Author : Annisa Pamungkas (@nniissaa11)
Main Cast :
·
B2ST/Beast Lee Gikwang
·
Infinite Lee Howon
(Hoya)
·
SNSD Im Yoona
Support cast :
·
Other member
B2ST/Beast, Infinite and SNSD
·
Yong Hwa CN Blue
·
Siwan Ze:a
·
Jonghyun, Minho and other
member Shinee
·
Member Super Junior, A-Pink,
F(X)
Genre
: romance, family,
friendship
Length : chapter
***
Howon dan Gikwang masih berada di meja makan. Saling diam dan
sibuk dengan pikiran masing-masing. Gikwang dengan segala ketidakpercayaannya
terhadap keadaan tersebut. Sementara Howon teringat semua ucapan Siwon saat di
rumah sakit.
Flashback…
“Kamu nggak pengen tau ayah kandung kamu?”
Howon menatap Siwon dengan tatapan yang sulit di artikan.
“Aku punya orang tua sebaik ayah. Dan nggak sedetikpun aku ingat kalau aku
masih punya ayah kandung yang lain.”
Siwon menatap Howon nanar. Hatinya mencelos mendengar betapa
besar rasa sayang Howon padanya. Bahkan mungkin bisa lebih besar dari Minho,
anak kandungnya sendiri. Tapi biar bagaimanapun, Howon tetap harus mengetahui
semuanya, meski Ga In sebenarnya tak ingin Howon tau.
“Aku dan ibumu dulunya sepasang kekasih. Tapi kita di
jodohkan dengan orang lain oleh orang tua kita masing-masing. Dan sebelum Ga In
tau dia hamil dirimu, Ga In sudah lebih dulu bercerai dengan mantan suaminya
itu. Lalu setahun kemudian kami kembali bertemu. Tak lama setelah ibu Minho
meninggal. Kami segera memutuskan untuk menikah setelah itu,” jelas Siwon
tentang perjalanan hidupnya dan Ga In.
Bibir Howon terasa kelu. Ia tak tau harus berbuat apa selain
bertanyaa, “ayah mengenal ayah kandungku?”
Siwon mengangguk samar. “Aku dan Sungmin berteman dekat sejak
SMA.”
“Jadi nama ayahku Sungmin?” seru Howon memastikan.
“Iya. Lee
Sungmin.”
“Ayah tau dia
tinggal di mana?” Entah perasaan dari mana Howon justru penasaran dengan ayah
kandungnya itu.
Kali ini Siwon menggeleng. “Tapi kamu juga perlu tau. Nama
‘Hoya’ adalah pemberian Sungmin yang tadinya ingin diberikan pada anak pertama
Sungmin dan Ga In. Tapi Ga In nggak setuju. Aku memutuskan memberikan nama itu
untuk nama panggilanmu agar kamu nggak ngelupain ayah kandung kamu.”
“Aku juga punya kakak? Cewek apa cowok, yah?” Tanya Howon
lagi, bersemangat.
“Cowok. Dan kalo nggak salah namanya Lee Gi…” kalimat Siwon
terputus karena pintu kamar rawatnya terbuka. Minho dan Sulli muncul dari
baliknya. Setelah itu, obrolan Howon dan Siwon tentang Sungmin harus terhenti.
Flashback end…
“Udah ngerasa lebih baik?” Gikwang membuka suara. Memecah
keheningan yang sejak tadi terjadi.
Howon mendongak menatap Gikwang. Namun belum ada sepatah
katapun yang meluncur dari bibirnya. “Bokap lo bernama Lee Sungmin?” Howon
balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan Gikwang sebelumnya.
Gikwang menatap Howon, heran. “Lo udah tahu tentang itu?”
Howon yang juga sudah tidak bisa menahan rasa penasarannya,
memilih untuk menceritakan semua pembicaraannya dengan Siwon saat pria itu
masih dirawah di rumah sakit. Cepat atau lambat, semua pasti akan terbongkar.
Dan Howon lebih memilih untuk mencoba mencari tahu semuanya mulai sekarang.
Bekerja sama dengan Gikwang, mungkin. Meski rasa tidak sukanya pada Gikwang
juga masih mendominasi.
Sesaat mereka kembali saling diam. Sampai akhirnya pintu
rumah keluarga Howon terbuka. Memunculkan Sulli di sana Bersama Eunji. Sulli
terlihat pucat dengan Eunji membantu memapahnya. Mereka berjalan melintasi
ruang makan hingga membuat dua pemuda di sana menoleh. Melihat Sulli yang
pucat, Howon langsung berdiri, Gikwang menyusul kemudian. Howon mengambil alih
Sulli dan menggendong adiknya untuk di bawa ke kamar.
Eunji dan Gikwang saling melempar tatapan. Namun tidak ada
yang mereka lakukan lagi kecuali Eunji yang menyusul Howon. Gikwang sendiri
lebih memilih berbalik, kembali menuju ruang makan untuk mengambil ranselnya.
Pemuda itu pun meninggalkan rumah keluarga Howon. Eunji berdiri diambang pintu
kamar Sulli. Bertepatan dengan Howon yang berniat meninggalkan kamar adiknya
itu. Mereka saling berpapasan namun tidak ada yang Howon ucapkan. Pemuda itu
hanya melewati Eunji. Eunji langsung nyelonong masuk ke kamar Sulli untuk
melihat keadaan gadis itu.
Howon menghentikan langkah dan berbalik, memastikan Eunji
sudah tidak ada di sana. Benar saja gadis itu sudah masuk ke dalam kamar
adiknya. Howon kembali mendekat ke kamar Sulli. Namun hanya sampai ambang
pintu. Howon menyembunyikan tubuh dibalik tembok, ia mengintip apa yang Eunji
lakukan di sana.
***
Hari ke-2 Gikwang tidak masuk sekolah. Belum lagi memang
tidak ada yang mengetahui kabar kenapa cowok itu sampai absen bersekolah.
Karena status Gikwang sebagai murid pindahanlah yang membuat cowok itu belum
terlalu memiliki banyak teman di sekolah itu. Lalu saat jam istirahat pertama,
Yoona mencoba mengirimi Gikwang sebuah pesan singkat untuk menanyai keberadaan
cowok itu.
Sementara di salah satu unit ‘Phoenix’ apartemen, Gikwang
sedang meringkuk dibalik selimut tebalnya. Tepat saat Yong Hwa baru saja
mengunjunginya beberapa menit lalu hanya untuk memastikan Gikwang meminum
obatnya tepat waktu. Sudah sejak kemarin malam Gikwang demam. Saat mendengar
ponselnya berbunyi, Gikwang menjulurkan tangan dari balik selimut untuk
mengambil ponselnya di meja kecil. Sebuah pesan dari Yoona.
Kwang, lo di mana? Kenapa nggak ada kabar
dari kemaren?
~Yoona~
Melihat isi pesan yang dikirimi Yoona, sontak Gikwang
berusaha bangkit. Cewek itu memberikannya sedikit suntikan semangat. Dengan
cepat tangan Gikwang mengetikkan sesuatu sebagai balasan pesan Yoona. Namun
ternyata Gikwang mendapati informasi jika pesan tersebut gagal terkirim. Hingga
beberapa kali mencoba, hal yang sama tetap terjadi.
“Akh, sial! Pulsa gue habis!” seru Gikwang. Membanting ponselnya
dengan murka ke atas kasur. Gikwang yang sudah kesal hanya bisa melempar
pandangan ke seluruh sudut kamarnya. Memikirkan apa yang bisa ia lakukan
sekarang dengan kondisinya yang seperti ini.
Di salah satu sudut kamarnya, Gikwang menemukan laptopnya tergeletak
dengan posisi layar terbuka. Gikwang menyeret kakinya mendekat ke meja belajar.
Ia menyalakan laptopnya, dan mencoba menyambungkan ke jaringan wifi. Namun
selalu gagal.
“Astaga, apa Papa udah segitu miskinnya sekarang sampe nggak
sanggup bayar tagihan wifi? Padahal
gue udah nggak pernah main game online
lagi sekarang.” Gikwang hanya tertunduk lesu.
“Bang Gikwang!”
Gikwang sedikit terlonjak saat mendengar teriakan seseorang
di luar kamarnya. “Myungsoo?” serunya seakan mendapat pencerahan. Buru-buru
Gikwang melangkah ke luar kamar. Benar saja, itu Myungsoo yang tampak sedang
meletakkan sebuah bungkusan di atas meja ruang tamu.
“Bang, kayaknya bel rumah lu rusak deh. Untung gue tau
kodenya. Maaf ya gue nyelonong masuk. Oh iya, ini makanan buat lu.”
Gikwang menghempaskan badan ke samping Myungsoo yang sudah
lebi dulu duduk di sofa. “Nggak-papa, Myung. Oh, makasih ya.”
“Hmm lu sakit dari kapan? Cewek lu nggak nengokin?” goda
Myungsoo sambil mengawasi Gikwang yang tampak mulai membuka bungkusan tadi
dengan tatapan jahilnya.
“Dari dua hari lalu. Tapi ini udah mendingan sih.” Gikwang
terlihat masih asik dengan makanan yang kini dihadapannya. “Gimana mau ngasih
tau dia, pulsa gue keburu habis.”
Mendengar udapan Gikwang, membuat Myungsoo menoleh cepat dan semakin
menatap penuh minat terhadap Gikwang yang belum menyadari reaksi Myungsoo. Gikwang
masih sibuk dengan makanannya. Myungsoo sudah menangkap arah ucapan Gikwang
tadi. Kemudian pemuda itu tersenyum jahil.
“Kalo udah sembuh, pajak jadiannya traktir gue pizza ya.”
Sontak Gikwang tersedak makannya sendiri mendengar pernyataan
Myungsoo. Gikwang langsung menyambar air minumnya untuk meredakan sedakan.
Tepat ketika ponselnya berdentang karena sebuah pesan masuk.
Sunggyu : “Lo jadian sama
siapa? Nggak mungkin Taeyeon.”
Giwang melebarkan matanya melihat sebuah pesan masuk dari
Sunggyu. Myungwoo tertawa melihat reaksi Gikwang. Siapa lagi pelakunya jika
bukan Myungsoo yang membocorkan pada Sunggyu tentang berita itu. Gikwang
menoleh sambil menyambar kerah baju Myungsoo menggunakan satu tangan. Myungsoo
masih saja tertawa.
“Eh, serius deh, bang. Jadian sama siapa? Taeyeon?”
Dengan perlahan Gikwang melepaskan tangannya dari kerah
Myungsoo sambil kembali duduk seperti semula. Menimbang apakah ia ceritakan
saja pada Myungsoo meski bisa dipastikan rahasia ini hanya aman dalam hitungan
jam ditangan adik sahabatnya itu.
“Lo bilang Taeyeon juga udah jadian kan sama cowok lain?”
tanya Myungsoo yang kemudian menyambar minumannya. “Berarti nggak mungkin sama
Taeyeon.”
Gikwang mengangguk membenarkan. “Tapi sebenernya…” Ucapan
Gikwang terputus karena interupsi suara bel. Saat menoleh, ia sudah mendapati
Myungwoo berdiri dan berjalan ke arah pintu. Dari balik pintu memunculkan sosok
Sunggyu dan Yonghwa. Yonghwa bahkan terlihat seperti baru bangun tidur.
Yonghwa menghempaskan badan ke samping Gikwang sambil memeluk
bantalan sofa. Gikwang hanya memperhatikan yang dilakukan temannya itu.
Sementara Sunggyu duduk di sofa seberangnya Bersama Myungsoo. Lalu kali ini
tatapan Gikwang jatuh pada Myungsoo sendiri. Pemuda yang sejak tadi bersamanya.
“Lo yang menyuruh mereka datang?” Tuduh Gikwang pada
Myungsoo.
Myungsoo menggeleng tegas. “Gue Cuma kasih tau Bang Sunggyu,
tapi nggak nyuruh dateng kok.”
“Jonghyun, mana?” tanya Gikwang.
“Nggak bisa, dia lagi ada acara.” Sunggyu duduk di ujung sofa
sambil mencondongkan tubuhnya ke arah Gikwang. “Lo punya cewek di sekolah baru?
Serius? Siapa? Cepet banget move on.”
Kali ini Gikwang benar-benar melepaskan sendoknya ke atas
piring. Membiarkan makanannya menunggu dimakan nanti. Yonghwa juga sudah
menegakkan badan di samping Gikwang. Tadi Yonghwa memang diajak paksa oleh
Sunggyu untuk ke rumah Gikwang.
“Jadi, gue cerita dari mana ya. Intinya sih udah lama gue
agak ngerasa hopeless ke Taeyeon. Kayak susah dijangkau aja. Atau gue
yang nggak tau sebenernya selama ini dia udah punya cowok. Atau mungkin
perasaan gue ke dia Cuma sebatas kagum aja. Iya nggak, sih?” Gikwang menatap
satu-persatu teman-temannya.
“Ya gue sih nggak paham kalo kondisi kaya gitu disebutnya
apa. Yang penting lo-nya nggak ribet.”
Gikwang menoleh ke samping, ke tempat Yonghwa duduk. “Kok gue
nggak paham ya?” ujarnya sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
“Tau ah.” Yonghwa kembali menenggelamkan punggungnya ke
sandaran kursi, masih sambil memeluk bantal. Seperti tidak peduli dengan apa
yang sedah teman-temannya bahas.
“Kalo gue sih,” ujar Sunggyu kemudian. Kembali mengalihkan
tatapan Gikwang padanya. “Nggak peduli dilbilang kecepetan move on atau
gimana. Karena kan posisinya nggak sampe pacarana sama Taeyeon, kan? Kalo
ternyata nemu yang lebih baik, kenapa nggak.”
“Tapi masalahnya, doi juga baru putus. Dia bilangnya sih
mereka emang udah nggak cocok dan mesti udahin hubungan mereka.”
“Nah, yaudah sih. Lanjutin aja.”
“Gitu, ya?”
***
“Yoon.”
“Hmm?” Yoona hanya menyahut dengan dengan dehaman. Gadis itu
sedang sibuk mengikat tali sepatu saat Doojoon mengajaknya bicara.
“Pulang yok.”
Yoona sontak menoleh sambil menghentikan kegiatannya. “Pulang
ke mana? Ini kan rumah kita.”
“Balik ke Surabaya.”
Yoona menatap Doojoon, namun pemuda itu seperti mengalihkan
pandangannya. “Kalo lu mau balik ke sana, yaudah lu aja. Gue tetep di sini.”
Mereka diam sesaat sampai akhirnya Doojoon menatap kembali
adiknya. “Jakarta bisa jadi rumah kita buat pulang, Yoon?”
“Lo apaan sih, bang?” Yoona sontak berdiri.
Doojoon menahan tangan Yoona karena gadis itu bersiap pergi.
“Kasarnya nih ya, gue kan emang udah nggak punya orang tua kandung, tapi
seenggaknya gue punya elu sama ayah ibu juga. Tapi cepat atau lambat, tempat
gue bakal jatuh ke tangan Siwan. Jadi, setelah gue nggak punya siapa-siapa
lagi, gue boleh pulang ke rumah ini kan, Yoon?”
Yoona menghela napas dan kembali duduk ke atas sofa. Abangnya
yang biasa menyebalkan ini sedang berada dalam kondisi ‘nggak punya apa-apa dan
nggak punya siapa-siapa’. Walaupun bukan saudara kandung, mereka masih
sepupuan. Seenggaknya bukan dua orang asing yang berbeda asal.
“Bang,” panggil Yoona.
Doojoon menoleh.
“Hidup pisah-pisah kayak gini bikin gue juga mencari ‘rumah’
gue sendiri. Sebenarnya sama aja kalo gue balik ke Surabaya toh gue bakal tetep
kayak hidup sendiri. Dan gue memang nggak mau ‘pulang’ ke sana, kecuali mungkin
untuk sekedar berkunjung sih oke. Tapi ya gue bakal tetep pulang ke Jakarta.
Numpang ke rumah lo sih tetep aja.”
Doojoon menatap berkeliling ruangan yang tengah ia tempati
sekarang ini. Setelah kejadian itu, kejadian terungkap dirinya bukan anak
kandung Seulong dan Victoria, fakta tentang rumah yang tinggali beberapa tahun
belakangan ini pun juga terungkap. Rumah yang memiliki dua lantai tersebut
ternyata peninggalan orang tua kandungnya.
“Lo bakal tetep di sini kan, beneran? Seenggaknya kalo gue
mau pulang, gue tau gue masih punya adek kayak lo.”
Yoona mengernyitkan keningnya. “Apa, sih? Lo mau ke mana?
Udah ngaku aja.”
“Balik ke Surabaya, Yoon.”
“Oh, yaudah. Santai aja lah gue di sini sendirian. Toh
seenggaknya sekarang udah ada bang Siwan. Udah ya, gue main dulu.”
Lagi, Doojoon menahan langkah Yoona dengan menangkap tangan
gadis itu. Yoona menghela napas. Baru ia akan membuka mulut, Doojoon sudah
lebih dulu berbicaara. “Siwan bantuin ayah di Surabaya.” Doojoon mendongak
perlahan dan mendapati Yoona terbelalak. “Karena kecelakaan itu, kemungkinan
Siwan nggak bisa main bola lagi.”
Dengan perlahan namun tegas, Yoona melepaskan tangan Doojoon
yang masih menahannya. “Oke.” Hanya itu yang diucapkan Yoona sebelum akhirnya
benar-benar pergi dari rumah sebelum Doojoon kembali menahannya.
***
Yoona menuntun sepedanya sejak ia keluar dari gerbang
perumahannya. Gadis itu bergerak menuju taman. Melewati anak-anak seumura
Yoogeun dan Leo yang asik bermain sepakbola. Tidak mempedulikan keseruan
mereka. Yoona bahkan sampai tidak menyadari jika ada Howon di sana. Menjadi
salah satu bagian dari anak-anak itu.
Howon berpamitan pada Yoogeun dan yang lain untuk
meninggalkan lapangan. Menyusul Yoona yang masih mendorong sepedanya hingga
sampai pada sebuah danau. Di dekat sana ada sebuah bangku taman yang kosong.
Yoona meninggalkan sepedanya pada jalan setapak kemudian berjalan seorang diri
menuju kursi taman, lalu duduk di sana. Howon yang memang sejak tadi mengikuti
Yoona juga ikut duduk di kursi itu, namun sedikit berjauhan dengan Yoona.
“Yoon, gue mau minta maaf.”
Yoona tersentak, menoleh dengan tatapan terkejut mendapati
Howon di sana. “Sejak kapan lo…” Yoona menggantungkan ucapannya.
Howon menghela napas, sudah mengantisipasi jika Yoona akan
terkejut dengan kehadirannya. “Gue terlalu egois kayanya ke Eunji.” Pemuda itu
kemudian tertawa. Lebih tepatnya menertawai diri sendiri. “Bego banget gue ya
udah nyia-nyiain cewek sebaik Eunji.” Kembali terlintas kejadian beberapa hari
lalu saat Eunji mengantarkan Sulli pulang entah dari mana, dan perilaku Eunji
pada Sulli yang sangat perhatian. “Cemburu nggak jelas.” Lanjut Howon yang
masih menertawai dirinya sendiri.
“Sebenernya gue nggak tau masalah lo sama Eunji apa, kenapa
lo cemburu, dan apa yang lo cemburuin. Baiknya sih lo ngomong langsung aja.
Jangan sampe lo nyesel.”
Howon tertunduk, menatap ujung sepatunya. “Tadi gue minta ketemu
sama Eunji, tapi Eunjinya nggak mau. Apa dia udah segitu kecewanya kali ya sama
gue.”
“Nggak. Kasih dia waktu. Dia bahkan tetep mau bantu gue
nganter baju lo waktu itu, padahal hubungan kalian nggak dalam kondisi bagus.
Jangan nyerah, lo ajakin aja terus buat ketemu walau Eunji masih nggak mau.
Biar seenggaknya dia liat kesungguhan elo.”
Yoona berdiri perlahan. Tatapannya lurus ke depan. Ke arah
jalan setapak yang ia lalui tadi. Ada seseorang berdiri di sana. Namun orang
tersebut sudah berbalik badan setelah melihat Yoona Bersama Howon.
“Nanti kita sambung lagi ya, gue ada urusan penting.”
Saat Howon menoleh, Yoona sudah melangkah pergi dari sana.
Gadis itu menyambar sepedanya untuk ia bawa pergi dari sana dan mengejar gadis
tadi. Eunji.
***
Gikwang menghentikan kegiatannya lari sore karena ponselnya
berketar. Pemuda itu langsung memeriksanya. Sebuah pesan masuk dari Yonghwa.
Saat sedang mengetikkan balasan untuk temannya itu, tanpa ia sadari ada
seseorang yang menabraknya hingga membuat ponsel Gikwang terlepas dari
genggamannya dan terlempar ke aspal jalanan. Sialnya, bertepatan dengan sebuah
motor yang melaju. Ponsel Gikwang tidak selamat dari ban motor tersebut.
“Maaf, maaf.” Gadis itu merapatkan kedua telapak tangannya
sambil meminta maaf karena merasa bersalah.
Gikwang masih diam menatap ponselnya yang hancur.
“Gikwang?”
Saat mendengar ada yang memanggil, Gikwangpun menoleh. Ia
mendapati Yoona di sana—bersama sepeda tercintanya. “Yoon?” Gikwnag menoleh
lagi ke arah berbeda. Ternyata gadis yang menabraknya adalah Eunji.
“Bang, gue…”
“Eh, udah sih nggak apa-apa, hape mah masih bisa beli lagi.”
Gikwang memotong ucapan Eunji, tentu gadis itu masih merasa bersalah. “Yang
penting lo nggak apa-apa, kan?”
Eunji hanya mengangguk menjawab pertanyaan Gikwang. Melihat
Gikwang begitu perhatian dengan Eunji, membuat Yoona berusaha mengalihkan
pandangannya ke arah lain sambil memainkan sepedanya—mendorong maju dan mundur
dengan pelan.
Menyadari
suasanya yang canggung, Gikwang berujar, “gimana kalau kita ngobrol sebentar
sambil makan es krim?” tanyanya diiringi dengan senyuman sambil menunjuk ke
arah belakangnya, tempat sebuah kedai es krim berada. Gikwang melangkah lebih
dulu untuk menyeberang, namun tetap sesekali menoleh ke belakang untuk
memastikan keberadaan dua gadis tadi masih mengikutinya.
Saat tiba di sana, Gikwang langsung menuju konter untuk
memesan. Dua gadis tadi berinisiatif untuk mencari meja kosong. Membiarkan
Gikwang memilihkan pesanan untuk mereka. Tidak terlalu lama sampai Gikwang ikut
bergabung.
“Dia Cuma ngaku kok dia cemburu nggak jelas.” Yoona menoleh
dan menghentikan sementara obrolannya dengan Eunji.
Gikwang meletakkan baki yang berisi tiga gelas es krim di
tengah meja. “Kalian pilih gih mau yang mana, gue sisanya,” kata Gikwang lalu
menghentikan pandangan pada Yoona. “Yoon, gue boleh pinjem hape lo? Mau
ngabarin Yonghwa, tapi melalui Myungsoo aja. Lo punya nomor Myungsoo kan
pasti?”
Yoona
mengangguk sambil merogok saku jinsnya dan menyerahkan ponsel pada Gikwang yang
langsung diterima pemuda itu. Setelah Yoona dan Eunji mengambil gelas pilihan
mereka, Gikwang juga mengambil miliknya namun pemuda itu tidak bergabung duduk
di sana.
“Gue duduk di sana dulu, ya.” Gikwang menunjuk salah satu
meja kosong tidak jauh dari tempat mereka berada. “Takutnya obrolan kalian
penting, nanti kalau udah selesai panggil gue lagi aja.”
“Eh, jangan.” Suara Eunji membuat Gikwang membatalkan niat
untuk balik badan. “Gue udah selesai kok.”
Yoona menatap Eunji dengan ekspresi penuh tanya. Eunji hanya
mengangguk meyakinkan Yoona. Sementara Gikwang masih berdiri menunggu keputusan
berikutnya dari dua gadis itu.
“Gue paham maksud lo. Maaf ya kalau gue juga sempet cemburu
sama kalian. Nanti gue juga bakal hubungin Hoya setelah ini,” jelas Eunji yang
kemudian menoleh ke tempat Gikwang yang baru saja duduk. “Bang, nanti hape lo
gue ganti ya?”
“Eh, jangan sih.” Gikwang berujar buru-buru. “Gue ada hape
cadangan kok. Udahlah, jangan terlalu ambil pusing.”
“Yaudah kalau gitu, nanti es krimnya gue yang bayar ya.”
Gikwang tersenyum kikuk sambil mengaruk keningnya dengan
jari. “Yaudah kalau yang itu nggak apa-apa deh.”
***
“Gue duluan ya. Daaah.” Eunji melambaikan tangan sebelum
menyeberangi jalan. Meninggalkan Yoona Bersama Gikwang yang masih berdiri di
depan café es krim tadi.
Gikwang berbalik. Dan saat Yoona juga ikut berbalik, gadis
itu melihat Gikwang mengeluarkan sepeda Yoona dari tempat parkir. Gikwang
bahkan sampai menaiki sepeda itu.
“Mau jalan dulu sama gue, nggak?”
“Ke mana?” Yoona balik bertanya. Pertanda ia menyetujui
ajakan Gikwang.
Gikwang berpikir sejenak. “Lapangan tempat gue liat lo
pertama kali?”
Kali ini Yoona tidak langsung merespon ucapan Gikwang.
Lapangan itu juga tempat Yoona pertama kali bertemu Gikwang. Dan hal itu
mengingatkan Yoona tentang sebuah fakta bahwa Gikwang adalah seorang pemain
sepakbola.
“Gue nggak bakal main kok, Yoon.”
Yoona menatap
Gikwang, heran. Ternyata Gikwang masih ingat tentang ketidaknyamannya dengan
‘sepakbola’, meski tidak setiap saat Yoona membenci hal itu. Hanya saja
posisinya hanya berselang hitungan jam dari saat Yoona berdebat kecil dengan
Doojoon. Karena alasan Doojoon kembali ke Surabaya adalah tentang untuk
sepakbola.
“Cuma ada yang
pengen gue obrolin sama elu,” lanjut Gikwang karena Yoona belum juga
meresponnya lagi.
“Yaudah ayo, Kwang. Gue juga nggak ada acara abis ini,” ujar
Yoona akhirnya sambil mendekat ke tempat Gikwang. Bersiap duduk di besi depan
sepedanya.
Gikwang tersenyum sambil membiarkan Yoona duduk di depannya.
“Tapi lo ikut ke rumah gue dulu aja ya. Gue mau mandi sebentar. Soalnya kan
hape gue rusak, ribet nggak bisa ngehubungin kalo lo mesti pulang dulu.”
Mereka akhirnya menuju apartment Gikwang dengan sepeda milik
Yoona.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar