Author :
Annisa Pamungkas
Main Cast : All member BEAST (B2ST)
Original cast :
Haesa, Soo In
Genre : romance, tragedy
Length : one shoot
@@@
Haesa POV
“Kalian
mau memanas-manasiku!” bentak Yoseob ketika aku dan kekasihku, Gikwang, baru
sampai di rumah mereka.
Yoseob adalah kakak dari
Gikwang. Dia akan selalu seperti itu jika melihat kemesraanku dan Gikwang. Biar
bagaimanapun, dia tetap kakak yang baik untuk Gikwang dan untukku juga.
“Berhenti
bermesra-mesraan di hadapanku!” cetus Yoseob lagi membuatku menahan tawa.
Kulihat Yoseob melotot
seiring dengan tanganku yang merasa di sentuh sesuatu. Kulirik Gikwang yang
saat itu sudah mengerling jahil ke hadapanku.
“Gikwang!”
pekik Yoseob lagi, kali ini sambil melempar bantalan sofa ke arah kami.
Beruntung bantal itu tak
mengenaiku yang dilindungi oleh tangan Gikwang yang menghadangnya membuat
tawaku semakin pecah. Ku lihat Gikwang juga tertawa. Dia memang senang sekali
menggoda kakaknya itu. Tak lama ku rasakan tangan Gikwang mengelus lembut
puncak kepalaku. Ketika menoleh, ku dapati Gikwang sudah melesat ke dalam.
“Kalian
tega sekali padaku.”
Aku
melirik Yoseob penuh simpatik, lalu aku menghempaskan tubuh di sampingnya.
“Apa
kau bertengkar dengan kekasihmu?” tanyaku hati-hati karena ku lihat wajah
Yoseob menandakan ia tidak dalam keadaan baik. Yoseob cukup sensitive jika
membahas kekasihnya yang baru ia pacari sekitar dua bulan itu.
Ku
dengar Yoseob menghela napas cukup berat. Ketika melirik, aku melihat wajahnya
berubah kecewa. “Kami berpisah.” Seru Yoseob akhirnya membuat mataku membulat
seketika.
“Kami
akan selalu ada untukmu.”
Aku
dan Yoseob sama-sama menoleh ke arah sumber suara dan mendapati Gikwang sudah
duduk di sisi Yoseob yang lain sambil mengusap pundak kakaknya tersebut.
“Jangan
terlalu mengasihaniku seperti itu!” protes Yoseob. Wajah lucunya kembali
menyulut gelak tawaku dan Gikwang.
@@@
Ku
rasakan ponselku berdering. Ketika menyambarnya di meja makan, langsung ku
lihat layarnya, ternyata hanya sebuah pesan masuk. Ku pikir itu dari Gikwang,
tapi senyumku memudar ketika membukanya.
Dari : Junhyung
Ada yang
ingin ku tunjukkan padamu. Ku tunggu di bawah.
Aku
menatap bingung isi pesan yang masuk ke dalam ponselku. Namun aku tidak akan
menemukan jawaban jika masih di sana. Dengan cepat ku sambar tas dan binderku
yang tergeletak di atas meja. Lalu aku keluar meninggalkan apartmen yang ku
tempati sendiri.
Aku
segera menyebrang menghampiri sebuah mobil yang ku ketahui milih Junhyung. “Ada
apa?” tanyaku ketika Junhyung membuka kaca mobil. Junghyun adalah temanku sejak
SMA. Tapi Gikwang tidak terlalu kenal dengannya.
“Masuk
saja.” Perintahnya sambil menggerakan kepala menyuruhku masuk ke dalam
mobilnya. Aku pun langsung menuruti tanpa pikir panjang.
Junhyung
langsung melajukan mobilnya. Membawaku ke sebuah apartmen yang ku ketahui milik
Soo In, mantan kekasih Yoseob. Yoseob pernah menunjukkan itu padaku. Junhyung
segera turun tak lama setelah memarkirkan mobil. Ia juga menyuruhku turun
sambil memberikan isyarat. Masih dengan beribu pertanyaan yang berkecamuk di
benakku, akupun mengikuti Junhyung.
“Ternyata
Dongwoon sudah datang.” Gumam Junhyung saat kami keluar dari lift. Di depan
sana ada seorang pemuda yang mendahului kami.
@@@
Gikwang POV
Pusing. Itulah yang aku rasakan sambil memegangi
kepalaku yang sangat sakit. Perlahan aku berusaha bangkit dari tempat tidur.
Badanku juga terasas sangat sakit. Aku masih memegangi kepala dan mataku masih
belum mampu terbuka. Aku sempat berfikir, apa tadi malam terlalu panas sehingga
aku membuka kaosku dan tidur bertelanjang dada. Tapi tak ada yang ku ingat
satupun kejadian tadi malam. Yang terakhir ku tau, aku habis mengantar Haesa
pulang.
Samar-samar
aku mendengar suara tangis seseorang. Aku menoleh ke kiri dan mataku membulat
sempurna ketika menyadari ini bukanlah kamarku, apalagi kamar Yoseob. Aku belum
pernah ke tempat ini sebelumnya.
Suara
tangis itu masih terdengar. Aku menoleh ke arah lain. Ku pikir aku sedang
berhalusinasi. Namun ternyata tidak. Hatiku mencelos ketika melihat seorang
gadis duduk berlutut di sudut ruangan. Tubuhnya di tutupi selimut tebal. Ia
tampak seperti orang yang ketakutan.
“Haesa…”
Panggilku ragu, karena tidak ada gadis lain di sisiku kecuali ibu dan Haesa
tentunya.
Gadis
itu tak merespon. Lalu aku tersentak ketika mendapati seseorang membuka dengan
kasar pintu kamar dari luar.
“Dongwoon?”
seruku heran. Kenapa pemuda itu bisa berada di sini.
“Soo In.”
Aku
memperhatikan Dongwoon mendekati gadis itu yang ternyata bernama Soo In. Jujur
saja, aku tidak percaya jika gadis itu benar-benar Soo In, mantan kekasih
Yoseob. Soo In menatap takut-takut padaku, sementara itu ada seorang gadis yang
berdiri mematung di ambang pintu dan menatapku kecewa.
“Haesa!”
teriakku yang segera bangkit sambil menarik selimut untuk menutupi tubuhku.
Aku
sudah tidak bisa berpikir jernih. Sakit sekali rasanya di tatap Haesa seperti
itu. Terlebih, aku mendapati tubuhku hanya terbalut selimut.
“Kau
mau lari dari tanggung jawab!” bentak seseorang yang menghadang langkahku. Aku
tak terlalu kenal dengannya. Yang ku tau dia teman SMA Haesa. Tapi yang pasti,
pemuda ini sejak tadi berdiri di belakang Haesa.
Aku
tak berontak karena aku merasakan ada sesuatu yang aneh telah terjadi.
@@@
Haesa POV
Hatiku sakit melihat kejadian tadi. Seseorang yang
ku percaya telah mengkhianatiku dengan cara kotor seperti itu. Gikwang…! Aku
hanya bisa menjeritkan namanya dalam hati. Lima tahun aku menjalin kasih
dengannya dan harus hancur hanya dalam waktu semalam.
Aku
membawa kakiku berlari sejauh mungkin dari apartmen Soo In. Hatiku semakin
sakit mengingat kejadian itu. Soo In, Gikwang. Aku sudah tak sanggup lagi
menahan sakit ini. Aku tidak mau membayangkan apa yang Gikwang dan Soo In
lakukan jika melihat penampilan mereka tadi. Aku hanya mampu berlari dan
berlari tanpa tau arah tujuan.
Aku
yang kalap, menyeberang jalanan tanpa menoleh ke kanan dan kiri. Sebenarnya aku
sadar ada sebuah mobil yang melaju cukup kencang, tapi aku tak peduli jika
mobil itu menabrak bahkan hingga menghilangkan nyawaku.
“Awas!!!”
teriak orang-orang yang memekakkan telingaku.
Mobil
itu berhenti tepat waktu. Hanya beberapa senti dari tempat aku berdiri. Awalnya
aku tak peduli jika mobil itu akan menabrakku, tapi jujur saja kejadian tadi
cukup membuatku syok dan akhirnya kakiku lemas hingga aku meluruh di sana.
Napasku pun memburu dengan cepat. Seiring dengan langkah kaki orang-orang yang
langsung saja mendekat.
“Haesa?
Kau baik-baik saja?”
Aku
menoleh pelan karena merasa familiar dengan orang yang kini berlutut di
sampingku meski masih dalam kondisi syok.
“Doojoon?” gumamku tanpa
suara. Pemuda itu langsung memelukku erat membuatku bisa sedikit lebih tenang.
Tapi, sejak kapan dia ada di kota ini?
@@@
Doojoon
juga teman ku semasa SMA. Doojoon dan Gikwang kakak kelasku. Dia juga sempat
menyatakan perasaannya padaku, tapi ia kalah cepat dengan Gikwang karena pemuda
yang kini menjadi kekasihku tenyata sudah menyimpan perasaan padaku sejak kami
SMP. Meski begitu, persahabatanku dan Doojoon tetap terjalin, begitupula antara
Gikwang dan Doojoon. Dan kini, Doojoon kembali setelah dua tahun pindah ke luar
kota.
Aku
menunggu di dalam mobil. Tak lama Doojoon kembali sambil membawa dua gelas teh
hangat. Ia memberikan satu untukku.
“Apa
yang terjadi denganmu?”
Aku
menghela napas berat sebelum menceritakan apa yang baru saja ku alami. Doojoon
juga sangat terlihat kecewa dengan perbuatan Gikwang yang baru saja ku
ceritakan. Ku lihat tangan Doojoon terjulur ketika air mataku mulai menetes.
Aku
tertegun melihat Doojoon tersenyum. Aku sangat beruntung bertemu dengan Doojoon
di saat yang seperti ini.
“Aku
akan ada di sampingmu.” Ujar Doojoon membuatku sangat nyaman berada di
sampingnya.
@@@
Dua
minggu berlalu sejak aku memergoki Gikwang di apartmen Soo In. Dan selama itu
pula Doojoonlah yang menggantikan Gikwang di sampingku. Aku nyaman berada di
samping Doojoon, meski rasanya tetap berbeda jika Gikwang yang berada di
sampingku.
Aku
segera menyambar binder dan melangkah keluar kelasku. Siang ini aku memiliki
janji untuk bertemu dengan Yoseob. Aku segera bergegas menuju kantin kampus
karena tadi Yoseob mengirimiku pesan bahwa ia sudah berada di sana.
Ketika
melangkah masuk ke dalam kantin, aku langsung bisa dengan mudah menemukan sosok
Yoseob. Aku menghela napas sebelum melangkah.
“Maaf
membuatmu menunggu lama.” Sapaku canggung.
Yoseob
memberikan senyuman khasnya. “Jangan bersikap seperti baru mengenalku.” Protes
Yoseob.
Aku
juga sebenarnya tak nyaman berbasa-basi seperti itu. Terlebih sejak kejadian
dua minggu lalu. Aku memang sangat ingin menemui Yoseob dan mengutarakan semua
rasa sesak di dadaku akibat perlakuan Gikwang, tapi aku bingung harus bersikap
seperti apa. Di sisi lain, Yoseob adalah kakaknya Gikwang. Dia pasti akan
membela adiknya.
“Aku
sudah memesankan minuman untukmu.”
Yoseob
mendorong pelan gelas tepat ke hadapanku. Aku masih menunduk dan tak tau harus
memulai dari mana.
“Kau
membenci Gikwang?”
Pertanyaan
Yoseob sontak membuatku terkejut. Untung saja aku tidak sampai tersedak
minumanku sendiri. Aku menghela napas sebelum menjawab. Aku juga tak perlu
meminta Yoseob untuk mengulangnya karena dia pasti sudah susah payah
mengeluarkan kata-kata itu.
Aku
pun tak kalah beratnya menjawab pertanyaan Yoseob. “Harusnya, iya.” Aku diam
sesaat. “Tapi aku tak bisa.”
“Kau
boleh menjauhinya, tapi…” Yoseob menepuk lenganku pelan. Ia kembali tersenyum.
“Ku mohon sampai kapanpun kau jangan pernah membenci kami, terutama Gikwang.”
Ujar Yoseob penuh harap. Jika sudah begini, aku tidak bisa menolak ucapannya.
Yoseob sudah seperti kakakku sendiri.
Aku
tertawa kecil. “Aku tidak bisa membenci orang seperti mu.”
Yoseob
ikut menertawai ucapanku, namun sedetik kemudian tawanya memudar membuatku juga
perlahan menghentikan tawa.
Yoseob
terdiam cukup lama. “Soo In hamil, dan mereka akan menikah minggu depan. Tapi
aku sama sekali tak memintamu untuk datang.”
Ku
rasakan jantungku seperti berhenti berdetak ketika mendengar ucapan Yoseob. Apa
yang ku takuti benar-benar terjadi. Aku memang telah mempersiapkan diri untuk
menghadapi kenyataan ini. Tapi air mataku tak bisa terbendung lagi. Yoseob
buru-buru menyodorkan tissue ke arahku.
“Yoseob,
aku masih membutuhkanmu.” Seruku dengan napas tercekat.
“Kau
boleh menemuiku kapanpun kau mau.”
@@@
Gikwang POV
Tiga bulan berlalu setelah hari pernikahanku
dengan Soo In. Kami tinggal di apartmen baru yang rencananya akan ku tempati
bersama Haesa nanti. Setelah gadis itu lulus kuliah, aku berencana menikahinya.
Namun takdir berkata lain.
Aku
duduk seorang diri di meja makan untuk sarapan. Aku juga menyiapkan sendiri
semua keperluanku pagi ini. Selain itu, aku memilih tidur sendiri di kamar
belakang dan hanya beralas karpet. Lebih baik badanku sakit, dari pada aku
tidur satu kamar dengannya.
“Aku
ingin keluar. Pinjamkan mobil.”
Itu
pasti suara Soo In. Siapa lagi? Di sini kami hanya tinggal berdua. “Kuncinya di
meja.” Seruku tanpa menoleh sedikitpun. Tak lama ku dengar pintu tertutup
membuatku menyandarkan diri di sandaran kursi. Terlaluh lelah menjalani hidup
seperti ini.
Tak
lama kemudian, aku bangkit meninggalkan sisa makanan dan piring kotor begitu
saja di atas meja. Karena mobilku di bawa Soo In, aku memutuskan mengendarai
motor menuju tempatku bekerja.
Sore
harinya saat perjalanan pulang dari tempat kerja, aku melihat mobil milik
Doojoon. Tanpa pikir panjang, akupun mengikuti kemanapun ia akan pergi.
Perasaanku mengatakan bahwa Doojoon akan menemui Haesa. Aku memang mendengar
dari Yoseob kalau sekarang mereka dekat.
Ternyata
benar. Mobil Doojoon masuk ke pelataran parkir apartmen tempat Haesa tinggal.
Aku hanya sanggup diam di atas motor dan menatap nanar mobil Doojoon yang
semakin menghilang. Aku memang sakit hati jika ternyata Haesa jatuh ke dalam
pelukan Doojoon. Tapi setidaknya itu lebih baik dan akan membuatku tenang
karena orang itu adalah Doojoon. Sahabatku sejak SMA.
“Semoga
kalian bahagia.” Ujarku lirih sebelum meninggalkan tempat itu.
@@@
Doojoon POV
Aku menunggu Haesa membukakan pintu apartmennya. Aku
juga telah menyiapkan sesuatu untuk ku berikan padanya. Sebatang coklat.
Tadinya ku pikir akan membelikan bunga atau boneka. Tapi aku mengurungkan niat
karena Haesa bukan gadis yang menyukai hal-hal seperti itu.
Tak lama
pintu terbuka membuat degup jantungku berdetak lebih cepat. Ini yang sangat ku
tunggu-tunggu sejak lama. Mungkin kalau bukan karena insiden Gikwang dan Soo
In, aku tidak bisa menjadi sedekat ini dengan Haesa. Tapi bukan berarti aku
bahagia di atas penderitaan orang lain. Terlebih orang itu adalah Gikwang.
Aku
sempat datang ke pernikahan Gikwang tiga bulan lalu. Tapi aku tak tega
menceritakan kepada Haesa betapa Gikwang sangat tidak bahagia karena harus
menikah dengan orang lain.
Haesa
menatapku dari kepala hingga kaki. Aku juga melakukan hal yang sama. Pakaian
kami sangat kontras terlihat. Aku mengenakan kemeja dan sedikit menata rambutku
karena aku berencana melakukan kencan bersama Haesa, tapi sepertinya tidak
dengan gadis itu.
Haesa hanya mengenakan
celana jins serta kaos yang lengannya sedikit di gulung. Rambutnya juga hanya
diikat satu kebelakang. Dan yang paling membuatku syok adalah, gadis itu hanya mengenakan
sandal jepit sebagai alas kaki.
Haesa
mendongak seperti bisa menebak isi kepalaku. “Apa kau pikir kita akan kencan?”
Tentu
saja ini kencan. Tapi aku tak bisa memaksa Haesa. Gadis itu memang tak bisa
merubah kebiasaannya saat masih bersama Gikwang. Ia akan tetap berpenampilan
seperti itu saat mereka kencan. Gikwang memang tak pernah memaksakan
kehendaknya karena ia mencintai Haesa apa adanya gadis itu.
Aku
menyodorkan tanganku yang menggenggam coklat. “Kita hanya pergi jalan, bukan
kencan.” Kataku mengalah.
Haesa
tersenyum. Tersenyum sebagai sahabatkah? Atau dia mulai membuka hatinya
untukku? Entahlah, aku tidak bisa mengartikan senyuman itu. Meski hanya sebagai
sahabat, aku tetap senang. Masih terlalu cepat bagi Haesa melupakan Gikwang.
Terhitung sejak kasus yang menimpa Gikwang.
@@@
Haesa POV
“Tapi pastikan Gikwang tidak di sana.” Cetusku
pada seseorang di telpon. “Oke… cepat bukakan pintu.” Perintahku yang sebenarnya
sudah berdiri di depan pagar rumah Yoseob dan… Gikwang. Tapi tentu saja pemuda
itu sudah tidak tinggal di sini lagi.
“Jadi
kau menelpon dari depan pagar?” seru Yoseob ketika membukakan pintu pagar
untukku.
Aku
hanya tersenyum tanpa rasa berdosa. “Aku sedang menyusun skripsi dan sangat
membutuhkan bantuanmu.”
“Apapun
ku lakukan untukmu.” Yoseob tertawa sambil mengacak pelan rambutku. “Ayo masuk,
di dalam ada Hyunseung.”
Mataku
membulat seketika saat mendengar Yoseob menyebut nama Hyunseung. Dia adalah
sepupu Yoseob dan Gikwang. Kami juga kenal dekat karena Hyunseung sering
mengunjungi rumah Yoseob. Tapi sekitar setengah tahun yang lalu, Hyunseung
melanjutkan pendidikannya di London.
“Hyunseung!”
pekikku sambil berlari dan menghempaskan badan ke tubuh Hyunseung yang ternyata
sudah menungguku di depan pintu. “Kapan kau kembali dari London?”
“Baru
saja.” Ujarnya singkat, lalu pelukan kami terlepas.
“Oleh-oleh
untukku.” Pintaku sambil menengadahkan kedua tangan.
Hyunseung
tertawa sambil menepuk pelan telapak tanganku yang terbuka. “Hanya itu sambutan
darimu?” protes Hyunseung yang hanya mendapat balasan tawa dariku.
@@@
Yoseob POV
Aku, Haesa dan Hyunseung langsung tenggelam
membantu Haesa mengerjakan skripsinya. Sesekali kami sedikit berdebat, namun sedetik
kemudian kami tertawa lagi. Selalu seperti itu hingga tak terasa dua jam
berlalu begitu cepat.
Ku
lihat Hyunseung sedikit melempar badannya ke sandaran kursi. Aku tau ia lelah.
Begitupun aku, tapi tidak dengan Haesa. Gadis itu masih berkutat dengan laptop
yang katanya hasil meminjam dari Doojoon. Setidaknya masih ada orang lain lagi
yang akan membantuku menjaga Haesa.
“Kau
tadi dari mana?” Tanya Hyunseung kepada Haesa membuatku mengawasi mereka
seketika.
Tapi
yang ku lihat, Haesa sama sekali tak berpaling dari layar laptopnya.
“Dari
apartmenku.”
“Memangnya
kau tidak tinggal di sini?” pertanyaan Hyunseung sontak membuat aku dan Haesa
saling melempar pandangan. “Ku dengar Gikwang sudah menikah. Denganmu, kan?”
Benar
saja. Apa yang kutakuti terjadi karena aku memang belum sempat menceritakan
tentang semua yang dialami Gikwang pada Hyunseung karena Haesa lebih dulu
datang. Aku menunggu apa yang akan dilakukan Haesa ketika gadis itu berdiri. Ia
hanya menatapku penuh arti.
“Aku
ingin ke toilet.” Ujar Haesa yang ku yakini hanya alasan untuk menghindari kami
karena pasti ia memintaku untuk bercerita pada Hyunseung.
@@@
Author POV
Tiba-tiba Hyunseung berdiri dengan kasar sambil
merobek foto pernikahan Gikwang yang ditunjukkan Yoseob lalu membuangnya ke
sembarang tempat. “Ini tidak bisa dibiarkan.” Serunya sambil menatap Yoseob
tajam.
Yoseobpun
segera mengejar Hyunseung yang berjalan menuju dapur. Hyunseung berjongkok di
hadapan Haesa yang duduk di lantai dan menundukkan wajahnya dalam-dalam. Gadis
itu pasti telah mendengar semua yang diceritakan Yoseob pada Hyunseung.
Hyungseung
mengulurkan tangannya untuk mengangkat wajah Haesa yang sudah basah karena air
mata. Yoseob duduk di samping Hyunseung yang kini telah menghapuskan sisa air
mata di wajah Haesa menggunakan tangannya.
“Aku
tidak akan membiarkan kau dan Gikwang seperti ini.” Ujar Hyunseung sambil
menatap Haesa lembut. Perlahan, ia menarik tangan Haesa dan membawa gadis itu
berdiri sambil melirik Yoseob. “Tanyakan pada Gikwang, dimana istrinya berada
sekarang.”
Yoseob
membalas Hyunseung dengan tatapan bingung. “Tapi untuk apa?” protesnya.
“Kau
akan tau nanti.” Hanya itu yang dikatakan Hyunseung lalu pergi dan tak lupa
membawa Haesa dalam genggamannya.
Meski bingung, Yoseob tetap
menuruti permintaan Hyunseung untuk menghubungi Gikwang meski sambil mengejar.
@@@
Haesa POV
Kami pergi dari rumah Yoseob. Hyunseung yang
mengendarai mobil. Dan yang terakhir ku tau, Yoseob sedang menelpon Gikwang.
Jujur aku masih merindukan orang itu. Tapi itu tidak boleh. Gikwang sudah
menjadi suami wanita lain.
“Percuma.
Gikwang tidak tau di mana keberadaan Soo In. Ku rasa dia tidak akan pernah mau
tau tentang Soo In.”
Hatiku
semakin sakit mendengar cerita Yoseob. Gikwang pasti sangat menderita.
Tak
lama, Hyunseung menepikan mobil. Mungkin kita telah sampai. Aku pun menyusul
turun dari mobil. Ke sebuah apartmen. Entahlah, aku tidak tau siapa yang
tinggal di sini. Aku hanya mengikuti langkah kaki Hyunseung dan Yoseob yang
kini berhenti tepat di depan sebuah pintu. Ku lihat Hyunseung melirik dan
Yoseob hanya mengangguk. Akupun pasrah tanganku di tarik Yoseob sampai ke
belakang sebuah pilar. Setelah Hyunseung masuk ke dalam, Yoseob kembali
membawaku keluar dan kami mendengarkan semua pembicaraan dari balik pintu.
Yoseob
merengkuh tanganku ketika kami mendengar pembicaraan beberapa orang. Hyunseung,
Junhyung, Dongwoon dan Soo In. Astaga, apa yang mereka bicarakan? Yoseob tak
kalah kecewa denganku.
Ku
rasakan mataku mulai basah. Yosoeb juga masih membeku di tempatnya. Bagaimana
tidak? Ternyata selama ini Gikwang tidak bersalah. Malam itu ia hanya di jebak.
Yang sebenarnya menghamili Soo In adalah Dongwoon. Mereka masih berpacaran
bahkan saat Yoseob berpacaran dengan Soo In. Dongwoon tidak mau menikahi Soo In
karena ia belum lulus kuliah. Dan akhirnya, Junhyung merencanakan penjebakan
licik itu untuk Gikwang sebagai alat balas dendam karena ia selalu kalah dari
Gikwang dalam banyak hal. Termasuk dalam hal mendapatkanku.
Ku
tekan kuat-kuat tanganku ke dalam dada yang semakin terasa sakit. Aku sudah
tidak kuat mendengarkan pembicaraan itu. Ku kempaskan dengan kasar tangan
Yoseob lalu aku segera lari dari tempat itu. Kembali, aku tak memperhatikan
jalan ketika berlari menyebrang. Kejadian yang samapun terulang ketika sebuah
mobil hampir menabrakku. Dan Doojoon pula yang melakukan itu. Aku sudah tak
bisa perpikir dengan jernih. Aku menjatuhkan tubuhku di pelukan Doojoon hingga
akhirnya aku kehilangan kesadaran.
Ketika
aku siuman, ternyata aku sudah ada di rumah sakit. Aku bangkit secara paksa dan
hendak turun dari tempat tidur, namun Yoseob yang berada di sana langsung
menahanku. Hyunseung juga berada di sana. Kini ia sudah ada di sampingku. Aku
menatap mereka berdua menuntut penjelasan apa yang terjadi sebenarnya.
Ternyata
Hyunseung berteman dengan Dongwoon, namun Dongwoon tidak tau kalau Hyunseung
sepupu Gikwang. Hyunseung sangat kesal ketika mengetahui Soo In justru menikah
dengan Gikwang. Ia lah yang akhirnya mendesak Dongwoon untuk menceritakan semua
yang sebenarnya terjadi.
“Di
mana Gikwang?” paksaku. Hanya dia orang pertama yang ku ingat ketika sadar
tadi.
Yoseob
dan Hyunseung hanya menggeleng. Aku tidak bisa lebih lama lagi di sana. Aku
mencabut paksa selang infuse yang menancap di tanganku membuat aku meringis
seketika. Yosoeb dan Hyunseung langsung menatap khawatir padaku dan aku hanya
membalas dengan senyuman.
“Aku
ingin menemui Gikwang.” Ujarku yang langsung menyeruak setelah rasa sakit di
tanganku berkurang.
Yosoeb
dan Hyunseung tak begitu saja melepaskanku. Sampai akhirnya orang yang selalu
disampingku akhir-akhir ini pun muncul. Doojoon. “Biar aku yang menemani Haesa
mencari Gikwang.” Ujarnya membuat Yoseob ataupun Hyunseung tak bisa menolak.
“Kemana biasanya kalian
pergi?” Tanya Doojoon yang khawatir melihat kondisiku. “Atau, di mana tempat
yang cukup sering dikunjungi Gikwang?” Tanya Doojoon lagi membuatku seperti
mendapat pencerahan.
Itu
dia… “Pantai…” seruku cerah. Doojoon hanya mengangguk dan aku mulai tersenyum
sendiri karena sebentar lagi aku akan bertemu Gikwang tanpa mempedulikan bahwa
dia sudah memiliki istri.
@@@
Gikwang POV
Sebentar lagi malam. Sunset sore ini membuatku
kembali teringat Haesa. Gadis yang sangat ku cintai. Aku memang bukan pemuda
romantis. Menyatakan cinta pada Haesa saat sunset seperti ini sudah cukup
romantis menurutku.
Lagi-lagi
aku teringat gadis itu yang kini sudah bersama Doojoon. Aku sempat melihat
mereka berkencan beberapa waktu lalu. Suasana yang terjadi tak jauh beda
seperti yang biasa Haesa lakukan bersamaku. Dan yang terakhir adalah beberapa
jam yang lalu sebelum aku datang ke sini. Aku melihat Haesa hampir tertabrak
mobil. Beruntung itu tidak sampai terjadi. Aku juga telah berlari menghampiri
Haesa tanpa mempedulikan motorku yang ku biarkan begitu saja. Namun ternyata
Doojoon lebih cepat dariku.
Aku
meluruh dan terduduk di atas pasir pantai. Tatapanku tak lepas dari cahanya
orange yang terpancar dari matahari yang mulai tenggelam.
“Gikwang…!”
aku mendengar suara seseorang memanggil yang ku yakini adalah suara Haesa. Tapi
aku tak menoleh. Mana mungkin Haesa berada di sini menemuiku. Aku menggelengkan
kepala kuat-kuat untuk menegaskan bahwa ini tidak benar terjadi. Ini pasti
karena aku sangat merindukannya.
“Gikwang!
Jahat sekali kau tidak mempedulikanku!”
Kembali
suara itu terdengar. Ku paksakan kepalaku untuk menoleh. Astaga, Haesa di sini.
Ia menatap nanar ke arahku lalu jatuh terduduk sebelum aku sempat bereaksi. Ku
tatap Haesa yang sedang menghapus air matanya dengan kasar. Dia selalu seperti
itu. Tidak ada yang berubah. Aku buru-buru berpaling sebelum ia melihat
senyumku. Karena itu sama saja dengan aku menyakiti hatinya.
“Akh…”
jeritku karena Haesa mencubit lenganku.
“Gikwang!”
pekiknya lagi kali ini sambil memukulku.
Apa-apaan
ini? Aku berusaha menangkis semua serangannya sampai akhirnya Haesa pun
berhenti dengan sendirinya. “Kenapa kau memakai pakaian ini?” tanyaku heran
setelah menyadari Haesa mengenakan pakaian pasien rumah sakit. “Apa yang
terjadi padamu?” aku tak bisa menyembunyikan kepanikanku.
Haesa
tersenyum nakal ke arahku dengan wajah sembabnya membuat aku hanya mampu
mengerutkan dahi. Aku menjauhi tubuhku ketika wajah Haesa mendekat.
“Aku
ingin menjadi orang jahat.” Cetusnya membuatku semakin bingung.
Tidak mungkin Haesa gila
karena ku tinggal menikah dengan orang lain. Astaga… lebih baik aku mati dari
pada melihat Haesa seperti ini karenaku.
“Gikwang!”
dia senang sekali berteriak menyebutkan namaku. Mungkin karena sejak tadi aku
hanya terdiam. “Cepat ceraikan istrimu! Aku tidak mau tau, kau harus lakukan
itu! Aku ingin merebutmu kembali darinya.” Racau Haesa membuat senyumku
mengembang seketika.
“Tapi
aku tidak bisa.” Ujarku tiba-tiba. Ini pernikahan, bukan hanya sebatas hubungan
sepasang kekasih. Lagi pula, bayi yang dikandung Soo In adalah anakku.
“Soo
In bukan hamil karenamu, tapi karena Dongwoon. Kau hanya di jebak. Semua ini
rencana Junhyung, dia masih menaruh dendam padamu.”
“Benarkah?”
ujarku tak percaya dengan sedikit terbata.
“Itu
semua benar. Dan kini kau harus kembali pada Haesa.”
Aku
menoleh ke arah sumber suara. Ternyata Doojoon. Di belakangnya berdiri Yoseob
dan Hyunseung.
Plak!
Lagi-lagi Haesa mendaratkan pukulan padaku. “Kenapa diam saja?” omelnya.
@@@
“Apa
yang akan kita lakukan malam ini?”
Aku
menoleh pada Haesa yang tidur di sampingku. Jangan berpikir negative dulu, kami
telah menikah beberapa hari yang lalu. Tentu saja setelah aku menceraikan Soo
In. Dan ini sudah lewat tiga bulan setelah kebenaran tentang Soo In terbongkar.
“Apa
yang akan kita lakukan malam ini?” Haesa mengulangi pertanyaannya karena aku
tak kunjung menjawab.
Aku
menarik selimut untuk menutupi badan. “Tentu saja tidur.”
“Hanya
itu?” pertanyaan Haesa membuatku menoleh seketika.
Jujur saja, aku tidak mengerti
apa yang ia bicarakan. Ku lihat Haesa cemberut kecewa karenaku. Astaga, apa
yang harus ku lakukan?
“Kau
kan sudah pernah menikah. Masa kau tak tau apa yang bisa kita lakukan berdua
selain tidur.”
“Apa
kau lapar?” tanyaku polos lalu menarik tangannya. “Ayo… aku akan menemanimu
masak sesuatu.”
Aku
tersentak mendapati Haesa menepiskan tanganku. Ia langsung menghempaskan
badannya lagi sambil menarik selumut hingga menutupi seluruh tubuhnya. Aku
hanya mengacak rambutku, frustasi. Aku sama sekali tidak tau apa yang
seharusnya aku lakukan.
“Besok
akan aku tanyakan pasa Yoseob.” Ujarku akhirnya.
Haesa
kembali bangkit. “Gikwang…” serunya gemas. “Masa kau harus menanyakan hal itu.
Terlebih pada Yoseob.”
“Maaf.
Aku sama sekali tak mengerti. Selama menikah dengan Soo In, aku sama sekali
tidak pernah menyentuhnya walau hanya seujung kuku sekalipun.” Lirihku.
Haesa
akhirnya tersenyum. Aku lega karena ia bisa mengerti keadaanku. “Ayo kita
tidur.” Ajaknya.
Akupun
mematikan lampu sebelum akhirnya berbaring di samping istriku tercinta. Ia
tidur sambil memelukku. Kami nyaris tertidur jika saja tidak di ganggu
seseorang yang mengetuk pintu kamar.
“Gikwang…
Haesa…”
Ku
rasakan Haesa menyibakkan selimut dengan kasar. Perlahan akupun mengikutinya,
bangkit. “Astaga, Yoseob!” kesalnya lalu melirikku tajam. “Besok kau harus
mencarikannya kekasih agar dia cepat menikah dan tidak menganggu kita lagi.”
Aku
tidak mempedulikan Yoseob yang masih mengganggu, lalu kembali berbaring.
“Kau
tidak menemui Yoseob?” protes Haesa karena aku kembali tertidur.
“Malas.”
Ujarku sambil tersenyum jahil.
“YOSEOB…
JANGAN MENGGANGGU KAMI…” teriakku dan Haesa bersamaan. Lalu kami menenggelamkan
diri di dalam selimut mengabaikan Yosoeb di luar sana.
@_E_N_D_@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar