//from : unknow number//
No name : “Doyoung?”
No name : “Di mana?”
No name : “Sibuk, nggak?”
No name : “Jalan, yuk!”
Doyoung : “Maaf, ini siapa?”
No name : “Gue tunangan lu, Doy!”
Doyoung : “Nggak ngerasa pernah tunangan.”
No name : “Nggak usah bercanda. Lu di mana? Ayo jalan.”
Doyoung menghela napas
sambil mengunci layar ponsel dan meletakkan ponselnya di atas meja yang sudah
penuh dengan beberapa dokumen, laptop dan ada buku catatan juga. Bahkan layar
LCD TV yang berada di ruangan itu menampilkan sebuah slide yang
terhubung dari laptop. Cowok itu sedang bersama Siwon—papanya Wonwoo—untuk
belajar tentang bisnis secara ‘real time’. Dan hanya Doyoung sendiri di
sana.
Seusai sarapan sebenarnya Taeyong
merengek untuk diajak jalan-jalan keliling Bandung. Namun Wonwoo menolak dengan
alasan kasian Doyoung. Tujuan awal mereka ke sana adalah karena permintaan
Doyoung, tidak ada sama sekali niatan untuk liburan. Wonwoo juga sebenarnya
hanya memberi tahu tentang perjalanannya ke Bandung, namun Taeyong memaksa
untuk ikut. Beruntung di sana ada Hoshi yang berinisiatif mengajak Taeyong dan
yang lain untuk bermain. Setengah jam lalu mereka—tanpa Doyoung—hanya ke luar
untuk membeli permainan dan beberapa snack untuk cemilan.
Hoshi
membongkar plastik belanjaannya bersama Taeyong yang tampak antusias. “Lu udah
pernah main ini sebelumnya?”
Taeyong menggeleng. “Lebih
tepatnya gue nggak punya temen untuk diajak main ginian.” Cowok itu sudah sibuk
membagi-bagikan uang mainan pada Hoshi, Wonwoo dan untuk Jiwoo yang sebenarnya
sedang ke dapur untuk mengambilkan gelas kosong.
Tidak lupa Jiwoo juga
membawakan minuman dan snack untuk diberikan pada Doyoung dan Siwon yang
sibuk ‘meeting’. Konsentrasi Doyoung pada layar LCD TV sedikit terpecah karena
kedatangan Jiwoo. Gadis itu tersenyum saat tatapan mereka bertemu.
“Jiwoo!”
Jiwoo baru saja duduk di
sebelah Siwon, langsung kembali berdiri karena mendengar Hoshi meneriaki
Namanya. “Iya iya.” Jiwoo mengangkat tangannya sekilas ke arah Doyoung sebagai
tanda ia berpamitan untuk meninggalkan Doyoung bersama papanya, Siwon.
***
Wonwoo menahan tangan
Jiwoo yang hendak masuk ke dalam mobil. “Lu di depan aja.”
“Emang kenapa, sih?”
protes Hoshi yang sudah ikut masuk dari pintu satunya.
Wonwoo tidak menjawab
pertanyaan Hoshi. Wonwoo tetap menarik Jiwoo dan menorong cewek itu untuk duduk
di kursi penumpang depan, bersebelahan dengan Doyoung yang akan menyetir.
Mereka akan kembali ke Jakarta siang itu. Tidak ada pembicaraan selama
perjalanan pulang. Hoshi sibuk bermain games melalui ponselnya. Wonwoo
dan Taeyong nyaris tertidur. Sementara Jiwoo hanya menatap ke luar jendela
sambil memeluk jaketnya.
“Rumah lu daerah mana,
Woo?” tanya Doyoung membuka pembicaraan.
Merasa diajak bicara,
Jiwoo menoleh. “Kalo nggak keberatan anter ke café Rowoon aja. Atau di halte
terdekat juga boleh.”
Doyoung balas menoleh
sesaat sebelum akhirnya kembali fokus menyetir. “Loh, lu masuk? Kenapa nggak
ijin libur aja? Emang nggak capek? Atau nanti gue yang bantu ngomong ke
Rowoon.”
“Jangan, Doy. Gue nggak
mau. Biar gimanapun Rowoon tetep bos gue, bukan temen.” Jiwoo menolak.
Doyoung tidak membalas
lagi karena ponselnya berbunyi. Sebuah pesan dari nomor yang belum ia simpan.
Itu nomor yang tadi. Dengan satu tangan, Doyoung menyodorkan ponselnya ke
belakang sambil meliirk sekilas. “Bang, tolong balesin ini, dong.”
Taeyong yang baru saja
terbangun, mengulurkan tangan. “Dari siapa?” tanyanya sambil menerima ponsel
Doyoung. Doyoung sendiri tidak ingin menjawab. Taeyong membuka lock screen
pada layar ponsel Doyoung. “Sejeong?” tanyanya lagi. Namun Doyoung sama sekali
tidak berniat menjawab. Dari histori percakapan mereka beberapa jam lalu juga
Sudah membuktikan bahwa itu adalah Sejeong. Melihat nomor cewek itu yang masih
belum disimpan, tangan Taeyong gatal untuk tidak berbuat jahil.
//from : Tunanganku//
Sejong : “Doy. Di mana, sih?”
Doyoung : *Mengirim foto bagian belakang Doyoung dan Jiwoo di
dalam mobil.*
Doyoung : “Lagi nyetir.”
Sejeong : “Sama cewek? Siapa?”
Doyoung : “Masa depan gue sih kayaknya.”
Sejeong : “Apa-apaan, sih?”
Sejeong : “Kamu dari mana?”
Doyoung : “Dari rumah mertua.”
Sejeong : “Nggak lucu, Doy.”
Doyoung : “Gue emang nggak lucu, tapi ganteng.”
Doyoung : *Taeyong mengirim foto dirinya melakukan self
camera.*
Sejeong : “Lu siapa? Mana Doyoung?”
Doyoung mengawasi Taeyong dari kaca
spion dalam. “Jangan chat aneh-aneh ya lu, Bang!” seru Doyoung
mengingatkan. Karena dilihatnya Taeyong begitu menikmati berbalas pesan dengan
Sejeong.
“Nggak, Doy. Beneran deh
ini tapi lucu.” Taeyong sesekali masih tertawa.
***
~Rowon’s café
“Gila, gue ngerasa
tersanjung nih dianterin langsung sama Pak bos,” ledek Ten saat tahu Rowoon
yang datang membawakan dua gelas minuman untuk dirinya dan salah satu antara Sejun
dan Yujin.
Rowoon hanya terkekeh
sambil meletakkan dua gelas minuman ke atas meja. “Yaelah lebay amat lu,”
protesnya sambil duduk bersebelahan dengan Sejun yang sedang menikmati
rokoknya. “Yujin, punya lu masih di bikin ya.”
“Oke, Woon.” Cewek bernama
Yujin itu hanya mengangguk di sela-sela kesibukannya dengan ponsel.
“Oiya, lu kenapa sih
kayanya nggak suka banget Doyoung tunangan?” tanya Sejun sambil menekan sisa
rokoknya pada permukaan asbak. Kemudian cowok itu menyambar gelas ice
americano-nya.
“Ya karena Sejeong bukan
cewek yang Doyoung cinta.” Rowoon menjawab sedikit malas.
“Nanti juga lama-lama
bakal suka,” kata Sejun, cuek.
Ten yang sejak tadi
diam, menggeleng karena tidak sependapat dengan Sejun. “Nggak, Jun. Doyoung
gitu-gitu harga dirinya tinggi.” Ucapan Ten membuat tiga temannya sontak
menoleh padanya, terutama Sejun dan Yujin. Menaruh harapan besar untuk Ten
membeberkan apa yang sebenarnya. “Dia nggak mau ceweknya lebih kaya dari dia.
Prinsip dia sama kayak gue, cewek tuh semakin tinggi derajatnya semakin
sombong.”
“Setuju sih gue,” sahut
Rowoon yang tampak memihak pada Ten. “Lagian juga kalo masalah harta, Doyoung
udah punya segalanya. Sama sih gue juga nggak butuh cewek yang kaya, lebih
bangga kalo gue nafkahin dia.”
Sejun tersenyum sambil
mengangguk, mengalah. Kemudian cowok itu menyeruput minumannya sambil menatap
ke arah tembok kaca yang membatasi ruangan. “Siapa yang ajak Sejeong ke sini?”
Rowoon dan Ten sontak
menoleh ke arah yang sama seperti Sejun. Mereka melihat cewek itu, Sejeong,
sudah membuka pintu kaca dan menerobosnya masuk. Tidak jauh di belakang Sejeong
terlihat Yuta menyusul bersama dua orang cewek lagi, teman Sejeong—Jenny dan
Yerin. Tanpa sadar, Rowoon berdiri untuk menyambut Yuta dan melakukan hi
five dengan cowok itu. Membiarkan Sejeong berdiri sambil melipat tangannya
di depan dada. Salah satu tangan cewek itu sibuk dengan ponselnya.
“Tolong jawab ini Doyoung
sama siapa?”
Rowoon dan yang lain
sontak menatap layar ponsel yang ditunjukkan Sejeong. Mereka mengenali sosok
Doyoung, namun tidak dengan cewek yang juga duduk di kursi depan. Hanya
terlihat di bagian rambut saja.
“Somin bukan, sih?”
Yujin berujar namun langsung dibalas gelengan kepala oleh Ten.
“Model rambutnya beda,”
ujar Ten.
“Adeknya Doyoung,” jawab
Sejun asal yang langsung disambut pukulan pelan dilengannya oleh Yujin.
“Jungwoo nggak gondrong
ya!”
Sejun melirik tajam ke
arah Yujin. “ Ya siapa tau dia pake wig,” protesnya.
“Terus, Doyoung mana?”
tanya Sejeong lagi, masih mempertahankan sikap sombongnya. “Gue perlu ketemu
sama dia.”
Yuta menarik kursi
dengan kasar hingga menarik perhatian orang-orang di sana. “Ya tanya sendiri
lah. Punya kontaknya Doyoung, kan?” balasnya sambil duduk.
Rowoon juga menyusul
duduk. Berusaha mengabaikan Sejeong. “Ya kalau Doyoung nggak mau ketemu, jangan
dipaksa.”
“Ya tapi gue
tunangannya, gue berhak atas Doyoung,” ujar Sejeong dengan reaksi tidak suka
dengan perkataan Rowoon.
“Baru tunangan kan,
belum nikah?” balas Rowoon dengan tatapan sama tidak Sukanya terhadap Sejeong.
“Woon…” Yujin tidak
melanjutkan ucapannya karena Sejun mencengkeram lengannya seakan tidak
membiarkan Yujin mengatakan apapun pada Rowoon. Sejak di mana Yujin mengatakan
kecocokan antara Doyoung dan Sejeong, sementara beberapa lagi menolak pernyataan
Yujin, mereka seperti berada di beda kubu. Sejun juga tanpa sadar berada di
pihak Rowoon yang menolak pertunangan Doyoung dan Sejeong.
“Won?”
Sejeong berbalik badan
karena mendengar Yerin berujar dibelakangnya, dan karena melihat reaksi Yuta yang
seperti melihat kedatangan seseorang. Seorang pemuda terlihat baru saja menutup
pintu kaca di belakangnya. Itu Wonwoo dan Taeyong. Namun tatapan Sejeong bukan
untuk dua pemuda itu. Melainkan jatuh pada sosok tinggi yang bisa ia lihat dari
balik tembok kaca, namun berdiri membelakanginya. Seseorang yang perawakannya
sudah cukup ia kenal, Doyoung.
***
Doyoung memarkirkan
mobilnya di area parkir café milik Rowoon. Taeyong mengembalikan ponsel Doyoung
yang tadi masih ditangannya sebelum ke luar dari mobil. Taeyong dan Wonwoo
sudah lebih dulu meninggalkan mobil, melesat masuk ke dalam café. Niat awalnya
hanya mengantar Jiwoo, namun akhirnya mereka semua ikut mampir ke sana.
“Gue langsung ya, Woo.
Nunggu Wooshin di depan aja,” kata Hoshi setelah mengambil tasnya di bagasi
mobil. “Ntar malem gue jemput.”
“Yaudah, hati-hati ya,”
kata Jiwoo sambil melambaikan tangan mengiringi kepergian Hoshi.
“Makasih ya, Doy.” Tidak
lupa Hoshi juga melambaikan tangan pada Doyoung.
Setelah sosok Hoshi
semakin jauh, Jiwoo membalikkan badan dan melangkah masuk menuju pintu utama
café. Doyoung ternyata menunggunya untuk berjalan bersama. Doyoung bahkan
membukakan pintu untuk Jiwoo. Namun cowok itu dikejutkan dengan keberadaan Ten
yang kebetulan berjalan ke arahnya.
“Loh, lu di sini juga?”
tanya Doyoung, heran. Sebelumnya tidak ada yang saling mengabari jika mereka
ada niatan ke sana. Grup chat mereka juga sepi.
Ten hanya mengangkat
tangan sebagai tanda ia menyapa Jiwoo dan hanya dibalas senyuman tipis dari
cewek itu. “Ada Sejeong di dalem. Lu janjian sama dia?” tanya Ten dengan
tatapan menyelidik.
Doyoung melebarkan mata
dan tidak langsung memberikan jawaban dari rasa penasaran Ten. Cowok itu justru
langsung membuka ponselnya. Memeriksa chat dari Sejong yang tadi dibalas
oleh Taeyong. Cowok itu terbelalak melihat isi chat perbuatan Taeyong.
Doyoung hanya menghela napas, sama sekali tidak bisa marah atas perbuatan
Taeyong. Lagipula Taeyong mengatakan ‘Masa depan gue sih kayaknya’,
sontak membuat cowok itu bersusah payah menyembunyikan senyumannya. Namun
senyuman itu hanya bertahan sesaat karena Doyoung melihat seseorang berjalan ke
arahnya. Semakin dekat, dan semakin jelas siapa sosok cewek itu. Sejeong.
“Doy, gue balik kerja
dulu, ya. Sekali lagi makasih udah..” Jiwoo menghentikan kalimatnya karena
merasakan tubuhnya ditarik oleh seseorang. Pelakunya adalah Doyoung. Tubuh
Jiwoo oleng ke arah Doyoung yang seperti sudah siap menangkapnya. Pemandangan
itu membuat Sejeong terbelalak.
“Lepasin tunangan gue!”
ujar Sejeong sambil menarik lengan Jiwoo agar menjauh dari Doyoung.
Doyoung tidak menahan
sama sekali. Cowok itu hanya tersenyum melihat kebingungan di wajah Jiwoo.
“Selamat kerja ya. Sampe ketemu lagi.” Doyoung mengacak pelan rambut Jiwoo
kemudian melambaikan tangan dan sedikit menggerakan tangannya sebagai tanda
menyuruh Jiwoo pergi.
Jiwoo yang tidak
mengerti apa-apa hanya mengangguk dan pergi dari sana. Cewek itu sempat beradu
tatap dengan Sejeong, namun Jiwoo hanya menatap dengan ekspresi datar. Berbeda
dengan Sejeong yang menatap Jiwoo dari ujung kepala hingga kaki.
“Gue duluan ya.” Kata
Doyoung sambil menepuk pundak Ten sebelum berbalik.
Sejeong yang menyadari
Doyoung ingin pergi, langsung melepaskan tatapan pada Jiwoo dan beralih ke
Doyoung. “Lu mau ke mana?” tanya Sejeong sambil meraih tangan cowok itu, namun
langsung dihempaskan oleh Doyoung yang sama sekali tidak mempedulikan
keberadaan cewek itu. Doyoung melesat cepat meninggalkan café.
***
Rowoon kembali ke teras
belakang café sambil membawa setumpuk undangan. Cowok itu muncul hampir
bersamaan dengan Ten. “Doyoung mana?”
“Balik dia. Males
kayanya abis ketemu Sejeong,” jawab Ten.
Rowoon hanya ber-oh ria,
kemudian duduk di kursi yang tadi ia tinggali. Wonwoo dan Taeyong juga sudah
bergabung di sana. Juga seorang cewek yang duduk di sebelah Wonwoo, Yerin. “Oiya,
gue mau ngasih undangan nih.”
Sejun yang duduk si
sebelah Rowoon, menatap penasaran undangan apa yang dimaksud Rowoon. Cowok itu
mencuri pandang untuk membaca inisial nama yang tertera pada sampul undangan. “Kim
Ro… Lu ma nikah, Won?”
Rowoon menoleh cepat,
secepat tangannya memukul tangan Sejun menggunakan selembar undangan
ditangannya. “Anjir, lu. Ini Kim Rockhyun, abang gue yang mau nikah.”
Sejun hanya tertawa
sambil menerima undangan yang disodorkan Rowoon. “Hahaha, thanks ya,
Won.” Sejun ikut membantu Rowoon dengan mengoper beberapa undangan untuk
teman-temannya yang lain, sesuai nama tamu undangan yang tertera pada undangan.
“Yer, dateng aja bareng
Wonwoo,” kata Rowoon yang membuat Yerin dan Wonwoo saling melempar tatap, kemudian
Yerin menggangguk pada Rowoon.
“Somin sama Seunghee
nitip lu, ya.” Rowoon menyodorkan undangan yang dibantu Sejun untuk memberikannya
pada Yujin.
“Sini buat Johnny sama
gue aja,” kata Taeyong menawarkan diri. Rowoon setengan berdiri menyodorkan benda
itu pada Taeyong. “Itu sisa saiapa? Doyoung?” tanya Taeyong karena melihat
Rowoon masih memegang satu lembar undangan.
“Iya,” jawab Rowoon
sambil mengangguk. “Nanti malem gue aja yang anterin.”
Mereka kemudian mengobrol
santai. Yujin juga tidak membahas perihal kepergian Doyoung setelah tadi Sejeong
juga ke sana. Menyisakan Yerin, tentu saja karena ada Wonwoo. Taeyong yang memperingatkan
Yujin tadi untuk diam saja. Hubungan mereka dengan Sejeong dan teman-temannya
juga tidak dikatakan cukup baik. Kecuali Yerin, karena memang berpacaran dengan
Wonwoo. Mereka menghargai status Yerin.
***
Sejeong menghentikan
mobilnya di depan sebuah rumah. Cewek itu turun dan berjalan menuju pagar. Ada seorang
cowok yang mengejarnya. Hanbin. Sejeong tau, cowok itu memang sudah menyusulnya
sejak mobil Sejeong meninggalkan café Rowoon.
“Sejeong!”
Sejeong memutar badan
sambil menghempaskan tangan Hanbin yang memegang pergelangan tangannya. “Apaan
sih, Bin?”
“Lu yang apaan? Nggak peduli,
gue nggak ngerasa udah putus sama lu!” Balas cowok itu.
Sejeong melipat tangan
di depan dada sambil memutar bola matanya, kesal. “Ya karna kan gue dijodohin.”
Ada seorang cewek lagi
yang ke luar dari mobil Sejeong. Jenny menghampiri keduanya. Awalnya cewek itu ingin
diam saja dan tidak ingin ikut campur. Namun melihat keduanya saling ngotot, membuat
cewek itu mau tidak mau harus ikut turun tangan.
“Itu alasan doang, kan?”
Hanbin masih tidak terima.
“Kalian tuh apaan, sih?”
Jenny menyeruak di tengah-tengah Hanbin dan Sejeong.
“Gue masuk dulu,” kata
Sejeong sambil balik badan tanpa lebih dulu merespon ucapan Jenny.
Hanbin juga balik badan
dan berniat pergi, namun Jenny ikut menyusulnya. Jenny bahkan ikut masuk ke
dalam mobil Hanbin. “Gue salah ya, Jen?” tanya Hanbin sesaat setelah Jenny
menutup pintu.
“Kalian juga yang salah.
Ngapain backstreet? Orang tua Sejeong mikir anaknya nggak punya pacar.”
“Terus mereka bakal
nikah? Kalo beneran gitu, gue mesti gimana, Jen? Sejeong juga kayaknya suka
sama cowok itu.”
Jenny mengangkat bahunya.
“Tapi cowok itu kayanya nggak suka.”
“Siapa sih dia? Beraninya
nolak Sejeong gue. Sejeong tunangan juga kenapa harus diem-diem?”
Jenny menjitak kepala
Hanbin hingga membuat cowok itu meringis. “Harusnya lu seneng cowok itu nggak suka
sama Sejeong. Pinter dikit kek jadi cowok.”
Hanbin hanya nyengir,
menunjukkan deretan giginya yang putih. “Yak an gue emosi. Di sini gue
ngejar-ngejar Sejeong. Dia seenaknya nolak cewek gue. Sebagus apa itu cowok?”
“Ya gue kalo jadi Sejeong
juga mending milih Doyoung dibanding elu.”
Hanbin melirik dengan
ekspresi kesal. “Turun lu!”
***