Setelah
puas bermain seharian, Suho dan Jongin memutuskan untuk pulang. Kali ini Suho
duduk di samping Jongin yang menyetir mobil, bukan di kursi belakang seperti
biasa jika Gwangsoo yang menyetir.
“Hyung,
apa kau menyesal pergi denganku hari ini?” Tanya Jongin tanpa menatap ketika
Suho sedang mengenakan sabuk pengaman.
Suho
tertegun sesaat sebelum akhirnya melirik Jongin. “Harusnya kau yang menyesal,”
ucapan Suho sontak membuat Jongin menoleh.
Jongin
tertawa. Jenis tawa yang sulit di artikan. Antara senang dan kecewa. “Bahkan
seluruh harta ayah tidak bisa membayar kebahagiaanku hari ini,” ujar Jongin
penuh artian yang tersirat di tiap katanya. Jongin diam karena Suho diam. Ia
juga belum ingin menyalakan mesin mobil.
“Tapi
setelah ini,” Suho tak melanjutkan ucapannya karena Jongin lebih dulu menyelak.
“Jika
yang kau maksud ayah akan menghentikan biaya pendidikanku,” Jongin tak langsung
menyelesaikan kalimatnya. Ia menunggu sampai Suho kembali menatap matanya.
“Lebih baik aku mati dari pada harus lebih lama lagi tanpamu,” lanjutnya meski
Suho tetap menatap lurus-lurus, bukan ke arahnya.
“Sepertinya
aku bukan orang yang berani mengambil resiko apapun sepertimu,” Suho
merendahkan dirinya sendiri.
“Hyung,”
panggil Jongin.
Suho
menoleh dengan tatapan penuh arti.
“Ayo
kita ambil resiko bersama-sama,” ajak Jongin seperti akan melakukan misi
mengungkap sebuah kasus pembunuhan. “Apa kau takut?” Tanya Jongin ingin
memastikan karena Suho masih saja diam.
Suho
menggeleng, “selama ada kau.”
@@@
Di
kamarnya, Sehun sibuk mencari pulpen satu-satunya. Dia memang sedikit tak
mempedulikan benda itu. Di sekolah ia bisa meminjam dari Kyungsoo, dan jika di
rumah ia bisa meminta paksa pada Kris atau Luhan. Tapi kali ini tidak mungkin
semua bisa ia lakukan. Ia sudah di rumah, Luhan belum pulang dan ia masih
sedikit enggan menyapa Kris.
“Seingatku
di jaket,” pekik Sehun ketika mengingat di mana ia terakhir kali menyimpan
benda itu. Namun setelah memeriksa di dalam saku jaket, hasilnya nihil. Sehun
mengacak rambutnya, frustasi.
Sementara
itu, ia seperti mendengar suara seseorang berlari di tangga.“Kris…” Sehun mendengar teriakan suara
Luhan memanggil Kris. Segera Sehun melesat menuju pintu dan menempelkan
telinganya di sana. Letak kamar Kris tepat berada di samping kamarnya.
Terdengar
suara pintu kamar Kris terbuka. “Apa
hyung?” itu suara Kris yang bertanya.
”Mobilku mogok. Dan aku meninggalkannya di
pinggir jalan. Cepat antar aku ke sana,” pinta Luhan yang hanya bisa
terdengar suaranya oleh Sehun.
“Kenapa tak menelpon? Jadi kau tak perlu
pulang dulu,” omel Kris namun ia tetap menuruti permintaan kakaknya itu.
Mata
Sehun berubah berbinar seperti mendapat pencerahan. Tak lama setelah suasana di
rasa aman, Sehunpun berjingkat pelan ke luar dari kamar menuju kamar Kris.
Kebetulan pintu kamar mereka tepat bersebelahan.
Sehun
sedikit mengintip ke dalam sebelum masuk. Tidak ada siapapun di kamar Kris.
Tanpa pikir panjang, Sehun segera masuk. Tujuan utamanya adalah meja belajar
Kris. Jelas saja, karena Sehun sangat membutuhkan pulpen saat ini. Namun entah
kenapa, mata Sehun justru tertuju ke bawah kasur Kris.
Sehun
sedikit terbelalak. “Itu dia,” pekiknya senang karena menemukan pulpen yang
setengah mati ia cari. Tanpa buang waktu lagi, Sehun langsung memungutnya dan
segera pergi dari tempat itu.
@@@
Hari
sudah hampir malam. Jongin menyingkirkan mobil yang ia kendarai. Di sampingnya,
Suho sudah terlelap. Jongin jadi tidak tega membangunkan kakaknya itu. Di
tambah lagi, Jongin sudah melihat sosok Gwangsoo yang berjalan menuju mobil.
Iapun segera ke luar dari mobil.
“Maaf
paman, aku kemalaman,” ujar Jongin yang tak enak hati. Ia sadar jika Gwangsoo
telah menunggu dirinya pulang bersama Suho cukup lama di sana.
“Itu
hak anda tuan muda,” kata Gwangsoo. “Tuan muda Suho tertidur?” Tanya Gwangsoo
sambil mengintip ke dalam mobil.
Jongin
tersenyum, sementara salah satu tangannya mengusap tengkuk. “Hyung seperti itu
karena aku memaksanya bermain banyak wahana,” sesal Jongin. Namun di sisi lain,
ia sangat bahagia bisa menghabiskan waktu bersama Suho yang sudah ia lewatkan
selama tiga tahun lebih.
“Kapanpun
kau ingin bertemu tuan muda Suho, kabarkan saja padaku,” ucapan Gwangsoo sukses
membuat senyum Jongin mengembang.
“Terima
kasih banyak paman. Aku pulang dulu,” pamit Jongin sebelum benar-benar pergi
dari sana.
Sementara
itu, nampaknya Suho mulai terjaga. Ia sedikit mengerjap-ngerjap untuk
menetralisir cahaya yang masuk ke dalam matanya. Namun Suho segera sadar ketika
melihat Jongin berlajan menjauh dari mobilnya dan Gwangsoo membuka pintu mobil.
Suho
langsung ambil tindakan untuk menghentikan langkah Jongin sebelum adiknya itu
melangkah semakin jauh. “Jongin,” teriak Suho untuk menghentikan adiknya. Ia
setengah berlari mengejar Jongin. Di kejauhan, Jonginpun tampak berbalik namun
ia masih tetap melangkah mundur ke belakang.
“Kemana
aku bisa menghubungimu?” Tanya Suho tak ingin melepaskan Jongin begitu saja.
Jongin
berhenti karena Suho lebih dulu berhenti. Jarak mereka hanya tersisa beberapa
meter lagi. Jongin mengusap rambut belakangnya sebelum menjawab pertanyaan
Suho, “aku sudah tidak memiliki ponsel, hyung.”
“Tapi
paman Gwangsoo menemuimu di café beberapa waktu lalu,” ujar Suho seperti tak
mempercayai ucapan Jongin begitu saja. “Bagaimana cara kalian saling
menghubungi?”
Jongin
tampak menepuk kening karena teringat sesuatu. “Untung kau mengingatkannya,”
gumam Jongin namun tangannya sibuk mencari sesuatu di dalam saku jins. “Aku
ingin mengembalikan ini,” kata Jongin yang kini sudah memamerkan benda yang ia
temukan di dalam saku jinsnya. Sebuah gantungan ponsel yang bertuliskan nama
‘SUHO’. “Kau juga ada di sana kan, hyung?” pertanyaan Jongin seolah menyudutkan
Suho bahwa penyamaran kakaknya waktu itu telah terbongkar.
Suho
diam. Tak di sangka ternyata Jongin menyadari kehadirannya kala itu.
“Aku yang akan
menyimpannya,” putus Jongin tanpa meminta persetujuan Suho dan langsung
memasukan kembali gantungan ponsel tersebut ke dalam saku jinsnya.
“Tapi kau belum merespon
ucapanku,” tuntut Suho yang merasa sedikit tak dipedulikan.
Jongin
memamerkan deretan giginya. “Paman Gwangsoo yang meminjamkan ponselnya padaku,”
jelas Jongin lalu bersiap berbalik.
“Apa
seperti ini?” suara keras Suho membuat Jongin kembali berbalik, dan ‘hap’… ia
melempar ponselnya ke pelukan Jongin persis seperti apa yang pernah di lakukan
Gwangsoo waktu itu.
“Hyung!”
protes Jongin ketika ponsel Suho telah berada di genggamannya. Namun terlambat,
Suho telah lebih dulu kabur dari sana menggunakan mobil.
“Nanti
akan ku telpon!” teriak Suho dari dalam mobil yang melesat di hadapan adiknya.
“Tapi
hyung…” Jongin masih berusaha keras. Tapi itu tak menghasilkan apapun. Mobil
Suho semakin jauh pergi. “Kau memang tak pernah berubah, hyung,” gumam Jongin
memuji kakaknya. Perlahan sudut bibirnya terangkat membentuk senyum ketika
melihat foto Suho dengan gaya yang ‘cool’ dan terpampang jelas di layar ponsel
itu.
“Tapi
aku masih lebih tampan darimu,” seru Jongin lagi memuji dirinya.
Sementara
itu di dalam mobil, Suho tidak meminta Gwangsoo untuk langsung pulang, tapi ia
meminta di antar ke sebuah pusat perbelanjaan. “Aku ingin membeli ponsel
sebentar,” ujar Suho sebelum ke luar dari mobil.
@@@
Pagi
itu, Jongin dengan malas meraba meja di samping tempat tidurnya karena ponsel
Suho mengelurakan bunyi nyaring. Jongin langsung terlonjak ketika tertera nama
‘Kris’ di layarnya.
“Kris?”
gumamnya heran. “Mau apa lagi dia?” serunya tajam. “Halo?” sapa Jongin dengan
nada ketus.
“Suho kau di mana? Kami sudah di halte!”
Jongin tertegun mendengar suara penelpon.
Benar-benar berbeda dengan suara Kris yang selama ini ia kenal. Dan yang
dipikirkan Jongin mungkin penelpon adalah teman kuliah Suho yang kebetulan
memiliki nama yang sama seperti pemuda yang selalu ‘sparing’ dengannya ketika
SMA.
“Maaf,
aku adiknya Suho. Hyung memberikan ponselnya padaku semalam. Apa ia belum
menghubungimu melalui nomor barunya?” jelas Jongin dengan nada berubah 1800
dari awal ia bicara.
@@@
“Tidak
ada,” sahut Baekhyun melalui ponsel. Sementara itu Kris berdiri di sampingnya
sambil mengawasi mobil yang lalu lalang. “Tapi,” Baekhyun siap melancarkan
protes, namun segera ia mengurungkan niat itu. “Baiklah, terima kasih,” ujar
Baekhyun sebelum mengakhiri pembicaraan.
“Bukan
Suho yang menjawab telponmu?” tebak Kris setelah menyadari Baekhyun
mengembalikan ponsel padanya.
“Dia
mengaku sebagai…” Baekhyun tidak melanjutkan ucapannya karena ada seseorang
yang menyebut namanya dan Kris.
Kris
dan Baekhyun menoleh bersamaan ke arah sumber suara. Di sana mereka menemukan
Suho yang datang sambil setengah berlari.
“Maaf
aku terlambat,” sesal Suho yang bicara dengan nafas terengah-engah.
“Ku
pikir kau lupa jalan ke sini,” ujar Baekhyun asal. “Sudahlah, ayo kita
berangkat,” ajaknya sambil menggerakkan kepala sebagai isyarat agar Kris dan
Suho mengikutinya.
“Kau
tidak membawa mobil, Kris?” Tanya Suho heran karena melihat Kris ikut masuk ke
dalam mobil Baekhyun dan saat itu Kris memang belum meutup pintunya.
Kris
tersenyum sebelum menjawab, “bukankah kita ingin pergi bersama? Lagi pula,
mobilku hanya bisa untuk dua orang saja.”
Suho
hanya mengangguk mendengar penjelasan Kris, kemudian ikut masuk ke dalam mobil
Baekhyun.
Setelah
beberapa saat dalam perjalanan, Baekhyun melirik Suho melalui kaca. “Suho, kau
ganti nomor ponsel?” Tanya Baekhyun memulai pembicaraan. “Tadi aku sempat
menelponmu, namun yang menjawab orang lain,” lanjutnya.
“Apa
dia mengaku sebagai adikku?” Suho balik bertanya dan tepat, Baekhyun mengangguk
membenarkan pertanyaan Suho. “Orang tuaku berpisah, dan aku tinggal dengan
ayah.”
Baekhyun
begitu tertarik dengan cerita Suho. Berbeda dengan Kris yang hanya diam
mendengarkan, karena dia memang tidak tahu banyak tentang Suho, apalagi tentang
keluarganya.
“Jadi,
Jongin dan ibumu tinggal di mana?” Tanya Baekhyun lagi.
Ketika
mendengar Baekhyun menyembut nama ‘Jongin’, Kris sontak saja menoleh dan hanya
Suho yang menyadari perubahan di raut wajah Kris.
“Kau
mengenal adikku?” Tanya Suho pada Kris dengan tatapan penuh selidik.
Kris
menoleh ke belakang dengan sedikit gugup. “Namanya mirip dengan teman SMA ku.”
“Mungkin
memang temanmu, karena Jongin juga baru lulus SMA sama sepertimu,” ujar Suho
yang nampaknya cukup penasaran dan sangat bersemangat jika memang benar Kris
adalah teman adiknya.
Kris
tidak menjawab. Mana mungkin ia akan bercerita jika Jongin adalah lawan
‘sparing’ abadinya selama SMA. Dan kini, ia berteman dengan kakak dari Jongin,
meski kenyataan Jongin yang ia kenal dan adiknya Suho adalah orang yang sama
belum sepenuhnya benar.
“Kau
belum menjawab pertanyaanku yang pertama tadi,” tuntut Baekhyun sebelum Kris
ataupun Suho membahas lebih lanjut tentang Jongin. Dan itu sebuah penyelamatan
bagi Kris.
“Oh,
itu,” ujar Suho ketika baru saja kembali teringat hal yang di maksud oleh
Baekhyun. “Tidak. Aku masih akan menggunakan nomor yang lama. Mungkin nanti
sore aku akan menemui Jongin untuk menukar ponsel,” jelas Suho yang tak
mendapat protes apapun dari dua temannya.
@@@
Jongin
menghela napas lega. “Ku pikir itu Choi Kris Woo,” desisnya. “Ternyata
benar-benar temannya Suho.”
“Kim
Jongin!” teriak seseorang dari luar lalu membuka dengan paksa pintu kamar
Jongin.
“Ibu!
Kenapa teriak-teriak?” protes Jongin yang merasa terganggu karena ia baru saja
berniat untuk kembali tidur. “Hari ini aku kerja siang. Jadi sekarang aku ingin
tidur lagi,” keluh Jongin sebelum akhirnya kembali merebahkan tubuh lalu
menutupinya dengan selimut.
“Tunggu
dulu!” teriak nyonya Kim lagi sambil menarik paksa selimut yang menutupi tubuh
Jongin.
“Ada
apa lagi?” Tanya Jongin malas.
“Ini
ponsel siapa?” nyonya Kim balas bertanya sambil menunjuk-nunjuk ponsel milik
Suho yang kini berada di atas meja. “Apa kau mencuri?” tuduhnya.
Jongin
membulatkan mata sebagai tanda protes atas tuduhan ibunya sendiri. “Enak saja!
Apa ibu pernah mengajariku mencuri?”
Nyonya
Kim menatap galak anaknya. “Harusnya ibu yang bertanya seperti itu! Apa ibu
pernah mengajarimu mencuri?” balas nyonya Kim. Secara tidak langsung masih
menuduh Jongin mencuri.
“Aku
tidak mencuri, ibu!” seru Jongin membela diri.
“Lantas,
itu ponsel siapa?” Tanya nyonya Kim lagi masih dengan nada galak. “Tidak
mungkin kau yang membeli. Kau baru saja bekerja di café itu. Aku tahu gajimu
tidak mungkin cukup membeli ponsel mahal seperti ini,” seru nyonya Kim panjang
lebar. “Cepat jelaskan! Kenapa diam saja?”
“Bagaimana
aku bisa menjelaskan jika ibu tidak memberikanku kesempatan untuk bicara?” ujar
Jongin tak sabar. Ia segera menyambar ponsel milik Suho, sementara nyonya Kim
hanya diam sambil mengawasi apa yang sedang dilakukan Jongin. “Ini,” Jongin
menunjukkan foto Suho yang tertera pada layar ponsel tersebut.
Nyonya
Kim masih diam.
“Dan
ini,” kali ini giliran gantungan nama ‘SUHO’ yang menempel pada ponsel yang
ditunjukkan Jongin. “Ini ibu yang pesan, kan, waktu ke luar kota?”
Kali
ini nyonya Kim semakin diam. Ia hanya sanggup menutup mulutnya menggunakan
tangan sambil menatap nanar gantungan ponsel yang membentuk nama ‘SUHO’.
Perlahan nyonya Kim mengulurkan salah satu tangannya untuk meraih benda
dihadapannya.
Jongin
sendiri akhirnya bisa bernapas lega karena kini ibunya sudah tidak marah-marah
lagi seperti tadi. Namun itu tak berlangsung lama. Sedetik kemudian, nyonya Kim
kembali memberikan tatapan membunuhnya untuk Jongin.
“Kenapa
kau tak mengajakku ketika bertemu Suho?” kesal nyonya Kim. Ia kini sudah
mengangkat satu tangannya hendak memukul Jongin.
Jongin
menjauhkan tubuhnya sebelum sang ibu benar-benar melancarkan aksinya.
@@@
“Kau
ingat yang ku katakan tadi, kan?” ujar Sehun memastikan sebelum Kyungsoo menuju
meja informasi di sebuah rumah sakit.
Kyungsoo
sendiri hanya mengangguk setengah hati sebelum akhirnya benar-benar
meninggalkan Sehun. Sehun lebih memilih duduk di ruang tunggu. Tak lupa, Sehun
mengenakan jaket, topi dan kacamata sebagai upaya penyamaran.
Sebenarnya
Kyungsoo sendiri tidak mengetahui apa tujuan Sehun memintanya melakukan hal
tersebut. Dan Sehun menjanjikan akan menjelaskan semuanya setelah rencana
berjalan sesuai dengan harapan. Meski awalnya menolak, tapi akhirnya Kyungsoo
mau untuk membantu Sehun. Mungkin jika bukan Sehun, mungkin Kyungsso akan
benar-benar menolak.
“Aku
mendapat rekomendasi dari temanku. Katanya, kau mungkin bisa membantu,” jelas
Kyungsso ketika berhadapan dengan seorang dokter muda. Joongki.
Joongki
sendiri hanya menatap Kyungsoo bingung sambil menerima sebutir obat dari tangan
Kyungsoo.
“Aku
hanya ingin tahu, itu obat untuk penyakit apa? Karena ku rasa itu bukan sekedar
suplemen.”
“Siapa
yang merekomendasikanku? Dan siapa namamu?” Tanya Joongki penuh selidik. Ia
mempertimbangkan permintaan Kyungsoo. Jelas saja ia tak akan semudah itu
membantu orang asing seperti Kyungsoo. Terlebih, obat itu memang bukan
suplemen. Tapi obat yang biasa di konsumsi oleh Kris.
“Namaku
Jongdae, dan orang yang merekomendasikanku adalah Chanyeol,” ujar Kyungsoo
berbohong. Karena memang telah direncanakan sebelumnya, Kyungsoo sendiri tampak
tidak ada masalah ketika melancarkan aksinya tersebut.
Lagi,
Joongki tak langsung percaya. Tapi ia juga tak bisa menolak begitu saja. Jika
Kyungsoo tidak mendapatkan apa yang ia hadarapkan dari Joongki, bisa saja anak
itu akan mencari bantuan pada yang lain.
Joongki
menatap Kyungsoo sesaat. “Aku bisa membantu, tapi mungkin hasilnya baru bisa
kau terima besok,” ujar Joongki yang akhirnya memutuskan untuk mau membantu.
Dengan
berat hati, Kyungsoo hanya bisa mengangguk sebelum meinggalkan Joongki. Di
ujung koridor, tampak Sehun sudah menunggunya.
“Bagaimana?”
desak Sehun ketika Kyungsoo muncul. Tak lupa ia juga membawa Kyungsoo untuk
segera pergi dari sana. Mereka berbincang dalam perjalanan menuju parkiran
motor.
“Hasilnya
baru akan ku terima besok,” ujar Kyungsoo sama seperti apa yang diucapkan
Joongki.
“Apa
dia mecurigaimu?” selidik Sehun lagi.
“Hmm…”
Kyungsoo diam sesaat untuk mengingat bagaimana reaksi Joongki saat merespon
semua ucapannya. “Ku rasa tidak, dia terlihat cukup mempercayaiku.”
Sehun
tersenyum lega. “Baguslah kalau begitu. Oiya, terima kasih kau telah
membantuku,” seru Sehun seraya merangkul Kyungsoo.
“Sama-sama.
Kau kan temanku.”
“Maaf
aku merepotkanmu,” ujar Sehun lagi. Kali ini sedikit merasa bersalah karena
telah menyusahkan Kyungsoo.
“Sudahlah,”
kesal Kyungsoo yang sama sekali tak merasa direpotkan.
“Kalau
begitu, ayo ku traktir makan,” ajak Sehun penuh semangat. “Dan kau, tidak boleh
menolak,” putusnya sebelum Kyungsoo sempat protes.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar