Author :
Annisa Pamungkas
Main Cast :
·
L
(Infinite) as Choi Myungso
·
Siwan
(Ze:a) as Kim Siwan
Original Cast :
·
Park
Yoo Ra
Support Cast :
·
Micky
(JYJ) as Park Yoochun (kakak Yoo Ra)
·
Thunder
(Mblaq) as Lee Cheondung (kakak Siwan)
·
G-Dragon
(Big Bang) as Choi Ji Young (kakak Myungso)
Genre :
Romance
Length :
Two Shoot (2/2) end
@@@
Review part 1 : intinya kemaren Yoo Ra dan Myungso
sama-sama kagak mau cerai. Lalu Myungso berniat ngajak Yoo Ra liburan. Tokyo?
London? New York? Paris? *udah kayak lagunya Oppa-Oppa nya EunHae SuJu*
(lupakan)…
Dan tempat beruntung yang author pilih adalah… *backsound
: Heechul gebukin drum di belakang panggung*… PARIS… yeay… itu juga author
nanya dulu sama salah satu reader setia author yang request FF ini…
@@@
@Charles de
Gaulle Airport-Paris
Perlahan
sudut bibirku membentuk senyum saat menapakkan kaki di Paris. Aku menunggu
Myungso yang sedang mengurus sesuatu. Hmm… Paris. Saat aku duduk di kursi
tunggu, aku segera berdiri. Tunggu dulu. Kenapa Paris? Dan kenapa aku baru
menyadari, Paris? Ini kota impianku bersama Siwan. Astaga, apa Tuhan belum
mengijinkan aku menghapus bayang-bayang Siwan di memori otakku.
“Kau
kenapa?”
Aku
terlonjak saat suara lembut Myungso mengalun di telingaku. “Tidak,” aku
mengelak. “Ayo pergi,” ajakku yang tanpa sadar menggamit lengan Myungso membuat
pemuda itu menatapku. Aku yang tersadar, segera melepaskan tanganku.
“Kenapa
hanya tangan?”
Aku
menatapnya penuh Tanya.
Myungso
tersenyum. Entah kenapa senyuman itu mampu membuatku tenang dan nyaman berada
di sampingnya. “Semua bagian tubuhku milikmu,” ujarnya jahil sambil mengerling
nakal padaku.
“Ya!”
jeritku. Bukannya tak suka, tapi ini di tempat umum dan dia berani menggodaku.
@@@
Yoo Ra PoV
Hari
ke tiga kami di Paris. Aku menyodorkan segelas teh hangat pada Myungso. “Bukankah
Ji Young oppa juga sedang ada bisnis di sini?”
Raut
wajah Myungso langsung berubah cemberut. “Harusnya kita tidak ke Paris,”
sesalnya.
Aku
menertawai wajah lucu Myungso yang sedang kesal karena Ji Young oppa memaksanya
untuk datang ke sebuah rapat perusahaan keluarga Choi yang baru merintis di
kota ini.
“Kita
hanya di ganggu satu hari saja. Setelah itu, kita bisa menikmati liburan kita,”
kataku untuk membuatnya tenang.
“Lalu
kau?”
Aku
tersenyum karena dia sangat mengkhawatirkanku. “Aku akan berjalan-jalan
sendiri.”
Setelah
perdebatan panjang, akhirnya Myungso mengalah dan aku bisa berjalan-jalan
mengelilingi kota Paris meski harus seorang diri.
@@@
Siwan PoV
Akhirnya aku berhasil kabur dari rapat menyebalkan
itu. Dan sekarang aku sangat lelah. Napasku belum teratur setelah berlari cukup
jauh. Akhirnya aku lebih memilih jalan-jalan sendiri. Sampai-sampai aku tak
sadar jika ini sudah jam tiga sore.
Aku
tidak pernah tahu kenapa tiap kali melirik arlojiku, aku selalu mendapati jarum
jam jatuh tepat pada angka tiga. Itu sudah terjadi selama setahun terakhir.
Lalu ketika di waktu yang hampir bersamaan aku selalu menyempatkan diri melihat
ke dalam sebuah café yang tanpa sengaja aku lalui. Jika waktunya memungkinkan,
aku akan mampir sebentar. Seperti ada yang aku cari, tapi aku tidak tahu apa
itu.
Tak
lama setelah itu, aku menyadari ada sebuah keramaian tak jauh di depanku.
Mungkin ada penampilan pengamen jalanan, tapi aku tak mendengar suara music
sama sekali.
Entah
dari mana rasa penasaranku muncul. Aku segera melesat dan menyeruak sampai aku
menemukan sesuatu yang menjadi pusat perhatian. Seorang gadis yang memiliki
wajah Asia. Langsung saja aku mendekat dan membawanya pergi.
Kembali
aku merasakan ada yang aneh dari diriku. Aku membawa gadis yang pingsan itu ke
apartmenku. Wajahnya sangat asing, namun aku sangat simpatik terhadapnya.
Mungkin karena kami sama-sama orang Asia dan orang Korea juga, mungkin.
Sampai
akhirnya gadis itu mulai mengerjap-ngerjap dan perlahan membuka mata. “Kau
baik-baik saja?”
@@@
Yoo Ra PoV
“Kau baik-baik saja?”
Aku
berusaha beradaptasi dengan cahaya sekitar. Kepalaku pusing. Tapi aku tenang
karena kini aku sudah tidak ada di pinggir jalan. Mungkin Myungso sudah
menemukanku. Tunggu dulu. Ada yang aneh dengan suaranya. Itu bukan suara
Myungso. Aku memaksakan diri untuk membuka mataku meski masih sedikit pusing.
“Kau
baik-baik saja?” ulang pemuda itu yang membuat mataku terbelalak seketika.
“Siwan!”
jeritku dan tanpa sadar kini aku sudah memeluknya erat. Tangisku pecah
seketika. Inikah jawaban atas semua penantian panjangku selama setahun ini?
@@@
Siwan PoV
Aku tersentak karena tiba-tiba gadis itu sudah
memelukku. Apa-apaan ini? Tolong lepaskan. Tunggu dulu, tapi kenapa aku tak
sanggup melakukan itu.
Gadis
itu kini menatapku. Ayo katakan sesuatu. Aku sudah tidak bisa bertindak apapun
selain menatapnya asing.
“Siwan
kau melupakanku?”
Deg!
Seperti ada jutaan batu membentur kepalaku. Akh, kepalaku sakit. Tapi aku tetap
memaksakan diri untuk menatapnya. Memikirkan, apakah kami pernah bertemu
sebelum ini?
“Aku
Yoo Ra, Park Yoo Ra. Kau tidak mungkin melupakanku, kan?” gadis itu menatapku
tak percaya. “Siwan, aku menunggumu di café itu tepat jam tiga sore, tapi kau
tak datang. Kau ke mana, Siwan?”
“Akh!”
aku menjerit sambil memegangi kepala. Nama itu. Kenapa rasanya sangat tidak
asing. Tapi aku yakin belum pernah bertemu dengannya sebelum ini.
Otakku
seperti memutar sebuah film. Di mana seorang pemuda yang dengan semangat ke
luar dari rumah sambil membawa seikat bunga. Pemuda itu tampak sangat bahagia.
Beberapa kali ia melirik jam tangannya. Sudah hampir menunjukkan pukul tiga
sore.
Sambil
setengah berlari, pemuda itu menyeberang jalan. Lalu tiba-tiba ada beberapa
orang yang menghalangi langkahnya. Pemuda itu dipukuli hingga babak belur. Di
seberang sana ada sebuah café. Pemuda itu menatap nanar café yang hanya
berjarak beberapa meter saja dari tempatnya berada. Ia melihat seorang pemuda
masuk. Wajahnya sangat mirip dengan Myungso.
Sementara
itu, pemuda tadi sempat melihat seorang pemuda tak jauh di belakang orang-orang
yang menghajarnya. Orang itu adalah Yoochun, pemuda tadi mengenalnya sebagai
kakak dari gadis yang ia cintai. Pemuda yang tak lama setelah itu jatuh pingsan
adalah Siwan.
@@@
Saat
membuka mata, aku langsung tersentak karena berada di tempat yang asing bagiku.
Aku terbaring di sofa panjang, dan ada seorang gadis yang duduk di lantai,
namun tertidur di sampingku.
“Yoo
Ra, bangun,” kataku lembut sambil mengguncang tubuhnya pelan. “Kita ada di
mana?” tanyaku bingung, namun ku lihat dia menatapku dua kali lebih bingung. Aku
langsung bangkit menuju jendela. Aku yang terkejut dengan apa yang ku lihat, menara
Eifel. Lalu aku menoleh ke belakang tempat Yoo Ra berada. “Paris? Sejak kapan kita
di sini?”
Yoo
Ra masih diam.
Kali
ini aku mencari cermin. Aku seperti orang gila dan histeris menatap wajahku
sendiri. Wajahku tidak ada yang berubah. Bahkan aku terlihat tampan dari sebelumnya.
Bukan ingin memuji diriku sendiri, tapi aku yakin, beberapa menit yang lalu aku
masih berada di Korea dan baru saja di hajar oleh beberapa orang yang tidak ku
kenal.
Aku
duduk di hadapan Yoo Ra dan memegang ke dua bahu gadis itu. “Yoo Ra katakan
padaku apa yang terjadi. Bukankah kita akan bertemu di café jam tiga sore? Dan
mana orang-orang yang menghajarku?”
“Kau
tidak datang,” ujar Yoo Ra lirih.
“Tapi
aku sudah datang. Aku bahkan sudah setengah jalan ketika menyebrang, dan aku…”
nada suaraku sedikit berubah. Aku sangat berat mengatakan jika orang-orang itu
adalah suruhan dari…
“Siwan!”
pekik seseorang yang tiba-tiba menyeruak masuk ke dalam apartmenku.
Aku berdiri
dan hanya menatap datar kakakku yang masih terengah-engah. “Cheondung hyung?
Kau? Hyung, kenapa kita di sini? Bukankah hyung masih kuliah di London?”
cecarku.
Cheondung
belum menjawab pertanyaanku. Ku lihat dia melangkah mendekat. “Aku sudah lulus
kuliah hampir setengah tahun yang lalu. Kau lupa?”
Aku
bukan lupa, tapi aku benar-benar tidak tahu itu. Saat mataku mendapati kalender
di belakang Cheondung, mataku membulat lebar. Kenapa yang terpajang adalah
kalender baru. Ini bahkan belum akhir tahun.
“Apa
ingatanmu telah kembali?”
Jadi,
selama setahun ini aku hilang ingatan? Aku termundur beberapa langkah dan
langsung membanting tubuhku di atas sofa. “Akh!” aku kembali menjerit karena
kepalaku sangat sakit.
“Siwan!”
aku mendengar suara Yoo Ra, dan gadis itu menyentuh pundakku dengan sangat
panic. Ia berusaha menenangkanku. Dan ku rasa itu cukup ampuh. Rasa sakit di
kepalaku sedikit mereda.
“Jadi,
aku tidak datang?” tanyaku menyesal.
Yoo
Ra tak menjawab. Perlahan air matanya jatuh dan sontak membuatku menariknya ke
dalam pelukanku.
@@@
Myungso PoV
Berkali-kali aku menghubungi ponsel Yoo Ra, tapi
ia sama sekali tak menjawab. Mataku juga menyapu jalanan yang ku lewati melalui
kaca mobil.
“Myungso,
maafkan aku.”
Aku
tak menghiraukan ucapan Ji Young hyung yang tengah menyetir saat ini. Yang ku
pikirkan saat ini adalah Yoo Ra. Ini sudah malam, tapi Yoo Ra belum kembali.
Aku tidak tahu di mana dia sekarang.
“Bagaimana
kalau kita mencari ke rumah sakit?”
Aku
melotot ke arah Ji Young hyung yang seenaknya saja memberikan saran. Yoo Ra
tidak mungkin menjadi korban kecelakaan. Aku tidak akan membiarkan itu. Tapi,
jika itu benar terjadi? Itu tidak… akh, Yoo Ra kau di mana?
Sampai
detik ini aku masih mencoba menghubungi nomornya.
@@@
Yoo Ra PoV
Aku lega karena ternyata Siwan baik-baik saja.
Bahkan kini pemuda itu sudah ada di hadapanku. Ada dua hal yang baru ku ketahui
tadi. Pertama, Siwan dan Cheondung saudara tiri, itu artinya selama ini Siwan
tidak mengaku padaku kalau dia adalah anak orang kaya. Bahkan kakakku sangat
terobsesi mengenalkanku pada Cheondung. Ke dua, ternyata Siwan mengalami hilang
ingatan, dan penyebab utama dia mengalami itu adalah karena kakakku, Park
Yoochun yang gila harta itu. Aku hampir gila memikirkan ini semua.
“Kau
kenapa?” Siwan menegur karena aku tak juga menyentuh makananku. “Kau sakit?”
Aku
menggeleng, namun hanya sesaat aku bisa menyembunyikannya karena setelah itu
aku merasakan kepalaku sakit dan aku kehilangan kesadaranku.
@@@
Myungso PoV
Aku
terpaksa mengikuti ide gila kakakku untuk mencari Yoo Ra di rumah sakit.
Mungkin karena aku sudah sangat frustasi karena sama sekali belum bisa menemukan
Yoo Ra.
Ji
Young hyung sudah melangkah semakin jauh, namun langkahku justru tertahan
karena di ujung sana aku melihat seseorang yang baru keluar dari dalam sebuah
ruangan dan kini dia melangkah ke arahku.
Pemuda
itu tertunduk. Seperti terjadi sesuatu padanya. Aku semakin menegang karena
wajah pemuda itu semakin jelas di mataku.
“Siwan?”
kataku pelan dan tak ku sangka pemuda itu menoleh. Dia benar Siwan.
“Myungso?”
ujarnya yang tak kalah terkejut sepertiku. Tapi sedetik kemudian, ia kembali
menoleh dan melanjutkan langkahnya.
Tanpa
pikir panjang, aku mengikuti langkah Siwan. Aku tak menyangka bisa bertemu
dengannya di tempat seperti ini. Terlebih dia juga ada di Paris.
“Siwan,
kau ke mana saja selama ini?”
Siwan
akhirnya menghentikan langkah, tapi aku baru sadar jika kami sudah di pinggir
jalan. Jantungku berdebar-debar saat Siwan menoleh.
“Kau
ingat kekasihku yang bernama Yoo Ra?”
Bagaimana
mungkin aku lupa, bahkan Yoo Ra sekarang sudah menjadi istriku.
“Jika
kau bertemu dengannya, jangan pernah mendekatinya. Dia sudah berubah. Aku juga
sudah tidak mencintainya lagi.”
Siwan
hampir pergi, namun aku dengan cepat menahannya. “Apa maksudmu?”
“Yoo
Ra bukan gadis baik-baik. Dia hamil. Dan aku tidak tahu siapa yang melakukan
itu padanya.”
Tiba-tiba
saja ada petir yang menyambar hatiku. Yoo Ra hamil? Siapa yang telah…
kesadaranku kembali seketika saat mendengar suara benturan benda dari arah
jalan raya.
“Siwan!”
jeritku histeris dan langsung berlari ke arah tubuh Siwan yang sudah tergeletak
di jalanan. Aku membawa kepala Siwan ke dalam pangkuanku. “Siwan maafkan aku.
Yoo Ra gadis baik-baik. Tidak seperti yang kau pikirkan. Dia hamil karena dia
sudah menikah.”
Aku
sadar Siwan terkejut mendengar ucapanku. Lalu aku menoleh dan mendapati Yoo Ra
sudah berlutut di samping Siwan. Ia membekap mulutnya dan menangis mendapati
kondisi Siwan yang sudah berlumuran darah.
“Jika
aku tahu keberadaanmu, aku tidak akan menikah dengan Yoo Ra. Aku pasti akan
mengembalikan Yoo Ra padamu. Jika Yoo Ra hamil, itu pasti karenaku,” sesalku.
Siwan
tersenyum. “Apa setelah ini kau mau mengembalikan Yoo Ra padaku?”
Aku
tersentak mendengar pertanyaan Siwan. Aku juga tidak tahu bagaimana harus
menjawabnya.
“Ku
mohon maafkan oppaku. Aku tahu kalau dia yang telah menyebabkan dirimu
menderita selama ini.”
Pengakuan Yoo Ra tak kalah
mengejutkan untukku. Dan setelah ini aku yakin, laki-laki gila harta itu pasti
menyesal karena ternyata Siwan adalah anak orang kaya. Bahkan tuan Seulong,
ayah tiri Siwan lebih kaya dari ayahku.
Ini
kenyataan pahit yang harus ku terima dan aku juga telah menata hatiku ketika
momen ini benar-benar terjadi. Siwan membohongi dirinya saat ia mengaku telah
membenci Yoo Ra. Terlihat ketika Siwan mengusap lembut pipi Yoo Ra yang
dibanjiri air mata. Jujur, hatiku sakit melihatnya.
Siwan
sama sekali tak merespon ucapan Yoo Ra. ia hanya tersenyum, lalu melirik
padaku. Cepat-cepat aku menggerakkan tubuhku untuk mengangkat Siwan. “Kau harus
segera mendapat perawatan.” Tapi Siwan seperti mencegahku.
“Percuma.
Aku hanya ingin kau jaga Yoo Ra seperti kau menjaga persahabatan kita selama
ini.”
“Tapi…”
Siwan
menyelak ucapanku. “Semua sudah terjadi. Takdir tidak akan bisa di ubah.”
Tangan
dan tubuhku melemas seketika. Air mataku mengalir beriringan dengan tangisan
yang ke luar dari mulut Yoo Ra.
@@@
Tujuh tahun setelah itu. Dan
aku kembali ke sini. Paris. Tempat aku terakhir kali bertemu dengan Siwan. Tapi
kini suasananya sangat berbeda. Yoochun hyung masih tetap mengutamakan
perusahaannya. Tapi dia sudah tidak akan pernah terobesesi mengenalkan Yoo Ra
pada pria yang lebih kaya dariku. Jika itu terjadi, aku yang akan menendangnya
menjadi gelandangan. Jelas saja ia sangat takut dengan ancaman itu.
Tapi
yang terpenting, kini aku dan Yoo Ra hidup bahagia dengan seorang anak
laki-laki, buah cinta kami. Tentu saja saat itu Yoo Ra hamil anakku.
“Ayah!”
Aku
tersentak mendengar suara jeritan anakku yang sepertinya ketakutan. Aku
menunduk dan mendapatinya menggapai-gapai tubuhku dan meminta di gendong.
Akupun mengangkat tubuhnya yang semakin bertumbuh tinggi itu.
“Kau
kenapa?”
“Itu…”
dia menunjuk makam di hadapan kami sambil menangis. “Kenapa namaku ada di sana.
Aku belum mati kan, yah?”
Aku dan
Yoo Ra menertawai sikap lucu anak kami. Makam tersebut adalah makam Siwan.
Nyawanya tak bisa tertolong meski aku telah bersusah payah membawanya ke rumah
sakit. Dan kami sepakat menamai anak kami ‘Siwan’. Tapi sepertinya Siwan
kecilku salah paham.
“Kau
kan Choi Siwan, dan orang itu namanya Kim Siwan,” jelasku berusaha memberi
pengertian padanya. Jelas saja aku akan membedakan marga mereka karena Siwan
kecil anakku.
Siwan
kecil akhirnya mengangguk namun masih sedikit sesegukan. “Apa paman itu orang
yang tampan?”
Aku
dan Yoo Ra kembali menertawai pertanyaan unik yang tercetus dari bibir
mungilnya.
“Kau
Siwanku yang paling tampan,” kataku menghibur.
“Tapi
menurutku, Choi Myungso yang lebih tampan.”
Aku
menatap istriku yang telah berhasil membuat wajahku bersemu merah.
“Apa tidak ada yang mengatakan aku tampan?”
Kami
semua menoleh dan terkejut. Tentu saja kecuali Siwan kecilku. Seorang pemuda
tampan dan mengenakan pakaian serba putih. Wajahnya sangat tampan dan
bercahaya.
“Siwan?”
aku dan Yoo Ra memekik bersamaan.
“Ayah,
ibu, aku di sini?”
Aku
menghela napas. Agak sedikit membingungkan berada di tengah-tengah dua orang
yang memiliki nama ‘Siwan’. Dan itu membuat anakku kembali salah paham.
“Apa kau anaknya Myungso dan Yoo Ra?”
Siwan kecil mengangguk menjawab pertanyaan Siwan.
“Siapa namamu?”
“Siwan.”
“Namaku juga Siwan, tapi aku Kim Siwan.”
Aku menunggu reaksi anakku karena kini Siwan kecil
kembali menatap makam Siwan. Lalu ia melirik Siwan dihadapannya. “Itu kau?”
“Huwaaa!
Hantu!” teriak Siwan kecil ketika Siwan mengangguk. Kini aku harus bekerja
keras untuk membuat anakku tenang.
“Apa kau bilang? Hantu?” Siwan tampak
tak terima dengan ucapan anakku. Lalu ia melirikku dan Yoo Ra bergantian dan
menunjukkan wajah kesalnya. “Apa kalian
tidak mengajarkan pada anakmu perbedaan antara hantu dan malaikat sepertiku?” omelnya
yang tak terima dengan perkataan Siwan kecil. Namun anakku justru semakin deras
menangis.
“Kau
membuat anakku menangis!” tegur Yoo Ra dan kali ini Siwan bungkam karenanya.
@_E_N_D_@
Akhirnya end… thanks buat readers yang udah baca,
terutama reader setiaku yang udah request FF ini. Dan maaf sekali lagi kalau
jalan cerita kesannya banyak yang di skip… apalagi pas Siwan muncul. Kesannya
jadi sedikit gak jelas. Fantasi yang gagal. Sekali lagi author minta maaf.
Intinya : takdir memang tidak bisa di ubah. Yoo Ra
di takdirkan untuk tetap bersama Myungso dan nyawa Siwan tidak bisa tertolong
karena kecelakaan yang menimpanya. Kolaborasi antara happy dan sad ending.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar