“Lepaskan,” Haesa memberontak. Setelah berhasil melepaskan
diri, ia langsung menggamit lengan Joon, “ayo kita pergi.” Joon yang tak berani
menolak hanya melambaikan tangan canggung.
“Huaaa… mereka pergi…” rengek Taemin. Semua langsung panic
dibuatnya.
“Taemin, jangan menangis,” usaha Cheondung. “Bagaimana kalau
kau ku traktir di café baruku?” ujarnya yang tiba-tiba mendapat ide.
“Sungguh?” Wajah Taemin berubah senang. “Kalau begitu, ayo,” ujarnya
penuh semangat sambil menarik tangan Cheondung.
Cheondung pun dengan sangat terpaksa menuruti kemauan Taemin.
“Aku menyesal berkata seperti itu,” ujarnya kemudian.
Seungho, Kibum, Minho dan Yong Hwa saling melempar pandangan
sebelum akhirnya mengangguk lalu mengikuti Taemin yang sudah membawa Cheondung
berjalan cukup jauh.
@@@
1 tahun kemudian…
“Akhirnya,
kita mendapatkan libur,” seru Baekhyun penuh semangat ketika berjalan bersama
Minho menuju lapangan parkir klub sepakbola mereka.
“Aku
tak sabar bertemu ibuku,” ujar Minho menimpali.
“Salam
untuk adikmu ya…” kata Baekhyun sebelum mereka berpisah menuju mobil
masing-masing.
Minho
berhenti tepat di belakang mobilnya. “Maksudmu Yong Hwa atau Cheondung?” teriak
Minho karena posisi Baekhyun sudah jauh di depannya. Ucapan isengnya hanya mendapatkan
tawa dari Baekhyun.
@@@
Tangan
jahil Joon mendarat di kepala Taemin sambil mengacak gemas rambut adiknya itu,
lalu menghempaskan diri di kursi yang selalu ia tempati ketika makan. Selama
tinggal bersama keluarga Park Jung Soo, Joon memang tidak pernah makan sendiri
lagi. Minimal akan ada satu orang yang menemaninya. Untuk pagi ini, hanya ada
Hyun Rae dan Taemin.
“Apa
kau tidak pernah bosan melakukan itu?” protes Taemin di tengah acara makannya.
Joon
tampak tak peduli dengan kekesalan adiknya. “Apa yang lain belum turun?”
“Bukan
belum turun, tapi kau yang terlambat turun.”
“Benarkah?”
Joon melirik jam di tangan kirinya, ia memang sedikit terlambat bangun pagi
ini. Joon kembali melanjutkan aktivitas makannya. Semakin lama, seperti ada seseorang
yang memperhatikan dirinya. Diliriknya Taemin, tapi pemuda itu sama sekali tak
berpaling dari piringnya. Lalu Joon melirik Hyun Rae.
“Ternyata
kau tampan.”
Joon
terkejut dan hampir saja tersedak. Apa-apaan ini? Pagi-pagi kakaknya sudah
merayu. “Apa aku lebih tampan dari Sungmin?”
“Tentu
saja tidak,” cibir Hyun Rae tegas. Raut wajahnya langsung berubah. “Berapa
banyak gadis yang kau kencani sebelum dengan Haesa?” Tanya Hyun Rae dan terdengar
sedikit jahil.
Joon
membeku di tempatnya. Lalu menggelengkan kepala samar membuat Hyun Rae berdecak
kecewa. “Haesa yang pertama,” ujarnya polos.
“Kenapa
kau bertanya seperti itu?” Tanya Taemin takut-takut.
Hyun
Rae menatap dua adiknya bergantian. “Apa ketiga adik laki-laki ku ini tidak ada
yang menjadi playboy? Bahkah Kyuhyun yang justru pernah diduakan oleh Eun Gee.”
Taemin
melebarkan matanya, “dengan siapa?”
“Donghae,”
jawab Hyun Rae singkat.
Joon
terlihat berdiri sambil menenggak air minumnya. “Sudahlah… aku pergi.” Setelah
meletakkan kembali gelasnya yang sudah kosong, Joon langsung beranjak dari
sana.
“Kakak…
Tunggu…” teriak Taemin membuat Joon terpaksa menghentikan kakinya.
“Ada
apa lagi?” Tanya Joon malas.
“Aku
ingin menumpang ke sekolah.”
“Aku
tidak membawa mobil. Aku janji naik bus dengan Haesa. Tapi kalau kau mau, kau
boleh bawa mobilku,” ujar Joon tanpa ingin membuang-buang waktu.
“Benarkah?”
“Jangan…”
tegas Hyun Rae yang seketika membuat wajah Taemin kembali muram. “Biar aku yang
antar.”
@@@
Minho
mengenakan kaca mata hitamnya. Sesekali kepalanya mengangguk mengikuti alunan
lagu. Ia memang sangat menikmati liburannya hari ini. Minho juga menyempatkan
diri menoleh ke kanan dan ke kiri. Sampai akhirnya, mata Minho berhenti pada
seorang gadis yang duduk sendiri di halte bus.
“Haesa?”
seru Minho semangat. Liburannya seolah terasa lengkap karena ia bisa bertemu
dengan gadis yang dulu sempat ia pacari selama 2 tahun lebih.
Minho
memperlambat laju mobilnya lalu mulai menepi. Namun sedetik kemudian, Minho
membatalkan niatnya. Ia sedikit memukul stir sebelum akhirnya kembali menginjak
pedal gas dan melajukan mobilnya sekencang mungkin.
@@@
Haesa
duduk seorang diri di halte bus. Sesekali ia melirik jam tangannya lalu
mendengus kesal. Tak lama, ada tangan seseorang yang menjulurkan sebatang
coklat tepat di depan wajah gadis itu. Siapa lagi kalau bukan Joon? Tapi Haesa
tak mempedulikannya. Pemuda itu tak menyerah. Kali ini ia menunjukkan setangkai
buanga mawar putih.
Haesa
berdiri dengan tegas. “Kau…” ia tak melanjutkan ucapannya karena di depan sana
tiba-tiba saja ada mobil yang melaju kencang. Masih membekas di ingatan Haesa
bahwa mobil itu ingin menepi. “Minho…?” pekik Haesa saat masih bisa melihat
mobil tadi. Tapi ia tak antusias untuk mengejar.
Haesa
menghela napas sebelum akhirnya menunduk. Coklat dan bunga. Dua benda yang
dibawa oleh Joon untuknya. Tapi ketika menoleh, gadis itu tak menemukan Joon di
dekatnya. Justru pemuda itu sudah berjalan cukup jauh darinya. Haesa
menyempatkan diri untuk memungut coklat dan bunga tersebut sebelum akhirnya
berlari mengejar Joon.
“Joon…”
teriak Haesa sambil berlari.
Haesa
sudah mensejajarkan langkahnya dengan Joon. “Ku pikir kau mengejar Minho,” sindir
Joon dengan santai sambil terus berjalan dan menenggelamkan tangan di kedua
saku jinsnya.
“Jika
ku tau akhirnya kau seperti ini, lebih baik tadi aku benar-benar mengejar
Minho.”
Joon
tersentak lalu berhenti dan menoleh ke arah Haesa. Gadis itu tengah menatapnya
tajam. Beberapa saat kemudian, Haesa menghempaskan coklat dan bunga di tangannya
lalu berbalik dan segera menjauhi Joon.
“Haesa…”
pekik Joon panic. Namun akhirnya ia tetapa menyusul gadis itu.
@@@
Memang
sudah satu tahun lalu Minho melepaskan Haesa ke tangan Joon. Tapi hingga detik
ini, Minho masih sangat sensitive jika menyinggung masalah antara Joon dengan
Haesa. Seperti tadi, ketika ia hendak menghampiri Haesa, Joon justru muncul di
saat yang tidak tepat menurut Minho. Pemuda ini lebih memilih menghindar dari
pada hatinya semakin sakit melihat gadis yang dicintainya bersama pemuda lain.
Tak
jauh di depan sana, ada kerumunan orang-orang yang mengelilingi sesuatu. Entah
apa yang membuat Minho justru tertarik untuk turun dan mencari tau apa yang
sedang terjadi.
Mata
Minho melebar ketika mendapati sesuatu yang menjadi jawaban. “Ayah…!” pekik
Minho yang langsung berlutut di samping pria yang tergeletak dan mengeluarkan
darah dari kepalanya. Tanpa pikir panjang, Minho langsung menggotong tubuh
Hyukjae dan ia bawa ke dalam mobil sebelum akhirnya ia menuju rumah sakit.
Sesampainya
di sana, Hyukjae segera mendapatkan perawatan. Pantas saja tadi ada sesuatu
yang sangat kuat untuk menarik Minho menuju kerumunan. Ternyata ayahnya menjadi
korban kecelakaan.
“Apa
tidak ada yang menemanimu pergi?” gumam Minho kecewa ketika menunggu Hyukjae di
luar ruangan. Pikirannya melayang kepada Seungho, Heechul, Kibum, Yong Hwa dan
Cheondung. “Apa mereka sesibuk itu?”
Tak
lama, dokter Kibum yang tadi merawat ayahnya keluar dari ruangan dan membuat
Minho berdiri otomatis.
“Bagaimana
keadaan ayahku?” Tanya Minho khawatir.
“Ikut
aku, kami butuh tambahan darah untuk tuan Hyukjae.”
Minho
mengangguk tanpa pikir panjang dan mengukuti dokter Kibum ke ruangannya. Apapun
akan ia lakukan untuk sang ayah.
@@@
Seungho
keluar dari sebuah ruangan sambil memegangi kapas yang menempel di lekukan
lengannya. Ia menatap Minho simpatik yang terduduk di ruang tunggu. Pikirannya
juga campur aduk dengan apa yang menimpa Minho saat ini.
Minho
berdiri lalu menghela napas cukup berat. “Aku ingin menemui ibu,” ujarnya tanpa
menoleh lalu berjalan meninggalkan Seongho yang juga tak sanggup untuk menahan
Minho.
“Kau
mau ke mana?” tegur Heechul yang baru datang saat bertemu dengan Minho di
koridor rumah sakit.
Minho tak menghiraukan
kakaknya yang muncul bersama Kibum. Seolah ia tak mengenal dua orang yang
menegurnya barusan. Minho terus berjalan. Kali ini ia sambil mengenakan
kacamata hitam untuk menutupi ekspresi di matanya.
Ketika baru saja keluar
dari pintu utama rumah sakit, Minho bertemu dengan Cheondung. Respon yang ditunjukkannya
pun sama. Ia tetap tak merespon apapun dan tetap pergi meninggalkan Cheondung.
“Minho!” teriak Yong Hwa
dan langsung mengejar tepat bersamaan ketika Minho masuk ke dalam mobil dan
secepat mungkin pemuda itu meninggalkan area parkiran.
Yong Hwa menggaruk
belakang kepalanya. “Apa dia tidak mendengarku?” keluhnya, namun tak membuang
waktu untuk segera masuk menemui ayahnya.
Yong Hwa menghentikan
langkah ketika melihat Seungho, Heechul, Kibum dan Cheondung sedang berbicara
dengan dokter Kibum.
“Aku juga bingung.
Nyatanya, memang tidak ada kesamaan DNA antara tuan Hyukjae dan Minho.”
“Pantas saja Minho sama sekali
tak mau berbicara denganku,” keluh Seungho setelah mendengar penjelasan lebih
rinci dari dokter Kibum.
“Jadi, siapa ayah kandung
Minho yang sebenarnya?” Semuanya menoleh ke arah sumber suara, Yong Hwa. Namun,
tak ada yang mengetahui jawabannya.
“Kenapa Minho seolah
dipermainkan oleh takdir?” tak ada yang sanggup merespon ucapan Seungho.
Kibum
mendekati Seungho dan merangkulnya. “Biar bagaimanapun, Minho tetap adik kita,”
hiburnya.
@@@
Lagi,
malam itu Joon menjadi orang terakhir yang bergabung di meja makan. Ia memang
pulang telat karena sebelumnya menemani Haesa ke rumah sakit untuk menjenguk
Hyukjae.
Tidak seperti tadi pagi,
malam ini seluruh anggota keluarga Park lengkap berkumpul. Namun sepertinya
beberapa dari mereka sudah menghabiskan setengah makanan sebelum Joon
benar-benar duduk untuk bergabung.
“Apa
kau masih menjalin hubungan dengan anak perempuannya Hyukjae?” Tanya Jung Soo
yang bisa di pastikan untuk Joon, meski pria ini sama sekali tidak berpaling
dari piring makannya.
Joon
meletakkan gelas dengan pelan ke atas meja sebelum menjawab pertanyaan ayahnya.
“Aku bukan playboy yang bisa dengan mudah berganti pasangan, ayah,” jelas Joon
untuk menyakinkan ayahnya tentang kepribadiannya yang mungkin belum diketahui
pula oleh anggota keluarganya yang lain.
Taemin
melirik Joon khawatir, namun tampaknya tidak mudah mempengaruhi pemuda itu.
Memang hanya Taemin yang paling mengerti Joon.
Park
Jung Soo masih terlihat sangat santai seolah apa yang ia lontarkan hanya
sebatas pertanyaan ringan untuk menemani suasana makan malam. “Aku hanya ingin
mengingatkan, siapa itu Hyukjae.”
Joon
melepaskan sendok lalu menghempaskan tubuh ke sandaran kursi sambil menghela
napas keras. Taemin sampai menghentikan makannya untuk mengawasi sang kakak.
“Hyukjae?”
ulang Joon. Pemuda itu tersenyum pahit. “Aku justru tinggal bersamanya sampai
usia 14 tahun,” ujar Joon seolah mengingatkan masa lalunya.
Suasana
makan malam berubah menegang. Tak terkecuali untuk Soo Ra, Hyun Rae dan
Kyuhyun. Hanya Jung Soo seorang yang menikmati makan malamnya. Pria itu juga
tak terlalu menanggapi ucapan Joon tadi. Bahkan kini ia telah menyelesaikan
makannya lalu meninggalkan meja makan.
“Ayah!”
pekik Joon sebelum ayahnya terlalu jauh meninggalkan meja makan. Jung Soo
berhenti. Di saat yang bersamaan, Joon berdiri. “Apa yang ayah khawatirkan
adalah status tuan Hyukjae sebagai mantan pembunuh bayaran?”
“Joon…”
desis Soo Ra berusaha menghentikan Joon. Ia justru mendapat tatapan tajam dari
salah satu putranya.
“Ibu…
jika ayah membenci tuan Hyukjae, berarti ayah juga harus membenciku. Karena aku
juga pernah menjadi pembunuh bayaran. Kalian harus ingat itu,” tegas Joon.
Pemuda ini justru mendahului Jung Soo meninggalkan ruang makan keluarga mereka.
“Anakku
baru saja kembali, jadi ku mohon kau tidak membuatnya pergi untuk yang ke dua
kalinya,” ujar Soo Ra memperingatkan, namun ia sama sekali tak melirik
sedikitpun di mana posisi suaminya berada. Setelah beberapa saat Jung Soo tak
merespon apapun, Soo Ra pun mengeluarkan air matanya. Hyun Rae langsung
mendekat untuk menenangkan ibunya.
@@@
Pagi
itu, Baekhyun baru saja kembali ke rumah setelah satu jam jogging. Ia dengan
santainya melangkah sambil menggunakan earphone
di kedua telinganya. Tak lama kemudian, langkahnya terhenti setelah
mendapati sebuah mobil yang cukup familiar berhenti tepat di depan pagar
rumahnya.
“Minho?”
pekik Baekhyun yang langsung mendekati mobil lalu mengetuk kacanya. “Minho…”
panggil Baekhyun lagi.
Perlahan,
kacapun terbuka dan Minho menegakkan badannya.
“Ternyata
benar,” gumam Baekhyun. “Sejak kapan kau di sini? Kenapa kau tidak pulang ke
rumahmu?” selidik Baekhyun. Memang tadi pagi ketika ia hendak pergi
berolahraga, mobil Minho belum terparkir di sana.
“Aku
tidak pulang semalaman,” lirih Minho.
“Tapi…”
Baekhyun menggantungkan ucapannya karena melihat raut wajah Minho yang seperti
menyembunyikan sesuatu. Mungkin tentang Haesa, atau tentang yang lain. Tapi
yang pasti, ia memang cukup banyak tau tentang Minho dan keluarganya.
“Yasudah…
kau istirahat saja dulu di rumahku,” ajak Baekhyun khawatir dengan temannya
itu. Minho pun tak menolak, karena memang itu yang ia butuhkan saat ini.
@@@
Kibum
yang baru saja keluar kamar, langsung menuju ruang makan dan bergabung dengan
Haesa untuk sarapan. Memang hanya ada gadis itu di meja makan.
“Apa
ibu sudah pergi?”
Haesa
menelan makanannya sebelum menjawab pertanyaan kakaknya. “Kau lupa? Bahkan ibu
sampai tidak pulang tadi malam.”
Kibum
duduk di hadapan adiknya. “Malam ini kau menginap saja di rumah Cheondung.,” ujar
Kibum. Ada sedikit rasa bersalah di sana. “Aku dan Yong Hwa mungkin baru akan
kembali besok bagi.”
Haesa
mendongakkan kepala untuk menatap kakaknya. “Kalau begitu aku di rumah sakit
saja. Cheondung juga akan menginap di sana.”
“Cheondung?”
Kibum mengulangi ucapan Haesa. “Kenapa harus dia lagi? Lagi pula, bukankah
Minho sedang mendapatkan libur? Apa dia tidak mau menemani ayah…” Kibum tak
melanjutkan ucapannya.
“Bahkan
Seungho saja tidak tau di mana Minho berada saat ini,” kata Haesa yang tak
menyadari gelagat aneh dari Kibum. “Aku pergi sekarang. Ku rasa Joon sudah
menungguku,” pamit Haesa tanpa menunggu respon dari Kibum.
Kibum
sendiri masih dalam keterpakuan. Bagaimana tidak, ia bahkan mengetahui berita
tentang Minho dan Hyukjae. Mereka memang sengaja merahasiakan semua ini dari
Haesa. Bukan ingin berniat jahat, mereka hanya ingin menjaga perasaan Haesa.
Apa jadinya jika gadis itu mengetahui bahwa ia dan Minho ternyata bukan
saudara.
Kibum
buru-buru mengeluarkan ponselnya untuk mengontak Seungho. “Apa kau tidak tau di
mana Minho sekarang?” tegur Kibum setelah mendapat jawaban dari Seungho.
“Ku
rasa Minho menghindar,” ujar Seungho berat. “Dan aku tidak tau di mana ia
sekarang.”
@@@
“Kenapa
akhir-akhir ini kau sering bangun lebih siang?” tegur Taemin bahkan sebelum
Joon sampai di meja makan. Hanya tersisa Taemin pagi itu.
Joon
menghempaskan tubuhnya dengan kasar di kursi lalu menghela napas berat. “Kenapa
kau belum berangkat? Kau sudah selesai sarapan, kan?” Joon balas bertanya.
“Kau
belum jawab pertanyaanku?” protes Taemin karena pertanyaannya tak di respon.
Joon
belum langsung menjawab. Ia menyendokkan makanan ke dalam piringnya. “Apa kau
mempermasalahkan aku berpacaran dengan Haesa?” Tanya Joon penuh harap.
“Jika
kau menyakitinya, itu yang ku permasalahkan,” ujar Taemin santai, lalu
menenggak sisa air minum di gelasnya. Ucapan Taemin membuat Joon bisa bernapas
lega. Setidaknya, masih ada anggota keluarganya yang lain yang masih mendukung
hubungannya dengan Haesa. “Apa kau sedang bermasalah dengannya?” selidik
Taemin.
Joon
mengunyah makanannya lambat-lambat sambil sedikit berfikir. Ia melirik Taemin. “Entahlah,”
Joon mengangkat bahu sebagai tanda masih ada yang ia bingungkan. “Masih ada
sosok Minho dibelakang kami. Dan…” Joon menggantungkan ucapannya.
Taemin
menyandarkan badannya seolah mengetahui hal lain yang mengganjal di hati
kakaknya itu. “Sudahlah… ayah hanya belum memahami siapa dirimu.”
Joon
memaksakan senyumnya ketika mendengar ucapan Taemin. Sejak ia kembali ke rumah
ini hingga sekarang, memang hanya Taemin yang sangat mengerti dan perhatian
terhadapnya. “Ku rasa hanya kau yang benar-benar memahami diriku di rumah ini,”
pujian Joon membuat Taemin tersenyum malu.
“Hanya
kau yang bisa membuatku merasakan memliki kakak laki-laki sebenarnya.”
Mata
Joon melebar seketika. “Lalu selama ini kau anggap Kyuhyun apa?”
“Dia
juga kakak laki-lakiku,” ralat Taemin. “Tapi kehidupanmu lebih menantang
menurutku. Tidak pernah sekalipun Kyuhyun berselisih paham dengan ayah.”
“Kau
adikku yang hebat,” Joon balas memuji Taemin diiringi tangan jahilnya yang
selalu mendarat di kepala Taemin untuk mengacak rambutnya. Dan ketika Taemin
memprotes akibat perbuatannya, Joon hanya akan tersenyum. Karena menurutnya,
itu sangat menyenangkan.
@@@
Seperti
hari-hari sebelumnya. Kini Haesa juga menunggu Joon di halte tempat biasa
mereka bertemu. Meski hanya ketika dalam perjalanan saja mereka bisa bersama,
baik Haesa maupun Joon tidak akan menyia-nyiakan waktu kebersamaan mereka. Tapi
nampaknya Haesa sedikit diselimuti kegelisahan pagi ini. Ia menunggu dengan
cemas.
“Lama
menunggu?”
Haesa
tersentak mendengar suara seseorang dan langsung membuatnya berdiri lalu
menatap orang yang kini sudah berdiri di hadapannya. Di saat yang bersamaan,
bus yang akan mereka tumpangi pun tiba. Gadis itu langsung saja menyambar
tangan Joon. “Ayo pergi,” ajaknya sambil menarik tangan Joon.
Mereka
duduk di kursi yang berada sedikit lebih belakang. Haesa sama sekali tak
melepaskan genggaman tangannya terhadap tangan Joon, namun tatapan gadis itu
bukan untuk kekasihnya, melainkan memandangn hampa ke luar jendela.
“Kau
kenapa?” bisik Joon yang cukup mencurigai sikap aneh yang ditunjukkan Haesa
pagi ini.
“Ku
mohon jangan memprotes apapun yang aku lakukan padamu hari ini,” pinta Haesa
tanpa sedikitpun mengalihkan pandangannya.
Joon
menatap khawatir kekasihnya itu, “kau sakit?”
Haesa
menahan tangan Joon ketika dirasakan tangan kekasihnya itu bergerak. Bisa
dipastikan Joon ingin memeriksan suhu tubuh Haesa melalui kening gadis itu.
Haesa melirik Joon dengan tatapan sedikit merasa bersalah. Gadis itu juga tak
berkata apa-apa. Yang bisa ia lakukan adalah menyandarkan kepalanya ke pundak
Joon.
‘Apa
ada hubungannya dengan Minho?’ pikir Joon. ‘Tidak mungkin,’ Joon menggeleng
untuk menghilangkan pikiran-pikiran jeleknya terhadap Minho.
@@@
Haesa
kembali ke dapur dengn posisi ponsel masih ditempelkan di telinganya. “Kau
bahkan baru menelponku satu jam yang lalu, dan sekarang kau menelpon lagi? Apa
tidak ada kerjaan lain yang bisa kau lakukan,” cecar Haesa bertubi-tubi.
“Aku
hanya ingin memastikan keadaanmu,” di tempat berbeda, Kibum nampak membela
diri.
Sementara Yong Hwa yang
sejak tadi duduk di samping Kibum hanya menggelengkan kepala melihat sikap
protektif Kibum terhadap Haesa. Baru sama adik saja sikapnya seperti itu,
bagaimana terhadap kekasihnya kelak? Pikir Yong Hwa.
Di
lain tempat, Cheondung hanya menahan tawa ketika Haesa masuk ke dalam
ruangannya dengan raut wajah cemberut dan melemparkan badan di kursi yang
berseberangan dengan Cheondung. “Sudahlah… berhenti menelponku jika hanya ingin
menanyakan hal yang tidak terlalu penting. Lebih baik kau membersihkan pakaian
Yong Hwa,” Haesa memutuskan sambungan telpon secara sepihak.
Cheondung
sampai harus menutup mulut agar tawanya tidak sampai pecah. “Apa itu Kibum?”
Haesa
menatap Cheondung tajam. “Apa kau pikir ini telpon dari Heechul? Atau Seungho?”
cibir Haesa masih dengan rasa kesalnya.
“Lebih
baik kau memasakkan sesuatu untukku,” kata Cheondung berusaha mengalihkan
masalah Haesa.
Haesa
meletakkan ponsel di meja kerja Cheondung dengan kasar, lalu bangkit dan tanpa
protes, ia akan mengabulkan permintaan Cheondung.
@@@
“Takdir
seolah mempermainkanku!”
Baekhyun
hanya bisa terdiam mendengar cerita Minho. Dari nada biacara saja bisa
dipastikan Minho benar-benar terpuruk dan dalam kekecewaan yang amat sangat
besar. Bukan karena seseorang, tapi karena takdir yang seolah mempermainkannya.
“Maaf,
aku tidak bermaksud melibatkanmu dalam permasalahanku,” lirih Minho merasa
bersalah.
Baekhyun
menatap sahabat yang duduk di seberangnya. Ia melihat Minho tertunduk dan hanya
menatap hampa ke gelas dihadapannya.
“Apa
aku harus merebut Haesa kembali dari Joon?”
Ini
yang ia takutkan dari seorang Minho yang tengah putus asa. “Apa kemarin Joon
merebut Haesa darimu?” desis Baekhyun tajam, seolah mengingatkan Minho bahwa
Joon tidak sedikitpun berniat memisahkan Haesa darinya.
Minho
diam tak menjawab. Itu artinya, ia membenarkan ucapan Bakhyun.
“Kurasa
Joon tidak akan mendekati Haesa jika dari awal ia tau kau dan Haesa berpacaran,
bukan akhirnya hanya sebagai saudara sebelum ini.”
Minho
menghela napas berat sambil menyandarkan badannya di sandaran kursi. “Kenapa
ibuku tak mengatakan dari awal bahwa aku bukan anak kandung Hyukjae?” tegas
Minho lagi yang sedetik kemudian kembali menyesal telah melampiaskan emosinya
ke Baekhyun yang sama sekali tak bersalah.
“Apa
kau keberatan jika kau ku ajak pergi untuk sekedar melupakan masalah ini walau untuk
sesaat?” tawar Baekhyun. Ia tidak bisa bersikap egois untuk menghadapi kondisi
Minho saat ini.
Minho
berpikir cukup lama. Sampai akhirnya ia mengangguk samar. “Ku rasa tidak ada
salahnya.”
“Kita
pergi ke tempat Sehun,” putus Baekhyun sebelum akhirnya menyeret Minho untuk
bersiap-siap.
@@@
“Apa
jadwal kita setelah ini?” Tanya Yong Hwa sebelum menenggak minuman kaleng di
tangannya. Merasa tak mendapat respon, Yong Hwa melirik dan mengawasi Kibum
yang duduk di sampingnya.
Pemuda itu sejak tadi
hanya memandangi layar laptop di pangkuannya. Yong Hwa menatap Kibum khawatir
karena yang dilihatnya bukanlah jadwal kegiatan band yang ia menejeri,
melainkan foto yang terpampang pada layar laptopnya. Foto keluarga barunya,
Seungho, Heechul, Minho, Yong Hwa dan Cheondung.
“Aku
ingin sekali Minho, bahkan siapapun itu tidak mengetahui bahwa Minho bukanlah
anak kandung ayah.”
Kibum
masih tak merespon. Namun sedetik kemudian, ia menghela napas. Lelah dengan
kenyataan yang ada. Harus kembali ada yang kalah dan tersakiti.
Kibum
melirik Yong Hwa penuh arti, “siapa menurutmu yang lebih pantas untuk Haesa?”
Yong
Hwa tersenyum sebelum menjawab pertanyaan ajaib yang keluar dari mulut Kibum.
“Kau aneh. Melontarkan pertanyaan seperti itu padaku,” ujarnya lalu kembali
menenggak isi minuman kalengnya. “Apa kau akan menghubungi Haesa lagi?” protes
Yong Hwa ketika melihat Kibum mengeluarkan ponselnya.
“Apa
kau tidak mengkhawatirkan kondisi Haesa dan Minho yang seperti ini?” balas
Kibum tegas.
“Apa
aku harus menunjukkan sikap sepertimu sebagai tanda aku juga mengkhawatirkan
mereka?” seru Yong Hwa tak mau kalah. Dengan sigap ia merebut ponsel Kibum
sebelum kakaknya itu sempat menghubungi Haesa. Yong Hwa tetap mengawasi Kibum
yang terdiam. “Apa jadwal kita setelah ini?” tegur Yong Hwa lembut sebagai
tanda bahwa masih banyak yang harus mereka lakukan selain memikirkan hubungan
antara Minho dan Haesa serta Joon nantinya.
Kibum
membuka beberapa folder di laptopnya. “Sekarang jadwal kosong. Empat jam lagi
kita baru melakukan gladi resik untuk acara nanti malam,” kata Kibum meski
terdengar tidak semangat. Tapi ia harus tetap menjalankan kewajibannya sebagai
menejer band yang digawangi Yong Hwa.
Yong
Hwa menatap berkeliling. Di sudut ruangan ia menemukan Geun Suk yang tertidur
di sofa. Hongki dan Jung Shin juga melakukan kegiatan yang sama tertidur di
bawah sofa. “Aku bosan jika hanya diam di sini menunggu empat jam lagi.”
Kibum
melirik Yong Hwa yang telah berdiri dan menatap adiknya penuh Tanya. “Kau mau
ke mana?”
“Jalan-jalan…”
ucap Yong Hwa singkat, namun baru beberapa langkah ia berhenti dan berbalik.
“Kau mau ikut atau tidak?” tegasnya kepada Kibum yang masih duduk di tempatnya.
“Iya
iya aku ikut,” seru Kibum yang langsung mengejar Yong Hwa.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar