Doyoung menutup pintu mobil lalu
menguncinya. Tepat bersamaan Heedo melintas bersama Wooshin. Heedo sempat
menyadari keberadaan Doyoung, begitu juga sebaliknya. Namun kedua cowok itu
tidak saling bertegur sapa. Doyoung berjalan hanya selang dua meter di belakang
Heedo dan Wooshin.
“Eh, lu jadi beli
alkohol?” tanya Heedo.
“Udah, tapi gue titip ke
Jiwoo,” kata Wooshin yang terus melanjutkan jalannya.
Mereka tidak menyadari
jika Doyoung mendengar percakapan antara Heedo dengan Wooshin. “Alkohol?”
Doyoung berujar tanpa mengeluarkan suara. “Do!” seru Doyoung sambil mengejar
Heedo dan Wooshin yang sontak berbalik hampir bersamaan. “Kalian bawa alkohol
ke kampus?”
“Iya. Ada di Jiwoo,”
kata Wooshin dengan ekspresi polos.
Berbeda dengan Doyoung
yang raut wajahnya berubah. “Jiwoo di mana?”
Heedo dan Wooshin sesaat
saling melempar tatapan. Lalu Heedo terlihat melirik jam tangannya. “Di kantin
palingan sih. Setengah jam lagi gue ada kelas terakhir.”
“Tolong kabarin dia
suruh jangan ke mana-mana, gue susulin sekarang.” Doyoung menepuk pelan pundak
Heedo sebelum melesat pergi dari sana. Menuju kantin. Tempat yang sangat jarang
ia kunjungi.
***
~Kantin Fakultas Ekonomi
“Hari
ini lu libur, Woo?”
Jiwoo mengangguk
menanggapi pertanyaan Euijin karena ia sedang menyuap makanan ke dalam
mulutnya. “Sabtu gue full time. Soalnya Hayi izin. Jadi gue Minggu bisa
libur.”
“Jadi ma uke Bandung,
Woo?” kali ini Hayoung yang bertanya.
“Jangan sendirian, Hoshi
libur tuh Seninnya. Minta anterin aja,” kata Soyoung juga menambahi. “Nanti gue
nginep tempat lu deh buat nemenin Euijin.
“So sweet banget sih kamu.” Euijin mencubit gemas pipi
Soyoung yang kebetulan duduk di sebelahnya.
“Kalo gitu Wooshin juga
libur, dong? Mending sama Wooshin lah gue.”
“Nggak!” seru Euijin
yang langsung memprotes ucapan Jiwoo. “Capek gue ngeladenin Hoshi. Lu ajak aja
sana.”
“Diiih, gue dijadiin
tumbal.” Jiwoo pura-pura cemberut sambil mengusap-usap pergelangan tangannya
yang terasa gatal.
Euijin, Soyoung dan
Hayoung hanya tertawa. Namun tidak bertahan lama karena Euijin dan Soyoung
perlahan menghentikan tawa mereka. Merasa ada yang janggal, Jiwoo menoleh ke
belakang. Cewek itu melebarkan mata karena mendapati sosok Doyoung berjalan
mendekat.
“Jiwoo, gue boleh
ngomong sebentar? Penting.”
“Kenapa, Doy?”
“Ikut gue dulu ya. Bawa
tas lu juga aja.”
Jiwoo melempar tatapan
pada tiga temannya. Euijin, Soyoung dan Hayoung kompak mengangguk. Kemudian
Jiwoo kembali menatap Doyoung yang masih menunggunya dengan ekspresi yang
benar-benar serius. “Oke,” kata Jiwoo akhirnya yang kemudian berdiri sambil
menyambar ranselnya. Jiwoo menyusul Doyoung yang berjalan lebih dulu.
Doyoung terus berjalan.
Membawa Jiwoo menuju ke arah belakang kampus. Terdapat sebuah taman yang cukup
sepi di sana. Sambil menyusul Doyoung, Jiwoo tampak sedikit sibuk dengan
ponselnya.
//The Dreamers//
Jiwoo : “Ada yang punya obat alergi?”
Soyoung : “Yaah, nggak Woo. Lu alergi?”
Wooshin : “Nanti gue telponin Hoshi buat beli. Dia kebetulan
lagi di luar.”
Hoshi : “Gue di sini. Iya iya ini gue beliin sekalian.”
Hoshi : “Mumpung baru banget keluar apotik.”
Jiwoo : “Terima kasih kesayangan.”
Jiwoo menyimpan kembali ponselnya ke
dalam saku celana. “Ada apa sih, Doy?” Cewek itu tidak bisa menahan rasa
penasarannya.
Dengan lembut, Doyoung
menarik tangan Jiwoo untuk ikut duduk di sebuah bangku taman. Ekspresi cowok
itu masih serius. “Gue denger lu bawa alkohol?”
Jiwoo mengangguk meski
jelas ia bingung dari mana Doyoung tahu hal itu. Dan untuk apa Doyoung
menanyakan hal tersebut. “Kenapa, lu butuh juga?”
Doyoung menghela napas
untuk melepaskan beban pada dirinya. Tatapan cowok itu sama sekali tidak
melepakan Jiwoo. “Beberapa hari lalu ada mahasiswa yang ketahuan bawa alkohol.
Dan gue dengen dari bang Johnny kalo bakal ada Razia.”
Jiwoo mengerjapkan mata.
Berusaha mencerna arah pembicaraan Doyoung. “Terus kenapa…” ucapan Jiwoo
terputus.
Doyoung menengadahkan
tangannya. “Sini kasih gue. Gue bakal aman karena gue temennya bang Johnny.”
Jiwoo mengerutkan kening
sambil menggeleng pelan. “Gue nggak ngerti maksud lu.” Namun karena tidak ingin
memperpanjang urusan, tangan Jiwoo bergerak untuk membuka resleting ranselnya.
Mencari-cari sesuatu di dalam sana. Sementara Doyoung sibuk mengedarkan
pandangan.
Doyoung merasakan
sesuatu mendarat di atas telapak tangannya yang masih terbuka sejak tadi. Cowok
itu langsung menoleh untuk memastikan benda apa yang kini berada dalam
ganggamannya. Namun seketika mata pemuda itu melebar. “Ini?”
“Iya. Emang lu kira
apa?”
Doyoung mengangkat benda
itu, memperhatikan dengan teliti. Sebuah botol berukuran sedang dengan sebuah
label ‘alkohol’ pada badannya. Alkohol dalam artian sebenarnya. Alkohol yang
bisa didapatkan di apotik atau toko obat. “Alkohol ini?”
Jiwoo semakin bingung
dengan reaksi Doyoung yang seperti baru saja mendapati sesuatu namun tidak
seperti ekspektasinya. “Lu mikir apa, sih?”
Doyoung terdiam. “Gue kira
minuman…”
Jiwoo menepuk keningnya.
Tidak habis pikir dengan Doyoung. Rela menemuinya, membawa pergi hanya karena
dicurigai membawa minuman beralkohol. “Gue nggak tau kenapa lu nyari gue buat
ngambil alkohol itu, tapi yang mungkin harusnya lu tau, hari ini ada acara
donor darah di fakultas Ilkom. Dan itu punya Wooshin. Tadi dia nitip ke gue,
temennya minta bawain karena stok mereka kurang.”
Sambil menahan malu,
Doyoung mengembalikan botol tersebut pada Jiwoo. “Maaf ya, Ji.”
Jiwoo tertawa pelan.
“Santai aja, Doy. Gue nggak akan bilang siapa-siapa kok tentang kejadian ini.”
Doyoung mengusap
tengkuknya, menahan malu. “Makasih, Woo.” Diam-diam Doyoung mencuri pandang
melirik Jiwoo yang saat itu kebetulan sedang memeriksa ponselnya dengan posisi
masih tersenyum. “Bisa nggak sih bunda jodohin gue sama Jiwoo aja,”
Doyoung berujar dalam hati.
Jiwoo mematikan layar
ponselnya kemudian menoleh dan mendapati Doyoung masih menatapnya. “Lu nggak
ada kelas?” tanya Jiwoo untuk mencairkan suasana. Namun tanpa sadar, cewek itu
menarik lengan bajunya yang panjang. Mengusap dengan kasar pergelangan
tangannya yang tampak kemerahan.
Doyoung menggeleng.
“Udah kelar bahkan tadi udah jalan pulang tapi gue balik lagi buat ngambil
obatnya Wonwoo. Kebawa sama Sejun katanya.”
“Wonwoo sakit?” tanya
Jiwoo. Jelas, biar bagaimanapun ia khawatir dengan Wonwoo.
“Alergi dia kambuh.
Padahal nggak bisa makan kerrang, eh ternyata semalem dikasih kerrang sama
nyokapnya Soobin.” Doyoung sempat terkekeh saat menceritakan tentang Wonwoo.
“Pantesan.” Jiwoo
berujar pelan. Bahkan sangat pelan.
“Pantesan kenapa?”
Jiwoo mendongak, menatap
Doyoung. “Eh, nggak.” Cewek itu kemudian menyambar ranselnya sambil berdiri.
“Urusan kita udah selesai, kan? Gue udah boleh pergi?”
Mata Doyoung tertuju pada
kedua tangan Jiwoo yang sibuk menggaruk satu sama lain. Dengan sergap, Doyoung
berdiri sambil memegang kedua tangan Jiwoo sekaligus menghentikan tangan cewek
itu. “Lu kenapa?” tanya Doyoung yang sampai mendekatkan wajahnya untuk
memastikan kondisi Jiwoo yang mulai bermunculan bercak kemerahan disekitar
pipi. “Jangan digaruk.” Doyoung menahan tangan Jiwoo yang mulai memberontak.
“Gatel banget ini.”
Doyoung mengangguk. “Iya
ngerti. Kita cari obat. Dan jangan digaruk.” Doyoung menarik salah satu tangan
Jiwoo dan membawanya pergi. Sementara tangannya yang lain sibuk memainkan
ponsel. Doyoung menelepon seseorang.
***
~Lapangan Fakultas Ilmu Komputer
Terlihat Hoshi dan
Wooshin berdiri di depan tenda besar. Mahasiswa dari fakultas Ilmu Komputer
memang sedang mengadakan acara donor darah. Hoshi dan Wooshin tampak menunggu
seseorang. Mereka mencari-cari diantara ramainya orang-orang. Baik yang hanya
melintas, ataupun yang ikut serta dalam kegiatan.
“Tuh Jiwoo.” Hoshi
menepuk pundak Wooshin sambil menunjuk ke salah satu arah. Wooshin masih
mencari sampai akhirnya ia juga menemukan Jiwoo di sana. Berjalan mendekat
bersama Doyoung. Cowok itu bahkan masih menggenggam tangan Jiwoo. Doyoung
bahkan sesekali menoleh untuk memastikan jika Jiwoo tidak menggaruk ke bagian
tubuhnya yang gatal.
Wooshin berjalan
mendekat meski Jiwoo dan Doyoung juga sudah berada di depannya. Cowok itu
meraih pergelangan tangan Jiwoo yang bebas. “Lu abis makan apa? Kerrang?” tanya
Wooshin yang langsung dijawab gelengan oleh Jiwoo.
Doyoung menatap Wooshin,
heran. Ia lalu memperhatikan Jiwoo sesaat. Kemudian matanya kembali tertuju
pada Wooshin yang sedang memastikan kondisi Jiwoo.
“Shin, bawa ke dalem
aja. Udah mau kelar ini.”
Wooshin menoleh sekilas
ke arah Hoshi sebelum akhirnya menyadari jika Doyoung masih di sana. “Eh, Doy?
Makasih ya udah bawa Jiwoo.”
Belum sempat Doyoung
mengangguk untuk sekedar merespon ucapan Wooshin, cowok itu sudah lebih dulu
membawa Jiwoo pergi menuju tenda. Membuat Doyoung terpaksa melepaskan tangan
Jiwoo karena Hoshi menghalangi langkahnya yang sudah ingin menyusul Jiwoo.
Jiwoo sendiri sempat menoleh ke tempat Doyoung berada, tepat ketika Doyoung
sedang menoleh pada Hoshi.
“Lu mau ikut donor darah
juga? Boleh kok dari fakultas lain.” Tanpa menunggu persetujuan Doyoung, Hoshi
sudah merangkul cowok itu lalu membawanya ke depan meja yang digunakan sebagai
tempat pendaftaran.
***
Suasana tenda tempat
berlangsungnya acara donor darah di fakultar Ilmu Komputer sudah mulai sepi.
Tempat tidur yang tersedia sudah mulai kosong, dan hanya tersisa beberapa orang
saja yang masih berbaring untuk melakukan donor darah. Salah satunya tempat tidur
paling pojok tempat Doyoung duduk sekarang untuk menunggu petugas dari rumah
sakit.
Doyoung duduk di ujung
tempat tidur. Menghadap ke arah tempat tidur yang terletak di seberangnya.
Mengawasi Wooshin yang berjongkok di depan Jiwoo—posisi tempat tidur yang
memang cukup rendah—untuk mengawasi cewek itu meminum obatnya. Doyoung sama
sekali tidak melepaskan tatapannya.
“Gue tinggal sebentar
ya, mau bantu beres-beres.” Wooshin berdiri setelah melihat Jiwoo mengangguk
sambil mengusap kepala Jiwoo.
Melihat kejadian itu,
Doyoung meremas ke dua tangannya. Wooshin melewati Doyoung begitu saja karena
tidak menyadari keberadaan cowok itu. Doyoung sempat mengikuti arah perginya
Wooshin melalui mata. Setelah cukup jauh, Doyoung kembali menoleh ke tempat
Jiwoo berada. Cewek itu duduk sila di atas tempat tidur sambil mengusap-usap
kedua tangannya dari luar baju—tanpa menggulung lengan bajunya.
“Woo, udah baikan?”
Jiwoo sontak mendongak.
Cukup terkejut mendapai Doyoung berada di sana. “Gue kira lu udah pulang.”
Tatapan Doyoung berubah
melembut. Berbeda dengan saat ia menatap Wooshin tadi. “Gue mau donor darah.”
“Oh?” Jiwoo kembali
terkejut. Aneh rasanya seorang Doyoung—yang ia tahu dari kalangan
atas—melakukan kegiatan sosial. Meski sebenarnya tidak sedikit juga orang kaya
di luaran sana juga melakukan kegiatan serupa. Hanya saja lingkaran pertemanan
Doyoung yang membuat Jiwoo sempat memandang buruk pada Doyoung.
“Emm, Woo.” Doyoung
memanggil dengan suara pelan.
“Iya?”
Doyoung kembali meremas
kedua tangannya yang masih saling bertautan saat melihat seseorang yang
mengenakan pakaian sebagai petugas donor darah mendekat padanya.
“Kim Doyoung?” tanya si
petugas bernama Cha Yoonji.
“Iya,” Doyoung menyahut
dengan cepat sambil menoleh. Yoonji hanya tersenyum, lalu kemudian cewek itu
duduk di sebuah kursi kecil sambil menyiapkan beberapa peralatan yang
dibutuhkan. Tanpa harus menoleh, Doyoung tau apa yang sedang dikerjakan cewek
itu. Doyoung meneguk ludahnya sendiri. “Woo. Boleh temenin gue di sini?”
Jiwoo mengangguk cepat.
Dan hanya hitungan detik, gadis itu sudah berdiri lalu berjalan ke tempat
Doyoung berada. Doyoung melepas jaketnya sebelum berbaring. Jiwoo berinisiatif
untuk memegangi jaket Doyoung sambil duduk di atas lantai lapangan. Doyoung
hanya menoleh ke tempat Jiwoo berada. Ia sama sekali tidak ingin melihat apa
yang Yoonji lakukan pada lipatan lengannya. Dan entah sejak kapan, Doyoung
sudah kembali menggenggam erat salah satu tangan Jiwoo untuk menahan rasa
sakit.
Jiwoo menahan tawa
melihat ekspresi Doyoung yang meringis. “Petugasnya cantik tuh, Doy. Lirik
dikit biar sakitnya ilang.” Goda Jiwoo.
Doyoung tampak tidak
peduli. Cowok itu sama sekali tidak merubah posisi kepalanya. “Iya cantik tapi
dia lagi nyakitin gue, Woo.”
Jiwoo tertawa mendengar
ucapan konyol Doyoung. Yoonji yang bisa mendengar itu juga ikut tertawa.
“Yaudah, gue tungguin lu di sini. Kalau butuh apa-apa bilang ya.”
Doyoung mengangguk dan
Jiwoo tersenyum. Senyuman yang membuat Doyoung sedikit lupa kalau Yoonji sedang
‘menyakitinya’. “Woo, kalau ngantuk tidur aja. Gue tau lu abis minum obat
alergi, kan?”
Kali ini Jiwoo tidak
terlalu terkejut. Namun ia juga tidak bisa menyangkal pernyataan Doyoung.
Matanya mulai terasa berat. Wooshin juga tadi menyuruhnya tidur sebentar sambil
menunggu cowok itu menyelesaikan tugasnya. Jiwoo melipat asal jaket Doyoung yang
kemdian ia letakkan samping badan cowok itu setelah Doyoung menyingkirkan
tangannya dari sana. Jiwoo meletakkan kepalanya di sana dan langsung memejamkan
mata. Membuat tangan Doyoung leluasa mengusap kepala cewek itu.
***
“Kalian balik gimana?”
tanya Heedo pada Wooshin dan Hoshi. Mereka kebetulan berada di depan tenda dan
Heedo memang hanya berkunjung ke sana karena bukan bagian dari Fakultas Ilmu
Komputer.
“Gampang gue nanti naik ojek
online aja. Hoshi biar sama Jiwoo.” Wooshin yang menjawab, sedangkan Hoshi
hanya mengangguk menyetujui ucapan Wooshin.
“Jangan kemaleman
baliknya. Kalo masih ada urusan anterin balik dulu aja si Jiwoo.”
Hoshi memutar bola
matanya, pura-pura kesal. “Iya bawel,” ujarnya yang kemudian Hoshi terkekeh
juga.
“Yaudah gue duluan ya,
kasian ini Hayoung nggak enak badan katanya. Pengen gue liat dulu kondisinya.
Nitip Jiwoo.” Heedo kemudian melambaikan tangan sebelum akhirnya berbalik dan
pergi.
Hoshi dan Wooshin juga
berbalik dan menuju tenda. Saat sampai di tengah ruangan, keduanya berhenti
karena mendapati tempat tidur yang di tempati Jiwoo sudah kosong. Sementara di
seberang tempat tidur Jiwoo, terlihat Doyoung melambaikan tangan dan menunjuk
ke arah Jiwoo yang masih tertidur di sebelahnya. Doyoung sendiri juga sudah
selesai melakukan donor darah. Wooshin dan Hoshi sontak bergegas menuju tempat
Doyoung.
Hoshi berjongkok di
sebelah Jiwoo. “Loh kok malah tidur di sini? Woo?” panggil Hoshi sambil
merapihkan helai rambut Jiwoo yang menutupi sebagian wajah cewek itu dengan
lembut.
Doyoung beberapa kali
memejamkan mata. Namun tidak ingin kehilangan moment saat Hoshi yang biasanya
jahil begitu perhatian pada Jiwoo. Membangunkan cewek itu dengan lembut.
Sementara Wooshin, duduk di kursi kecil yang biasa digunakan para petugas untuk
mengambil darah pendonor.
“Doy, kok lu pucet
banget?”
Hoshi yang mendengar
pertanyaan Wooshin, sontak menoleh ke arah Doyoung untuk memastikannya. Memang
jelas terlihat dari ekspresi wajah Doyoung dan bibir cowok itu juga pucat.
“Shin, itu vitaminnya
kasih dulu. Suruh minum.” Hoshi menunjuk-nunjuk ke arah plastik kecil yang
tergeletak disamping Doyoung.
Wooshin sudah berdiri
dan pergi dari sana. Hanya beberapa saat, Wooshin sudah kembali sambil membawa
sebotol air mineral. Wooshin kembali duduk sambil membuka penutup botol sebelum
ia sodorkan pada Doyoung yang langsung menegakkan posisi duduknya. Dan di saat
yang bersamaan, Jiwoo juga terbangun. Susah payah cewek itu membuka matanya
yang masih berat. Hal pertama yang Jiwoo lihat adalah Doyoung yang sedang
menenggak minumnya.
“Masih gatel?” tanya
Hoshi yang membuat perhatian Jiwoo kini beralih padanya.
Jiwoo menggeleng pelan. “Cuma ngantuk
banget aja. Dan gue nggak makan kerrang sama sekali,” kata Jiwoo yang membuat
Hoshi membatalkan niatnya membuka mulut.
“Iya, Woo. Mungkin bukan
elu yang makan kerrang.” Wooshin berusaha menengahi. Hoshi juga bisa bawel jika
menyangkut Jiwoo dan teman-temannya yang lain jika ada yang sakit.
Baik Jiwoo, Wooshin dan
Hoshi tidak ada yang menyadari jika Doyoung sebenarnya memperhatikan mereka
bergantian. Terutama pada Jiwoo. Sebenarnya cowok itu memikirkan suatu
kebetulan yang janggal antara Jiwoo dan Wonwoo. Temannya itu juga alergi
kerrang, dan alergi mereka kambuh di waktu yang bersamaan.
“Doy, lu balik gimana?”
Doyoung tersadar dari
lamunan. Ia sontak menoleh pada Wooshin. “Sendiri aja, nggak apa-apa.
Temen-temen gue udah pada balik semua.”
Meski tidak terlalu
mengenal Doyoung, Wooshin juga tidak bisa diam begitu saja. “Pusing lu?”
“Iya, lumayan.”
“Gue anter aja, gimana? Mobil
lu gue yang setirin. Nggak ada penolakan lah. Kalo lu kenapa-napa gue sama
Hoshi juga yang kena.” Wooshin lebih dulu berdiri dan disusul Hoshi kemudian
yang langsung membantu Jiwoo untuk berdiri juga.
Perlahan Doyoung juga
menurunkan kakinya. Cowok itu diam sesaat. Tertunduk sambil memejamkan mata.
Wooshin bisa menangkap kondisi Doyoung saat itu.
“Ayo sini gue bantu
pelan-pelan.” Wooshin sudah mengulurkan tangannya untuk membantu Doyoung
berdiri. “Jiwoo ikut dulu aja sekalian. Nanti balik naik taksi dari rumah
Doyoung.
Hoshi langsung
mengangguk mewakili Jiwoo.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar