Author :
N-Annisa [@nniissaa11]
Cast :
·
Son Chaeyoung
·
Adachi Yuto
·
Kang Hyunggu (Kino)
·
Jung Wooseok
·
Lee Hangyul
·
and other
Genre :
School Life, Romance, Drama
***
Tidak mudah bagi Yuto
untuk bisa leluasa masuk. Di depannya sudah ada 5 preman yang menghalangi.
Masing-masing dari mereka membawa balok kayu panjang. Begitu pula dengan Yuto
yang juga membawa balok kayu yang ia temukan di sekitar area Gedung tersebut.
Yuto dan para preman itu belum ada yang mulai menyerang duluan membuat suara
ricuh dari luar Gedung kembali terdengar. Lalu sedetik kemudian, pintu
dibelakang Yuto terbuka membuat pemuda itu harus menajamkan kewaspadaan antara
preman dan seseorang yang baru muncul dari arah belakang.
Yuto hanya sempat menoleh kebelakang sesaat, kemudian
kembali memfokuskan diri pada preman-preman itu yang kini sudah mulai berlari
ke arahnya. Hanya butuh melihat sekilas, Yuto sudah bisa sedikit bernapas lega
karena Hangyul datang dengan gaya cueknya, seolah tidak terjadi apa-apa. Itu
artinya suasana di luar sudah bisa dikuasai pihak Yuto.
Hangyul menyeka tepi
bibirnya, kasar, dengan menggunakan tangan. Sesaat ia melirik melalui ekor mata
dengan sorotan tajam pada Mina yang masih berdiri berhadapan dengan Chaeyoung.
“Hei, sunbae! Kalau aku menjadi jelek, kau melepaskan aku, kan?”
“Hangyul, bodoh.”
Chaeyoung bergumam pelan sambil memegangi bagian atas seragamnya yang sobek.
Mina sendiri sama sekali
tidak ingin menggubris Hangyul sedikitpun. Tatapannya sama sekali tidak
terlepas dari Chaeyoung. Ia bahkan bisa mendengar gumaman Chaeyoung tentang
Hangyul. “Kau, mengacaukan semuanya.”
Hangyul berlarian ke
arah dua gadis itu yang kini tampak berseteru melalui tatapan mata
masing-masing. Jelas sekali Chaeyoung benar-benar menahan emosinya untuk tidak
bersikap kasar pada Mina. Tepat saat itu, justru Mina yang lebih dulu
melayangkan pukulan dengan tangan kosong, namun mengenai punggung Hangyul yang
menjadikan dirinya tameng untuk Chaeyoung.
“Kau mengacaukan
semuanya! Harusnya waktu itu kau mati saja!” Mina menjerit sambil terus
memukuli punggung Hangyul dengan membabi buta. Hangyul bahkan sampai terhuyung
ke depan karena tidak bisa menahan dorongan akibat pukulan tangan Mina.
Hangyul memeluk
Chaeyoung dengan tujuan untuk mengurangi benturan yang mungkin terjadi pada
tubuh mungil gadis itu. Sementara itu Mina masih menjerit dengan air mata sudah
penuh membasahi pipinya. Mina mungkin sudah tidak menyadari siapa yang ia
pukuli sekarang ini. Yuto sudah menggantikan Hangyul untuk dipukuli. Menahan
tangan Mina yang masih memberontak.
“Hentikan! Apa kau
sudah gila!”
Seruan dari pemilik
suara berat itu seperti sihir di telinga Mina. Mina berangsur mengurangi
kekuatannya sambil membuka mata untuk melihat dengan jelas siapa yang kini
sudah berada di hadapannya. Mina langsung disambut tatapan tajam dari Yuto.
Kilatan marah jelas terlihat dari sorot mata pemuda tinggi itu.
Setelah Kogyeol bersama
Dokyeom dan beberapa teman mereka memenuhi Gudang untuk menangkap beberapa
preman lagi yang baru saja berhasil di kalahkan Yuto bersama Wooseok yang tadi
datang tidak lama setelah Hangyul. Preman-preman itu sudah diurus oleh teman-teman
Kogyeol. Setelah itu, Kino tiba seorang diri. Ketika Hangyul sedang memberikan
seragamnya untuk dipakai oleh Chaeyoung karena seragam gadis itu sobek, Kino
langsung berlari ke sudut Gudang tempat Yuqi menjauhkan diri dari kerumunan.
“Ini aku,” kata Kino.
Hatinya hancur mendapati penolakan dari Yuqi. gadis itu masih diselimuti
trauma.
Meski awalnya menolak, akhirnya Yuqi mau diajak pergi
oleh Kino. Sambil merangkul Yuqi dan membawa gadis itu pergi, Kino sempat
melirik ke tempat Hangyul berada. Hangyul hanya memberikan kode dengan Gerakan
tangan agar Kino cepat pergi bersama Yuqi dari sana tanpa harus mengkhawatirkan
Chaeyoung yang saat itu sedang berbalik badan untuk mengancingkan seragam
sekolah Hangyul yang tampak kebesaran di tubuhnya yang mungil.
Setelah Chaeyoung selesai,
gadis itu langsung kembali menghampiri Hangyul yang hanya mengenakan celana
sekolah dan kaus putih polos tanpa lengan. Di saat yang hampir bersamaan,
Wooseok juga mendekat setelah ia sendiri memastikan jika semuanya sudah aman.
Mata pemuda itu terus berkeliling, menyapu pandangan pada tiap sudut Gudang
yang bisa tertangkap matanya.
“Di mana Yuto?”
Mendengar Woosoek
mencari Yuto, baik Chaeyoung ataupun Hangyul tanpa sadar ikut menatap
berkeliling mencari pemuda Jepang itu. Hangyul menunjuk salah satu sisi Gudang
yang hanya berisi tumpukan kardus berukuran sedang.
“Terakhir Yuto di
sana,” jelas Hangyul. Karena setelah itu ia sibuk mengurus Chaeyoung yang
seragamnya sobek akibat Mina.
Wooseok tidak ingin
mencari tahu lebih lanjut. Ia yakin Yuto baik-baik saja. Baiknya ia
mengkhawatirkan kondisi Chaeyoung. “Kau baik-baik saja?”
Chaeyoung menggeleng.
“Baik, jika saja aku tidak bisa menahan emosiku.” Sambil menghembuskan napas
berat, Chaeyoung sempat mengalihkan pandangan mata ke arah lain. “Apa harusnya
ku hajar saja?”
Hangyul terkekeh, namun
Wooseok hanya menyunggingkan senyum. “Sedikit lagi sisi monstermu muncul.
Padahal aku ingin melihatnya.” Hangyul menggoda Chaeyoung yang justru dihadiahi
pukulan keras pada lengannya oleh Chaeyoung.
Kemudian Wooseok
mengajak dua adik kelasnya itu untuk meninggalkan Gudang sambil menemui Kogyeol
dan yang lainnya yang masih menunggu di luar. Kogyeol langsung mendekat begitu
melihat Chaeyoung juga sedang berjalan mengarah padanya. Tentu hal pertama yang
dilakukan pemuda itu adalah menanyakan keadaan Chaeyoung.
“Hyung!”
Semua menoleh ke arah
Dokyeom yang berlarian mendekat. “Gadis itu di bawa kabur.” Menyadari Kogyeol
tidak sendiri, Dokyeom menatap Wooseok, Hangyul dan Chaeyoung secara
bergantian. “Anak baru dari Jepang itu yang membawa Mina pergi. Apa sebenarnya
mereka bekerja sama?” terlihat ada nada tidak suka dari cara Dokyeom
menyinggung perihal Yuto yang membawa Mina pergi.
Chaeyoung menoleh ke
tempat Wooseok berada, meminta jawaban dari mulut Wooseok. Mungkin pemuda itu
tahu sesuatu, pikir Chaeyoung. Wooseok tidak bisa langsung menjawab, ia malah
melempar tatapan lagi pada Hangyul.
“Bukankah dia yang
memberi tahu tentang lokasi keberadaan Mina?”
Hangyul hanya
mengangkat bahu untuk menanggapi pertanyaan Wooseok. Jika memang kenyataan
begitu, rasanya Hangyul belum bisa percaya begitu saja. Hangyul menoleh ke arah
Dokyeom sambil bertanya, “bisakah kita tunggu informasi dari Kino hyung dulu?”
Wooseok hanya
mengangguk sambil menepuk pundak Hangyul sambil melihat ke arah belakangnya.
Tempat Kino dan Yuqi masih berada. Mereka belum beranjak dari tempat itu.
Tampak Kino masih mencoba membujuk Yuqi. “Kalian duluan saja,” kata Wooseok
sambil berbalik.
***
Yuto mendorong kasar
tubuh Mina untuk masuk ke dalam mobil milik gadis itu. Kemudian menutup pintu
dengan keras sebelum memutar dan masuk lalu duduk di kursi kemudi. Yuto memutar
kunci untuk menyalakan mesin mobil, tatapan sesekali melirik marah pada Mina.
Jika ada kesempatan melakukan sesuatu pada gadis itu, Yuto benar-benar akan
melakukannya sampai puas. Sebagai ganti membalaskan dendam pada seseorang yang pernah
menyakiti kekasihnya dulu.
Mobil yang dikendarai
Yuto mulai meninggalkan lokasi. Pergerakan mereka diketahui oleh Chaeyoung dan
yang lain ketika mereka hendak melangkah ke luar gerbang. Ternyata ada pintu
lain yang membuat kepergian Yuto bersama Mina tidak diketahui siapapun.
“Apa itu mereka?”
Hangyul memicingkan mata seraya berusaha mengingat nomor polisi mobil itu. “Aku
tidak hafal nomornya, tapi aku yakin itu mereka. Kenapa Yuto Hyung pergi
bersama Mina?”
Belum ada yang sempat
menjawab, sebuah mobil datang dari arah berlawanan dan mengalihkan perhatian
Chaeyoung, Hangyul, Kogyeol serta Dokyeom. Mobil itu tepat terparkir di belakang
mobil Chaeyoung yang dikendarai Kino sebelum datang ke sana.
“Jangan khawatir, itu
temanku.” Kogyeol berkata sesaat sebelum melangkah menghampiri temannya yang
baru saja tiba, Soo Il.
Sesaat, Chaeyoung masih
menatap ke arah jalanan kosong tempat Yuto menghilang bersama Mina. Di saat
yang bersamaan, Kogyeol juga sudah mengajak mereka pergi, namun Chaeyoung masih
belum bergerak. Beruntung Hangyul menyadari keberadaan gadis itu. Hangyul
berbalik hanya untuk menjemput Chaeyoung, menarik pelan tangan gadis itu untuk
ia ajak pulang menggunakan mobil milik temannya Kogyeol. Tanpa melakukan
pemberontakan, Chaeyoung tetap menurut mengikuti Hangyul meski tatapannya belum
beralih dari jalanan kosong itu.
***
Yuto mengatur aplikasi
penunjuk jalan sambil fokus menyetir. Tidak mempedulikan kondisi atau bahkan
posisi Mina disebelahnya. Sebelum ini memang ia mengabari seseorang menggunakan
ponsel Kino.
“Kau mau membawaku ke
mana?”
“Ke tempat di mana
tidak ada yang bisa menemukanmu,” jawab Yuto tanpa menoleh sama sekali.
Mina mendengus. “Apa setelah
itu kau akan membunuhku?” tanyanya lagi.
“Jika kau yang meminta,
akan ku kabulkan.”
Kali ini Mina tertawa.
Namun tidak sedikitpun membuat seorang Yuto tertarik untuk mengetahui apa yang
membuat Mina tertawa. Pemuda itu masih fokus menyetir sesuai aplikasi penunjuk
arah. Setelah seiktar setengah jam, mereka tiba di sebuah Gedung apartment.
Yuto memarkiran mobil di basement. Lalu ia ke luar, mengitari mobil
kemudian membukakan pintu disebelah Mina. Lagi, dengan sedikit kasar, Yuto
menarik tangan gadis itu untuk ke kuar dari mobil. Tentu saja tenaga Yuto jauh
lebih kuat dibanding Mina yang melakukan sedikit pemberontakan.
Yuto mendekatkan wajah
ke telinga Mina sambil berkata, “Aku tidak akan kasar jika kau tidak melakukan
tindakan bodoh.” Setelah itu Yuto menyelipkan jari-jari tangannya ke dalam
jari-jari tangan Mina. Kali ini ia menarik dengan lebih lembut dengan ekspresi
wajah agar Mina mau menurutinya kali ini saja.
Karena di mata Mina,
pemuda itu adalah Yuto. Pemuda yang sebenarnya tengah ia kagumi saat ini, atau
mungkin lebih dari sekedar kagum. Maka itu ia percaya, dan menuruti semua yang
Yuto pinta. Karena pemuda itu adalah Yuto. Jika Yuto benar-benar melakukan hal
‘gila’ padanya, gadis itu mungkin tidak akan dengan senang hati menerimanya.
Terdengar gila? Atau mungkin memang benar Mina sudah gila.
Yuto membawa Mina masuk
ke dalam lobi apartment. Masih dengan menggenggam tangan gadis itu, Yuto
mengangguk sopan pada security yang berjaga. Hanya berbasa-basi agar
tidak dicurigai jika ia ke sana dalam konteks ‘menculik’, bukan membawa
‘pacar’. Telebih dibagian wajah Yuto terdapat beberapa luka kecil. Yuto juga seperti
sudah terbiasa ke sana. Pemuda itu bahkan memiliki kartu akses memasuki wilayah
apartment elit tersebut.
Tepat setelah memasuki lift,
Yuto dengan tegas melepaskan genggamannya pada Mina. Sementara tangan lainnya
yang bebas menekan tombol lantai 11. Selama lift bergerak, Yuto hanya
diam, namun ia sadar jika Mina sama sekali tidak melepas tatapannya padanya.
“Jangan menatap seperti
itu. Aku tidak suka.”
Mina hanya tersenyum
samar, seolah ia tidak peduli dengan teguran Yuto. Lalu tidak lama setelahnya,
mereka tiba di depan pintu sebuah unit apartment. Yuto menekan bel beberapa
kali sampai pemilik apartment itu membukakan pintu. Mina hanya membelalakkan
mata melihat siapa pemuda yang membukakan pintu itu. Pemuda yang masih
menggunakan seragam sekolah yang sama seperti Yuto. Junyoung.
***
Mina, Yuto dan Junyoung
sudah duduk di ruang tamu yang berada di apartment Junyoung. Mina menatap
berkeliling tiap sudut ruangan yang bisa terjangkau matanya. Apartment itu
lebih mewah dibandingkan dengan apartment yang dirinya dan Yuto tempati. Yuto
dan Junyoung sama-sama sedang membuka kaleng minuman yang Junyoung sediakan
beberapa saat lalu.
“Jadi, aku akan dibunuh
di sini?” Mina menatap Junyoung dan Yuto secara bergantian. Namun Junyoung
justru ikut melempar tatapan pada Yuto.
“Dibunuh?” tanya
Junyoung dengan ekspresi meminta penjelasan terhadap Yuto.
Yuto hanya menepuk
pundak Junyoung. “Sudahlah, kuserahkan Mina padamu. Atau kau mau aku pergi dari
sini?”
Junyoung mengela napas
mendengar pertanyaan Yuto. “Jangan.” Ia kemudian melirik ke tempat Mina duduk.
“Apa kabar, Mina? Kapan terakhir kali kita mengobrol santai seperti ini?”
Mendengar pernyataan
Junyoung yang seperti itu, sontak membuat Yuto menegakkan badannya. Heran
melihat dua orang itu. Benar-benar sesuatu yang jauh dari bayangannya saat ini
ketika Junyoung meminta Yuto membawa Mina padanya. Junyoung hanya bilang akan
menjelaskan kenapa ia meminta Yuto membawa Mina ke tempatnya setelah mereka
sudah sampai di sana.
Sesaat Junyoung bisa
membuat Mina mengalihkan pandangannya dari Yuto, namun sedetik kemudian Mina
benar-benar mengalihkan padangannya dari Junyoung juga. Sedikit menengadah,
berusaha menahan tangis. Junyoung sedikit menunduk dan kembali menghela
napasnya, kasar. Mengepalkan kedua tangannya, berusaha meyakinkan diri untuk
benar-benar melakukan apa yang ia inginkan sekarang. Iya, melakukan itu.
Berpindah ke sebelah Mina, bahkan langsung memeluk tubuh gadis itu dan membuat
tangis Mina semakin menjadi.
Yuto hanya
mengernyitkan dahi melihat pemandangan di depannya. Dua sosok yang bahkan bisa
dikatan baru ia kenal dalam hitungan minggu. Terutama Mina, yang ternyata
adalah saudara tirinya. Sang ayah benar-benar menyembunyikan tentang
pernikahannya dengan ibunya Mina. Membohongi anak kandungnya sendiri.
“Kalau capek, kamu
boleh istirahat. Kamu boleh tinggalin semuanya.” Junyoung berujar pelan ke
telinga Mina. Membuat Yuto duduk dengan gusar. Tidak ingin mengganggu urusan
Junyoung, namun ia perlu melakukan sesuatu sebagai alasan bisa meninggalkan
mereka berdua. Jelas ia buth penjelasan tentang hubungan dua orang itu. Tapi
yang lebih ia butuhkan sekarang adalah menghindari keduanya.
“Ah, sudahlah.” Yuto
menggumam pelan, bahkan nyaris tidak terdengar. Junyoung menoleh saat Yuto
berdiri dan tanpa ijin memasuki area dapur apartment Junyoung. Setelah
menemukan kotak P3K di salah satu sudut dapur, Yuto membawa benda itu ke dekat
wastafel. Ia perlu membersihkan lukanya.
Selama membasuh wajah,
sesekali Yuto menghentikan kegiatannya, sibuk meyakinkan diri bahwa apa yang ia
lihat tentang Junyoung dan Mina adalah nyata. Sebenarnya Yuto sudah mengenal
Junyoung sebelum ini. Mereka sama-sama menggeluti Taekwondo dan sempat bertemu
di beberapa pertandingan mewakili negara masing-masing. Dan akhirnya mereka
bertemu lagi di sini, di SMA Paradise. Kemudian, dengan mata kepalanya sendiri,
Junyoung memperlakukan Mina dengan sangat lembut. Sedangkan Mina, tidak seperti
apa yang ia ketahui selama ini. Bertolak belakang dengan fakta jika Mina adalah
dalang dibalik ‘pengeroyokan’ Chaeyoung dan ‘penculikan’ Yuqi. Gadis itu
benar-benar berbeda saat bersama Junyoung.
-Don’t Touch me’s chat room-
Wooseok : “Bisa
dijelaskan anda @Kino berada di mana sekarang?”
Junyoung : “Di
apartmentku.”
Hangyul : “Hyung,
bagaimana bisa Yuto hyung di sana? Ia tadi membawa Mina pergi entah ke mana?”
Hangyul : “Tolong @Kino
hyung jelaskan.”
Junyoung : “@Yuto
bagaimana Yuqi?”
Junyoung : “Dan bagaimana Chaeyoung? @Hangyul”
Wooseok : “Mereka baik-baik saja. Lebih baik kalian
jelaskan apa yang terjadi sebenarnya?”
Yuto : “Aku dan Wooseok baru saja mengantar Yuqi
pulang.”
Merasakan ponsel di saku celananya terus bergetar,
Yuto mempercepat kegiatannya, mengeringkan tangan lalu merogoh saku celana
untuk mengeluarkan ponsel milik Kino yang masih ada padanya.
“Tenang, nanti aku yang
ceritakan semuanya pada mereka.”
Yuto yang sedikit
terkejut langsung menoleh. Junyoung sudah berada di sana. Membuka kulkas dan
mengeluarkan sebotol air dingin. Benar-benar terlihat tenang. Seakan ia
memegang kartu ‘AS’ dari segala permasalahan yang terjadi.
“Mina tertidur. Kau
boleh meninggalkannya di sini. Nanti aku yang akan mengantarnya pulang. Oiya,
kau bawa saja mobil Mina ke apartmentmu.” Junyoung seakan menjawab semua
pertanyaan di benak Yuto.
Yuto bisa sedikit
bernapas lega. Ia bisa melepaskan Mina di sini. Mengingat ia sebenarnya masih
menyimpan kesal terhadap Mina. Terlebih seharusnya ia bertemu dengan ibunya
sekarang. Namun ia malah terjebak dengan permainan konyol milik Mina. Ia
kemudian mengangguk tegas. Hanya menepuk pelan lengan Junyoung sebagai tanda
berpamitan. Lalu segera melesat pergi sebelum mungkin Mina kembali mengacau.
Saat melintasi ruang tamu, Yuto sempat menangkap melalui ekor matanya, gadis
itu tertidur di sofa dan Junyoung sudah menyelimutinya.
***
Yuto kembali ke tempat
tinggalnya. Saat di perjalanan, ia sempat menatap beberapa saat Gedung restoran
milik Chaeyoung. Harusnya ia ada di tempat itu. Sekarang. Mungkin sejak
beberapa jam lalu. Memeluk ibunya, bercengkrama dengan Chaeyoung dan dua
adiknya juga. Padahal sudah di depan mata. Tapi ia tidak bisa melakukan
sekarang. Mood-nya sedikit berantakan. Ia ingin bertemu ibunya dengan
membawa cerita baik dengan suasana hati yang baik juga.
Setelah memarkirkan
mobil milik Mina yang di bawanya, Yuto lebih memilih melesat masuk ke dalam
Gedung menuju unit apartmentnya. Perutnya lapar, namun tidak ingin mampir ke
tempat makan manapun. Mungkin nanti bisa delivery saja. Begitu ke keluar
lift, Yuto sibuk memainkan jarinya ke atas layar ponsel Kino. Mengecek
aplikasi pemesanan makanan. Begitu sampai di depan pintu, Yuto tidak langsung
masuk, masih fokus dengan ponsel sampai-sampai ia tidak menyadari jika ada
seseorang yang sedang memperhatikannya dari depan pintu apartment yang
berseberangan dengan miliknya.
Orang itu adalah
Chaeyoung. Masih dengan seragam kebesaran milik Hangyul, Chaeyoung berdiri di
depan apartment kakaknya sejak beberapa menit lalu tanpa ada niatan masuk ke
sana. Di saat-saat berat seperti ini ia hanya ingin bertemu kakaknya. Sementara
di depan Chaeyoung sekarang ini ada pemuda yang bisa dikatakan baru ia kenal
tapi seperti sudah lama mengenalnya. Terbesit keinginannya memeluk pemuda itu.
Karena orang itu adalah Yuto. Yuto yang ia tahu sebelum ini memiliki kehidupan
yang sama berat dengan dirinya. Namun harus ia tahan kuat-kuat. Yuto, orang itu
kini adalah pemuda yang tadi ia lihat pergi bersama seseorang yang
mencelakainya. Mencelakai temannya, Yuqi. Wajar jika Chaeyoung juga sempat
berfikir bahwa Yuto ternyata terlibat dengan Mina dan sukses membuatnya kecewa.
Meski hati kecilnya tidak ingin mempercayai hal itu.
Yuto menoleh. Sedikit
terkejut mendapati Chaeyoung di sana. Langkah Yuto yang mendekat membuat
Chaeyoung justru menjauh. Yuto hanya menghela napas sambil mengusap wajahnya.
Tidak perlu ditanyakan lagi, jelas penyebab Chaeyoung bersikap demikian karena
kepergiannya bersama Mina tadi. Tidak salah lagi.
“Aku tau kau marah
karena aku pergi bersama Mina,” kata Yuto. Chaeyoung masih diam. Sementara
salah satu tangan Yuto terulur untuk menarik gagang pintu dan membukanya.
“Kalau kau percaya padaku, ayo kita bicara di dalam.” Yuto menggeser tubuhnya,
memerikan jalan kepada Chaeyoung untuk lewat.
Chaeyoung menoleh ke
belakang, menatap pintu apartment kakaknya yang masih tertutup rapat hanya
untuk memantapkan hati. Apapun yang ia lihat tadi, Chaeyoung tetap memilih
untuk percaya pada Yuto. Gadis itu akhirnya berjalan ke arah pintu apartment
Yuto. Memasuki unit itu. Lalu Yuto menyusul setelahnya sambil menutup pintu di
belakangnya. Chaeyoung masih berdiri, Yuto meraih pergelangan tangan Chaeyoung
dan membawa gadis itu untuk berbalik badan menghadap padanya.
“Kau baik-baik saja?”
Yuto bertanya sambil merentangkan tangan Chaeyoung. Menatap gadis itu dari
kepala sampai kaki. “Bagian mana yang terluka?”
Chaeyoung masih diam.
Membiarkan Yuto melakukan apapun yang pemuda itu inginkan. Mencari luka yang
menggores kulit Chaeyoung. “Bukankah yang terluka itu Mina Sunbae?”
Yuto yang saat itu
sedang memeriksa bagian tangan kanan Chaeyoung, sontak menghentikan kegiatannya.
Chaeyoung sendiri juga tidak ada niatan menarik tangannya. Yuto akhirnya
menoleh pelan. Ia mendapati Chaeyoung sedang menatap lurus ke depan.
“Benar. Tapi aku tidak
tahu sedalam apa luka yang dimiliki Mina,” ujar Yuto dengan suara pelan namun
tegas. Seolah ia benar-benar tahu tentang kondisi itu. Bagaimana tidak?
Perlakuan Junyoung membuka sedikit mata Yuto tentang Mina. Biar bagaimanapun,
tetap ada alasan dibalik seluruh kejahatan yang dilakukan Mina.
Chaeyoung menoleh
perlahan, membalas tatapan Yuto. “Maksud Sunbae?”
Tidak ingin langsung
menjawab, Yuto memilih menarik lembut tangan gadis itu, dan ia bawa untuk duduk
berhadapan di sebuah sofa panjang yang berada di ruang tengah apartmentnya.
Beberapa saat setelah duduk, Yuto sama sekali tidak melepas genggaman tangannya
pada Chaeyoung. Lalu diam sesaat, memikirkan kalimat yang tepat untuk menjelaskan semuanya pada
gadis itu. Benar-benar tidak ingin terjadi salah paham sedikitpun. Yuto bahkan
sampai mengeluarkan ponsel milik Kino yang masih ada padanya. Membuka chat
dirinya dengan Junyoung, lalu menunjukkan semuanya pada Chaeyoung.
“Aku membawa Mina ke
apartment Junyoung atas permintaan Junyoung sendiri.”
“Junyoung Sunbae
yang itu?”
Yuto mengangguk pelan.
“Iya, yang tidak boleh di sentuh itu.”
“Lalu?”
Yuto kemudian
menjelaskan apa yang ia lihat selama berada di sana, di apartment Junyoung.
Tentang tatapan lembut Junyoung dan bagaimana Junyoung memeluk Mina sampai
akhirnya Yuto menemukan Mina tertidur di sana. “Aku belum mendapatkan informasi
lagi. Terakhir Mina masih berada di sana.”
Hening beberapa saat,
sampai Chaeyoung kembali buka suara. “Sunbae maaf-.“
“Aku yakin kalian semua
pasti sempat berfikir aku berada dipihak Mina?” Balas Yuto cepat, bahkan
sebelum Chaeyoung menyelesaikan kalimatnya. Mendengar satu kata ‘maaf’ itu saja
sudah bisa dipastikan bahwa kekhawatiran Yuto memang benar. Yuto tersenyum
sambil mengacak pelan puncak kepala Chaeyoung.
Chaeyoung mengusap
tengan Yuto yang sejak tadi masih bertaut dengan tangannya. “Sunbae,
bahkan harusnya kau hari ini…” Kali ini Chaeyoung benar yang menggantungkan
kalimatnya sendiri.
Yuto mengangguk.
Mengerti apa yang sedang dibahas Chaeyoung. “Aku juga ingin bertemu dengan ibu
detik ini juga. Tapi aku tidak ingin merusak suasana. Aku ingin bertemu ibu dengan
suasana hati yang baik. Tidak seperti sekarang.”
“Bagaimana kalau kita
pesan makanan saja? Aku yang akan traktir Sunbae.”
Wajah Yuto berubah
cerah. “Makanan dari restoranmu?”
Chaeyoung menggeleng
dengan wajah sedih. “Ayolah kali ini saja aku ingin makan-makanan lain.”
Yuto terkekeh melihat
ekspresi Chaeyoung. “Monster cantik sepertimu memiliki ekspresi imut juga
ternyata.” Tanpa sadar Yuto mencubit pipi Chaeyoung karena gemas dengan gadis
itu. Namun kejadian tersebut justru berakhir dengan kecanggungan dari keduanya.
Chaeyoung yang terkejut dengan perlakuan Yuto, dan Yuto yang terkejut karena
tidak menyangka ia melakukan hal tersebut pada Chaeyoung.
***
Esoknya~
Pagi-pagi sekali Yuto
sudah berada di salah satu taman kota. Berada di tengah-tengah keramaian warga
sekitar yang berolahraga pagi. Yuto duduk di sebuah bangku sambil menenggak air
minumnya setelah melakukan jogging selama sekitar 30 menit. Selang beberapa
saat, terlihat Kino datang. Yuto tidak terkejut menemukan Kino di sana—dengan
celana training pendek, kaos dan hanya menggunakan sendal sebagai alas kaki.
“Maaf aku kesiangan,”
kata Kino sambil menghempaskan badan di sebelah Yuto.
Yuto melirik sambil
mengangguk, memperlihatkan ekspresi kalau ia mengerti dengan situasi Kino.
“Gadis itu masih marah padamu?”
Kino menoleh cepat
dengan posisi tangan yang memegang ponsel Yuto sedikit terangkat. “Kau
mendengar berita dari mana?”
Yuto ikut mengangkat
tangan yang memegang ponsel Kino. Lalu meraihnya menggunakan satu tangan lagi
yang terbebas sambil meletakkan ponsel Kino diatas tangan pemuda itu yang
kosong setelah Yuto mengambil ponsel miliknya. “Dari Chaeyoung,” kata Yuto
menjawab pertanyaan Kino yang tadi.
Kino menunjukkan
ekspresi takjub. “Kalian sudah sedekat itu rupanya?”
Yuto mengangguk sambil
menatap ke arah lain dan tangannya memainkan ponsel. “Aku mungkin lahir dan
besar di Jepang, tapi hubungan ku dengan Chaeyoung tidak bisa dikatakan
sesederhana itu.”
“Maksudmu?” Kino
mengernyitkan keningnya. Jelas ia terkejut karena ada hal tentang Chaeyoung
yang tidak ia ketahui. Dan jutru ia mendengar hal itu dari seseorang yang juga
baru ia kenal.
Yuto menoleh lagi.
“Orang tuaku dan orang tua Chaeyoung bersahabat. Kami bahkan memiliki foto
bersama saat masih sangat kecil.”
“Ku kira selama ini aku
tahu segalanya tentang Chaeyoung.”
Yuto menepuk pundak
Kino. Kino terlihat seperti seseorang yang di khianati. “Kami bahkan baru
mengetahui hal itu. Kau juga tahu kan aku berada di sini untuk mencari ibuku?
Dan ternyata makanan yang setiap hari ku nikmati adalah masakan ibuku sendiri.”
“Bibi koki di restoran
Chaeyoung?”
Yuto hanya merespon
dengan anggukan. Tidak terlalu menanggapi kehebohan Kino karena tidak lama
setelah itu, Wooseok datang sambil membawa ransel karena hari Sabtu adalah
jadwalnya untuk latihan Muai Thai. Tidak jauh di belakang Woosek, tampak
Junyoung berjalan bersama Eunwoo. Mereka sibuk dengan ponsel masing-masing.
Yugyeom izin tidak bergabung karena ada sesuatu yang harus diurus. Sementara
Hangyul, pemuda itu berada di suatu tempat, Sedang menatap berkeliling seperti
mencari sesuatu, dan jarinya juga sibuk bermain di atas keyboard
ponselnya.
-Don’t Touch me’s chat room-
Hangyul :
“Sunbae-sunbae terhormat, kalian berada di mana?”
Hangyul : “Saya sudah
tiba di depan Gedung.”
Ke lima pemuda yang
sedang berada dalam satu lokasi kontan saja seling melempar tatapan satu sama
lain. Mereka sama-sama mempertanyakan tentang keberadaan Hangyul dan isi pesan
pemuda itu di group chat mereka.
-Don’t Touch me’s chat room-
Junyoung : “Di taman
tidak ada Gedung.”
Kino : “Hahahahahaha.”
Kino : “Di mana kau?
Tersasar ke mana?”
Wooseok : “Si bodoh ;D”
Wooseok memasukkan
ponsel ke dalam saku celananya sambil menggeleng melihat kelakuan Hangyul. “Dia
pasti berada di Gedung latihan kami.”
“Apa informasi dariku
masih kurang jelas?” Junyoung menatap satu persatu temannya yang berada di sana
dengan ekspresi serius. Sedikit merasa bersalah karena keberadaan Hangyul yang
tidak jelas di mana. Karena dirinyalah yang menyarankan untuk bertemu di taman
itu. Ia dan Eunwoo bahkan sama seperti Yuto, sempat berolahraga ringan sebelum berkumpul
dengan yang lainnya.
Kino juga sudah
memasukkan ponsel ke dalam saku celananya sambil berdiri. “Sudahlah, ayo cari café
terdekat. Aku lapar. Nanti kita beri tahu Hangyul untuk menyusul.”
Semuanya mengangguk
setuju dan langsung bergerak pergi dari taman yang masih saja ramai, padahal
hari sudah beranjak siang.
“Kau latihan jam
berapa?” tanya Eunwoo yang kebetulan berjalan beriringan dengan Wooseok.
“Jam 10, Hyung.
Jadi mungkin aku tidak terlalu lama berada di sana.”
***
Pagi itu di kediaman
Chaeyoung, terlihat Dongmyeong meletakkan piring berisi omelette ke atas
meja makan dengan sedikit kasar lalu duduk berseberangan dengan Dongju yang
sedang mengolesi selai pada roti tawar miliknya. Dua adik kembar Chaeyoung itu
bahkan masih mengenakan pakaian yang mereka gunakan saat tidur.
“Noona! Bisakah
kau menurut kali ini saja?” tegur Dongmyung dengan nada kesal.
Dongju yang bingung dengan
sikap Dongmyeong, sontak berbalik dan mendapati kakaknya yang berdiri di anak
tangga terakhir. Sudah lengkap dengan ransel yang biasa ia gunakan ketika ingin
pergi latihan Muai Thai.
“Tapi ini hanya
latihan,” sergah Chaeyoung yang kini sudah melepaskan sepatunya ke lantai.
Gadis itu kemudian berjalan mendekat dan bergabung dengan dua adiknya, lalu
duduk diantara Dongju dan Dongmyeong.
“Ku mohon kali ini
saja. Aku akan tetap melarangmu.” Dongmyeong berujar sambil menatap Chaeyoung,
lembut. Meski kesal, ia bahkan tidak bisa marah berkepanjangan dengan kakaknya
itu. Kali ini terlihat seperti Dongmyeong adalah kakaknya Chaeyoung.
Chaeyoung hanya
menghela napas sambil meraih gelas susu yang berada tidak jauh dari piring omelette
milik Dongmyeong. Dongju sendiri hanya menggeleng melihat sikap kakaknya.
“Akibat kejadian itu,
kau mendapati cedera. Jika kau tetap melakukan olahraga berat seperti ini,
cederamu bisa bertambah dan bisa berakibat fatal. Ayolah Noona, hanya
kau dan Dongwoon Hyung yang kami miliki.”
Chaeyoung membatalkan
niat untuk menenggak susu ditangannya. Mendadak kehilangan nafsu untuk sarapan.
“Aku butuh melindungi diri.”
Pernyataan Chaeyoung
membuat Dongmyeong melepaskan garpunya dengan kasar lalu menautkan kedua
tangannya dan dengan bertumpu pada siku yang menempel di permukaan meja.
Berusaha bersabar menghadapi Chaeyoung yang entah kenapa tiba-tiba bersikap
kekanakan. Harusnya gadis itu mengerti tentang kondisi tubuhnya.
Sebenarnya beberapa hari lalu Chaeyoung mengeluh sakit
di beberapa bagian tubuh. Terutama bagian tangan dan kaki. Tanpa pikir panjang,
dua anak kembar itu membawa Chaeyoung untuk memeriksakan diri. Dan baru semalam
hasil pemeriksaan Chaeyoung ditambil oleh Dongju dan Dongmyeong, tanpa
Chaeyoung karena gadis itu baru saja mengalami kejadian buruk lagi. Dua anak
kembar itu tentu tidak ingin mengambil resiko jika Chaeyoung harus ikut ke
rumah sakit hanya untuk mengambil hasil pemeriksaan.
“Aku janji aku tidak
akan…”
Dongju terlihat
menempelkan ponselnya ke telinga. “Halo, Dongwoon Hyung.”
“Oke aku tidak akan
pergi!” seru Chaeyoung. Terkejut karena Dongju tiba-tiba menelepon Dongwoon.
Chaeyoung bahkan sampai berdiri dan merebut paksa ponsel milik Dongju. Sedetik
kemudian, Chaeyoung merasakan hatinya mencelos. Hanya terlihat wallpaper
pemadangan di layar ponsel Dongju. Adiknya itu tidak benar-benar menghubungi
ponsel Dongwoon. Saat mendongak, Chaeyoung mendapati dua adiknya itu terkekeh
pelan, menertawakan kebodohannya sambil saling menautkan kepalan tangan mereka.
***
“Aku kenal dengan Mina
sejak kelas 5 SD. Mina murid baru di sekolahku. Dia anak yang ceria dan polos. Namun
banyak anak yang entah kenapa menjauhi Mina. Lalu akhirnya kami berteman karena
rumah kami ternyata cukup berdekatan. Sebelum ini juga dia berasal dari
keluarga yang tergolong biasa saja. Kita semua juga tahu jika salah satu
pemilik saham di sekolah hanya ayah tiri Mina.”
Mereka semua
mendengarkan cerita Junyoung dengan serius sambil sesekali menikmati minuman
yang mereka pesan. Terutama Yuto. Ketika Junyoung ‘menyinggung’ tentang
ayahnya, Yuto berusaha tidak menunjukkan ekspresi yang berlebihan. Hangyul juga
sudah berada di sana sejak beberapa menit lalu. Meski ia menjadi yang terakhir
datang, namun Junyoung sepakat untuk memulai ceritanya tentang Mina jika
Hangyul sudah bergabung dengan mereka di sana.
“Ayah kandung Mina
termasuk orang yang kasar. Ibunya sering menjadi korban kekerasan. Tidak
terkecuali Mina, meski tidak sesering ibunya. Lalu ketika baru masuk SMP, orang
tua Mina bercerai. Dan saat itu aku juga masih sering berinteraksi dengan Mina.
Namun selang beberapa bulan kemudian, Mina dan ibunya pindah. Entahlah, banyak
rumor yang beredar setelah itu. Salah satu yang ku dengar adalah ibunya menikah
lagi.”
Setelah
menyelesaikan kalimatnya, Junyoung memberi jeda sesaat sebelum melanjutkan
kembali. Ia menyeruput vanilla latte-nya dan mengambil sepotong pizza
lalu memakannya.
“Secepat
itu ibunya menikah lagi?” tanya Wooseok. Hangyul dan Eunwoo terlihat mendukung
ucapan Wooseok seolah mewakili mereka.
Namun
tidak untuk Kino yang justru menjatuhkan tatapan pada Yuto yang duduk tepat si
seberangnya. Yuto masih tampah masih menyibukkan diri dengan minumannya. Tapi
pemuda itu sadar jika Kino lebih tertarik padanya perihal pembahasan Mina.
“Kalian
penasaran kenapa ibunya Mina secepat itu menikah lagi?” Yuto berujar sambil
mengangkat kepala, menatap satu-persatu temannya tersebut karena mengambil alih
pembahasan tentang Mina. “Karena laki-laki yang ia nikahi adalah dari masa
lalunya. Atau kalian mungkin lebih akrab dengan istilah mantan kekasih?”
“Kau
kenal dengan laki-laki itu, Hyung?”
“Gyul!”
Desis Kino sambil menyikut lengan pemuda yang kebetulan duduk di sebelahnya
karena mengeluarkan pertanyaan seperti itu pada Yuto. Hangyul hanya menoleh
dengan ekspresi wajah ‘Apa salahku?’.
Tidak
disangka Yuto mengangguk. “Laki-laki itu adalah ayahku.”
Eunwoo
dan Wooseok menoleh cepat. Junyoung tersedak minumannya. Lalu ada yang berujar
pelan, namun terdengar seperti umpatan kasar. Kino yang sejak tadi memang
memperhatikan Yuto, hanya melebarkan matanya.
“Jadi,
kau dan Mina. Saudara tiri? Eh, apa? Saudara tiri!” seru Hangyul hingga membuat
orang-orang di sekitar sana menoleh padanya karena keributan pemuda itu. Namun
Hangyul tidak peduli. Hangyul bahkan tidak sadar jika awalnya hanya ia yang
merespon datar. Karena saat itu ia sedang sibuk memisahkan bawang dari
makanannya.
“Kejutan
apa lagi kali ini?” tanya Eunwoo tanpa melepaskan tatapannya pada Yuto.
Yuto
sendiri memilih kembali menyesap kopinya.
“Aku
jadi tidak memiliki nafsu makan,” kata Hangyul yang sedetik kemudian sudah
menyuapkan makanan ke mulutnya.
Junyoung
mengerutkan dahi melihat kelakuan Hangyul. “Aku jadi tidak habis pikir, siapa
gadis yang suka padamu? Apa dia tahu kelakuanmu di belakang?” Junyoung
menggeleng dengan persepsinya sendiri tentang Hangyul.
“Ku
rasa alasan aku dimasukkan ke sini sedikit berbeda dengan kalian. Bukan karena
suka tapi karena dendam, hahaha.” Hangyul menertawai pemikirannya sendiri.
Karena selama ini ia tidak merasa pernah memiliki penggemar. Siswi perempuan
yang dekat dengannya hanyalah Chaeyoung. Dan sangat musatahil jika Chaeyoung
berada di pihak Mina dan memiliki perasaan khusus dengannya.
***
Yuto
terlihat menyebrang dari arah Gedung apartmennya menuju restoran milik
Chaeyoung. Setelah pertemuan dengan Kino dan yang lainnya selesai, Yuto
memutuskan kembali pulang untuk mandi dan berganti pakaian. Seharusnya sejak
kemarin ia sudah bertemu dengan ibunya. Namun ada beberapa hal yang menghalanginya
menemui salah satu koki yang dimiliki restoran Chaeyoung tersebut.
Yuto
berhenti sejenak—hanya beberapa meter dari pintu masuk restoran
Chaeyoung—karena melihat seorang pemuda yang tidak asing dimatanya. Pemuda
dengan kaus dan celana training yang membawa sebuah ransel dipunggungnya. Belum
ada satu jam sejak mereka bertemu di café tadi pagi. Pemuda tersebut adalah
Hangyul yang saat ini belum menyadari keberadaan Yuto karena ia berjalan sambil
sibuk dengan ponselnya.
“Ku
kira jadwal latihanmu belum selesai.”
Sontak
Hangyul berhenti dan mendongak. Tidak terlalu terkejut mendapati Yuto berdiri
di sana. Ia tahu pemuda itu memang tinggal di daerah sana dan Yuto juga sudah
berpamitan pulang lebih dulu.
“Tidak
bersama Chaeyoung?” tanya Yuto lagi karena tadi Hangyul tidak merespon
ucapannya.
Hangyul
menggeleng sambil memasukkan ponselnya ke saku celana. “Aku tidak jadi pergi
latihan. Dan Chaeyoung juga tidak latihan.”
Yuto
mengerutkan kening. “Kenapa? Dia sakit?”
Hangyul
berpikir sejenak. “Iya sakit, tapi bukan karena sakit demam atau sejenisnya.”
“Maksdumu?
Chaeyoung kenapa?” desak Yuto.
“Aku
juga belum tahu detail karena aku tahu dari Wooseok Hyung, dan Wooseok Hyung
sendiri tahu dari Dongmyeong atau Dongju gitu, aku sedikit lupa.” Hangyul
melirik sekilas ke tempat Yuto berdiri. Pemuda di hadapannya itu diam dan
menatapnya balik. Lebih tepatnya menunggu Hangyul menyelesaikan kalimatnya. Jelas
saja apapun yang menyangkut tentang Chaeyoung, Yuto akan merasakan penasaran
berlebih. “Chaeyoung tidak boleh bertangding, maksudku seperti ‘fight’, kau
paham kan? Akibat pengeroyokan terhadap Chaeyoung setengah tahun lalu. Kalau
Chaeyoung kembali mengalami posisi seperti dulu itu, cederanya akan kambuh dan
mungkin berakibat fatal.”
Selama
Hangyul bercerita, Yuto mengepalkan tangannya dan mengalihkan pandangannya ke
arah lain. Rasa sakit itu kembali menjalari hati Yuto. Mendengar tiap detail
cerita hidup Chaeyoung membuatnya kembali teringat mendiang Sana. Keduanya
sudah tidak memiliki orang tua. Hanya saja Chaeyoung masih memiliki Hangyul,
dua adik kembar, dan beberapa teman lainnya seperti Kino juga Wooseok. Tidak
seperti Sana yang hanya ‘memiliki’ dirinya. Sana tidak memiliki adik atau
kakak. Gadis itu hanya tinggal bersama bibi dan pamannya.
“Ah, Hyung.
Memikirkan Chaeyoung membuatku lapar.” Hangyul menggerutu. Tanpa menunggu
reaksi Yuto, pemuda itu sudah bergerak mendahului untuk masuk ke dalam.
Yuto
menyusul kemudian. Ia berjalan sedikit di belakang Hangyul. Menunggui pemuda
itu yang sedang berbincang dengan Dongju yang seperti biasa duduk di balik
mesin kasir. Tidak seperti biasa, Yuto seperti bingung harus bersikap seperti
apa saat ini. Biasanya setelah menyapa Dongju atau Dongmyung, Yuto akan
langsung mencari meja kosong dan memesan makanan.
Saat
Hangyul bergerak, Yuto kembali menyusul. Hangyul bahkan sampai terkejut saat ia
berbalik lalu hendak duduk di salah satu kursi kosong dan mendapati Yuto di
sana.
“Astaga!”
Hangyul memekik sambil memegangi dadanya. Benar-benar terkejut. Melihat itu,
Yuto hanya tersenyum canggung.
“Hahaha,
iya bibi nanti aku akan melakukan sesuai saranmu.”
Yuto
menoleh ke arah pintu yang menghubungkan dengan dapur setelah mendengar ada
sedikit keributan. Bukan keributan yang bagaimana, hanya saja tampak terlihat
Dongmyung muncul dengan tawa khasnya bersama dengan seorang wanita paruh baya
yang terlihat masih cantik untuk ukuran wanita seusianya. Wanita itu—Chaeyoung
menyebutnya bibi Hana—juga tertawa bersama Dongmyung.
“Chaeyoung
hanya mengerti berkelahi.”
“Iya
bibi benar sekali. Kadang aku berfikir Chaeyoung Noona adalah
laki-laki.” Dongmyung tertawa lagi, bersama bibi Hana.
Mereka
tidak menyadari jika ada seseorang yang sedang memperhatikan mereka dengan
perasaan bercampur aduk. Yuto. Langkah pemuda itu seperti tertahan. Sampai
akhirnya mata itu saling bertemu. Mata bibi Hana dan Yuto. Hanya sekali lihat
Yuto bisa mengetahui jika wanita itulah yang ia cari selama ini. Yang ia
rindukan setengah mati. Namun berbeda dengan bibi Hana. Wanita itu memang
mengenali Yuto sebagai pelanggan tetap di sana. Namun akhirnya senyuman di
bibir bibi Hana memudar perlahan. Semakin lama ia menatap Yuto, semakin
membuatnya teringat sesuatu. Teringat seorang pria bernama Keigo Nishimoto.
Bibi
Hana sontak membalikkan badan. Dongmyung yang menyadari keberadaan Yuto sudah
ingin menyapa pemuda itu, namun ekspresi Yuto seperti menandakan ini bukan
saatnya untuk saling sapa.
Brak!
Chaeyoung
yang baru tiba mejatuhkan paper bag berisi buku pelejaran milik
Dongmyung yang ia bawa. Chaeyoung berlari menghampiri bibi Hana. Melewati Yuto
dan Dongmyung begitu saja. Gadis itu kemudian memeluk bibi Hana dari belakang.
Bibi Hana sudah terisak di sana, membuat Chaeyoung semakin mengeratkan
pelukannya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar