Wooshin menghentikan motornya di
depan sebuah rumah. Setelah cowok itu mematikan mesin motor, Jiwoo turun dari
boncengan motor Wooshin. Bertepatan dengan sebuah motor lagi yang berhenti di
depan motor Wooshin. Seorang cewek juga turun dari boncengan motor cowok itu.
“Hoshi!” seru Jiwoo
penuh semangat sambil mendekat dan mengulurkan tangannya untuk mencubit pipi
cowok itu. “Kangen, deh.”
Kwon Hoshi. Cowok
semester 5 dari jurusan Teknik Informatika. Bercita-cita ingin membuka
perusahaan yang khusus membuat games. Hoshi tinggal tepat di depan rumah
Jiwoo. Keluarga Hoshi pindah ke sana setelah kelulusan Hoshi dari SMA. Kuliah
di Universitas Paradise karena beasiswa prestasi dan sebagian biayanya
ditanggung oleh kantor sang ayah.
Cowok yang dipanggil
Hoshi itu menyingkirkan tangan Jiwoo dari pipinya. “Nggak usah rese! Tangan lu bau
tuh, Jiwoo!” kata Hoshi dengan memasang ekspresi kesal. Jiwoo dan yang laih
hanya tertawa merespon candaan Hoshi. “Eh, nongkrong dulu hayuk.”
“Nggak deh, ini udah jam
11, besok juga sama Jiwoo mau nyuci pagi-pagi biar enak mau keluar lagi abis
itu,” kata cewek yang berdiri di sebelah Jiwoo sekarang.
“Ke mana?”
“Belanja bulanan.”
“Dih, kok gue nggak
diajak?” protes Hoshi.
“Ah males ngerepotin.”
Hong Euijin. Cewek itu
juga kuliah dengan jurusan yang sama seperti Jiwoo. Mereka menjadi teman
sekelas, bersama salah satu cowok lagi bernama Heedo. Euijin merupakan anak
rantau dari Jogja. Awalnya Euijin di Jakarta menghuni rumah kost. Namun sejak
dua minggu lalu—mulai ketika ibunya Jiwoo sering berada di Bandung sebelum
akhirnya menikah di sana—Euijin tinggal di rumah Jiwoo. Menemani cewek itu yang
kini tinggal sendiri. Sejak SMP Euijin suka menulis cerita. Hingga akhirnya
kini sudah ada sekitar 5 buku yang sudah berhasil diterbitkan. Ibunya yang
membiayai kuliah sebagai guru Bahasa karena ayah Euijin sudah meninggal 5 tahun
lalu, sementara untuk kehidupannya sehari-hari, Euijin bekerja sebagai guru les
untuk anak-anak di sekitar rumah Euijin—sejak sebelum Euijin tinggal bersama
Jiwoo.
Wooshin sudah kembali
memakai helmnya dan bersiap untuk pergi dari sana. “Noh gue liat bokap lu udah
pulang. Sana masuk,” goda Wooshin membuat Hoshi yang memanyunkan bibir. “Sampe
ketemu besok ya, ladies.”
Jiwoo melambaikan
tangannya pada Wooshin. “Makasih, Wooshin.”
“Hati-hati lu,” kata
Euijin.
“Hati-hati bro,” ujar
Hoshi juga. “Yaudah sana masuk gih, sebelum salah satu dari kalian gue culik.”
“Ogaaaah!” seru Euijin
yang hanya ditimpali tawaan dari Jiwoo.
Hoshi akhirnya mendorong
motornya ke rumah yang berada berseberangan dengan Jiwoo. Sementara dua cewek
tadi masuk ke dalam rumah. Jiwoo langsung ke arah dalam, menaiki tangga untuk
menuju kamarnya yang berada di lantai dua.
***
Jiwoo mendorong trolly
dengan malas. Mengikuti Euijin yang berjalan lebih dulu untuk memilih
barang-barang yang akan mereka beli. Saat mendengar sebuah tanda pesan masuk,
Jiwoo langsung memeriksa ponselnya. Chat dari Hoshi di grup chat mereka.
//the dreamers//
Hoshi : “Jiwoo sama Euijin, nitip kentang sama sosis.”
Heedo : “Lagi pada di mana emang?”
“Gue lagi
belanja buat café sama buat di rumah.” : Jiwoo
Hoshi : “Duitnya di Wooshin.”
Wooshin : “Kampret, duit apaan?”
“Iya,
Hos.” : Jiwoo
Hoshi : “Woo, gua numpang nugas di rumah lu.”
Hoshi : “Duit yang gue titip ke elu, Shin.”
Euijin : “Makan Cuma boleh di meja
makan!”
Euijin : “Awas lu berantakin doang
bisanya.”
Hoshi : “Anak kost galak banget,
jir.”
“Kalo
Euijin udah ngomel, gue nggak bisa bantu ya gaes.” : Jiwoo
Hoshi : “Ya kan itu rumah lu, Woo.”
“Nggak
peduli lah, Euijin juga berhak, soalnya dia bantuin gue.” : Jiwoo
Wooshin : “Dimana lu bogel @Hoshi?”
Soyoung : “Di kantin fakultas gue,
Shin.”
Hayoung : “Iya tuh, ngerusuh doang.
Bawa balik gih, Shin.”
Wooshin : “@Hoshi, buru sini ke Ilkom
jemput gue.”
Wooshin : “Gue nggak bawa motor, tadi
nebeng Heedo.”
Euijin : “Ngapain ke kampus @Heedo?
Libur, juga.”
Heedo : “Ngojekin Wooshin, lumayan
gocap.”
“Sini ke
supermarket jemput Euijin.” : Jiwoo
Heedo : “Siap captain!”
“Gue mau ke
café dulu, jam 3 gue pulang.” : Jiwoo
Hoshi : “Nggak usah pulang sih @Jiwoo.”
“Penumpang
nggak tau diri.” : Jiwoo
Hoshi : “wkwkwkwkkw.”
Usai berbelanja, mereka
menunggu di lobi. Lalu tidak lama sebuah motor menghampiri mereka. Itu Heedo.
Heedo turun dari motor dan langsung membantu membawa belanjaan Euijin yang ia
letakkan di bagian depan motor.
Yoo Heedo. Salah satu
teman sekelas Euijin dan Jiwoo di Management. Heedo bergabung di klub sepakbola
fakultas bersama Doyoung. Cowok itu juga mendapatkan beasiswa untuk kuliah di
Universitas Paradise karena prestasinya di sepakbola saat SMA dan pernah
mewakili provinsi. Heedo juga kerapkali membantu Hoshi membuat desain untuk
games yang ingin dibuat oleh Hoshi.
“Gila lu diem-diem
ngelamar Hayoung, ya?” Goda Jiwoo sambil tertawa.
“Bulan depan gue ke
Bandung deh ngelamar elu ke tante.” Heedo membalas dengan diiringi tawa juga.
“Lu juga mau gue lamar juga, Jin?” tanyanya kali ini pada Euijin yang sudah
duduk di boncengan belakang motor Heedo.
“Punya apa lu pak
ngelamar gue?”
Heedo hanya ternyata menanggapi
pertanyaan Euijin. “Mau bareng nggak? Nih di depan.” Heedo menepuk-nepuk space
kecil pada jok bagian depan.
“Kurang-kurangin main
sama Hoshi, jadi gila kan lu. Udah sana, jalan.”
“Duluan ya, Woo.
Hati-hati lu,” kata Euijin sambil melambaikan tangan.
Jiwoo juga balas
melambaikan tangan.
***
Jiwoo menerima helm yang
disodorkan Wooshin. Cowok itu menjemput Jiwoo di depan kantin fakultas Ekonomi.
Setelah Jiwoo naik ke boncengan motor, Wooshin langsung menjalankan motornya.
Jiwoo mendekatkan
badannya pada badan Wooshin. “Shin.”
“Apa?” tanya Wooshin
karena mendengar Jiwoo memanggilnya.
“Lu bisa tebak nggak
semalem gue kenapa?” Jiwoo malah balas bertanya.
Wooshin mengangkat kedua
bahunya. “Sakit perut, kali? Atau lagi bulanan? Gue semalem pengen nanya, tapi
lupa.”
“Lu inget cowok itu? Pas
kita SMA.”
Wooshin tidak langsung
menjawab karena sedang mengingat-ingat moment atau bahkan seseorang yang Jiwoo
maksud. “Yang pernah nembak lu?” Wooshin bertanya lagi karena ia tidak
menemukan jawabannya. “Gue nggak ada ide sama sekali.”
“Yang semalem, gue
ketemu sama cowok yang bikin gue keinget seseorang. Pas SMA inget nggak lu
pernah gabung klub bola?”
Wooshin berusaha
menajamkan pendengarannya selama Jiwoo bercerita. Cowok itu bahkan sampai
menurunkan kecepatan motornya. “Iya iya gue tau arahnya. Tapi gue lupa nama itu
anak. Setau gue juga dia Cuma satu semester sekolah di tempat kita. Lu ketemu
dia?”
Jiwoo menggeleng.
Wooshin bisa melihat itu dari dalam kaca spion. “Gue bahkan lupa sama cowok
itu. Gue Cuma nggak tau kenapa tiba-tiba keinget aja gara-gara semalem ketemu
cowok. Temennya Wonwoo.”
“Loh, anak kampus kita
juga, dong?”
Kali ini Jiwoo
mengangkat kedua bahunya. “Nggak tau. Jarang ketemu. Geng-nya Wonwoo setau gue
juga nggak pernah nongkrong di kampus. Makan aja mereka pasti ke luar, nggak
level ke kantin.”
“Hahahaha.” Wooshin
benar-benar tidak bisa menahan tawanya. “Iya emang bener sih mereka nggak level
makan di kantin. Terus, naksir lu sama temennya si Wonwoo itu?”
“Nggak lah. Dia restoran
bintang lima, gue jajanan kaki lima.”
“Hahaha bisa aja sih
lu.” Lagi, Wooshin tertawa keras. “Eh tapi salah satu anak klub bola ekonomi
ada dari geng eliters itu loh, Woo.”
“Ah, masa? Heedo nggak
pernah cerita perasaan.”
“Ya mungkin lupa. Gue
juga rada kurang paham sih sama mereka. Orang-orangnya maksud gue, kecuali
Rowoon. Taunya gara-gara sparing sama klubnya Heedo, gue jadi paham. Ada yang
Namanya Doyoung, ternyata anak geng itu juga. Bocahnya nggak terlalu mencolok juga
sih.”
“Tapi…”
“Tapi kalo beneran
naksir ya nggak apa-apa juga sih. Naksir doang kan, lu juga nggak bakal
kegatelan deketin mereka. Aduh!” jerit cowok itu karena tiba-tiba Jiwoo memukul
pundak Wooshin. Namun sedetik kemudian Wooshin kembali tertawa. “Udah lama gue
nggak liat lu bahas cowok selain gue, Heedo sama Hoshi. Siapa tuh dulu si itu
Namanya?”
“Yang pas SMA?”
“Iya.”
“Gue Cuma tau nama di
bajunya doang. ‘Kim D’ gitu tulisannya.” Ekspresi Jiwoo terlihat seperti
menerawang. Berusaha mengingat sesuatu dari masa lalunya. “Ah, lupa.”
***
“Jiwoo nih tadi ada
paket.”
Jiwoo menerima bungkusan
yang disodorkan Euijin padanya. Cewek itu bahkan baru saja menginjakkan kaki di
rumahnya yang kini sudah ramai oleh Hoshi dan Heedo serta dua teman
perempuannya lagi, Hayoung dan Soyoung. “Oh, dari nyokap.”
Oh Hayoung dan Park
Soyoung, dua sahabat Jiwoo yang juga kuliah di Universitas Paradise. Mereka
berada di kelas yang berbeda dengan Jiwoo, namun masih di jurusan yang sama.
Berbeda dengan Soyoung yang baru mengenal Jiwoo saat kuliah, Hayoung adalah
tetangga Jiwoo. Hanya berjarak beberapa rumah dari rumah Jiwoo. Soyoung juga
lebih dulu bekerja part time di tempat yang sama dengan Jiwoo.
“Kok lama sih kalian!
Nggak tau kita udah kelaperan?”
Wooshin yang baru saja
muncul, langsung melempar jaketnya ke arah Hoshi yang tadi melakukan protes.
“Makan mulu, lu! Games lu masih pada error, geblek.”
“Ya tugas lu nemuin bugs-nya
di mana aja,” Hoshi menjawab seenaknya.
“Jiwoo udah nyampe, gue
makan duluan ah.” Heedo yang tadinya duduk di salah satu sofa, sontak berdiri.
“Berisik kalo dua anak IT udah ketemu. Hahaha.”
“Sombong banget emang yang
anak Management. Liat aja besok gue abisin, lu! Hahaha.” Wooshin ikut berjalan
menyusul Heedo menuju ruang makan dan mengambil tempat duduk di seberang Heedo.
“Euijin masak jam berapa? Sempet-sempetnya gini.”
“Sebagian ada kiriman
dari nyokapnya Hoshi, tuh. Sama Hayoung juga sempet bawa apaan gitu ya. Lupa.”
Menyusul kemudian
Hayoung bersama Soyoung yang memilih kursi berjejeran dengan Heedo. Lalu Euijin
mengisi tempat kosong di sebelah Wooshin, berseberangan dengan Hayoung.
“Itu sodara lu?” Hoshi
menyambar benda yang di pegang Jiwoo. Sebuah figura—isi dari paket yang
diterima Euijin. “Seriusan lu nggak pernah ketemu dia selama ini?” Hoshi sampai
menatap Jiwoo untuk memastikan sesuatu. Membaca raut wajah Jiwoo, mungkin.
Jiwoo menarik kursi di
sebelah Euijin. Sementara Hoshi menempati kursi tengah—kondisi meja berbentuk
persegi panjang. Jiwoo baru mengangguk, menanggapi pertanyaan Hoshi saat cowok
itu memberikan benda ditangannya pada Soyoung yang kebetulan duduk di dekatnya
juga. Jiwoo berseberangan dengan Soyoung.
“Foto apaan, Seung?”
tanya Wooshin di sela-sela makannya.
Soyoung membalik figura
agar Wooshin dan yang lain bisa melihat isi dari figura di tangannya. “Foto
nikahan orang tuanya Jiwoo.”
“Eh, ini kembaran lu,
Woo?” Euijin yang penasaran sampai berdiri dan mengulurkan tangannya untuk
mengambil figura itu agar bisa melihat lebih jelas.
Wooshin yang kebetulan bersebelahan
dengan Euijin, mendekatkan tubuhnya pada cewek itu. Wooshin bahkan sampai
melebarkan mata melihat saat melihat wajah cowok itu dari dekat. “Ini… Anak
kampus kita, kan?”
“Geng eliters?”
tanya Hoshi untuk memastikan ia berpikir hal yang sama dengan Wooshin.
“Ya emang dia.”
Sontak semuanya menoleh
ke arah Jiwoo.
Euijin bahkan sampai
memijat keningnya. “Sumpah ini plot twist paling gila yang pernah gue
temuin.”
“Ya lu semua juga tau
kan gue lost contact sama bokap dari bayi? Gue juga nggak tau apa-apa.
Siapa Wonwoo bahkan gue nggak kenal.”
“Terus pas ketemu sama
lu, dia gimana?”
“Gila sih Jiwoo
pulang-pulang langsung kerja. Padahal gue kepo banget,” kata Heedo sebelum
menyuap makanannya.
Jiwoo menatap satu
persatu temannya secara bergantian. “Oke gue ceritain semuanya.”
“Bentar gue kencing
dulu.” Hoshi menggeser kursinya dengan kasar, lalu berlari menuju toilet yang
berada di ujung dapur.
Jiwoo dan yang lain
melanjutkan makan sambil menunggu Hoshi kembali beberapa menit kemudian. “Ini
nyokap gue baru banget cerita semalem. Dan gue nggak bisa nyalahin siapa-siapa.
Orang tua gue awalnya Cuma dijodohin, karena nggak saling cinta, mereka
akhirnya pisah. Gue sama Wonwoo masih bayi. Dan bukan Cuma mereka yang pisah,
tapi gue dan Wonwoo juga pisah. Bokap sempet nikah lagi sampai beberapa bulan
lalu ibu tirinya Wonwoo meninggal. Wonwoo menentang bokap sama nyokap gue nikah
karena dia mikirnya itu kecepetan. Wonwoo sayang banget sama nyokap tirinya
itu. Padahal dibalik itu, pas lagi sakit parah nyokap tirinya Wonwoo minta
bokap buat nyari nyokap. Bahkan kalo bokap mau nikah lagi, beliau Cuma ikhlas
bokap nikahnya sama nyokap gue.”
“Tapi, Wonwoo tau kan
kalian kembar?”
Jiwoo menoleh cepat ke
arah Hoshi yang tadi bertanya. “Gue nggak yakin. Karena bokap sibuk dan
hubungan mereka cukup dingin.”
Wooshin menghempaskan
punggungnya ke sandaran kursi. Sedikit terbawa emosi mendengar cerita tentang
ayah kandung Jiwoo. “Konyol sih kalo sampe nggak kasih tau hal gitu.”
“Jadi ini sama aja
Wonwoo nuduh nyokap lu ngerebut bokap dari nyokap tirinya dia, dong?” Kali ini
giliran Hayoung yang bertanya.
Jiwoo menghempaskan
napasnya, berat. “Entahlah. Gue selama ini terbiasa hidup tanpa mereka. Sedih
sih kalo emang beneran gitu. Tapi mau gimana?”
Wooshin mengulurkan
tangan untuk mengacak rambut Jiwoo. Tidak peduli jika ada Euijin di
tengah-tengah mereka. “Jangan sedih Jiwoo jelek, nanti gue bantuin kenalan sama
cowok itu, deh.”
“Anjir, cowok siapa?”
Sahut Hoshi yang paling cepat merespon ucapan Wooshin.
Sontak Jiwoo memukul
tangan Wooshin yang tadi memegang kepalanya. “Nggak usah rese!”
“Sabtu besok ke GOR deh,
kalo ada temen klub bola gue yang lu taksir, bilang aja nanti gue kenalin. Yang
penting lu jangan sedih. Nggak suka gue liat lu gini, Woo.” Heedo menggeleng
dengan ekspresi yang dibuat-buat.
Hayoung yang duduk di
sebelah Heedo, sontak memukul lengan cowok itu hingga meringis. “Kemaren gue
minta kenalin, kenapa lu pelit?”
“Ck, itu masih bocah,
anak tingkat satu masih polos. Kasian kalo sama lu,” ujar Heedo sambil
mengelus-elus lengannya yang berdenyut.
“Hah? Serius?” Hayoung
melebarkan matanya karena terkejut. “Gue kira semester tiga, gitu.”
“Siapa, Do?” tanya
Wooshin.
“Si Seonghwa,” jawab
Heedo. “Jaehyun aja mau nggak?”
“Dih, ogah. Banyak
fansnya.”
***
~Perpustakaan Universitas Paradise
Jiwoo mencari-cari
getaran suara ponsel yang terdengar begitu dekat. Saat mencari ke kolong meja,
ternyata ada sebuah benda persegi di bawah sana. Jiwoo menunduk sambil
mengulurkan tangan untuk mengambilnya. Sebuah ponsel. Dan ada panggilan atas
nama ‘Jeon Wonwoo’ di sana. Jiwoo menyentuh tombol hijau lalu mendekatkan benda
itu ke telinganya.
“Halo,” sapa Jiwoo.
“Sorry ini siapa? Gue
pemilik ponsel yang ada di lu. Bisa tolong kembaliin hape gue?” terdengar
suara cowok di seberang sana.
“Oh iya ini hape lu
jatuh di perpustakaan. Kalau mau ke sini aja, gue tungguin sekarang.”
“Oke, terima kasih
ya. Tolong jagain sebentar, gue langsung ke sana.”
“Oke.”
“Oiya, nama lu
siapa?”
“Jiwoo.”
Jiwoo menjauhkan benda
itu dari telinganya lalu meletakkannya di atas meja. Setelah itu Jiwoo memilih
berdiri untuk sedikit meregangkan tubuhnya karena pegal. Ia berjalan ke arah
jendela yang kebetulan berada tepat di belakang ia duduk.
“Maaf, ada yang Namanya
Jiwoo?”
Mendengar ada yang
menyebut Namanya, Jiwoo berbalik. Cowok itu di sana. Cowok yang ia temui di
café milik Rowoon. Cowok yang membuatnya merasakan sesuatu di perut. Dan itu
cowok yang sama yang membuatnya tiba-tiba teringat seseorang dari masa lalunya.
Doyoung.
Doyoung menoleh. Tersisa
Jiwoo di sana yang belum ia tanyai. Doyoung juga sedikit terkejut karena orang
terakhir yang ia temui adalah Jiwoo. Doyoung melangkah pelan sampai akhirnya
mereka berdiri berhadapan.
“Lu, Jiwoo?” tanya
Doyoung tanpa melepaskan kontak mata pada Jiwoo.
Jiwoo tersadar dari
lamunan kecilnya. “Oh, hape lu…” cewek itu menggantungkan kalimatnya sambil
mengulurkan tangan untuk mengambil sebuah ponsel di atas meja. “Ini tadi jatoh
di bawah meja,” ujarnya sambil mengulurkan tangan.
Doyoung menerima benda
itu. “Makasih banyak ya. Gue Doyoung.”
Jiwoo melihat ke arah
bawah. Tangan Doyoung sudah terulur di hadapannya. Doyoung masih menunggu Jiwoo
membalas uluran tangannya.
“Gue Jiwoo,” kata cewek
itu akhirnya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar