Author :
Annisa Pamungkas
Main Cast : Infinite (Sungyeol, Hoya, Sunggyu,
Myungsoo,
Dongwoo, Woohyun, Sungjong)
Original cast :
Hye Ra, Haesa, Eun Gi
Support cast :
Boy Friend (Jeongmin, Hyunseong, Minwoo,
Donghyun, Youngmin,
Kwangmin), SNSD (Hyoyeon), BtoB (Sungjae, Hyunsik, Changsub, Eunkwang)
Genre
: teen romance, family
Length : part
***
Sungyeol
baru saja kembali ke dalam ruangannya. Ia sudah mulai membantu ibunya mengelola
restoran. Satu-satunya asset berharga mereka. Setelah kejadian tak terlupakan
malam itu, Sungyeol harus menjual rumahnya untuk membayar gaji karyawan karena
uang yang ia bawa dalam mobil ikut raib bersama mobil yang ia kendarai saat
itu.
Pemuda
tinggi itu melepaskan dasinya. Lalu membuka kancing meja teratas dan menggulung
lengan kemejanya yang panjang hingga sebatas siku. Sungyeol menghempaskan
tubuhnya ke kursi. Lelah dengan pekerjaannya hari ini. Namun masih ada yang
harus ia kerjakan sekarang. Memeriksa beberapa CV pelamar yang masuk. Tak
peduli jika bekas-bekas lukanya masih terlihat di beberapa bagian wajah. Bahkan
salah satu sudut keningnya masih terplester.
Sungyeol
membuka salah satu CV di hadapannya. “Nam…”
Belum sempat Sungyeol
membaca lebih detai CV di tangannya, ia dikejutkan dengan suara ponselnya.
Sebuah pesan masuk. Sungyeol menghela napas kesal. Pesan dari seseorang yang
sedang ingin ia hindari saat ini. Hyoyeon. Gadis itu meminta Sungyeol
menemuinya di sebuah taman.
Dengan
berat hati Sungyeol meninggalkan restoran. Ia langsung melesat menuju tempat
yang di maksud Hyoyeon. Tak lama ia sampai dan langsung menelusuri taman untuk
mencari Hyoyeon. Gadis itu sudah menunggu di taman. Sungyeol memaksakan
langkahnya untuk mendekat.
“Aku
senang kau mau datang,” ujar Hyoyeon yang sudah menyadari kedatangan Sungyeol. Gadis
itu tersenyum lebar. Saat Sungyeol sudah berdiri dihadapannya, Hyoyeon langsung
memeluk tubuh pemuda itu.
Tentu
saja tak ada balasan apapun dari Sungyeol. Dengan berusaha bersikap selembut
mungkin, ia mulai menyingkirkan tangan Hyoyeon dari tubuhnya. Hyoyeon juga
langsung menurut. Namun tentu saja setelahnya gadis itu menarik Sungyeol untuk
duduk di sampingnya.
“Aku
hanya ingin mengatakan sesuatu,” kata Hyoyeon, tapi Sungyeol tak terlalu
mendengarkan karena pikiran pemuda itu teralih pada seorang gadis tak sengaja
tertangkap matanya. Sungyeol hanya melihat bagian punggung gadis itu yang
berjalan semakin menjauh. Entah mengapa ia merasa gadis itu adalah Hye Ra.
Meski sebenarnya juga tak hanya Hye Ra yang memiliki seragam sekolah seperti
itu.
“Bisakah
kau dengarkan aku sebentar saja,” ujar Hyoyeon setengah menyindir karena ia
sadar pikiran Sungyeol sedang tak berfokus padanya.
Sungyeol
yang mendengar itu sedikit tersentak. “Maaf,” serunya sedikit menyesal, meski
ia tak bisa begitu saja mengabaikan keberadaan gadis tadi yang kini bahkan
sudah tak terlihat lagi olehnya.
“Sebelumnya
aku ingin mengatakan kata ‘putus’.”
“Putus?”
ulang Sungyeol ragu.
Hyoyeon
menoleh cepat. “Kenapa? Selama ini memang tak ada yang mengatakan hal itu, kan?”
serunya terdengar seperti menantang. “Atau kau ingin kau yang mengatakan itu?”
lanjutnya. “Silahkan.”
Sungyeol
menatap Hyoyeon penuh arti, namun sedetik kemudian ia mengalihkan tatapannya.
“Sudahlah, jangan di perpanjang. Kau sudah mengatakan itu, kan?” ujarnya
mengalah pada gadis itu.
Hyoyeon
tampak menurut dan tidak membahas hal itu lagi. Ia kemudian menatap lurus ke
depan. Meski ia sendiri tak yakin dengan apa sedang ia lihat saat itu. “Aku tau
kalau Hyunsik sudah berhasil saat ini. Tapi itu semua tak serta merta membuatku
jatuh begitu saja ke pelukannya. Aku justru malu jika ternyata itu terjadi.
Setelah ini aku juga akan menemui Changsub dan mengatakan hal yang sama seperti
yang ku katakan padamu tadi,” jelas Hyoyeon tanpa henti.
Hening
sesaat sebelum Hyoyeon akhirnya kembali melanjutkan kata-katanya. “Aku akan
kembali ke Jepang setelah adikku menerima surat kelulusannya.”
Sungyeol
menoleh dan memberikan tatapan tak percaya pada Hyoyeon. “Kau punya adik? Siapa?”
Hyoyeon
balas menoleh dengan ekspresi datar. “Ingat pemuda yang menolongmu setelah kau
di rampok dan di pukuli?” serunya dengan tatapan penuh arti.
Sungyeol
seperti mengerjapkan mata. Tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
“Di… dia?” ujarnya ragu. Ia ingat. Pemuda itu Hoya, teman sekolah Haesa. Dan
kalau tak salah ingat, nama Hoya juga sempat tercetus sebagai salah satu pemuda
yang dekat dengan Hye Ra.
“Kau
mengenal Hoya?” seru Hyoyeon lebih seperti pernyataan. Gadis itu tersenyum
kecil. Namun perlahan arti senyuman itu berubah. “Aku iri dengan Hye Ra. Kau
dan Hoya sama-sama mencintainya dengan tulus,” ujarnya seakan mengiri dengan
Hye Ra.
Mata
Sungyeol perlahan melebar mendengar ucapan Hyoyeon. Namun sepertinya gadis itu
kini sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia sampai tak menghiraukan perubahan raut
wajah Sungyeol. Saat menoleh, Hyoyeon cukup terkejut. Sungyeol menatapnya
tajam, seakan tak terima jika ada pemuda lain yang mencintai Hye Ra selain
dirinya.
Hyoyeon
yang melihat itu hanya bisa tersenyum pahit. “Jangan khawatir,” hiburnya sambil
menepuk pelan pundak Sungyeol. “Hoya akan pindah ke Jepang bersamaku. Dan
kalian bisa tenang menjalani kehidupan kalian.”
Setelah
itu Hyoyeon tampak meninggalkan Sungyeol. Pemuda itu hanya bisa menatap
kepergian Hyoyeon tanpa bisa mencegahnya sedikitpun.
***
Di
sebuah rumah sakit. Tampak Donghyun baru kembali ke ruangannya setelah
memeriksa beberapa pasiennya. Ia baru saja menghempaskan tubuhnya ke kursi, dan
pikirannya langsung melayang ke ponselnya yang segera saja ia keluarkan dari
saku. Ada dua panggilan tak terjawab dari Sunggyu. Tanpa pikir panjang Donghyun
langsung menelponnya balik.
“Hyung,
kau bersama Hye Ra?” cecar Sunggyu tak sabar. Ia bahkan sampai tak mengucapkan
salam. Dan saat ini Sunggyu baru saja menuju mobilnya yang terparkir di depan
café miliknya.
“Ti…”
Donghyun tak langsung menjawab karena ia teringat sesuatu. Ia pernah berjanji
pada Hye Ra. Mungkin gadis itu sedang melakukannya sekarang. “Akh, tidak ada.
Tapi tadi Hye Ra memang menghubungiku dan ingin bertemu. Tapi aku belum bisa
mengabulkannya. Mungkin dia sedang dalam perjalanan ke sini,” ujarnya
berbohong.
“Aku
tidak bisa menghubunginya. Jika sudah bertemu, tolong kabari aku secepatnya,”
pinta Sunggyu penuh harap. “Dan mungkin aku akan langsung menyusul ke sana.”
Donghyun
meneguk ludahnya. Jika Sunggyu saja tak bisa menghubunginya, bagaimana dengan
ia sendiri. Belum sempat Donghyun merespon, Sunggyu sudah lebih dulu mematikan
sambungan telpon.
***
Pemandangan
itu kembali berputar di kepala Hye Ra seakan tak terlepas sedikitpun. Kejadian
antara Sungyeol dan Hyoyeon. Sementara gadis itu kini kembali duduk bersama
Woohyun. Namun kali ini tempatnya berbeda. Woohyun mengajak Hye Ra mengobrol di
sebuah café yang tak terlalu jauh dari area pemakaman.
“Oppa,
aku…” Hye Ra tak melanjutkan ucapannya.
“Bukankah
sudah ku katakan untuk tak terlalu…” kali ini ucapan Woohyun yang terputus.
“Oppa,
dengarkan dulu!” protes Hye Ra menyela ucapan Woohyun. “Kau berhak mendapatkan
jawaban, apapun itu,” lanjutnya kesal.
Woohyun
langsung menyesap minumannya dan memilih mengalah dari gadis di hadapannya itu.
Hye
Ra terdengar menghela napas sesaat. “Kau tau siapa pemuda yang pernah
menolongku saat tenggelam dulu?”
Woohyun
mendongak cepat. Tertarik dengan arah pembicaraan Hye Ra. Namun ia menggeleng
karena memang tidak tau siapa pemuda itu.
Hye
Ra sedikit tertunduk sambil mengaduk-ngaduk minumannya tanpa minat sedikitpun. “Beberapa
bulan terakhir ini ternyata aku sangat dekat dengannya. Kau bahkan juga mengenalnya.”
Ucapan
Hye Ra semakin membuat Woohyun penasaran. “Siapa?” desaknya. “Jeongmin?”
tebaknya kemudian. Namun Woohyun langsung menggeleng meralat jawabannya. “Tapi
tidak mungkin. Setauku Jeongmin bahkan tak bisa berenang. Apalagi Hyunseong.
Dia bukan berasal dari kota ini,” jelas Woohyun tentang analisisnya. Tapi
sayangnya tak ada satupun yang dekat dengan sasaran.
Cukup
lama Hye Ra menggantungkan jawabannya. “Sungyeol.”
Woohyun
langsung menatap tak percaya. “Tidak mungkin!”
“Nyatanya
memang begitu, oppa. Dan setelah lulus nanti, Hoya akan langsung pindah ke
Jepang.”
“Hoya?”
Woohyun justru tak mengerti karena tiba-tiba Hye Ra menyangkut pautkan dengan
Hoya.
Hye
Ra menatap Woohyun penuh harapan. “Bisakah oppa membantuku melupakan mereka?
Aku ingin berusaha membalas perasaanmu.”
Woohyun
justru terlihat keberatan. “Tidak semudah itu. Lagi pula, itu perasaanmu. Aku
tak bisa mencampurinya.”
“Meski
dengan jadi kekasihmu?” Tanya Hye Ra ragu-ragu. Ia sangat ingin mengalihkan
perasaannya itu. Dan hanya dengan Woohyun satu-satunya pilihan yang ada.
Setelah memutuskan mengatakan itu, Hye Ra langsung tertunduk. Tak berani
menatap Woohyun.
Woohyun
juga tak langsung menjawab.
“Tapi
aku takut akan menyakitimu. Lebih baik tidak usah saja.” Cepat-cepat Hye Ra
meralat ucapannya. Ia lega karena lebih cepat menyadari hal itu.
“Kau
kekasihku sekarang,” putus Woohyun.
Hye
Ra bungkam mendengar pernyataan Woohyun. Dan ia lihat Woohyun memang
benar-benar tulus melakukan itu. Seakan tak peduli jika ia akan benar-benar
sakit hati nantinya.
Woohyun
menggenggam lembut tangan Hye Ra di atas meja. “Aku tak akan menyesal dengan
keputusanku,” serunya meyakinkan.
***
“Ternyata
kau di sini. Kau tau! Gadis bernama Hye Ra itu mencarimu. Dia bahkan ke rumahmu
tadi.”
Hyoyeon
yang memang belum terlalu jauh dari tempat ia dan Sungyeol bertemu tadi,
langsung menghentikan langkahnya sesaat setelah mendengar suara seseorang yang
sudah tak asing lagi di telinganya. Dadanya sesak seketika. Orang itu… Hyunsik.
Dan ia yakin Hyunsik sedang bicara dengan Sungyeol tentang Hye Ra.
Hyoyeon
kembali berjalan lurus dan berusaha untuk menghiraukan pembicaraan dua pemuda
di belakangnya itu.
Sementara
Sungyeol yang mendengar itu justru tak terlihat antusias. Ia masih duduk
terdiam dan sibuk dengan pikirannya sendiri. “Apa tadi Hye Ra sudah melihatku?” gumamnya tak tenang dalam hati. “Dan ia melihat Hyoyeon…” Sungyeol tak
berani melanjutkan khayalannya.
“Sungyeol!”
Hyunsik sedikit mengguncang tubuh temannya itu hingga Sungyeol tersadar dari
lamunannya.
“Kau
tau dia pergi ke mana?” Sungyeol menatap Hyunsik penuh harap, namun yang di
maksud justru menggeleng. Tanpa pamit Sungyeol meninggalkan Hyunsik. Ke arah
tempat Hyoyeon pergi.
“Jika
akhirnya kau ingin menemui gadis itu, kenapa kemarin kau justru menghindarinya!”
teriak Hyunsik yang sudah gemas dengan cerita cinta temannya itu.
Sungyeol
memperlambat langkahnya. Hyunsik benar. Jika ia ingin menghindar, kenapa
sekarang justru mengejar? Sementara tak jauh di depannya, Hyoyeon menitihkan
air mata mendengar ucapan Hyunsik. Namun gadis itu tetap berusaha tegar.
***
Sungyeol
kembali ke restoran. Ia ingat masih ada pekerjaan yang sempat ia tunda. Saat masuk
ke dalam ruangannya, Sungyeol mendapati ibunya di sana. Dan Sungyeol hanya
memberikan tatapan penuh Tanya untuk ibunya.
“Kita
butuh karyawan cepat. Terutama yang bisa bertanggung jawab untuk urusan di dapur,”
jelas ibu Sungyeol seakan mengerti arti tatapan anaknya.
Sungyeol
mengangguk tanpa protes. Ia lalu masuk dan duduk di sofa menemani sang ibu yang
tampak masih sibuk dengan beberapa CV di tangannya.
“Dari
beberapa CV yang ku baca, hanya ada satu yang menarik perhatianku.” Ibu Sungyeol
menyodorkan satu map ke hadapan Sungyeol. “Ibu sudah menghubunginya, dan besok
kau tinggal mewawancarainya saja.”
Lagi,
Sungyeol mengangguk tanpa berpikir terlebih dahulu. Ia percaya apapun pilihan
ibunya, itu pasti yang terbaik. Sungyeol juga tak tertarik sedikitpun untuk
memeriksa seperti apa calon karyawannya tersebut. Setelah itu ibu Sungyeol
berpamitan untuk pulang lebih dulu.
***
Sunggyu
yang baru saja masuk ke dalam rumah, langsung mengalihkan pandangan ke luar
jendela. Ia melihat Hye Ra yang baru tiba dan di antar dengan seorang pemuda
menggunakan motor. Dari tempatnya berada, Sunggyu tak terlalu bisa melihat
dengan jelas siapa pemuda yang mengantar Hye Ra pulang itu. Namun dilihat dari
motornya, tampak familiar di mata Sunggyu.
“Woohyun?”
pikirnya bingung. Karena yang ia tahu Hye Ra pergi dengan Donghyun. Seperti apa
yang ia harapkan, adiknya dekat dengan pemuda yang ia pikir tepat untuk
adiknya. Bukan berarti Donghyun bukan pemuda baik-baik.
Sunggyu
masih bertahan di posisinya seperti tadi. Tak lama Hye Ra muncul dan memergoki
Sunggyu mengintip sesuatu dari balik jendela.
“Oppa!”
tegur Hye Ra.
Sunggyu
berbalik dan menatap adiknya penuh arti. Ia cukup terkejut dengan
penglihatannya tadi. Hye Ra dan Woohyun tampak bersika tak seperti biasanya
mereka tunjukkan.
“Bukankah
kau bilang pergi dengan Donghyun?” tanyanya pelan, namun terdengar sedikit
menginterogasi. Ia butuh meluruskan apa yang terjadi hari ini. “Tapi Woohyun…”
Sunggyu tak melanjutkan ucapannya. Sementara tangannya menunjuk ke arah luar
seakan menandakan bahwa ia tengah membicarakan kedatangan Hye Ra bersama
Woohyun.
Hye Ra
tak ingin langsung menjawab. Ia baru saja pulang. Terlebih masih menggenakan seragam
sekolahnya sejak siang. Gadis itu memilih untuk duduk di sofa. Dan Sunggyu
dengan sendirinya mengikuti Hye Ra.
“Oppa,
apa hubunganmu dengan Haesa?” Tanya Hye Ra. Ia tiba-tiba teringat gadis itu.
Karena nantinya masalah ini masih berkaitan dengan apa yang ingin ia jelaskan
tentang Woohyun.
Sunggyu
nyaris tersedak dengan pertanyaan itu. Hye Ra seperti menyimpan banyak misteri,
terdengar dari nada bicaranya. Hye Ra seakan menyimpan kenangan tak baik dengan
Haesa. “Kau akan melarangku seperti aku tak suka jika kau dekat dengan Hoya?”
Hye Ra
menoleh cepat. Ia menghela napas sesaat. Gadis itu sedang tak ingin membahas
Hoya. Tapi ia harus tetap menceritakannya. Kali ini ia memutuskan kontak
matanya terhadap Sunggyu. “Hoya sebenernya juga menyukaiku. Jauh sebelum aku
menyukainya.”
Berbeda
dengan reaksi Sunggyu sebelumnya. Ia justru tampak lega mendengarnya. “Aku
bukan tak suka kau dengan Hoya. Tapi aku hanya ingin kau tak sakit hati
karenanya. Jika nyatanya Hoya juga menyukaimu, apa boleh buat? Kau boleh
menerimanya.”
Hye Ra
diam. Bukan itu jawaban yang ia harapkan saat ini. Dan ia juga sebenarnya tak
menginginkan komentar apapun tentang Hoya dari Sunggyu. “Itu tidak akan
terjadi. Hoya memutuskan mundur untuk mendapatkanku. Setelah lulus dia akan
pindah ke Jepang.”
“Lalu?”
desak Sunggyu. Tampak sedikit bersemangat.
Hye Ra
menoleh ngeri ke arah Sunggyu. Tak biasanya Sunggyu bersikap seperti itu.
“Bagaimana
dengan Donghyun? Sudah sejauh apa hubungan kalian?” lanjut Sunggyu. Masih dengan
semangat yang ia miliki.
Hye Ra
memutar bola matanya, malas. Heran kenapa kakaknya sangat ingin menjodohkan
dirinya dengan Donghyun. “Aku tau maksud oppa melakukan itu. Jadi kami
memutuskan bersandiwara.”
“Maksudmu?”
Tanya Sunggyu. Jelas ia tak mengerti dengan ucapan Hye Ra.
“Kau
tau aku pergi dengan Donghyun oppa?” Sunggyu mengangguk untuk pertanyaan yang
itu. “Sebenarnya tidak. Donghyun oppa yang menyuruhku seperti itu. Dia bilang
jika aku ingin ke suatu tempat yang tidak ingin kau ketahui, aku boleh
mengatakan sedang bersamanya.”
Hati Sunggyu
seperti mencelos. “Kenapa kau membohongiku seperti itu?” protesnya. “Aku akan
memberikan perhitungan pada Donghyun hyung nanti,” kesalnya.
Hye Ra
justru memukul lengan Sunggyu sambil melotot.
“Sakit!”
ringis Sunggyu sambil mengusa-ngusap lengannya yang kini memerah.
“Apa
kau memikirnya posisi Donghyu oppa juga?” seru Hye Ra, tak peduli jika nada
bicaranya setengah menyudutkan Sunggyu. “Dia memiliki kekasih, kau tau!”
“Oh,”
ujar Sunggyu singkat dan dengan polosnya.
Hye Ra
hanya bisa menahan kesal melihat kakaknya pura-pura tak merasa bersalah.
“Lalu
Woohyun.” Sunggyu tampak mengalihkan. Dan dengan begitu saja, Hye Ra seakan
melupakan kejadian beberapa saat tadi.
“Aku…”
Hye Ra memikirkan kata-kata yang pas. “Aku berpacaran dengan Woohyun oppa. Dan kau
jangan tanyakan apa-apa dulu!” sela Hye Ra tepat sebelum Sunggyu membuka
mulutnya. Setelah itu Hye Ra langsung bangkit dan berniat masuk ke kamarnya.
“Ku
pikir kau lebih dekat dengan Sungyeol,” kata Sunggyu dan lebih terdengar bicara
untuk dirinya sendiri.
Hye Ra
yang sudah hampir membuka pintu kamarnya, langsung membeku seketika mendengar
Sunggyu menyinggung masalah Sungyeol. Jika sudah menyangkut pemuda yang
menolongnya dari tenggelam itu, Hye Ra tak bisa bersikap acuh begitu saja. Namun
gadis itu beruntung karena Sunggyu juga tak menunggu responnya. Pemuda itu juga
sudah bangkit dari sana. Ia bahkan sempat mengecup kening adiknya ketika
melewati Hye Ra yang masih berdiri di depan kamarnya.
***
Esoknya,
Sungyeol tampak tergesa-gesa datang ke restoran. Ia langsung melesat ke
ruangannya. Pagi ini Sungyeol memiliki janji dengan calon karyawannya itu. Dan
sekarang ia baru sampai. Sementara orang yang ia janjikan sudah berada di dalam
ruangannya sejak beberapa menit yang lalu. Ia malu dengan dirinya yang terkesan
mengabaikan pekerjaan seperti ini. Semalam ia sulit tidur dengan cepat. Banyak yang
ia pikirkan. Mulai dari resoran, hingga Hye Ra tentunya.
Sungyeol
membuka pintu ruangannya dengan sedikit tidak sabar. “Maaf, aku terlambat,”
ujarnya sedikit merasa bersalah.
Pemuda
itu tampak bangkit dari sofa. “Ti…” ucapannya terputus seketika melihat calon
atasannya itu.
Sementara
Sungyeol sendiri sama terkejutnya melihat pemuda itu. “Woohyun hyung?” ujarnya
sedikit tak percaya jika yang mengirimi CV ke restorannya itu adalah seorang
Woohyun.
“Sungyeol
kau…” lagi-lagi Woohyun tak sanggup melanjutkan ucapannya. Sungyeol. Pemuda yang
hampir setiap saat ia repotkan dengan menyuruhnya ke sana ke mari, kini berdiri
dihadannya dengan kemeja hitam dan sangat terlihat rapi juga berkelas. Dan…
Sungyeol akan menjadi atasannya nanti. Ia tak bisa bercaya kalau ternyata
Sungyeol pemilik restoran sebesar ini.
Sungyeol
tak langsung merespon. Ia sedikit mengabaikan Woohyun untuk sementara lalu
beralih ke meja kerjanya. Di sana ia menyambar map yang berisi CV calon
karyawan yang dipilihkan ibunya kemarin.
“Nam
Woohyun.” Sungyeol membaca nama pengirim lamaran itu. Di sana juga terselip
foto Woohyun sebagai syarat kelengkapan CV. Kemarin ia belum sempat menyadari
itu. Sungyeol lalu menatap Woohyun. “Hyung, kau yang mengirimi…” Sungyeol
melanjutkannya dengan menunjuk map di tangannya.
Woohyun
agak sedikit tertunduk. Ia merasa sedikit bersalah. Meski dulu ia memang cukup
baik memperlakukan Sungyeol, tapi tetap saja ia merasa selalu merepotkan pemuda
itu. Dan kini ia justru melamar pekerjaan pada Sungyeol.
“Aku
tidak perlu mewawancaraimu lagi, hyung.” Sungyeol memutuskan secara sepihak.
Woohyun
mendongak cepat dan menatap Sungyeol penuh Tanya. “Tapi…” ia sudah ingin
memprotes, tapi langsung ia kurungkan niat itu melihat tatapan Sungyeol.
“Aku
membutuhkan seorang koki di sini. Dan aku sudah tau kinerjamu. Kau kunci utama
kesuksesan café Sunggyu hyung.” Sungyeol berjalan sambil melepaskan dasinya, dan
berdiri tepat di hadapan Woohyun. “Kau ikut aku ke dapur sekarang.”
Woohyun
tak langsung menurut, sementara Sungyeol sudah mendahuluinya. Namun karena
merasa Woohyun tak menyusul, Sungyeol berhenti lalu berbalik.
“Kalau
ada yang bertanya tentang interview-ku
bagaimana?” Tanya Woohyun takut-takut. Sungyeol terkesan mengistimewakan
dirinya. Apapun kondisinya, Sungyeol tak boleh bersikap seperti itu.
“Bilang
saja aku melarangmun untuk menceritakannya.” Sungyeol lalu meneruskan
langkahnya. Dan kali ini Woohyung langsung mengejar Sungyeol sampai dapur. Tak
berani protes lagi karena Sungyeol sudah memutuskannya.
“Pagi ini ibuku kedatangan
tamu. Kurang tau sepenting apa. Katanya mereka anak dari teman lama ibu. Dan aku
ingin meminta bantuanmu untuk memasakkan beberapa hidangan,” kata Sungyeol tak
lama setelah mereka tiba di dapur restoran. “Tapi tenang saja, kau tidak
sendirian,” lanjutnya.
Woohyun
tampak mengangguk karena tak lama kemudian muncul dua pria berpakaian layaknya
koki. Mereka yang akan membantunya nanti. Ia lalu mulai mempelajari menu
makanan yang akan ia buat dari selembar kertas yang ia dapati dari Sungyeol
tadi.
“Aku
juga akan membantumu.”
“Apa?”
Woohyun tersentak mendengar pernyataan Sungyeol. Saat menoleh, pemuda yang
menjadi atasannya itu sudah sibuk di salah satu sudut dapur. Sungyeol juga
tampak mengabaikannya. Tanpa sadar Woohyun tersenyum melihat pemandangan yang
beberapa minggu ini cukup ia rindukan. Sungyeol sibuk membuat minuman. Dan itu
memang keahliannya.
Satu jam
kemudian, mereka sudah selesai. Tentu saja Sungyeol yang selesai lebih cepat
karena ia hanya membuatkan minuman. Namun setelah itu Sungyeol tak tinggal diam
untuk membantu Woohyun.
“Kau
tidak menemui tamu ibumu?” Tanya Woohyun setelah semua masakan di bawa ke luar
oleh pelayan. Ia hanya tinggal membereskan sisa-sisa bekas memasak tadi.
“Nanti
saja,” jawab Sungyeol santai.
“Ini.”
Woohyun membawakan seporsi makanan untuk Sungyeol yang sedang menenggak
minuman. Sungyeol menatapnya bingung. “Aku yakin kau belum sarapan.” Woohyun
melirik ke arah jam dinding. “Ini sudah telat waktu untuk sarapan.”
Sungyeol
menerimanya dengan senang hati. “Kalau begitu aku kembali ke meja bar dulu,”
candanya.
Woohyun
sempat berpikir dua kali maksud ucapan Sungyeol. Setaunya di sini tidak ada
meja bar seperti yang ada di café Sunggyu. Dan Sungyeol yang melihat ekspresi
Woohyun langsung terkekeh. Woohyun langsung menyadari candaan Sungyeol. Mereka seperti
mengulang kembali kebiasaan mereka ketika sama-sama menjadi karyawan Sunggyu.
Sungyeol
menarik kursi untuk kemudian menikmati masakan istimewa dari Woohyun. “Aku
sungguh merindukan saat-saat itu, hyung.”
“Aku
juga.” Woohyun mengangguk setuju, ia lalu juga menarik kursi dan duduk di
samping Sungyeol yang tengah menikmati makanannya. “Kalau ternyata kau pemilik
restoran sebesar ini, kenapa kau justru bekerja sebagai karyawan biasa di café Sunggyu
hyung?”
Sungyeol
tertegun sesaat. Pertanyaan yang sama persis seperti yang pernah Hye Ra
lontarkan padanya. Tentu saja Sungyeol langsung menceritakan semua alasannya
hingga bisa menjadi karyawan di café yang tak terlalu besar itu.
“Dan
kau sekarang atasanku,” kata Woohyun menerima keadaan.
“Jangan
seperti itu, hyung.” Sungyeol kecewa karena Woohyun kini merasa terlihat kecil
di sampingnya. “Aku ingin seperti Sunggyu hyung yang memperlakukan karyawannya
tanpa ada batasan. Bahkan terkadang aku berpikir Sunggyu hyung itu kakakku,
bukan bossku.”
Woohyun
terkekeh. Ia juga ingin memperlakukan Sungyeol sedekat dulu ketika di café Sunggyu.
Tapi ia menyadari posisinya. Namun jika Sungyeol sudah meminta seperti itu,
Woohyun tak punya kuasa menolak. Atau Sungyeol akan marah padanya.
“Akh,
iya,” pekik Sungyeol yang teringat sesuatu. “Kau sudah membuatkan aku makanan. Tadi
aku juga sudah membuatkan sesuatu untukmu.” Sungyeol sempat kembali sesaat ke
meja tempat ia membuatkan minuman untuk Woohyun juga.
“Terima
kasih,” kata Woohyun setelah menerimanya. Sungyeol hanya mengangguk dan ingin
segera melahap makanannya. Namun ada yang janggal dengan minuman itu. Sungyeol
memilih membuatkannya milk shake stroberi. Woohyun memang suka hampir segala
jenis minuman yang ada di café Sunggyu. “Tapi
kenapa harus milk shake stroberi?” gumamnya dalam hati sambil menatap Sungyeol
sedikit curiga. Minuman itu mengingatkannya dengan Hye Ra.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar