Jumat, 18 Oktober 2013

FC LOVE (chapter 3)

 

Author              : Annisa Pamungkas
Main Cast          :
·        B2ST/Beast Lee Gikwang
·        Infinite Lee Howon (Hoya)
·        SNSD Im Yoona
Support cast     :
·        Other member B2ST/Beast
·        Other member Infinite
·        Yong Hwa CN Blue
·        Siwan Ze:a
·        Jonghyun, Minho Shinee
·        Hara KARA
·        Sulli F(x)
Genre               : romance, family
Length              : chapter

***

        Pagi itu, beberapa siswa SMA Paradise membentuk kerumunan di depan madding sekolah. Sunggyu juga terlihat di antaranya dan sedang berusaha menembus kerumunan. Jonghyun yang melihat itu, segera menghampiri temannya tersebut.
        “Ada apa?” Tanya Jonghyun sesaat setelah menepuk pundak Sunggyu. Namun cowok yang di maksud hanya mengangkat bahu menandakan ia juga tak tau apa-apa.
Mereka sepakat untuk menembus kerumunan karena beberapa orang mulai memberikan tatapan tak enak pada Jonghyun dan Sunggyu. Namun sebelum niat mereka terlaksana, Yong Hwa sudah lebih dulu menahan Sunggyu dan Jonghyun untuk menjauhi kerumunan.
        “Yong, ngapain sih?” protes Jonghyun sambil berusaha melepaskan tangan Yong Hwa yang sudah menarik kasar kerah belakang blazer sekolahnya.
        Sunggyu juga melakukan hal yang hampir sama seperti Jonghyung. “Kita pengen liat pengumunan di madding tadi. Siapa tau ada yang penting. Kita kan udah kelas tiga, Yong.”
        “Gue udah tau berita itu.” Ucapan Yong Hwa membuat dua temannya berhenti dan memberikan tatapan penuh Tanya pada Yong Hwa. Yong Hwa sendiri akhirnya melepaskan dua temannya itu setelah mereka sampai di taman belakang sekolah.
        “Tentang apaan sih?” desak Sunggyu.
“Sekolah mau ngadain pensi?” sambung Jonghyun bahkan sebelum Yong Hwa memberikan jawaban atas pertanyaan Sunggyu.
        “Kalian tau kan kalo selama ini Gikwang di segani karena dia termasuk salah satu anak orang kaya di sekolah kita?” Tanya Yong Hwa yang langsung di jawab anggukan oleh Sunggyu.
        “Jadi maksud lo, rumor kalo rumah Gikwang di jual itu bener?” Jonghyun justru balik bertanya.
        “Serius, lo?” Tanya Sunggyu memastikan.
        Yong Hwa mengacak rambutnya, frustasi. “Kenapa lagi sama Gikwang? Terus, sekarang anaknya mana?”
        Sunggyu dan Jonghyun saling melempar tatapan, lalu keduanya menggeleng kompak. “Dia nggak mau gue ajak berangkat bareng tadi pagi.”

***

        Pagi itu Gikwang baru saja tiba di gerbang sekolahnya. Hari itu dia di antar Sungmin, ayahnya. Ia menghela napas terlebih dahulu sebelum memulai sekolahnya hari ini. Ketika menelusuri koridor, Gikwang dihadiahi tatapan dari setiap orang yang bertemu dengannya. Tatapan merendahkan, bahkan mereka tak segan-segan mencibir di hadapan Gikwang. Cowok itu berkali-kali memeriksa penampilannya. Dan tak ada yang aneh di sana.
        Gikwang sempat menoleh ke belakang, dan ia masih mendapati beberapa siswa menatapnya tak suka. Termasuk beberapa cewek yang pernah masuk ke dalam daftar teman kencannya. Karena Gikwang tidak menganggap hal itu serius, jadi ia tak terlalu memusingkan mereka. Namun saat berbalik lagi untuk melanjutkan langkah, ada dua orang cowok yang menghalanginya. Cowok itu juga ikut menatap Gikwang sinis. Tapi cowok yang satu lagi hanya melihat Gikwang dengan tatapan biasa.
        “Kayaknya pangeran sekolah kita yang satu ini turun kasta,” desisnya tepat di depan wajah Gikwang. Namun Gikwang tak terlalu ambil pusing dengan apa yang dikatakan cowok bernama Junhyung itu. “Oiya, di mana temen-temen lo itu? Kenapa mereka nggak ada saat lo…”
        “Junhyung!”
        Junhyung menoleh. Termasuk juga Gikwang serta Hyungseung, cowok yang datang bersama Junhyung tadi. Hara tiba-tiba muncul di hadapan mereka.
        “Jadi pangeran kita sudah menemukan permaisurinya?” kata Junhyung dengan nada menyindir sambil menatap Hara. “Romantis banget sih rela nemenin Gikwang main bola. Pulangnya makan malam di café, deh.”
        Hara menahan kesal dengan apa yang dikatakan Junhyung. Sementara Gikwang menolehkan wajahnya untuk menyembunyikan senyuman. Gikwang lalu melirik Hyunseung. “Temen lo cemburu, ya?”
        Hyunseung membulatkan mata, terkejut dengan pertanyaan Gikwang. Gikwang sendiri nggak mau melirik Junhyung, apalagi untuk mengetahui rauh wajah cowok itu saat ini.
        “Masuk kelas gih, Ra. Kita udah selesai, kok.”
        Hara mengangguk sekilas saat Gikwang meliriknya, lalu pergi meninggalkan tiga cowok tadi di sana. Hyunseung diam, sementara Junhyung semakin bungkam.
        “Dan kalo lo nanyain di mana Jonghyun, Sunggyu sama Yong Hwa? Lo nggak perlu khawatir. Gue yakin mereka tetep ada buat gue dalam keadaan apapun,” desis Gikwang tajam seolah menyadari kondisi keluarganya saat ini. “Nggak seperti kalian!” lanjut Gikwang masih dengan nada sinis sambil melirik tajam orang-orang yang menyaksikan secara gratis perdebatan dua orang yang memang hampir setiap ada kesempatan untuk berseteru.
        Gikwang berniat melangkah untuk meninggalkan tempat itu. Dan dengan sengaja ia menabrak pundak Junhyung dan Hyunseung ketika berjalan di tengah-tengah mereka. Di sana Gikwang kembali berhenti karena ketiga sahabatnya sudah menunggu.
        Sunggyu dengan tergesa-gesa mendekati Gikwang. “Berita tentang keluarga lo itu nggak bener, kan? Rumah lo juga di jual bukan untuk membayar hutang-hutang bokap lo, kan?”
        “Jadi kalian mengkhawatirkan itu? Apa setelah kalian tau bahwa keluarga gue udah nggak kayak dulu, kalian juga mau ikut menjauhi gue?” Tanya Gikwang dengan nada tinggi. Ia menunggu ketiga temannya menjawab. Tak ada respon. Gikwang hanya bisa menghela napas. “Gue udah siap kok,” lirihnya sebelum pergi dari sana.
        “Kwang! Gikwang!” teriakan Sunggyu bahkan seperti tak memasuki telinga Gikwang.
        “Apa lo pikir kita bakal ninggalin Gikwang?” suara Jonghyun kembali menjadi pusat perhatian. Namun tujuannya bukan pada Yong Hwa atau Sunggyu. Apalagi Gikwang. Tapi pada Junhyung.
        Mendengar itu, Junhyung tak jadi melangkah. Ia justru berbalik sambil memberikan tatapan tajamnya pada Jonghyun.
        “Gue denger semua omongan lo ke Gikwang. Dan walaupun Gikwang udah bukan anak orang kaya lagi, gue, Yong Hwa dan Sunggyu nggak peduli. Gikwang tetep lebih baik dari lo!”

***

        Sebuah mobil memasuki kawasan SMA Sun Moon. Setelah terparkir, satu-persatu penumpangnya mulai ke luar dari dalam mobil tersebut. Howon adalah satu di antaranya. Ia bersama Minho yang pagi itu menyetir mobil. Juga bersama seorang cewek bertubuh tinggi dan hampir menyusul tingginya Howon. Namun cewek itu masih berseragam SMP Sun Moon.
        “Mas, aku duluan ya,” kata cewek itu dengan semangat yang juga merupakan adik dari Minho dan Howon.
        “Eh, Sulli. Kalo udah pulang langsung tunggu mas di parkiran ya!” teriak Minho sebelum adiknya berjalan lebih jauh lagi.
        Sulli sedikit berbalik lalu menunjukkan ibu jarinya ke atas sambil berkata, “oke, mas!”
        “Gue duluan,” seru Minho dingin. Tanpa menunggu respon Howon terlebih dulu, Minho lebih memilih cepat meninggalkan tempat itu.
        Di tempatnya berada, Howon sendiri memang sama sekali tak berniat untuk merespon Minho. Namun di tempat berbeda, tepatnya di jalan yang memisahkan gedung SMA dengan gedung SMP Sun Moon, ketika Sulli melintas, Yoona juga berada di sana. Yoona memperhatikan gerak-gerik Sulli yang terlihat sangat bersemangat mengawali harinya.
        Keceriaan Sulli membuat Yoona tersenyum. Ia jadi ingin sedikit tertular semangat cewek itu.
        “Ngapain senyum-senyum sendiri? Nggak takut di bilang orang gila?”
        Mendengar suara seseorang yang sangat dekat dengan telinganya, senyum Yoona langsung memudar sambil ia menoleh ke arah sumber suara. “Oh, Minho?” serunya datar.
        “Senyumin siapa, sih? Cowok ya?” tuduh Minho seenaknya. “Inget pacar tuh yang di Surabaya,” lanjutnya.
        Yoona melirik Minho kesal. “Inget pacar tuh yang temen sekelas gue,” balas Yoona yang sukses membuat Minho bungkam. Sedetik kemudian, Yoona terkekeh melihat wajah Minho yang tiba-tiba memucat. “Makanya, masih pagi tuh jangan usil,” serunya yang segera meninggalkan Minho.
        Minho mensejajarkan langkahnya dengan Yoona. “Yaelah, Yoon. Anceman lo jahat banget.”
        “Itu artinya gue peduli sama hubungan lo dan Tiffany.”
        “Akh, iya juga sih.” Cukup lama setelah Minho menyelesaikan perkataan singkatnya, mereka saling diam. “Oiya, dua minggu lagi kan kita libur tuh, gimana kalo double date? Lo sama cowok lo. Suruh dia ke Jakarta. Kan lumayan tuh libur seminggu.”
        Mendengar usulan Minho, Yoona langsung menghentikan langkah dan menatap pacar temannya itu dengan tajam. “Lo mau cowok gue nggak lulus ujian, hah?” ujar Yoona galak lalu secepat mungkin memperlebar jarak antara mereka. Namun Minho juga langsung mengejarnya.
        “Gue lupa Yoon kalo cowok lo udah kelas 3. Duuh, maapin ya.” Minho benar-benar merasa bersalah dengan ajakannya tadi. “Kalo lo nggak mau maafin gue, gue bakal tetep ngikutin lo nyampe kelas,” serunya seolah mengancam.
        Yoona memutar bola matanya, kelas. “Di maafin atau nggak sih lo emang pasti seneng ngikutin gue nyampe kelas.”
        “Kok bisa gitu, Yoon?” Tanya Minho polos.
        Sontak Yoona berhenti berjalan. Padahal ia sudah hampir sampai di depan kelasnya. Tentu saja setelahnya Yoona menghadiahi Minho tatapan membunuh. Ia sadar jika Minho hanya pura-pura polos bertanya seperti itu.
        “Mau pergi atau gue lempar sepatu?” desis Yoona dingin. Tapi siapa saja juga tau kalau sebenarnya Yoona memberikan ancaman pada Minho.
        Minho langsung merinding melihat Yoona seperti itu. Ia buru-buru melesat dari sana. Tapi tujuannya justru ke dalam kelas Yoona. Sementara cewek itu hanya tercengang melihatnya. Nggak berlangsung lama. Karena setelah itu, Minho sudah kembali ke luar kelas.
        “Gue cuma mau nyapa cewek gue,” kata Minho. Padahal Yoona nggak nanya apa yang dilakuin Minho tadi. Setelah itu, Minho benar-benar menjauh dari Yoona. Yoona sendiri hanya berdecak sambil menggelengkan kepala melihat kelakuan Minho.

***

        Saat istirahat, Gikwang sudah duduk sendiri di salah satu kursi kantin. Ia tidak menunggu tiga temannya. Di sana ia juga hanya memesan teh hangat.
        “Kwang,” panggil seseorang.
        Gikwang menoleh dan mendapati Hara sudah duduk di sampingnya. “Kok lo di sini?” Tanya Gikwang bingung.
        “Maaf ya, gara-gara gue lo jadi…” ucapan Hara tertahan.
        “Rumah gue mau di jual bukan karena lo, kok. Emang bokap lagi dapet cobaan aja.”
        Hara tersenyum sambil menggeleng. “Bukan itu. Tapi masalah Junhyung. Gue nggak nyangka dia bisa ngomong kayak tadi ke lo. Bahkan di depan anak-anak.”
        Gikwang terkekeh melihat rasa bersalah yang ditunjukakn Hara. “Junhyung tuh cemburu.”
        “Nggak mung…”
        “Kalo nggak, namanya apa?” lagi-lagi Gikwang menyelak ucapan Hara. “Dia nyindir-nyindir gue yang masalah malam minggu kemaren. Ngapain coba? Biasanya juga nggak pernah. Gue jalan ama cewek kan nggak Cuma sama lo doank, Ra. Dan gue rasa dia ngebuntutin lo.”
        Hara diam tentunduk.
        “Udah sana tembak tuh si Junhyung,” goda Gikwang sambil menyenggol lengan Hara dengan sikutnya. “Apa perlu gue yang nyampein pesen lo itu? Nggak usah nunggu sampe lulus dulu. Kelamaan.”
        “Apaan sih lo, Kwang.” Hara tertunduk malu.
        “Cieee Hara.” Gikwang semakin semangat menggoda Hara. Ia bahkan tidak terlalu menyadari bahwa sejak Hara mendatanginya, Junhyung sudah memberikan tatapan membunuh untuknya.

***

        Di depan pintu masuk kantin, tampak ketiga sahabat Gikwang berjalan bersama. “Kok gue ngerasa Gikwang kayak ngindarin kita,” keluh Jonghyun yang langsung disetujui oleh Sunggyu.
        Sementara Yong Hwa hanya menghela napas kasar sambil mengacak rambutnya, frustasi. “Sebenernya ke mana sih tuh anak? Gue jadi khawatir, nih.”
        “Kalo gue tau sih pasti gue bakal ngajak ketemu Gikwang, Yong!” sambar Sunggyu jengkel mendengar pertanyaan tak bermutu dari Yong Hwa.
        “Tunggu deh,” seru Jonghyun tiba-tiba sambil sedikit merentangkan tangannya di depan tubuh Yong Hwa dan Sunggyu yang kebetulan berada di sisi kanan dan kirinya.
        “Apaan sih, Jong? Gue udah laper nih?” protes Sunggyu yang siap memberontak dan menepiskan tangan Jonghyun yang berada di depan dadanya.
        “Itu bukannya Gikwang sama Hara?” ujar Yong Hwa yang sudah menyadari arah pandangan Jonghyun. Tanpa perintah, ia lebih dulu menghampiri temannya yang saat ini tengah mengalami masalah itu.
        “Asiknya yang lagi mojok, sampe lupa sama temen,” sindir Jonghyun tak peduli dengan tatapan sinis dari siswa yang lain. Dan tanpa meminta ijin terlebih dahulu, ia, Yong Hwa serta Sunggyu sudah ikut bergabung duduk semeja dengan Gikwang dan Hara.
        Hara langsung menegakkan badannya salah tingkah. Sementara Gikwang hanya terkekeh melihat kepanikan Hara.
        “Kalian udah bikin cewek cantik ini takut!” seru Gikwang pura-pura memarahi Yong Hwa, Jonghyun serta Sunggyu. Ketiganya justru ikut terkekeh dengan perkataan Gikwang.
        “Jadi, kencan dadakan di malam minggu itu berlanjut sampe sekarang, nih?” Sunggyu mulai meledek Gikwang. Sementara cowok yang dimaksud menatapnya bingung. Sunggyu juga balas menatap sama bingungnya. “Jadi lo nggak nyadar kalo Myungsoo ngeliat kalian?”
        “Hah? Serius lo?” Tanya Gikwang ragu. Wajahnya langsung berubah panic.
        Jonghyun dan Yong Hwa ikut berdecak menggoda Gikwang.
        “Keasikan kencan sih!” lanjut Yong Hwa dengan ledekannya yang bisa di pastikan langsung mendapat dukungan penuh dari Sunggyu dan Jonghyun. Hara sendiri hanya terkekeh dan menggeleng melihat kelakuan tiga sahabatnya Gikwang itu.
        Di sisi lain, Gikwang justru semakin kepikiran dengan kejadian itu. “Emang, sih. Malam itu gue kayak liat Myungsoo. Dan kalo nggak salah dia di tarik sama cewek yang berdiri di samping Hara.” Gikwang sibuk dengan pikirannya sendiri. “Apa itu juga cewek yang di maksud Myungsoo pas masih di rumah gue itu?” lanjutnya masih dengan pikirannya sendiri.
        “Heh! Kok lo malah bengong sendiri sih?”
        Gikwang tersentak mendengar suara Yong Hwa yang langsung membuyarkan lamunannya. “Nggak kok,” sangkal Gikwang menyembunyikan apa yang tengah ia pikirkan.

***

        Sore hari, Yoona tampak mengayuh sepedanya berkeliling kompleks sebuah perumahan yang cukup mewah. Saat melihat sebuah rumah dengan interior minimalis di sebelah kirinya, Yoona terkekeh karena mengingat kejadian beberapa hari yang lalu. Di mana ia bertemu dengan seorang wanita yang katanya ingin membuang sepatu sepakbola milik anaknya yang justru telah Yoona berikan pada Siwan.
        Mengingat itu Yoona berhenti sejenak. Sosok Howon langsung berkelebat di pikirannya. “Kasian tuh cowok. Dia udah nggak bisa main bola lagi donk sekarang?” Yoona bicara seorang diri. “Akh, peduli amat,” serunya lagi dan sambil kembali mengayuh sepedanya. “Gue udah males berurusan sama sepakbola!”
        Setelah beberapa menit mengendarai sepeda, kini Yoona lebih memilih untuk mendorong sepedanya. Terlebih ia juga sudah hampir sampai di taman kota. Yoona menyusuri tepi jalan. Lebih tepatnya jalan khusus pejalan kaki. Karena itu Yoona memilih untuk tidak mengendarai sepedanya.
        Di ujung sana, ia melihat tiga cowok berkostum seragam sepakbola berdiri beriringan dan di depannya berdiri satu cowok dengan pakaian biasa. Yoona tidak bisa melihat wajah satu cowok itu karena berdiri membelakanginya. Semakin dekat Yoona mendorong sepedanya ke tempat empat cowok itu berada. Dan nampaknya pembicaraan mereka cukup serius. Yoona berusaha mengabaikan keberadaan mereka.
        “Permisi,” seru Yoona agar keempat pemuda itu memberikan jalan untuknya.
        “Oh, iya maaf,” balas salah satu dari tiga cowok berkostum sepakbola itu yang ternyata adalah Yoseob.
Sungyeol dan Dongwoon hanya ikut mengangguk sambil menggeser tubuh mereka untuk memberikan jalan. Namun satu cowok lagi di antara mereka justru menahan jok sepeda Yoona.
        “Tunggu!” serunya yang sebenarnya adalah Howon.
        “Elo!” pekik Yoona, kesal setelah mengetahui siapa yang menahan sepedanya tadi. “Kenapa gue harus ketemu nih anak sih?” rutuknya sendiri.
        “Thanks banget, Yoon. Akhirnya gue ketemu lo di sini.”
        Yoona mengerutkan keningnya. Bingung dengan sikap Howon yang menurutnya aneh itu. “Apaan sih?” tanyanya galak. Namun tak bisa di sangkal jika ia juga sebenarnya gugup menghadapi Howon. Yoona takut cowok itu meminta yang aneh-aneh atas kesalahan yang tak sengaja ia perbuat itu.
        “Gue butuh banget pertolongan lo, Yoona,” kata Howon penuh harap.
        “Lo kenapa sih, Won?” Tanya Sungyeol ngeri dengan perubahan sikap Howon. Namun Howon tak menjawabnya.
        “Lo tetangganya?” Tanya Yoseob ke Yoona. Sementara Yoona menjawab dengan gelengan kepala. “Atau lo sodaranya?” Tanyanya lagi. Dan lagi-lagi Yoona menggeleng. “Terus lo siapanya, donk?” Yoseob mulai frustasi.
        “Pacarnya kali,” tebak Dongwoon sekenanya.
        “Hush!” sontak Sungyeol menyikut salah satu temannya yang sedikit bertampang Arab itu. “Mau lo di gampar Eunji?” ujar Sungyeol menakut-nakuti, dan sukses membuat cowok tinggi itu bungkam.
        Yoona menatap Howon, galak. “Mau lo apa, sih?”
        “Gue mau beli sepatu sama baju bo…”
        “Ya terus, kenapa laporan ke gue?” sambar Yoona sebelum Howon menyelesaikan kalimatnya. “Gue nggak sanggup kalo lo minta beliin sepatu sama baju sebagai tanggung jawab dari gue. Gue yakin selera lo tuh tinggi banget,” jelas Yoona. Tentu saja ia tak akan melupakan mewahnya rumah Howon saat Ga In ingin membuang sepatu anaknya itu.
        Howon menghela napas. “Bukan itu, Yoon.”
        “Terus apa?” ujar Yoona tak sabar.
        “Setelah gue beli itu semua, gue mau nitip di rumah lo. Jadi kalo gue butuh, gue tinggal minta ke lo,” jelas Howon. “Dan nggak ada penolakan,” lanjutnya sebelum apa yang ia takutkan benar-benar terjadi.
        “Ya udah deh,” kata Yoona akhirnya yang dengan terpaksa menyetujui permintaan Howon. Itu lebih baik dari pada ia harus menguras uang tabungannya untuk membelikan sepatu dan baju untuk Howon yang pastinya sangat mahal. Howonpun tersenyum puas.
        “Itu artinya lo jadi ikut latihan, kan?” Tanya Yoseob dengan mata berbinar dan penuh harap.
        “Iya, gue nggak mau ngeliat sodara tiri lo itu makin songong,” timpal Dongwoon mengompori Howon.
        “Lo semua tenang aja. Gue pasti dateng,” kata Howon mantap.
        “Akh, keren lo bro.” Sungyeol menepuk-nepuk pundak Howon sebagai bentuk suka cita.
        “Jangan lama, ya.” Yoseob mengingatkan sebelum ia dan dua temannya meninggalkan Howon di sana.
        “Terus?” Tanya Yoona memastikan dan hanya menatap Howon dengan lirikan.
        “Ayo,” ajak Howon yang tanpa meminta ijin dulu sudah merebut bahkan mengambil alih sepeda Yoona lalu membawanya turun ke jalan.
        Yoona melebarkan matanya. “Maksud lo, kita naik sepeda gue, gitu?” tanyanya ketus. “Kenapa…” ucapan Yoona tertahan.
        “Nggak sempet kalo gue harus pulang dulu,” kata Howon santai. Ia bahkan menepuk besi sepeda Yoona agar cewek itu duduk di sana. dan tentu saja Yoona melotot galak. “Nggak mungkin lo berdiri di belakang gue, kan? Nggak bisa juga. Ayo donk, Yoon. Udah mepet banget nih,” pinta Howon dengan nada memohon.
        Yoona melihat sekelilingnya. Memastikan ia aman dengan keputusannya. Sebelum menuruti Howon, Yoona menaikan hodie jaketnya untuk menutupi kepala.
        Howon hanya terkekeh melihat tingkah Yoona. “Takut ketauan cowok lo, ya?” ledek Howon tanpa merasa bersalah.
        “Diem atau gue batalin?” ancam Yoona.
        “Oke,” kata Howon singkat sebelum Yoona duduk di depannya. Setelah itu Howon membawa Yoona menggunakan sepeda cewek itu.

***

        “Gue lagi pemanasan nih kayak biasa. Tadi pagi gue udan ninggalin seragam di loker,” ujar Gikwang pada seseorang di telpon menggunakan handsfree. Sore itu Gikwang yang mengenakan celana training panjang dan jaker parasutnya tengah jogging di pinggir jalan. Ia memang sering melakukan itu sebelum berlatih sepakbola di klub sekolahnya.
        “Oke… tunggu aja. Gue udah nyampe sekitaran taman, kok,” lanjut Gikwang sebelum mengakhiri obrolannya. Setelah itu ia kembali menikmati kegitan sorenya.
        Gikwang yang terlalu asik jogging, nggak begitu mempedulikan keadaan sekitar. Sementara dari kejauhan, ia melihat sebuah sepeda—yang dikendarai Howon bersama Yoona—berlajan ke arah berlawanan dengannya. Entah apa yang tiba-tiba membuat Gikwang justru memperhatikan mereka. Terutama… Yoona.
        Howon juga menyadari keberadaan Gikwang yang berdiri di area khusus pejalan kaki. Tak terkecuali Yoona. Cewek itu malah sampai semakin menutupi kepalanya menggunakan hodie.
        Gikwang sempat berhenti sesaat dan sempat menatap mengikuti arah perginya Howon dan Yoona. “Cowok tadi bukannya anak SMA Sun Moon itu, ya?” Tanya Gikwang seorang diri. Namun detik berikutnya, ia baru menyadari cewek yang bersama Howon tadi. “Kayak cewek yang sama Myungsoo pas malem minggu itu? Tapi kok nutupin muka gitu sih pas ketemu gue? Apa takut ketauan gue karena selingkuh dari Myungsoo? Akh, tapi kan dia belom tentu ceweknya Myungsoo juga,” Gikwang sibuk dengan pikirannya sendiri. “Eh, kok gue jadi mikirin itu, sih? Ngapain juga?” Gikwang memaki dirinya sendiri. Kemudian ia kembali melanjutkan joggingnya yang sempat sedikit terganggu.

***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar