Author :
Annisa Pamungkas
Main Cast : Infinite (Sungyeol, Hoya, Sunggyu,
Myungsoo,
Dongwoo, Woohyun, Sungjong)
Original cast :
Hye Ra, Haesa, Eun Gi
Support cast :
Boy Friend (Jeongmin, Hyunseong, Minwoo,
Donghyun, Youngmin, Kwangmin)
Genre
: teen romance, family
Length : part
***
“Lee
Sungyeol!”
Sungyeol
baru saja tiba di rumah, dikejutkan dengan suara seseorang yang memanggilnya
dari arah dapur. “Ibu sudah pulang?” Ia justru melontarkan sebuah pertanyaan
pada ibunya. Sementara sang ibu hanya memberi kode agar Sungyeol melihat jam
dinding di ruangan tersebut. “Maaf, bu. Aku tidak sadar kalau pulang telat dari
café.”
“Kau
tidak mengajak Hye Ra?” Tanya ibu Sungyeol penuh harap. Ia sepertinya sudah
sangat merindukan sosok adik dari bos pemilik café tempat anaknya bekerja.
“Ibu…”
“Baiklah
kalau kau tak ingin menjawab yang itu,” sela ibu Sungyeol yang sudah menduga
sebelumnya. Sungyeol pulang dengan sedikit kacau. “Tapi kau pasti bisa
menjelaskan, kenapa ada baju basah di belakang? Kau berenang dengan seragam
café lengkap seperti itu?”
Andai
bisa memilih, tentu Sungyeol akan menjawab pertanyaan pertama dari ibunya dari
pada ia harus menjelaskan kronologi kejadian di kolam renang sekolah Hye Ra
tadi siang. Sungyeol lebih memilih duduk di kursi makan untuk bisa sekedar
menenangkan diri sesaat.
“Oke…
oke… ibu tidak akan bertanya lagi,” seru ibu Sungyeol mengalah. “Hanya saja ibu
ingin mengingatkan. Besok adalah hari terakhirmu bekerja di café itu.”
“Hk…!”
Sungyeol tersedak karena mendengar ucapan ibunya ketika tengah menenggak
minumannya. Setelah di rasa cukup reda, Sungyeol mendongak dan mendapati ibunya
tengah menatapnya.
“Kenapa
menatap ibu seperti itu?” Tanya wanita itu pada anaknya. Ia sama sekali tidak
khawatir apalagi membantu ketika Sungyeol tersedak akibat perkataannya.
Sungyeol
menghela napas, pasrah. Tidak mungkin juga ia melawan ibu kandungnya sendiri. “Aku
sudah bertemu Haesa,” kata Sungyeol yang tentu saja sukses membuat ibunya
terkejut. Namun sedetik kemudian, ibunya berusaha untuk tak mempedulikan hal
itu lagi. Sungyeol menyentuh tangan ibunya.
“Jangan
bawa-bawa nama Haesa untuk merayu ibu. Lusa, kau harus tetap meninggalkan café
itu,” putus ibu Sungyeol. Beliau sudah hampir beranjak dari maja makan, namun
Sungyeol menahannya. “Ibu tidak akan bisa menemui Haesa karena perjanjian
dengan ayahmu. Jika aku berani menemui Haesa, dia akan membawamu bersamanya.
Begitu pula sebaliknya.”
Sungyeol
menggeleng seolah ibunya tak mengetahui sesuatu. “Aku sudah bertemu ayah
beberapa hari yang lalu. Dan beliau berjanji tidak akan membawaku tinggal
bersamanya jika ibu menemui Haesa,” jelas Sungyeol. Ia lalu menggenggam tangan
sang ibu dengan ke dua tangannya. “Ibu juga jangan khawatir. Besok aku akan
bicara pada Sunggyu hyung tentang pengunduran diriku dari café.”
Ibu
Sungyeol menatap anaknya penuh haru. Sungyeol ikut tersenyum melihatnya.
“Setelah bertemu Haesa, bisa kau pertemukan ibu dengan Hye Ra juga?” pinta ibu
Sungyeol dan kali ini sukses membuat senyum di bibir Sungyeol lenyap.
“Sepertinya rasa cinta ibu ke Hye Ra lebih
besar dari perasaanku. Mungkin juga ibu lebih menyayangi Hye Ra dari pada aku
yang anak kandungnya sendiri,” keluh Sungyeol sedikit frustasi.
***
“Myungsoo!
Minwoo!” teriak Hye Ra yang sudah berada di depan pintu rumah sepupunya itu.
“Buka pintunya!” lanjutnya, kali ini sambil menggedor pintu dengan tidak sabar.
“Apa-apaan
kau, Hye Ra!” protes Myungsoo setelah membuka pintu dan mendapati gadis itu di
sana. Ia masih sedikit menguap dan mengusap matanya karena Hye Ra datang cukup
pagi sekali. Gadis itu bahkan masih menggunakan piyama tidurnya sejak semalam.
“Aku
mau bertemu Minwoo,” kata Hye Ra yang dengan tidak sabar menerobos masuk hingga
punggung Myungsoo menubruk daun pintu di balakangnya.
“Kau
ini kenapa?” teriak Myungsoo. Kesal dengan sikap Hye Ra pagi itu. Ia juga
memilih mengikuti Hye Ra sampai ke kamar Minwoo.
Hye
Ra mengetuk pintu sebuah kamar. “Minwoo kau di dalam?” teriaknya. Namun karena
tak ada jawaban, Hye Ra memilih kembali menerobos masuk ke dalam kamar adik
sepupunya itu.
“Noona!”
pekik Minwoo yang baru saja ke luar dari kamar mandi dan hanya mengenakan
handuk sebatas pinggang.
“Aaaa!
Minwoo!” Hye Ra tak kalah terkejutnya dengan Minwoo.
Myungsoo
yang memang mengikuti langkah Hye Ra, langsung menutup mata gadis itu dan
memutar tubuh Hye Ra agar membelakangi Minwoo. “Minwoo! Sana masuk!”
perintahnya.
“Iya
iya, hyung.” Tanpa pikir panjang, Minwoo menuruti perkataan kakaknya untuk kembali
ke dalam kamar mandi. “Hyung! Pakaianku di luar!” teriak Minwoo dari dalam
kamar mandi.
Myungsoo
langsung gelagapan dan memeriksa hampir tiap sudut kamar Minwoo. “Aku akan
membawa Hye Ra ke luar,” kata Myungsoo dengan teriakan juga. Ia lalu menyeret
Hye Ra agar meninggalkan kamar Minwoo sementara gadis itu masih sibuk menutup
mata dengan kedua tangannya. Myungsoo menutup pintu kamar Minwoo dari luar.
“Lain kali jangan masuk kamar orang lain seenaknya,” cibir Myungsoo.
Dengan
perlahan Hye Ra menurunkan kedua tangan yang menutupi wajahnya. Takut-takut, ia
mulai membuka mata dan mendapati dirinya sudah tidak berada di dalam kamar
Minwoo. Setelah itu Hye Ra menghela napasnya, lega.
“Sebenarnya
ada apa kau mencari Minwoo sepagi ini?” Tanya Myungsoo untuk yang kesekian
kalinya.
“Semalam
Minwoo mengirimiku pesan, tapi baru ku baca tadi pagi.”
“Iya…
maksudku, kalian ada masalah apa? Dan apa yang dibicarakan Minwoo dalam pesan
itu?”
“Tentang
Sungyeol oppa,” kata Hye Ra dengan suara pelan.
“Sungyeol
karyawannya Sunggyu hyung?” Tanya Myungsoo memastikan.
Namun belum sempat Hye Ra
menjawab, Minwoo lebih dulu muncul di balik pintu kamarnya. Myungsoo dan Hye Ra
menoleh bersamaan.
“Minwoo aku baru membaca pesanmu tadi pagi,” kata Hye Ra.
“Minwoo aku baru membaca pesanmu tadi pagi,” kata Hye Ra.
***
“Sebenarnya
aku cukup menyayangkan kalau kau harus meninggalkan café ini,” kata Sunggyu
ketika ia berbicara hanya dengan Sungyeol di ruangannya di café.
Sungyeol
yang duduk berseberangan dengan Sunggyu, juga sedikit menyesal dengan
keputusannya untuk berhenti bekerja di café Sunggyu. Meski ini memang sudah
mereka sepakati sejak awal. Sungyeol hanya bekerja di café selama beberapa
bulan saja. Dan jika bukan karena harus melanjutkan kuliah dan membantu ibunya
mengelola restoran, Sungyeol pasti lebih memilih bertahan di sana lebih lama.
Alasannya karena ia memang nyaman bekerja di sana, dan… karena Hye Ra.
“Aku
suka dengan kinerjamu selama bekerja di sini. Kau cukup baik menjaga café. Dan…
kau juga memperlakukan adikku dengan sangat baik,” lanjut Sunggyu.
Sungyeol
yang sejak tadi diam semakin membeku karena perkataan Sunggyu tadi. Selama ini
ia memang memperlakukan Hye Ra dengan sangat-sangat baik karena Hye Ra adalah
gadis yang ia cintai.
Sunggyu
terkekeh canggung. Begitu pula dengan Sungyeol karena memang kecanggungan yang
mendominasi mereka.
“Oiya,
hyung.” Sungyeol tampak berdiri. Di tangannya telah siap sebuah celemek
pinggang yang ia gunakan selama bekerja di café Sunggyu. “Seperti saat pertama
kali hyung menerima aku bekerja di sini, sekarang aku ingin mengembalikan padamu
barang berharga ini.” Ia pun menyerahkan celemek ke tangan Sunggyu.
Sunggyu
sekuat tenaga mengangguk. Ia lalu memeluk Sungyeol singkat sebelum akhirnya
memaksa diri untuk menerima lipatan celemek dari tangan ‘mantan’ karyawannya
itu.
***
Aku hampir mati tenggelam hanya demi sebuah
benda kecil namun sangat berarti untukku. Kenangan terakhir yang ditinggalkan
ayah dan ibu. Beruntung aku masih dapat hidup karena ada seseorang yang
menyelamatkanku. Pemuda itu… SUNGYEOL. Tapi sayang aku belum sempat mengucapkan
terima kasihku padanya. Bagaimana caranya? Aku bahkan tidak sempat mengingat
wajahnya. Ku harap suatu hari nanti bisa bertemu dengannya meski hanya sekali
saja untuk mengatakan ‘Terima Kasih Sungyeol karena telah menyelamatkanku’.
Myungsoo
menatap tak percaya pada tulisan di hadapannya. Ia lalu menoleh dan menatap Hye
Ra seakan menuntut penjelasan. “Jadi, Sungyeol yang kau maksud itu benar-benar
Sungyeol yang bekerja di café Sunggyu hyung?”
Hye
Ra tampak mengangkat bahu. Sementara Minwoo hanya mampu mengawasi kakak dan
sepupunya itu dari sofa tempatnya duduk sekarang.
Ketika
Myungsoo sibuk mencerna bukti-bukti kemungkinan pemuda yang menyelamatkan Hye
Ra dulu, gadis itu sendiri justru sibuk dengan dunianya sendiri. Ingatan-ingatan
tentang Sungyeol dan pemuda yang menolongnya di kolam renang itu silih berganti
memenui pikiran Hye Ra.
“Hye
Ra!”
Gadis
itu tersentak dan langsung menoleh ke arah Myungsoo yang kebetulan duduk di
sampingnya. Ketika Myungsoo menyebut nama ‘Hye Ra’, gadis itu justru mendengar
jeritan suara pemuda yang dulu menyelamatkannya. Serta suara-suara milik
Sungyeol yang sudah sering ia dengar ketika menyebutkan namanya.
“Ku
rasa noona harus bertemu dengan Sungyeol hyung untuk memastikan kebenaran
semuanya,” kata Minwoo memecah keheningan sekaligus memberikan sarang yang
sangat tepat.
Hye
Ra hanya mengangguk setuju. Karena tidak ada lagi yang bisa ia lakukan selain
seperti yang dikatakan Minwoo padanya.
Myungsoo
menyentuh pundak Hye Ra hingga gadis itu menoleh. “Aku ganti pakaian dulu.
Setelah itu kita ke café Sunggyu hyung.”
***
“Hyung,
sepertinya café mulai ramai,” kata Sungyeol setelah keluar dari ruangan Sunggyu
dan melihat pemandangan café pagi itu.
Belum
sempat Sunggyu merespon ucapan Sungyeol, karyawannya yang baru saja
mengundurkan diri itu justru sudah melesat ke arah meja bar. Tujuan Sungyeol
adalah jendela yang menghubungkan dapur dengan meja bar karena ia melihat
Woohyun baru saja meletakkan piring-piring berisi makanan di sana.
“Ku
mohon biar aku saja yang mengantar.” Sungyeol sedikit menyerobot dan setengah
memaksa ketika Jeongmin sudah ingin mengangkat baki berisi pesanan pelanggan
tersebut.
“Tapi…”
Jeongmin tak jadi protes.
“Ini
yang terakhir,” kata Sungyeol setengah memohon dan segera saja ia melesat ke
luar meja bar untuk mengantarkan pesanan pelanggan.
Sunggyu
tertegun melihat semangat kerja Sungyeol. Tiba-tiba ia tersentak karena ada
seseorang yang sudah merangkulnya dari arah belakang. Saat menoleh, Sunggyu
mendapati Woohyun yang juga tengah mengawasi Sungyeol dengan tatapan kagum. Di
sana Jeongmin juga tampak ikut bergabung dengan Woohyun dan Sunggyu.
“Besok
aku akan benar-benar kehilangan salah satu karyawan terbaikmu, hyung.” Woohyun
melirik Sunggyu setelah menyelesaikan kalimatnya.
Sunggyu
juga menatap Woohyun sesaat sambil tersenyum tipis sebelum akhirnya kembali
mengawasi Sungyeol. Sudah tidak ada kata yang bisa mewakili perasaannya saat
ini.
Ketika
Sungyeol kembali, buru-buru Jeongmin menambar baki kosong di tangan Sungyeol.
“Kau sudah tidak bekerja lagi di sini. Dan jangan membuat Sunggyu hyung
memecatku karena aku tak bertanggung jawab dengan pekerjaanku sendiri,” kata
Jeongmin seakan tak suka dengan perlakuan Sungyeol. Tapi tentu saja tatapannya
dinginnya itu tak sungguhan. Jeongmin hanya bercanda untuk menggoda Sungyeol.
Karena setelah itu ia dan yang lain tertawa bersama.
“Aku
akan merindukanmu,” kata Hyunseong.
Sungyeol menoleh dan
mendapati Hyunseong sudah merangkulnya. Persis seperti yang dilakukan Woohyun
pada Sunggyu. Ia terkekeh karena Jeongmin juga melakukan hal yang sama di sisi
yang lainnya.
“Ku
ingatkan sekali lagi. Hye Ra sangat suka milk shake stroberi. Sedangkan Sunggyu
hyung lebih suka susu atau kopi,” ujar Sungyeol sebelum ia benar-benar
meninggalkan café pada akhirnya. Untuk sekedar memastikan bahwa baik Jeongmin
ataupun Hyunseong tak melupakan hal-hal kecil seperti apa yang ia katakan tadi.
“Kalau
aku. Apa kau ingat apa minuman kesukaanku?” seru Woohyun penuh semangat
sekaligus setengah menguji Sungyeol.
Sungyeol
sedikit memutar bola matanya. “Kalau kau, hyung. Apapun minuman yang ku buat,
kau pasti akan langsung menghabiskannya,” ledek Sungyeol.
“Tapi
aku tak suka milk shake!” protes Woohyun. Lalu sedetik kemudian mereka kembali
tertawa.
***
Baru
saja mobil Myungsoo berhenti di parkiran café Sunggyu, Hye Ra sudah melompat
turun. Tak jauh dari sana, ada seorang pemuda ke luar dari dalam café. Hye Ra
segera menghampirinya karena ia yakin itu Sungyeol meski sudah tak mengenakan
seragam café. Pemuda tadi sudah membuka kunci mobil dari jarak beberapa meter.
Dan tiba-tiba Hye Ra sudah menahan tangannya. Pemuda yang benar Sungyeol itu
langsung membalikkan badan.
“Hye
Ra?” seru Sungyeol sedikit terkejut bahkan sampai melepas kacamata hitamnya
untuk memastikan ia tak salah lihat. Pemuda itu senang bisa melihat Hye Ra
sebelum benar-benar meninggalkan café karena ketika bersama Sunggyu, ia tak
berani menanyakan perihal Hye Ra. Tapi tampaknya Sungyeol tak mendapatkan apa
yang ia inginkan sebenarnya.
Hye
Ra justru menatap Sungyeol tajam dan sangat tak bersahabat. Ia juga sedikit
membulatkan mata ketika menangkap kalung yang dikenakan Sungyeol. Meski telah
lama hilang, tapi Hye Ra sama sekali tak melupakan bentuk aslinya.
Hye
Ra sampat memejamkan mata sejenak sambil menghirup udara banyak-banyak karena
rasa sesak di dadanya. “Jadi oppa sudah tau siapa aku?”
Sungyeol
membeku mendengar pertanyaan tajam Hye Ra. Tamatlah riwayatnya. Bahkan langsung
di tangan gadis ini. “Hye Ra, aku…”
“Kenapa
oppa tak pernah mengatakan sebelumnya?” seru Hye Ra dengan nada tinggi. Ia
bahkan sampai memotong ucapan Sungyeol tadi.
Sementara Myungsoo dan
Minwoo hanya mampu mengawasi dari jauh. Myungsoo juga memperhatikan mobil
Sungyeol. Pikirannya tiba-tiba jatuh pada beberapa hari lalu ketika ia
menjemput Eun Gi yang ingin bertemu Hye Ra. Dan mobil itu adalah mobil yang
sama seperti yang digunakan Sungyeol waktu itu.
Sungyeol
berusaha menenangkan diri dari tatapan membunuh yang di lancarkan Hye Ra. “Untuk
apa? Bukankah kau tak mengenalku sebelumnya?”
Deg!
Hye Ra terperangah dengan ucapan Sungyeol yang di luar dugaannya. Ia
mengerjap-ngerjap tak percaya dengan apa yang baru saja Sungyeol lakukan
padanya. Hye Ra menatap Sungyeol nanar. Tanpa sadar air matanya menetes.
“Hye
Ra maafkan aku,” kata Sungyeol lemah. Tubuhnya ikut melemas melihat air mata
Hye Ra yang semakin deras.
Hye
Ra menyeka tepi matanya yang basah dengan kasar menggunakan ujung lengan baju
piyamanya yang panjang. Dadanya sudah kian sesak. Ingin sekali Hye Ra memaki
Sungyeol tepat di depan wajah pemuda itu. Tapi rasanya sudah tak sanggup. Gadis
itu akhirnya hanya bisa memaksa bibirnya untuk tersenyum.
“Terima
kasih atas semua yang sudah lakukan untukku selama ini.” Hye Ra buru-buru
meninggalkan Sungyeol dan kembali ke dalam mobil Myungsoo.
“Hye
Ra!” Sungyeol berusaha menahan langkah Hye Ra, namun gadis itu sudah terlanjur
berlari cukup jauh.
Myungsoo
sudah ingin menghampiri Sungyeol yang sudah hampir terlihat frustasi. Tapi ia
membatalkan niat dan lebih memilih mengejar Hye Ra. Sementara Minwoolah yang
mendekati Sungyeol.
“Jadi
hyung bener-bener yang nolong noona waktu nyaris tenggelam dulu?” Tanya Minwoo.
Sungyeol
menghela napasnya, berat. “Aku memang bodoh.”
“Noona
hanya terkejut aja, hyung. Selama ini dia hanya ingin berterima kasih sama
hyung. Tapi tidak tau caranya. Dan ternyata selama ini kalian selalu bertemu
hampir setiap hari.”
Sungyeol
membuka kalung yang selama ini melingkar di lehernya. “Tolong sampaikan salam
dari ibuku dan permintaan maafku padanya.” Ia lalu menarik tangan Minwoo dan
meletakkan kalung tadi di telapak tangan Minwoo.
“I…
iya.” Minwoo sedikit tergagap. Tak mungkin ia menolak permintaan Sungyeol.
“Tapi, hyung mau ke mana? Tidak bekerja?” tanyanya polos karena tadi melihat
Sungyeol berniat pergi dan tidak mengenakan seragam café seperti yang selama
ini ia lihat.
Sungyeol
tersenyum pahit sambil menggeleng kecil. “Aku sudah tidak bekerja lagi di café
Sunggyu hyung.”
Minwoo
yang tercengang dengan pengakuan Sungyeol, hanya mampu membuka mulutnya tanpa
ada sepatah katapun yang terucap darinya.
Sungyeol
menepuk pundak Minwoo sebagai upaya agar pemuda itu sedikit tersadar dari
keterkejutannya. “Tolong sampaikan semuanya pada Hye Ra,” kata Sungyeol sebelum
akhirnya memakai kembali kacamatanya dan berbalik memasuki mobil.
Tangan
Minwoo terangkat untuk menjangkau pundak tinggi Sungyeol. Namun Sungyeol sudah
terlanjur menjauh. Ketika melihat ke belakang, ternyata mobil Myungsoo sudah
bergerak meninggalkan parkiran. “Hyung!” pekik Minwoo karena terlalu terkejut.
“Myungsoo hyung!” paniknya sambil berlari mengejar.
***
Kenyataan
bahwa pemuda yang pernah menolongnya dulu ternyata selama ini—untuk beberapa
bulan terakhir—ada di depan matanya sendiri. Bahkan mereka hampir setiap hari
bertemu dan saling berinteraksi. Dan pemuda itu pula satu-satunya orang yang
bisa membuat terauma gadis itu akan segala sesuatu yang berhubungan kolam
renang bisa sedikit teratasi.
Hye
Ra hanya bisa menghela napasnya, berat. Ia bahkan sedikit mengacuhkan
kedatangan Myungsoo pagi itu di kelas.
Dengan
tidak sopan, Myungsoo meletakkan punggung tangannya di kening Hye Ra. “Tidak
panas,” komentarnya terhadap suhu badan sepupunya itu.
“Myungsoo!”
pekik Hye Ra sambil menjauhkan tangan Myungsoo dari keningnya. Ia sedang tidak
ingin di ganggu sepagi ini.
“Aku
tau kau masih memikirkan kejadian kemarin.” Myungsoo berkata dengan suara
pelan. “Minwoo bilang, ibunya Sungyeol hyung menitipkan salam untukmu.”
Hye
Ra menoleh cepat. Sesak di dadanya semakin membuncah. Ibunya Sungyeol seakan
menjadi kartu mati terakhir bagi Hye Ra. Ia menyerah untuk masalah wanita yang
kini ia panggil dengan sebutan ‘ibu’ itu.
Myungsoo
pura-pura sibuk dengan kegiatannya mengeluarkan beberapa buku pelajaran dan
alat tulisnya. Tapi pemuda itu selalu mengawasi gerak-gerik Hye Ra melalui
sudut matanya. “Jadi kau bahkan sudah mengenal ibunya Sungyeol hyung?” Ujar
Myungsoo yang masih mempertahankan posisinya.
Hye
Ra berusaha menahan gejolak dadanya. Ia tak ingin berkomentar apa-apa dulu
tentang itu. Dan saat melirik ke arah pintu, bertepatan dengan kemunculan Hoya
bersam Haesa. Meski sebenarnya mereka hanya bertemu tak jauh dari pintu kelas.
Bukan berniat datang ke sekolah bersama seperti apa yang dipikirkan Hye Ra.
Myungsoo
buru-buru menarik tangan Hye Ra yang berniat beranjak dari kursinya. “Maaf,”
ujarnya lirik dengan tatapan penuh rasa bersalah.
Hye
Ra hanya mengangguk pelan sambil menyingkirkan tangan Myungsoo dengan lembut.
Ia bahkan sampai membentuk senyuman tipis di bibirnya untuk Myungsoo di
tengah-tengah perasaannya yang kini bercampur aduk. “Aku hanya ingin ke
toilet,” seru Hye Ra akhirnya agar Myungsoo tidak terlalu mengkhawatirkan
kondisinya.
Dengan
terpaksa Myungsoo melepaskan Hye Ra dan hanya mampu menatap nanar punggung
gadis yang semakin menjauh itu.
Di
tempatnya berada, Hoya dan Haesa juga menatap Hye Ra dengan gejolak dan pikiran
masing-masing. Hoya begitu merasakan aura kesedihan yang terpancar dari diri
Hye Ra.
Sementara Haesa menatap
Hye Ra dengan penuh rasa bersalah. Posisinya juga serba salah. Hye Ra adalah
adik dari pemuda yang ia cintai, Sunggyu. Dan Hye Ra juga gadis yang dicintai
oleh kakaknya sendiri, Sungyeol.
Tiba-tiba Haesa berdiri
hingga membuat Hoya terkejut. Pemuda itu bahkan belum sempat menahannya. Begitu
pula dengan Myungsoo yang tanpa sengaja menyadari apa yang di lakukan Haesa.
Entah apa yang membuat Myungsoo menatap gadis itu penuh selidik.
Haesa
mengikuti langkah Hye Ra sampai ke area belakang sekolah. Ternyata Hye Ra tidak
ke toilet. Ia justru duduk di salah satu bangku yang ada di sana. Haesa
membatalkan niat untuk menghampiri Hye Ra karena ternyata Sungjong sudah lebih
dulu mengikuti langkah gadis itu. Ia akhirnya hanya bisa menunggu di balik
tembok sambil berharap bisa mendengar semua yang mereka bicarakan.
***
Hye
Ra membiarkan air matanya mengalir. Pandangan matanya yang buram karena air
mata, menatap tak fokus pohon yang berdiri tegak di depannya.
“Aku
tau semua orang pasti memiliki masalah hidupnya. Tak terkecuali anak kecil
seperti kita. Meski aku tidak berjanji bisa membantu, setidaknya aku masih bisa
mendengarkan cerita bahkan menjadi temanmu.”
Hye
Ra yang tersentak, langsung menoleh cepat. Ia bahkan tidak menyadari sudah
berapa lama Sungjong duduk di sana dan menemaninya. Sungjong mengukir senyuman
hangat di bibirnya, membuat Hye Ra segera mengusap kasar tepi matanya yang
basah.
“Kau…”
ucapan Hye Ra terputus begitu saja.
Sungjong
masih tersenyum penuh misteri. “Masih ingat kalimat itu?” tanyanya seolah
mengajak Hye Ra bermain tebak-tebakan.
Hye
Ra mengerjapkan mata tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan Sungjong.
Pemuda itu masih tersenyum seolah membenarkan apa yang dipikirkan Hye Ra apapun
tentangnya.
“Jadi
kau itu Lee Sungjong…”
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar