon singkat sebelum Yoona duduk di depannya. Setelah itu Howon membawa
Yoona menggunakan sepeda cewek itu.
***
“Gue
lagi pemanasan nih kayak biasa. Tadi pagi gue udan ninggalin seragam di loker,”
ujar Gikwang pada seseorang di telpon menggunakan handsfree. Sore itu Gikwang yang mengenakan celana training panjang
dan jaker parasutnya tengah jogging di pinggir jalan. Ia memang sering
melakukan itu sebelum berlatih sepakbola di klub sekolahnya.
“Oke…
tunggu aja. Gue udah nyampe sekitaran taman, kok,” lanjut Gikwang sebelum
mengakhiri obrolannya. Setelah itu ia kembali menikmati kegitan sorenya.
Gikwang
yang terlalu asik jogging, nggak begitu mempedulikan keadaan sekitar. Sementara
dari kejauhan, ia melihat sebuah sepeda—yang dikendarai Howon bersama
Yoona—berlajan ke arah berlawanan dengannya. Entah apa yang tiba-tiba membuat
Gikwang justru memperhatikan mereka. Terutama… Yoona.
Howon
juga menyadari keberadaan Gikwang yang berdiri di area khusus pejalan kaki. Tak
terkecuali Yoona. Cewek itu malah sampai semakin menutupi kepalanya menggunakan
hodie.
Gikwang
sempat berhenti sesaat dan sempat menatap mengikuti arah perginya Howon dan
Yoona. “Cowok tadi bukannya anak SMA Sun Moon itu, ya?” Tanya Gikwang seorang
diri. Namun detik berikutnya, ia baru menyadari cewek yang bersama Howon tadi.
“Kayak cewek yang sama Myungsoo pas malem minggu itu? Tapi kok nutupin muka
gitu sih pas ketemu gue? Apa takut ketauan gue karena selingkuh dari Myungsoo?
Akh, tapi kan dia belom tentu ceweknya Myungsoo juga,” Gikwang sibuk dengan
pikirannya sendiri. “Eh, kok gue jadi mikirin itu, sih? Ngapain juga?” Gikwang
memaki dirinya sendiri. Kemudian ia kembali melanjutkan joggingnya yang sempat
sedikit terganggu.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar