“Aku
duluan,” pamit Jongin kepada beberapa teman kerjanya di café. Beberapa dari
mereka juga membalas lambaian tangan Jongin. Setelah itu, Jongin segera melesat
ke luar. Dan betapa terkejutnya Jongin ketika mendapati Suho bersandar di badan
mobil yang berhenti tepat di depan cafenya.
Jongin
pun segera berlari menghampiri Suho. “Kau kenapa bisa di sini, hyung?” Tanya
Jongin heran.
Suho
hanya memberikan senyumannya. Tanpa berkata, ia membuka pintu mobil bagian
belakang dan menggerakkan kepalanya sebagai tanda bahwa ia menyuruh Jongin
untuk masuk menyusulnya.
Karena
Suho yang menyuruh, tanpa pikir panjang Jongin langsung menuruti meski banyak
pertanyaan berkecamuk di benaknya. Ia juga bertanya-tanya ke mana Suho akan
membawanya pergi. Tapi itu tak berani ia ucapkan secara langsung.
“Ke
mana arah tempat tinggalmu?” Tanya Suho memulai pembicaraan.
“Apa?”
seru Jongki yang tampaknya kurang menyadari apa yang baru saja di katakan Suho.
“Aku
ingin ke rumahmu,” pinta Suho tanpa meminta persetujuan Jongin sebelumnya.
“Kau
tidak akan suka berada di sana, hyung,” Jongin tampak beralasan dan itu sukses
membuat Suho memberikan tatapan membunuh padanya.
“Kau
ingin menghalangi aku bertemu dengan ibuku sendiri?” kesal Suho.
Jongin
buru-buru melambaikan tangannya sebagai upaya pembelaan diri. “Bukan itu
maksudku,” Jongin baru saja akan menjelaskan sesuatu, namun Suho langsung
memotongnya.
“Jika
kau tidak membawaku pada ibu, bisa ku pastikan ini hari terakhirmu bisa bertemu
denganku,” ancam Suho serius dan sukses membuat Jongin bungkam.
“Ke
arah kantor walikota, paman,” kata Jongin kepada Gwangsoo yang langsung di
jawab dengan anggukan. Di sampingnya Suho tersenyum melihat apa yang baru saja
di lakukan Jongin. “Tapi ibu sedang tidak ada di rumah,” lanjut Jongin.
“Tidak
masalah. Setidaknya aku sudah tahu tempat tinggalmu.”
Jongin
hanya membalas ucapan Suho dengan senyuman. Begitu pula dengan Gwangsoo yang
juga ikut tersenyum melihat kebahagiaan dua anak majikannya itu.
@@@
Joongki
menatap kepergian Kyungsoo dengan berbagai pikiran yang berkecamuk di benaknya.
Ada sesuatu yang janggal, namun ia belum bisa menemukannya. Tanpa sepengetahuan
Kyungsoo, Joongki mengikuti pemuda itu.
“Ternyata
benar dugaanku,” gumam Joongki ketika melihat sosok Sehun menunggu di luar.
Pantas saja Joongki memang merasa ada yang aneh. Terlebih ketika ia menerima
obat itu. Obat yang sama persis dengan obat yang selama ini di konsumsi Kris.
Ia tidak mungkin salah untuk hal itu.
Segera
saja Joongki berniat mengejar Kyungsoo dan berniat merebut kembali kertas yang
ia berikan. Bisa saja dengan alibi bahwa hasil yang ia berikan ternyata keliru
atau tertukar dengan data yang lain.
“Joongki!”
teriak seseorang yang suaranya sudah sangat familiar di telinga Joongki. “Aku
membutuhkan bantuanmu,” ujar orang itu lagi sesaat setelah Joongki menoleh.
Ternyata
takdir berkata lain. Yang memanggil tadi adalah dokter Jaesuk. Lagipula,
Joongki memang tidak mungkin balas membohongi Kyungsoo bahwa ia telah memeriksa
kertas itu lagi di hadapan Kyungsoo.
“Tapi
dokter…” Joongki siap melontarkan protes. Tapi tidak ada satupun alasan yang
keluar sari mulutnya. Dengan sangat terpaksa, Joongki tidak bisa menolak
perintah atau mungkin permintaan yang dilontarkan dokter Jaesuk.
Selama
perjalanan menuju ruangan dokter Jaesuk, jari-jari Joongki bermain di atas
layar sentuh ponselnya. Ia mengirimi Luhan sebuah pesan.
Aku ingin bicara. Penting. Temui aku di
taman jam 5 sore ini.
@@@
Sehun
harap-harap cemas menunggu kedatangan Kyungsoo yang sedang mengambil hasil obat
yang mereka berikan kepada Joongki. Setelah cukup lama menunggu, akhirnya
Kyungsoopun muncul.
Sehun
mengulurkann tangannya. “Cepat berikan padaku,” paksanya yang sudah sangat
tidak sabar ingin mengetahui isi kertas yang di bawa Kyungsoo. Belum sempat
benar-benar diberikan, Sehun sudah lebih dulu menyambar kertas tersebut dari
tangan Kyungsoo.
“Sehun,
ada apa?” Tanya Kyungsoo karena tiba-tiba saja Sehun terdiam dan sama sekali
tak melepaskan tatapannya ke arah kertas yang berada di tangannya.
Seperti
merasa di kecewakan, Sehun meremas kertas tersebut dengan kesal.
“Sehun!”
tegur Kyungsoo lagi karena Sehun tak kunjung memberikan jawaban. “Ya sudah
kalau kau memang tak mau bercerita,” ujar Kyungsoo yang juga tampak kesal
karena Sehun terus saja mengacuhkannya.
Sehun
buru-buru menahan tangan Kyungsoo sebelum pemuda itu sempat berbalik. “Maaf,”
lirih Sehun merasa bersalah.
Cukup
lama Sehun kembali terdiam dan Kyungsoo tetap sabar menunggu sampai suasana
hati Sehun kembali seperti semula hingga akhirnya Sehun mau bercerita padanya.
“Siapa
yang sakit? Luhan hyung?” Tanya Kyungsoo selembut mungkin.
Sehun
hanya menjawab dengan gelengan kepala.
“Lalu
siapa? Kenapa kau terlihat sangat terpukul?” desak Kyungsoo yang mulai khawatir
dengan apa yang terjadi pada Sehun.
Sehun
melirik Kyungsoo dengan tatapan yang sulit untuk di artikan. Ia juga tidak
mungkin menceritakan hal yang sesungguhnya. Secepat kilat, Sehun berusaha
memikirkan alasan yang tepat untuk menutupi rahasia ini pada Kyungsoo.
“Itu
milik teman Luhan hyung,” bohong Sehun.
“Jongdae
hyung?” tebak Kyungsoo tanpa pikir panjang. Yang ia tahu, Luhan dan Jongdae
memang sangat dekat.
“Bukan,”
jawab Sehun singkat.
@@@
Joongki
segera berdiri dari kursi taman ketika sudah melihat kemunculah Luhan dari
jauh. “Luhan, maaf,” lirih Joongin yang sangat merasa bersalah.
Luhan
menatap Joongki, bingung. “Ada apa?” desaknya.
“Maaf,
karena aku tidak bisa menjaga rahasia Kris,” ujar Joongki masih dikuasai dengan
rasa bersalah.
“Katakan
ada apa?” Tanya Luhan yang mulai tidak sabar. “Jika kau tidak cerita, aku tidak
akan tahu apa kesalahanmu.”
Joongki
menunduk dalam-dalam sebagai usaha mengumpulkan keberanian untuk bisa bercerita.
“Aku terjebak. Sehun menemukan obat milik Kris. Dia menyuruh temannya untuk
mencari tahu tentang obat itu. Dan sialnya, ternyata dia menemuiku,” sesal
Joongki lagi. “Seharusnya aku yakin tidak mungkin Chanyeol yang
merekomendasikanku padanya.”
“Chanyeol?”
Tanya Luhan heran kenapa Joongki menyebut nama Chanyeol. “Siapa temannya Sehun
itu?”
“Dia
mengaku namanya Jongdae.”
“Jongdae?”
heran Luhan nyaris tanpa suara. Ia mengacak rambutnya, frustasi. “Sehun… kenapa
kau…” ucapan Luhan terputus karena ia sudah tidak tahu ingin mengatakan apa
lagi.
“Ini
semua salahku.”
“Berhenti
menyalahkan dirimu!” omel Luhan. “Cepat atau lambat, Sehun pasti akan
mengetahui hal ini. Dan mungkin memang ini saatnya,” ujar Luhan sekaligus upaya
menenangkan Joongki agar pemuda itu tidak terus-terusan menyalahkan diri.
@@@
Malam
itu, Sehun tampak pulang sedikit telat dan hanya ada Kris di rumah yang tengah
menyaksikan pertandingan basket dari televisi. Merasa ketenangannya sedikit
terganggu akibat Sehun membuka pintu dengan cukup kasar, Krispun membalikkan
badannya.
“Kau
kenapa, Sehun?” Tanya Kris khawatir akan kondisi Sehun yang tidak seperti
biasanya.
Sehun
sendiri hanya berhenti sesaat lalu pergi meninggalkan Kris tanpa berkata-kata
lagi.
“Sehun,
kau kenapa?” tegas Kris lagi, kali ini ia sudah menahan tubuh Sehun sebelum
adiknya itu sempat melangkah lebih jauh lagi. “Kenapa menangis?” selidik Kris
karena melihat mata Sehun sedikit sembap dan merah.
Sehun
mendongak menantang mata Kris. “Siapa yang menangis?” Sehun balik bertanya
seolah pertanyaan Kris tidak seperti kenyataannya. “Mataku kelilipan terkena
debu di jalan,” seru Sehun lagi dengan nada sedikit tinggi seakan memberikan
penekanan bahwa ia tidak sedang berbohong. “Dan sekarang aku lelah.”
“Tapi,
kau…” Kris tak melanjutkan ucapannya karena Sehun sudah lebih dulu menerobos
tubuhnya untuk melanjutkan perjalanan menuju lantai atas rumah mereka. “Sehun!”
teriak Kris memanggil nama Sehun, namun adiknya itu sama sekali tak memiliki
niat untuk meresponnya.
Kris
tak berniat menyusul Sehun. Ia lebih memilih kembali duduk di sofa dan
melanjutkan menonton pertandingan basket yang kini sudah tidak menarik lagi
untuknya.
Beberapa
menit kemudian, kejadian tadi terulang. Kali ini Luhan yang datang sambil
membuka pintu rumah dengan cukup kasar.
“Di
mana Sehun?” Tanya Luhan tak sabar, namun ia tak menunggu jawaban dari Kris
karena lebih memilih naik ke lantai atas. Tebakannya pasti Sehun di kamar.
“Hyung!”
Kris menahan tubuh Luhan yang hampir saja memijakkan kaki di anak tangga pertama.
“Apa yang terjadi?” desak Kris yang merasa seperti dipermainkan Sehun dan
Luhan.
@@@
Di
saat yang bersamaan ketika baru masuk kamar, Sehun menutup pintu dengan kasar
lalu menyandarkan tubuhnya pada daun pintu. Tubuh Sehunpun meluruh di sana
sambil memegangi dadanya yang terasa sesak. Dalam perjalanan pulang, Sehun
hampir saja mengalami kecelakaan jika kesadarannya tak kembali dengan penuh
karena terlalu pusing memikirkan Kris.
“Hyung,
kalian membohongiku,” ujar Sehun serak.
Dua
pemuda yang sangat disayanginya, ternyata tega berbohong. Dan Sehun yakin
kebohongan itu sudah terjadi sejak bertahun-tahun yang lalu.
“Kenapa
kalian tega melakukan itu?” lirih Sehun lagi. Air mata yang sudah susah payah
di tahanpun ternyata sudah tak sanggup dibendung lagi.
Sehun
mengusap tepi matanya dengan kasar menggunakan lengan jaket. Namun air mata tak
kunjung mengering dan justru semakin membanjiri wajah tampannya.
Berkali-kali
Sehun berusaha menepiskan air yang mengalir dari pelupuk matanya, namun air itu
kembali mengalir bahkan semakin deras lagi seiring ingatan Sehun tentang
dirinya, Kris dan Luhan.
Sejak
dulu, Sehun memang lebih dekat dengan Kris, dan ia sendiri tidak tahu
alasannya. Padahal Luhan sudah sangat baik dan perhatian padanya juga.
Jika
mendapatkan tugas sekolah, orang pertama yang akan di cari Sehun adalah Kris.
Selalu seperti itu karena jika Sehun meminta bantuan Luhan, kakaknya yang satu
itu tidak akan melepaskan Sehun ataupun mau diajak bermain game dulu untuk
mengusir penat sebelum tugas sekolah Sehun benar-benar selesai.
Dan
kini, bayangan akan kehilangan Kris lebih cepatpun mulai menghantui Sehun. Ia
tidak sanggup membayangkan hal itu. Tak sanggup jika harus kehilangan satu
sayapnya.
Sehun
tersentak ketika seseorang dengan rusuh mengetuk pintu kamarnya.
“Sehun, buka pintunya!” teriak Luhan
dari luar masih sambil mengetuk, atau lebih tepatnya menggedor pintu kamar
Sehun.
Beruntung
Sehun sudah sempat menguncinya dari dalam. Ia lebih memilih beranjak menuju
kasur dan menenggelamkan diri ke dalam selimut dari pada menanggapi Luhan yang
bisa di pastikan bersama Kris di luar sana.
@@@
Sementara
itu di luar kamar Sehun, tampak Kris dan Luhan masih di sana dan saling
melempar pandangan penuh arti.
Luhan
kembali mengetuk pintu kamar Sehun dengan sabar. “Sehun… buka pintunya. Aku
ingin bicara.”
Kris
menghela napas. Percuma saja. Bahkan sampai esok pagipun mungkin Sehun baru
akan mau membukakan pintu kamarnya. Tanpa bicara apapun lagi, Kris lebih
memilih masuk ke dalam kamarnya yang tepat bersebelahan dengan kamar Sehun.
Luhan
sendiri hanya mampu menatap nanar tubuh tinggi Kris sampai menghilang di balik
pintu. Ia sendiri juga tak berniat kembali ke kamarnya di lantai bawah meski
rasa lelah telah menyergapi tubuhnya sejak tadi. Luhan lebih memilih duduk dan
bersandar di tembok antara pintu kamar Sehun dan Kris sambil berharap jika
Sehun akan membukakan pintu untuknya karena Luhan juga sangat merasa bersalah dan
ingin meminta maaf karena telah ikut andil untuk menyembunyikan penyakit Kris
dari Sehun.
Harapan
Luhan akhirnya terwujud. Tengah malam Sehun ke luar kamar dan masih mengenakan
seragam sekolah serta dengan wajah yang baru bangun tidur. Tapi Luhan sama
sekali tak menyadari hal itu karena ia sudah sangat lelah. Bahkan kini tubuh
Luhan sudah melintang menghalangi dua pintu kamar adiknya tersebut.
Sehun
menatap miris apa yang dilakukan Luhan. “Maaf, hyung. Aku hanya sedikit kecewa
pada kalian,” lirih Sehun sangat pelan sebelum berjongkok di samping Luhan dan
berniat membawa hyungnya ke kamar di lantai bawah.
Di
tempat lain, sebenarnya Kris juga belum mampu memejamkan matanya. Ia menatap
kosong ke luar jendela. Dan ketika hari beranjak pagi, Kris baru bisa tertidur.
@@@
Pagi
hari, Kris bangun dan langsung menegakkan badannya yang sontak saja membuat kepalanya
menjadi pusing. Jelas saja, karena Kris baru tidur sekitar 2 jam.
Hal
pertama yang Kris lakukan pagi itu adalah menyambar ponselnya. Ada banyak panggilan
tak terjawab dari nomor Suho dan juga beberapa pesan dari Baekhyun yang semua
isinya menanyakan di mana keberadaan Kris.
Tanpa
pikir panjang, Kris segera memanggil kembali nomor Suho. Panggilan pertama tak
langsung mendapat jawaban. Kris mencoba sekali lagi.
“Kris, kau di mana?” cecar Suho ketika
menjawab panggilan Kris.
“Maaf,
aku kesiangan dan ini masih di rumah. Mungkin aku baru akan ke kampus nanti
siang. Kalian di mana?” Kris balik bertanya.
Di
tempat berbeda, Suho menerima panggilan dari Kris di luar kelas karena
sebenarnya saat itu ia tengah mengikuti sebuah matakuliah.
“Ku
pikir juga begitu, mungkin kau kesiangan. Dan ternyata benar. Aku sudah di
kampus. Baekhyun juga pasti sedang di kelasnya sekarang,” jelas Suho.
“Oke…
maaf aku mengganggumu,” ujar Kris sedikit merasa tak enak hati karena Suho
sampai meminta ijin ke luar kepada dosen hanya untuk menjawab telpon dari Kris.
“Tidak
masalah. Kabari jika kau telah sampai,” balas Suho yang sama sekali tak merasa
keberatan sebelum akhirnya memutuskan sambungan telpon dari Kris.
Kembali
ke kamar tempat Kris berada. Seusai melempar ponselnya ke samping, Kris segera
menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya lalu turun dari ranjang.
@@@
Beberapa
kali Sehun melirik pantulan wajahnya melalui spion motor. Ia agak sedikit
terganggu karena matanya terlihat bengkak akibat cukup lama menangis kemarin.
“Bagaimana
ini?” keluh Sehun. Bisa dipastikan Kyungsoo tidak akan berhenti bertanya
tentang kondisi mata Sehun jika di rasa jawabannya belum cukup memuaskan. Dan
Sehun juga pasti tidak akan bercerita hal yang sebenarnya.
“Sehun!”
panggil seseorang sambil menepuk pundak Sehun hingga pemuda itu terlonjak
kaget.
“Kyungsoo?”
seru Sehun.
“Kau?”
selidik Kyungsoo yang tatapannya tiba-tiba langsung tertuju pada mata Sehun.
“Matamu kenapa?”
Sehun
membeku seketika mendengar pertanyaan Kyungsoo yang sudah ia perkirakan
sebelumnya. “Ini, semalam…” ujar Sehun sedikit tersendat karena ia sibuk
memikirkan alasan yang tepat. “Hmm… Luhan hyung menangis gara-gara mengetahui
penyakit temannya itu. Dan aku…” Sehun memberi jeda pada ucapannya. “Kau tahu
kan kalau aku sedikit sensitive jika melihat seseorang menangis di depanku?
Terlebih, itu hyungku sendiri,” kali ini Sehun melontarkan pertanyaan dan entah
dari mana ia mendapatkan ide seperti itu sebagai alasannya.
Kyungsoo
dengan polosnya menggeleng sambil berkata, “aku baru tahu sekarang kalau kau
seperti itu.”
Sehun
memaksakan tersenyum. “Tapi sekarang kau sudah tahu kan kalau aku seperti itu?”
Tanya Sehun lagi memastikan.
“Oiya,”
pekik Kyungsoo yang langsung mencari-cari sesuatu di dalam tasnya. “Kalau kau
mau, pakai saja ini.” Kyungsoo menyodorkan sebuah kacamata kepada Sehun.
“Untuk
apa?” Tanya Sehun bingung dan sedikit ragu menerima benda milik Kyungsoo.
“Apa
kau ingin anak-anak yang lain memperhatikanmu dengan mata seperti itu?”
pertanyaan Kyungsoo yang ini langsung di jawab anggukan oleh Sehun. “Kau pakai
itu. Dan kau juga jangan khawatir, minusnya masih kecil, jadi tidak terlalu
berbahaya. Lagi pula, aku yakin besok bengkaknya pasti sudah hilang,” jelas
Kyungsoo panjang lebar.
Sehunpun
akhirnya mau memakai kacamata milik Kyungsoo. “Kenapa tidak terfikirkan olehku
sejak tadi?” sesalnya. Namun sedetik kemudian Sehun kembali ragu. “Tapi, jika
aku memakai ini, nanti kau…”
“Aku
masih bisa melihat jika tanpa kacamata itu,” sambar Kyungsoo sebelum Sehun
menyelesaikan ucapannya.
Sehun
mengangguk senang. Ia beruntung memiliki teman seperti Kyungsoo. Sehunpun
mencoba mengenakan kacamata tersebut lalu memandang pantulan wajahnya melalui
kaca spion motor. Ia sedikit menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan
tidak ada yang curiga bahwa ia sebenarnya menutupi bengkak di mata.
“Tidak
terlalu buruk,” gumam Sehun masih dalam posisi mengaca. “Dan ternyata, aku tampan
juga jika memakai kacamata,” narsis Sehun yang langsung mendapat satu jitakan
dari Kyungsoo.
“Buka
kacamatamu,” kata Kyungsoo gemas yang sudah mengulurkan tangannya untuk meraih
benda yang menempel di atas hidung Sehun. “Dan kau akan terlihat buruk.”
“Jangan!”
Sehun buru-buru menjauhkan wajahnya dari jangkauan tangan Kyungsoo.
Kyungsoo
tidak benar-benar melakukan itu, karena sedetik kemudian mereka tertawa bersama
lalu saling berangkulan menuju kelas.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar