Sehun
berjingkat memasuki rumah. Ia ingin sedikit mengejutkan Kris sebagai ucapan
selamat atas kelulusannya. Sehun tersenyum jahil kala melihat sepasang kaki
panjang terjulur melebihi panjang sofa tempat orang tersebut berbaring. Sehun
pelan-pelan melepas ranselnya sebelum mendekati sosok yang ia yakini adalah
Kris.
‘Bentuk
kaki Luhan hyung tidak seperti itu.’ Gumam Sehun dalam hati. Ia semakin dekat
dan semakin mempersiapkan diri. Mungkin Sehun akan berteriak mengucapkan
selamat untuk Kris. Lebih bagus lagi kalau sampai Kris kesal padanya.
Sehun
berhenti beberapa senti dari balik sofa. Sepertinya ada yang aneh, pikir Sehun.
Meski televisi menyala, tapi entah kenapa suasana sangat tenang. Sehun masih
diam di tempat ketika mendengar ponsel milik Kris berbunyi. Ia menunggu sampai
hyungnya itu meraih ponsel. Namun telah cukup lama karena Kris tak kunjung
menggerakkan badannya sedikitpun.
Sehun
seperti mencurigai sesuatu. Ia mengitari sofa agar mengetahui kenapa Kris sama
sekali tak bergerak. Sehun berdecak karena Kris hanya tertidur dengan pulasnya
Ia sampai tak tega untuk membangunkan hyungnya itu. Sehun menoleh karena ponsel
Kris tak kunjung berhenti berdering.
“Ayah?”
ujar Sehun ketika melihat siapa layar ponsel Kris. tanpa piker panjang, Sehun
menyambar ponsel Kris untuk menjawab panggilan dari ayahnya. “Halo, ayah…”
“Kris…”
ujar tuan Choi dari seberang telepon. Ia tak menyadari bahwa yang menjawab
telponnya bukanlah Kris, melainkan Sehun. “Kau ingin ayah belikan mobil apa
sebagai hadiah kelulusanmu?”
Sehun
terbelalak mendengar ucapan ayahnya. “Mobil?” gumam Sehun tanpa bersuara. “Ferary
dua pintu.” Cetus Sehun buru-buru dan langsung mematikan ponsel karena
dirasakan Kris mulai terjaga dari tidurnya.
“Oh,
kau sudah pulang?” seru Kris sambil mengusap wajahnya ketika menyadari Sehun
berdiri tak jauh dari tempat dirinya tertidur.
Sehun
meletakkan kembali ponsel Kris di atas meja. Ia menunjukkan senyumnya seolah
tak pernah terjadi apa-apa. “Hyung…” seru Sehun sambil merentangkan tangannya.
Kris
yang tersentak semakin memojokkan tubuhnya ke sandaran kursi ketika menyadari
Sehun hendak memeluknya. “Apa yang kau lakukan?”
Sehun
seperti tak mendengar. Ia benar-benar menjalankan aksinya untuk memeluk Kris.
“Selamat hyung…”
“Sehun
lepas!” protes Kris sambil mendorong-dorong wajah Sehun untuk menjauhinya.
Sehun
menuruti untuk menjauhkan tubuhnya dari Kris. “Kau tak suka aku peluk, hyung?”
sedih Sehun sambil memanyunkan bibirnya.
“Tapi
tatapanmu menakutkanku.”
Sehun
langsung nyengir. Ia lega karena Kris bukan membencinya, tapi hanya sedikit
risih dengan sikap Sehun yang seperti anak kecil. Apapun itu, Sehun tak peduli.
@@@
Ini
saatnya. Beberapa kali Jongin tertangkap tengah tersenyum. Di pandanginya
ponsel milik Gwangsoo yang masih dalam genggamannya. Langkah untuk bertemu
dengan Suho semakin dekat. Jongin kembali menyeruput minuman yang dipesannya.
“Maaf
tuan muda saya terlambat.”
Jongin
berdiri untuk merespon seseorang yang kini tengah sedikit membungkuk di
hadapannya.
“Jangan
memperlakukanku seperti itu, paman.” Pinta Jongin yang merasa risih dengan perlakuan
Gwangsoo terhadapnya. Jongin menyentuh pundak tinggi Gwangsoo dan
mengisyaratkan pria itu untuk duduk. “Aku bukan majikanmu lagi, jadi mulai
sekarang panggil saja aku Jongin.
“Jangan
tuan muda.” Tolak Gwangsoo.
Jongin
juga tak bisa memaksa karena bagaimanapun dirinya tetap anak kandung tuan Kim
meski ia tak tinggal lagi bersama ayahnya. “Yasudah paman. Aku sudah memesankan
minuman untukmu.”
Gwangsoo
hanya mengangguk singkat sebelum menyeruput minuman yang sudah tersaji di
hadapannya.
Tak
berapa lama, hening yang menguasai Jongin dan Gwangsoo. Jongin berinisiatif
memulai pembicaraan setelah teringat ponsel milik Gwangsoo. Ia berniat
mengembalikan benda itu kepada pemiliknya. “Aku sangat berterima kasih pada
paman.”
Dengan
sopan, Gwangsoo menerima ponsel dari tangan Jongin. “Itu sudah menjadi
tugasku.” Ujar Gwangsoo. Tak lama kemudian, pria tinggi itu juga teringat
sesuatu yang ia bawa. Selembar kertas yang langsung di terima Jongin ketika
Gwangsoo memberikannya.
“Ini
apa paman?” Tanya Jongin yang tidak mengerti.
“Itu
data tentang tuan muda Suho. Rumah, sekolah, kampus, nomor telepon dan alamat
beberapa akun di jejaring social milik tuan muda Suho.”
Tatapan
Jongin tak lepas dari deretan tulisan di hadapannya. Sesekali ia juga
mengangguk ketika Gwangsoo menjelaskan.
“Cepatlah
bertemu dengan tuan muda Suho.”
Jongin
mendongak ketika Gwangsoo berbicara kembali.
“Apa
sesuatu terjadi pada hyungku?” Tanya Jongin yang mulai tak bisa menahan
kepanikannya. “Hyungku baik-baik saja kan, paman?” cecar Jongin lagi.
“Tenang
tuan muda. Tuan muda Suho baik-baik saja. Namun ia sedikit menutup diri dari
lingkungan luar.” Gwangsoo sedikit menenangkan diri sebelum melanjutkan cerita.
“Meski tidak pernah di ceritakan, dari sikap tuan muda Suho selama tuan dan
nyonya berpisah sama sekali tak bisa membohongiku.
“Aku
sangat yakin tuan muda sangat merindukan anda. Dan ku mohon anda sama sekali
tidak membenci tuan muda Suho terlebih apa yang ia lakukan tadi siang.”
Jongin
tertunduk. Tangannya meremas kertas pemberian Gwangsoo.
“Tuan
muda Suho beberapa kali mengikuti kegiatan anda. Contohnya pertandingan basket
beberapa waktu lalu. Tuan muda memang tidak sempat untuk menonton, tapi ia
memperhatikan anda dari jauh setelah pertandingan selesai.”
Jongin
mengangkat wajahnya takut-takut. Ada hal yang sangat ingin ia katakan. Sekuat
tenaga Jongin berusaha mengeluarkan pertanyaan yang menjadi bebannya selama
ini. “Apa ayah membuat hyung menderita?”
“Tidak
secara langsung, tapi ku yakin tuan muda memang tersiksa berpisah dengan
kalian, terutama nyonya Kim.”
“Apa
yang harus kulakukan?” Tanya Jongin dengan tatapan penuh harap bahwa Gwangsoo
benar-benar bisa membantunya.
“Aku
bisa membantu mempertemukan kalian.” Ucapan Gwangsoo membuat wajah Jongin cerah
seketika. “Tapi hanya sekali.” Lanjutnya yang sukses membuat Jongin kembali
muram. “Karena jika tuan besar tau, beliau bisa menghentikan biaya sekolah
untuk anda. Dan itu yang sangat dihindari oleh tuan muda Suho.”
“Jika
ayah menghentikan biaya untuk keperluan sekolahku, apa artinya ayah sudah tidak
bisa menghalangi lagi untuk ku bertemu Suho hyung kapanpun?”
Gwangsoo
menatap Jongin khawatir. “Jangan tuan muda. Tuan muda harus menyelesaikan
pendidikan sampai ke Universitas.”
Jongin
berdiri dengan kasar. “Aku tidak peduli jika tidak kuliah. Aku hanya ingin bisa
bersama dengan hyungku.” Teriak Jongin penuh emosi. Semuanya memang sudah tak
bisa terbendung lagi. Tujuan hidup Jongin hanya untuk Suho. Mungkin ia akan
lebih memilih untuk mati dari pada tidak bisa memeluk hyungnya lagi.
Untuk
menghindari amukannya yang lebih parah lagi, Jongin memutuskan untuk
meninggalkan Gwangsoo sendiri di sana.
@@@
“Biar
ku bantu, hyung.” Kyungsoo merebut paksa piring-piring yang hendak di bawa Lay
menuju taman belakang.
Mereka
sedikit mengubah dekorasi halaman belakang rumah Lay sebagai perayaan kelulusan
Minseok, Lay dan Jongin. Sebuah meja yang penuh dengan makanan sengaja mereka
letakkan di tengah-tengah. Sedikit sentuhan cahaya lilinpun ikut menghiasi meja
makan. Minseok juga tengah memasang lampu kelap-kelip untuk menambah kemeriahan
pesta kecil tersebut.
“Jongdae
hyung?” seru Minseok ketika mendapati Jongdae muncul. “Maaf karena kami sedikit
merusak tamanmu.” Minseok mengusap tengguknya sebagai ekspresi rasa
bersalahnya.
“Kenapa
kalian tak mengajakku jika mengadakan makan malam?” ujar Jongdae sedih.
Minseok
tertawa kecil. “Tentu saja kau boleh bergabung, hyung.” Hibur Minseok. Pemuda
ini menajamkan pandangan pada seseorang yang mendekat dari arah belakang
Jongdae.
Jongdae
berbalik untuk memastikan apa yang dilihat Minseok. “Oh, itu temanku.” Kata
Jongdae menjawab isi pikiran Minseok.
Kyungsoo
tiba-tiba muncul bergabung. Namun tatapannya tak lepas dari seseorang yang kini
sudah berdiri di samping Jongdae. “Tadi ku pikir kau Sehun.” Ucap Kyungsoo
polos masih menatap pemuda itu. Setelah menatap lebih intens lagi, mata
Kyungsoo semakin membulat. “Astaga. Kau Luhan, Kan? Kakaknya Sehun.”
Jongdae
melirik heran ke arah pemuda di sampingnya yang memang benar Luhan.
“Benarkah
kau kakaknya Sehun?” timpal Minseok.
“Apa
kalian sudah saling kenal?” selidik Jongdae.
Luhan
menggeleng samar tanpa maksud untuk menyinggung karena ia benar-benar tak mengenal
dua pemuda di hadapannya itu.
“Mereka
teman-teman Lay. Minseok dan Kyungsoo.” Jelas Jongdae.
Luhan
mengangguk sebagai tanda membalas sapaan Minseok dan Kyungsoo. Namun diam-diam
ia tenggelam dalam pikirannya sendiri ketika mendengar nama Lay dan Minseok.
Meski sudah berteman lama dengan Jongdae, Luhan sama sekali tidak mengenal
dekat seorang Lay.
“Ayo
ngobrol sambil duduk…”
Jongdae,
Luhan, Minseok dan Kyungsoo menoleh ke arah Lay yang sudah mengambil satu
tempat di meja makan. Mereka pun satu persatu duduk mengelilingi meja.
Tatapan
Luhan langsung tertuju pada satu kursi kosong yang tersisa. Ia melirik Minseok
dan Lay diam-diam. Tiba-tiba saja Luhan teringat Kris jika mengingat dua nama
tadi. Jika kursi yang tersisa hanya satu, berarti… Luhan tak ingin melanjutkan
pikirannya.
Jongdae
juga menyadari adanya satu kursi kosong di antara mereka. “Mana Jongin?”
Pertanyaan
Jongdae membuat Luhan membeku di tempatnya. Dugaannya benar dan apa yang ia
takutkan terjadi. Harusnya saat ini ia melakukan hal yang sama bersama Kris dan
Sehun. Tapi kenyataannya, Luhan bersama orang-orang yang kerap kali membuat
Kris pulang dengan wajah penuh luka.
Luhan
berpura-pura sibuk dengan ponselnya. “Kenapa?” bisik Jongdae yang menangkap
gelagat aneh dari Luhan.
“Maaf,
sepertinya aku tidak bisa berlama-lama di sini.” Ujar Luhan sambil berdiri dan
menatap satu-persatu orang-orang di hadapannya.
Jongade
mengangguk dan ikut menyusul berdiri. “Yasudah, aku antar kau ke depan.”
“Hyung,
salam untuk Sehun.”
Luhan
hanya mengangguk mendengar permintaan Kyungsoo sebelum benar-benar meninggalkan
tempat itu.
@@@
Sehun
mengusap kedua matanya sambil sesekali menguap. Anak bungsu di keluarga Choi
ini bahkan berjalan dengan kondisi mata sedikit terpejam. Hari libur adalah jadwal
Sehun untuk bisa bangun lebih siang. Tapi tidak untuk hari ini ketika sang ibu
membangunkan Sehun lebih pagi dari biasanya.
Sehun
masuk ke dalam kamar Kris. Ia duduk di tepi tempat tidur sambil
mengguncang-guncangkan tubuh seseorang yang bersembunyi di balik selimut.
“Hyung… ayo bangun.”
Tidak
ada renspon dari orang tersebut. Sehun kembali menguap. Ia masih sangat
mengantuk sekali. Matanya masih terus menutup erat meski sekarang Sehun sudah
berada di kamar salah satu hyungnya itu.
“Kris
hyung…” gumam Sehun lagi dengan suara berat. Kantuknya sudah tidak dapat di
bendung lagi. Sehun menjatuhkan badannya tepat di atas tubuh orang dibalik
selimut tersebut.
“Akh…”
jerit suara dari balik selimut. Tapi Sehun tak merespon dan tetap memejamkan
mata. “Kris…! Minggir!” kesal orang tersebut. “Sehun?” pekiknya setelah menarik
selimut yang menutupi wajahnya. Dan ternyata orang itu adalah Luhan, bukan Kris
seperti apa yang diperkirakan Sehun.
Luhan
berdecak kesal karena Sehun tidur sangat terlelap dengan napas teratur.
“Sehun…
kau berat.” Sekuat tenaga, Luhan menyingkirkan tubuh Sehun dari atas tubuhnya
dan menyingkirkannya dengan sedikit kasar hingga tubuh Sehun berpindah ke
sampingya.
“Akh…”
kembali terdengar jeritan suara Kris. Ternyata Sehun jatuh tepat menimpa tubuh
Kris yang tertutupi selimut di samping Luhan. Kris menyingkirkan selimut sambil
bangkit dengan kasar. “Hyung, apa yang kau…” ucapan Kris terputus ketika
menyadari siapa yang menimpa tubuhnya. “Sehun?”
“Hyung…
aku masih mengantuk…”
Kris
melirik Luhan meminta penjelasan. Namun Luhan menggeleng karena ia tak tahu
kenapa Sehun bisa berada di sana. Kris mengajak Luhan untuk keluar dengan
lirikan mata. Luhanpun menyetujui dan mereka meninggalkan Sehun seorang diri di
sana.
@@@
Kejadian
malam tadi masih terekam dengan baik di benak Suho. Pertemuan antara Jongin dan
Gwangsoo. Karena curiga dengan gelagat aneh yang ditunjukkan Gwangsoo, Suho
diam-diam mengikuti sopir pribadinya itu. Beruntung Suho mempersiapkan diri
dengan beberapa benda yang bisa membantunya dalam penyamaran.
Hingga
Jongin pergi dari café malam itu, tak satupu yang menyadari keberadaan Suho
yang sebenarnya memilih kursi tak jauh dari tempat yang dipilih Jongin. Semua
pembicaraan antar Jongin dan Gwangsoopun dapat dengan jelas terdengar di
telinga Suho.
Suho
menghembuskan napas keras. Terasa sesak di dadanya ketika Jongin mencetuskan
keinginannya untuk bisa bertemu Suho meski itu sama saja merusak masa depannya.
Sejak
pulang dari mengintai pertemuan adik dengan sopirnya itu, Suho sama sekali tak
tertidur. Ia hanya diam duduk di sofa sambil menekuk lututnya.
“Harusnya
aku yang berkorban untuk Jongin. Bukan dirinya.” Sesal Suho yang kembali
mengingat pengorbanan yang akan dilakukan Jongin. Tak terasa butiran bening
menyelinap keluar dari tepi matanya. Dengan sigap Suho segera menyekanya
sebelum benar-benar jatuh.
@@@
“Ayah
membeli mobil baru lagi?” heran Luhan yang melangkah mendahului dua adiknya.
Tuan
dan nyonya Choi keluar dari dalam mobil yang hanya bisa ditumpangi oleh dua
orang saja. “Ini untuk Kris.” Kata tuan Choi dengan bangganya.
Sehun
menatap takjub ke arah Kris. Namun Kris hanya memandang heran ekspresi Sehun
yang berlebihan itu. “Kau benar-benar mendapatkannya, hyung?” Pertanyaan Sehun
membuat Kris bertambah bingung. “Whoah… hebat.” Seru Sehun yang langsung
berhamburan ke arah ayah dan ibunya untuk mengagumi mobil mewah yang kini
menjadi milik Kris.
Luhan
menggerakkan kepala mengisyaratkan Kris untuk bergabung. Dengan enggan Kris pun
mendekati Luhan.
“Seperti
keinginanmu kan, Kris?”
Pertanyaan
nyonya Choi membuat kening Kris berkerut. “Kapan aku meminta dibelikan mobil?”
Tanya Kris heran.
“Bukankah
semalam kau menyebutkan mobil keinginanmu ketika ku telpon?” timpal tuan Choi
untuk mengingatkan anaknya itu.
Kris
menggaruk belakang kepalanya. Ia semakin bingung dengan apa yang terjadi.
“Kapan aku berkata seperti itu? Aku bahkan tidak tau kalau ayah menelponku
semalam.”
Sehun
mengawasi sekitar. Tak ada yang menyadari gelagat aneh yang ditimbulkan Sehun.
Semua sibuk dengan pikiran masing-masing. Terutama Kris. Jika memang tuan Choi
benar-benar menelpon Kris seperti apa yang diakuinya, mungkin Kris tidak akan
menyebutkan merk mobil yang semahal itu.
Luhan
melirik Kris khawatir. “Coba kau ingat-ingat lagi.”
Kris
berpikir keras. Ia teringat ketika tertidur di sofa. Saat itu Kris memang
mendengar ponselnya berbunyi, tapi ia tidak merasa menjawab panggilan karena
matanya sangat berat untuk terbuka. Kris menatap Luhan penuh arti seperti telah
menemukan sesuatu. Lantas ia langsung melirik Sehun dengan tatapan menyelidik.
Merasa
rahasianya terbongkar, Sehun tak membalas tatapan Kris seolah tak pernah
terjadi sesuatu.
“Sehun!
Mengakulah bahwa kau yang menjawab telponku dari ayah?” tuduh Kris karena semua
petunjuk mengarah ke adik bungsunya itu. Saat ia terbangun memang hanya ada
Sehun di sana.
Sehun
menghembuskan napas. Ia tak bisa menyembunyikan apapun dari Kris. “Tapi ferary
dua pintu itu keren, hyung.” Cetus Sehun akhirnya.
Kris
siap buka mulut untuk memprotes Sehun. Namun sedetik kemudian Kris mengurungkan
niat. Ia melirik Luhan yang menatapnya heran. Kris hanya menggerakan matanya ke
arah mobil. Seolah bisa menangkap maksud lirikan Kris, Luhan tersenyum jahil.
“Apa
kalian merencanakan sesuatu?”
Baik
Kris ataupun Luhan seolah tak mendengar ucapan Sehun. Mereka dengan kompak berlari
ke arah orang tua mereka.
“Terima
kasih ayah…” teriak Kris yang langsung berlari menuju pintu untuk pengemudi.
“Kami
ingin mencobanya.” Luhan menyambar kunci dari tangan tuan Choi lalu segera
melesat ke dalam mobil. Lalu Luhan menyerahkan kunci tersebut pada Kris.
“Hyung,
kalian mau kemana?” protes Sehun yang kini telah mengetuk-ngetuk kaca mobil di
samping Kris.
“Bukankah
ini keinginanmu?” ujar Kris yang secara tak langsung menyalahkan Sehun. “Aku
ingin jalan-jalan dengan Luhan hyung. Jadi kau jangan merengek minta ikut
karena mobil hanya untuk dua orang.”
“Kita
naik mobil Luhan hyung saja, hyung.” Sehun terus merengek agar Kris dan Luhan
mau mengajaknya.
“Tidak
mau!” tolak Luhan.
Kris
menginjak gas tanpa perintah meninggalkan Sehun merengek seorang diri. “Daah
Sehun…” teriak Kris untuk menggoda adiknya.
“Ayah…”
Sehun meminta pembelaan dari ayahnya.
Namun
tuan Choi seolah tak peduli. Ia merangkul istrinya untuk masuk ke dalam rumah
meninggalkan Sehun seorang diri di sana.
“Hyung
jahat…” lirih Sehun yang sudah tidak bisa melakukan apapun lagi. “Aku menyesal
telah meminta ferary dua pintu.”
Sehun
berbalik sambil cemberut karena ditinggal dua hyungnya serta menyesali keputusannya
semalam. Sehun melangkah gontai memasuki rumah. Ia juga sesekali melirih ke
arah pagar berharap Kris kembali untuk menukar mobil dengan milih Luhan
sehingga Sehun bisa ikut bergabung dengan mereka. Namun hingga sampai di depan
pintupun semua harapan Sehun tidak ada yang terkabul.
@@@
hahaha
BalasHapusparah banget..
kasian Sehun ditinggal sama ke 2 hyungnya.. wkwkwkwk
miris bgt... wkwkwkwk
siapa suruh minta FERRARY 2 pintu... jelas2 tuh mobil cuma bisa buat ber 2...
BalasHapushahahaha
BalasHapuskaga ada... dy sendiri yang minta...
kasian si Sehun...
niatnya pengen jalan sama Luhan, malah dy yang ditinggal sendirian di rumah.. wkwkwkwk :D
ama Kris kali, bukan ama Luhan... kan itu mobilnya Kris... malah kris yang ngajakin Luhan...
BalasHapuseeehhh...
BalasHapusiya itu maksudnya..
mau ngomong ribet banget.. hehehe :)