Author :
Annisa Pamungkas
Main cast :
Yoseob (Beast/B2ST), Kiseop, Jaeseop (U-Kiss)
Original cast :
Hye Ra, Eungi, Haesa
Support cast :
Dongjoon (Ze:a), Sungjong (Infinite), Niel (Teen Top)
Genre :
tragedy, brothership
Length :
one shoot
@@@
Pulang
sekolah…
Jaeseop bersandar di pintu mobilnya yang
berwarna hitam. Dikanan dan kirinya juga terparkir mobil berwarna putih dan
merah. Yang putih, udah pasti milik Kiseop. Karena begitu sampai, Kiseop
langsung melempar ranselnya ke dalam mobil. Dan mobil yang merah, berarti punya
Yoseob? Bukan. Itu punya Hye Ra. Sebelum pergi, ia sempat membuka kaca mobilnya
dihadapan Kiseop dan Jaeseop.
“Kiseop, ini buku lo.” Ujarnya sambil
menyodorkan sebuah buku setebal novel ‘breaking dawn’. “Makasih ya.”
Namun
Jaeseop lah yang merebut buku itu diiringi tatapan jahilnya. “Tawaran gue yang
tadi masih berlaku lho, Ra.”
“Ya
ampun, aku tersanjung.” Kata Hye Ra pura-pura manis. “Sekali nggak, tetep
nggak!” Hye Ra langsung menutup jendela mobil dan pergi dari sana.
“Seneng
banget sih ngeledekin anak orang!” Kiseop membela Hye Ra sambil merebut buku
itu dari tangan Jaeseop.
Jaeseop
hanya tertawa tak peduli. Lalu mengeluarkan sebungkus rokok dari saku
celananya. Dengan cukup iseng, Jaeseop menyodorkan rokok itu ke Kiseop. Jelas
saja Kiseop menolak mentah-mentah, karena ia tak merokok.
Tiba-tiba
beberapa orang siswa terlihat berlari berhamburan. Ada beberapa orang juga
dibelakang mereka yang terlihat sebagai pengejar.
“Woy!
Jangan lari lo!” Teriak salah satu dari mereka. Begitu melewati Kiseop dan Jaeseop,
ia merebut buku yang gipegang Kiseop.
Wajahnya
mirip dengan Jaeseop dan Kiseop. Jelas saja, mereke bertiga kembar dan itu Yoseob.
Park Yoseob. Preman sekolah. Terkenalnya sih gitu. Gak segan-segan menghajar
siswa, terutama yang pamer harta di depan matanya. Seragamnya sama sekali gak
rapih. Kemejanya berkibar karena tak dimasukan ke dalam celana. Cara pakai
dasinya tak beda jauh dengan Jaeseop. Lengan seragamnya digulung beserta lengan
kausnya.
“Menurut lo, Hye Ra kenapa kesel banget sama Yoseob?”
tanya Kiseop pada Jaeseop yang tengan menikmati rokoknya.
Jaeseop
mengembuskan asap rokoknya ke udara. “Gue kan udah bilang, cintanya Hye Ra
ditolak sama Yoseob.” Ujarnya santai.
“Bukannya
selama ini mereka pacaran ya?”
Jaeseop
tertawa sejadi-jadinya. “Lo kemana aja sih, Kiseop? Yoseob tuh lagi pedekate
sama alumni anak SMA Sun Moon. Beda setahun di atas kita sih.” Keluh Jaeseop.
Suasana
ricuh di depan gerbang nampaknya mulai reda. Yoseob pun perlahan muncul dari
kejauhan, ia berjalan sambil menenggelamkan salah satu tangannya ke dalam saku
celana. Yoseob tersenyum kepada kedua kembarannya dengan penuh kemenangan.
“Hai
para kembaranku. Makin cakep aja kalian.” Ledek Yoseob sambil berhenti sesaat,
kemudian kembali berjalan.
“Heh!”
Kiseop menarik kerah seragam Yoseob. “Mana buku gue?” Pintanya.
“Hah?
Buku? Buku apaan?” Yoseob balik bertanya.
“Eh,
jangan belagak amnesia mendadak gitu deh!” Kiseop mulai kesal. “Tuh buku
penting banget.”
“Oohh…
iya iya iya…” Kata Yoseob akhirnya. “Tadi gue pake buat nimpuk.” Lanjut Yoseob
tanpa rasa bersalah.
“Terus,
sekarang mana bukunya?” Pinta Kiseop lagi, kali ini lebih tegas.
“Kecebur
got.” Jawab Yoseob enteng.
“Apa?”
Kiseop berteriak cukup histeris. “Gue gak mau tau, sekarang juga lo ganti buku
itu.”
“Iya
gue bakal ganti. Tapi jangan hari ini juga donk. Ntar sore gue mau ketemu Haesa.”
Yoseob memohon.
“Gue
gak mau tau.”
“Udah
lah, lo tenang aja.” Kata Jaeseop yang berusaha menjadi penengah. “Urusan Haesa
biar gue yang gantiin lo.”
Yoseob
melirik kesal ke Jaeseop yang tak membantu apa-apa.
“Sekarang
gini aja, lo pilih pergi buat cari buku itu, atau gue gak mau bantuin lo
ngerjain tugas Biologi punya lo.” Kiseop yang sudah cukup kesal terdengar
mengancam.
Yoseob
melirik jamnya. 15.12. ‘Sial!’ umpatnya dalam hati.
“Gue
tunggu sampe jam 5.” Ujar Kiseop santai sambil berjalan menuju pintu mobil.
Diikuti Jaeseop setelah membuang puntung rokoknya.
Yoseob
tak punya banyak waktu untuk berfikir. Ia segera menempatkan diri diantara
mobil kedua saudaranya itu dan meminta Kiseop dan Jaeseop untuk membuka kaca
mobil masing-masing.
“Oke.
Gue setuju.” Kata Yoseob akhirnya—meski terpaksa—sambil memandang ke Kiseop.
“Tulisin judul buku sama nama pengarangnya.” Perintah Yoseob, kemudian beralih
ke Jaeseop. “Gue berniat nembak dia hari ini. So, gue harap lo gak bikin kacau
semuanya.” Yoseob memperingatkan.
“Serahin
ke gue.” Jaeseop tersenyum puas, lalu menyodorkan ponselnya. Sesaat Yoseob
menatap penuh tanda tanya. “Lo mau semuanya lancar, kan?”
Yoseob
pun akhirnya mengerti. Dengan enggan ia mengeluarkan ponselnya untuk ditukar
dengan milik Jaeseop. Kemudian kembali menoleh ke tempat Kiseop berada. Ia pun
meraih kertas yang disodorkan Kiseop.
“Inget!
Jam 5 sore.” Kiseop kembali mengingatkan, lalu pergi meninggalkan Yoseob. Tapi Jaeseop
justru menghampiri Yoseob sambil menyodorkan kunci mobilnya. Yoseob yang
mengerti dengan maksud Jaeseop, dengan enggan mengeluarkan kunci motornya untuk
ditukarkan dengan kunci milik Jaeseop. Setelah mendapatkan yang ia inginkan, Jaeseop
pun berjalan menuju lapangan parkir motor.
“Aarrgghh…!!!”
Yoseob kesal sendiri.
Beberapa
orang yang melintas, sontak memandang Yoseob dengan tatapan ingin tahu.
“Apa
liat-liat!” teriak Yoseob galak sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil Jaeseop.
@@@
Ini adalah toko buku ketiga yang
dikunjungi Yoseob seharian ini. Segera ia menanyakan buku yang tengah dicarinya
kepada petugas di sana.
“Ada di sebelah sana, mas.” Ujar mbak
karyawan toko sambil menunjuk salah satu lemari penyimpan buku.
Akhirnya. Yoseob pun menghela napas dan…
tanpa pikir panjang, Yoseob menyambar buku itu dan langsung membawanya ke kasir.
Tak ada yang diinginkannya setelah itu
selain pulang. Terang saja, Yoseob langsung ke sana sepulang sekolah. Ia pun
masih mengenakan seragam putih abu-abunya.
Begitu
Yoseob berada di atas escalator, beberapa cewek anak SMA memperhatikannya
sambil bergumam gak jelas ke teman-temannya yang lain. Suasana itu membuat Yoseob
merasa sangat tidak nyaman.
Sebisa
mungkin Yoseob berlari menghindari kerumunan cewek-cewek centil itu. Sampai
akhirnya ada insiden kecil terjadi. Yoseob menabrak seorang cewek hingga barang
belanjaan mereka sedikit berceceran.
“Maaf
ya, gue buru-buru.” Kata Yoseob yang merasa bersalah.
“Iya,
gapapa.” Balas cewek santai.
Mereka
pun berdiri. “Nih.” Yoseob menyodorkan tas plastic milik cewek itu yang
berhasil di kumpulkannya.
“Makasih.”
Ujar cewek itu lagi penuh senyum sebelum meninggalkan Yoseob.
Sesaat
Yoseob terhanyut dalam pesona cewek itu. Namun semua buyar ketika ponselnya
bergetar. Yoseob merogoh saku celananya.
“Apaan
lagi sih, Seop?” keluh Yoseob ketika menjawab telpon dari salah satu
kembarannya itu.
“Bukunya udah dapet
belom?” Tanya Kiseop dari tempat yang berbeda.
“Iya,
udah. Ini juga gue udah mau balik kok.” Jawab Yoseob enggan.
“Cek lagi, udah bener
apa belom? Gue gak yakin sama lo.”
“Iya
bawel.” Yoseob memutuskan sambungan telponnya. Semula ia berniat langsung pergi
dari tempat itu. Namun rasanya ada yang aneh dengan barang berlanjaannya. “Kok,
agak sedikit lebih berat dari yang tadi, ya?” tanya Yoseob seorang diri.
Untuk
mendapatkan jawabannya, Yoseob mengikuti saran Kiseop untuk memeriksanya. Yoseob
membuka tas plastic belanjaannya. “Hah?” Yoseob tercengang mendapati isi tas
itu bukan buku yang baru saja ia beli. “Kenapa buku biologi bisa berubah jadi
novel remaja?”
Baru
kali ini sebuah buku pelajaran yang berjudul biologi bisa menjadi sebuah barang
berharga yang tak ternilai harganya bagi Yoseob.
Yoseob
berlari dengan tekad bisa menemukan cewek tadi lagi. Ia menuju pintu keluar
mall penuh keyakinan bahwa cewek itu juga melintas di sana.
Yoseob
menajamkan mata menyapu sekelilingnya mencari cewek itu. Pandangannya berhenti
di atas jembatan penyebrangan yang terdapat tepat di depan gedung mall itu. Yoseob
merasa lega mendapati cewek itu menuju halte transjakarta.
Sekuat
tenaga Yoseob mengejar. Tak peduli cacian dari beberapa orang yang tak sengaja
tertabrak tubuhnya meski ia telah berteriak minta maaf.
Sesampainya
di halte, Yoseob sudah melihat sosok cewek itu menunggu bus datang. Tapi
dirinya justru di hadang petugas.
“Tiketnya,
mas.” Pinta petugas itu.
Yoseob
melupakan hal yang berkaitan dengan transjakarta busway, ia harus terlebih
dahulu membeli tiket. Segera Yoseob menuju loket penjualan tiket.
“Satu,
mbak.” Kata Yoseob sambil mencari dompet di saku celananya, namun pandangannya
sesekali mengawasi cewek tadi.
“Tiga
ribu lima ratus rupiah.” Tegur penjaga loket karena Yoseob tak kunjung
menyodorkan uang.
Yoseob
menepuk jidat. Ia baru menyadari kalo dompetnya benar-benar terjatuh di kamar
mandi tadi pagi. Saku celana yang lain juga tak menyisakan uang sepeserpun.
Uang terakhirnya sudah ditukar dengan buku biologi. Alhasil, Yoseob membatalkan
transaksinya. Dan semakin kalap ketika cewek tadi sudah menaiki bus dan kini
bus mulai meninggalkan halte.
Yoseob
mendekati tepi pagar pembatas. “Wooyy…!! Turun lo!! Buku kita ketuker.” Teriak Yoseob
sambil melambaikan buku itu ke arah bus. Tak peduli pandangan orang-orang yang
menatapnya.
Yoseob
tertunduk. Bus semakin jauh berjalan.
@@@
Sore
itu Kiseop lagi menyiram tanaman di halaman rumahnya. Tak lama, sebuah taksi
berhenti tepat di depan pagar.
“Siapa?”
pikir Kiseop.
Belum
sempat Kiseop menghampiri, Yoseob muncul membuka pintu pagar dan bergegas
menuju dalam rumah.
“Bukunya
gimana?” tegur Kiseop ketika Yoseob melintas. Tapi Yoseob tak menjawab.
Begitu
Yoseob masuk, Jaeseop keluar.
Yoseob
berlari menuju kamar mandi yang berada dalam kamarnya. Ternyata dugaannya
benar. Dompet kulit berwarna hitam itu tergeletak di lantai kamar mandi. Begitu
Yoseob memungutnya, ia kembali keluar.
@@@
“Kok
lo malah beli novel? Buku biologinya mana?” tanya Kiseop yang menemukan novel
yang diletakkn Yoseob di atas meja ketika kembarannya itu muncul.
“Kenapa
lo naik taksi? Mobil gue mogok? Terus, lo tinggalin di mana?” Jaeseop melakukan
hal yang sama.
“Buku
biologi ketuker, dompet gue ketinggalan.” Yoseob menjawab sambil tetap
berjalan. Ia membuka pintu taksi. “Sekarang gue mau balik ke mall buat ngambil
mobil lo.” Lanjut Yoseob kali ini sambil menatap Jaeseop.
@@@
Pagi
hari, Yoseob baru saja memarkirkan motornya di halaman sekolah. Sebuah motor
berhenti di samping motornya. Sang pengandara itu cewek.
Yoseob
tercengang ketika cewek itu membuka helmnya.
“Lo
anak SMA ini juga?” tegur Yoseob galak.
Itu
cewek yang kemaren tabrakan dan bukunya tertukar dengan Yoseob. Namanya Eungi.
“Lo
yang kemaren nabrak gue di mall, kan?” Eungi balik bertanya.
“Bagus
deh kalo lo masih inget. Sekarang, mana buku gue?” pinta Yoseob setengah
memaksa.
“Gak
ada di gue.” Ujar Eungi sambil melengos pergi. Tapi Yoseob berhasil menahan
tangannya.
“Heh!
Lo tuh anak baru di sini. Jadi jangan macem-macem sama gue.” Yoseob sedikit
terdengar mengancam.
“Terus,
ngaruh gitu karna gue anak baru, terus gue harus takut sama lo?” balas Eungi.
“Gak
usah sok jagoan deh. Udah, cepet, mana buku gue?” kata Yoseob lagi, kali ini
sedikit memaksa untuk menggeledah tas Eungi.
“Apa-apaan
sih lo, kak!”
“Yoseob,
berenti!” teriak Jaeseop yang diikuti pula oleh Kiseop dan Hye Ra
dibelakangnya.
“Jaeseop,
cewek ini yang bukunya ketuker sama gue.” Ujar Yoseob sambil menunjuk Eungi.
“Dan dia gak mau balikin. Lo tau kan kalo gue ada tugas buat hari ini?” Yoseob
sedikit minta pembelaan dari Jaeseop.
“Tugas
lo udah selesai kok.” Kata Kiseop menyeruak. Ia menyodorkan print out tugas Yoseob dan sebuah buku.
Buku biologi yang sempat menjadi barang berharga bagi Yoseob. “Itu buku yang
ketuker sama novelnya Eungi.” Lanjut Kiseop.
“Kok
bisa ada di lo?” Tanya Yoseob penuh curiga.
Hye
Ra tersenyum dan membuat Yoseob semakin curiga dan mencurigai sikap cewek yang
kini berdiri di samping Eungi sambil merangkulnya.
“Semua
yang terjadi di bawah scenario Kiseop.” Kata Hye Ra.
Kecurigaan
Yoseob berpindah ke Kiseop.
“Semata-mata
supaya lo bisa menghargai sesuatu.” Kiseop membela diri.
Dongjoon,
Sungjong dan Niel muncul. Mereka adalah orang yang kemarin sempat dikejar oleh Yoseob.
“Jadi,
kalian termasuk dalam scenario?” Tanya Yoseob memastikan tebakannya benar.
Dongjoon,
Sungjong dan Niel mengangguk kompak.
Entah
kenapa, Yoseob sontak melirik dimana Eungi berada. “Dan lo… Anak baru yang juga
sepupunya Hye Ra, gitu?”
Gantian,
Hye Ra dan Eungi yang mengangguk kompak.
“Pantesan
lo berani ngelawan gue.” Yoseob baru menyadari sesuatu. “Biasanya anak baru
sopan ke gue.”
“Bukan
sopan! Tapi takut.” Celetuk Jaeseop.
“Yaiyalah,
takut. Lo galak sih, kak.” Eungi menimpali perkataan Jaeseop yang membuat Yoseob
sedikit salah tingkah.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar