Author :
Annisa Pamungkas
Main Cast :
·
L
(Infinite) as Choi Myungso
·
Siwan
(Ze:a) as Kim Siwan
Original Cast :
·
Park
Yoo Ra
Support Cast :
·
Micky
(JYJ) as Park Yoochun
·
Thunder
(Mblaq) as Lee Cheondung
·
Seulong
(2AM) as Lee Seulong
Genre :
Romance
Length :
Two Shoot (1/2)
@@@
Tadinya cast di FF ini mau pake CN BLUE,
tapi berhubung dapet permintaah dari reader setia author, main castnya minta di
ganti sama L Infinite. Tapi it’s oke. Siapapun cast-nya, semoga para reader
bisa menikmati. Anggap aja ini FF persembahan author buat para readers.
@@@
“Yoo
Ra, tunggu,” Siwan menghentikan langkah seorang gadis yang sudah berdiri di
depan pagar rumahnya. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal ketika gadis itu
telah berbalik. Itu hanya untuk mengalihkan ekspresi wajahnya yang gugup. “Aku
mencintaimu,” ujar Siwan setelah mengumpulkan keberanian.
Gadis
itu malah tertawa menanggapinya. “Kau sudah mengatakan itu puluhan kali hari
ini.”
Siwan
ikut menertawai sikap bodohnya. “Lalu, apa kau mau menikah denganku suatu hari
nanti?” Tanya Siwan gugup. Dan kegugupannya bertambah ketika Yoo Ra
mendekatinya. Lalu, chu~… Yoo Ra mengecup kilat pipi Siwan.
“Besokpun
aku mau menikah denganmu,” tantang Yoo Ra dengan senyuman menggoda, lalu
berbalik.
Siwan
membeku seketika meski ia masih bisa mendengar apa yang baru saja di katakan
Yoo Ra. Sedetik kemudian ia baru menyadari Yoo Ra sudah masuk melewati pagar
tinggi rumahnya. “Besok temui aku di café jam tiga!” teriak Siwan dan hanya di
balas acungan jempol oleh Yoo Ra.
@@@
Yoo Ra PoV
Sudah hampir setengah jam aku menunggu, tapi Siwan
tak kunjung muncul. Ponselnya juga mati. Apa mungkin dia lupa memiliki janji
denganku?
“Apa kau ke sini bersama Siwan?”
“Apa kau ke sini bersama Siwan?”
Aku
mendongak ketika mendengar seseorang menyebut nama kekasihku. “Myungso?”
tanyaku pada pemuda yang kini sudah duduk di hadapanku.
“Ternyata
kau masih mengenalku?” ujarnya senang.
Aku
tidak mungkin melupakannya, dia sahabat Siwan sejak SMA meski aku hanya
beberapa kali bertemu dengannya. Kami berbincang ringan tentang pertemanannya
dengan Siwan. Sampai tak terasa sudah satu jam lebih, dan Siwan tak kunjung
muncul.
“Kemana
pacarmu?” Tanya Myungso yang mulai lelah menunggu.
Aku
hanya menunduk. Aku juga lelah menunggu. Tak biasanya Siwan terlambat selama
ini. Tak lama kemudian, Myungso terpaksa berpamitan untuk pulang. Dan aku masih
setia menunggu di sini sampai setengah jam lamanya. Tapi yang datang bukanlah Siwan,
melainkan kakakku.
“Yoochun
oppa?” gumamku terbata mendapati kakakku sudah berdiri dan menatapku tajam.
“Mana
kekasih yang kau banggakan itu?” Tanya
oppaku dengan nada tak suka. Dia memang tak suka aku menjalin hubungan dengan Siwan
hanya karena Siwan bukan orang kaya seperti keluargaku. “Apa dia sudah memiliki
banyak uang sekarang?” dan aku tak bisa menyela perkataannya.
@@@
Dua
bulan setelah itu, aku sama sekali tak mendengar kabar tentangnya. Bahkan
setiap jam 3 sore aku selalu menunggunya di café itu. Tapi Siwan tak sekalipun
muncul di hadapanku. Apa yang terjadi padanya?
Aku
menatap nanar jendela apartmen yang aku tempati sekarang. Teh manis hangat di
tangankupun tidak terasa manis sama sekali di lidahku meski aku telah
menambahkan banyak gula ke dalamnya.
“Nanti
sore aku akan menjemputmu seperti biasa,” kata seseorang di belakangku.
Aku
hanya menghembuskan napasku dengan keras. Hidupku telah berubah sejak kejadian
itu. Aku dipaksa menikah oleh kakakku. Dan semua telah berlangsung hampir
sebulan yang lalu. Katanya ini untuk kepentingan perusahaan. Setelah semua
selesai, aku bisa bercerai dengannya. Apa dia pikir semudah itu? Terlebih orang
itu adalah, Myungso. Ya, Myungso. Pemuda yang tadi bicara itu Myungso. Dia
sahabat Siwan. Aku tidak mungkin menyakiti Myungso. Apalagi dia juga tidak bisa
melakukan apapun untuk perjodohan itu, sama sepertiku.
Seandainya
orang tuaku masih hidup. Tapi aku sadar, takdir tidak bisa di ubah. Aku hanya
berharap orang tuaku tenang di sana dan Siwan juga baik-baik saja.
@@@
Myungso PoV
Sepertinya aku kesiangan, karena ku lihat Yoo Ra
sudah tidak berbaring di sampingku. Meski kami telah menikah dan tidur satu
ranjang, tapi aku bisa menjamin bahwa aku tidak pernah sedikitpun menyentuhnya.
Karena aku tahu dia belum mencintaiku.
Akupun
keluar kamar karena Yoo Ra juga sudah tidak ada di kamar. Mungkin ia sudah
berangkat kuliah. Ketika keluar kamar, aku tersentak karena ternyata Yoo Ra
tengah sibuk di dapur.
“Kau
sudah bangun?” ku dengar dia bertanya ketika dia menyadari kehadiranku.
“Duduklah, ini sebentar lagi selesai.”
Aku
tersentak mendengar ucapannya. Akupun duduk di kursi. Dan di atas meja sudah
tersedia beberapa menu sarapan. Teh, kopi, susu, nasi goreng, spageti, dan
terakhir Yoo Ra membawakan sepiring roti panggang ke hadapanku.
“Apa
akan ada yang datang pagi ini?” tanyaku heran saat ia sudah duduk di hadapanku.
Dia
menggeleng sambil tersenyum. Astaga, Yoo Ra ku mohon jangan memberikan senyuman
itu untukku. Terlebih jika kau belum bisa mencintaiku dan melupakan Siwan. Dan
apa itu artinya aku perlahan mencintainya? Hmm, entahlah. Mungkin karena dia
adalah istriku, dan aku seperti memiliki tanggung jawab padanya.
“Aku…”
ujar Yoo Ra. Sepertinya ada hal penting yang ingin ia katakan padaku. “Myungso
maaf jika selama ini aku belum bisa menjadi istri yang baik untukmu,” ku dengar
suaranya seperti merasa bersalah.
Aku
memaksakan senyumku terbentuk. “Apa yang bisa ku harapkan dari pernikahan ini.
Aku tahu kau masih sangat mencintai Siwan.”
Yoo
Ra mendongak dengan tiba-tiba, menatapku dengan tatapan yang sulit di artikan. “Tapi
sudah setahun berlalu. Dan aku juga sama sekali tak mendengar kabarnya.”
“Lalu?”
tanyaku lembut karena aku ingin memberikan kesempatan untuknya berbicara.
Mungkin dalam sejarah pernikahan kami, ini pertama kalinya Yoo Ra bicara banyak
padaku.
Ku
lihat Yoo Ra sedikit tertunduk dan itu membuatku sedikit panic. Apa aku
menyakitinya? Maafkan aku Yoo Ra, aku tidak bermaksud…
“Aku
ingin melupakan Siwan.”
Aku
kembali tersentak karenanya. “Kau yakin?” desakku agar Yoo Ra mau berfikir dua
kali. Seharusnya aku senang, tapi aku tidak bisa. Itu sama saja aku merebut
gadis yang dicintai sahabatku sendiri.
“Setiap
hari aku menunggunya di café itu, tapi dia sama sekali tak muncul di
hadapanku,” suara Yoo Ra terdengar frustasi.
Aku
juga kecewa dengan diriku sendiri karena hingga detik ini tidak bisa menemukan
keberadaan Siwan. Aku juga sempat meminta bantuan teman-temanku, tapi hasilnya
selalu sama. Siwan seperti tidak berada di belahan dunia manapun.
“Myungso!”
Yoo
Ra menyadarkanku dari lamunan itu. “Apa?”
“Sebenarnya
tadi aku ingin menanyakan apa makanan kesukaanmu. Tapi ku lihat kau sangat
kelelahan dan tidurmu lelap sekali.”
Aku
tertawa melihat wajah lucu Yoo Ra ketika berkata seperti tadi. “Jadi kau
memasakkan semua ini untukku?”
“Karena…
aku tidak tahu apa yang kau suka dan apa yang tidak kau suka. Jadi aku masakkan
semua. Akh, aku memang bukan istri yang baik,” dia mulai menyalahkan dirinya.
Tapi
aku senang mendapat kejutan kecil seperti ini. Meski aku juga harus
mempersiapkan diri jika tiba-tiba Siwan muncul di hadapan kami. Perasaan Yoo Ra
untukku yang masih sedikit itu pasti langsung lenyap. Setidaknya aku manfaatkan
saja dulu waktu yang ada. Apa yang ku takutkan belum tentu terjadi meski sangat
kecil kemungkinannya.
Mataku
menjelajahi setiap sudut meja. Menatap penuh minat makanan di hadapanku. “Kau
bisa masakkan apa saja untukku.” Dengan jahilnya, aku menarik semua piring dan
gelas ke arahku.
“Apa
kau tidak menyisakan sedikit saja untukku?” rengeknya membuatku semakin gemas
padanya.
Aku
menggeleng dan dia semakin cemberut. “Jika kau tidak mau makan dari sendokku,
kau tidak akan mendapatkan apapun.” Aku menggodanya sambil menyendokkan nasi
lalu ku dekatkan ke mulutnya.
@@@
Aku
berdiri mengahadap cermin dan berusaha mengikatkan dasi di leherku. Astaga!
Bagaimana ini? Aku memang tidak pernah bisa memasang dasi seorang diri. Selama
ini ibu yang membantuku. Bahkan setelah menikahpun aku akan berangkat sedikit
lebih pagi hanya untuk menemui ibu dan meminta dipakaikan dasi. Tapi pagi ini?
Aku tidak mungkin pulang karena ibu sedang ke luar kota menemani ayah. Aku pun
mengacak rambutku, frustasi.
“Kau
kenapa?”
Aku
langsung berbalik saat mendengar suara Yoo Ra di belakangku. Ia menatapku
khawatir. “Tidak ada,” kataku berbohong. Tapi ku yakin kepanikanku sama sekali
tak bisa ku tutup-tutupi.
“Apa
kau tidak mau mengatakannya padaku?” pertanyaan Yoo Ra terdengar sedikit
menutut.
“Itu,
sebenarnya aku…” aku sedikit kesulitan menjelaskannya karena sekarang aku gugup
melihat Yoo Ra melangkah ke arahku.
“Apa
kau tidak bisa memasang dasi?” tebaknya.
Aku
menghela napas lega karena tidak perlu susah payah mengakui hal itu. Tanpa
perintah, Yoo Ra mulai memainkan dasiku.
“Kenapa
tak meminta bantuanku?”
Benarkah
apa yang dia ucapkan? Sejujurnya aku masih sedikit kurang percaya dengan apa
yang terjadi pada kami tadi pagi. Aku merasa seperti bermimpi Yoo Ra memasak
untukku. Jadi, aku ragu untuk meminta bantuannya.
“Selama
ini, siapa yang membantumu memasangkan dasi?”
Aku memikirkan
jawabannya. Bukan tidak ingin mengakuinya, tapi aku malu jika selama ini yang
membantuku memasangkan dasi adalah… “Ibuku.”
Yoo
Ra tersenyum geli mendengar jawabanku karena ternyata aku tak bisa menahan diri
untuk tidak mengakuinya. “Mulai pagi ini, kau tanggung jawabku dan berhenti
mengganggu ibumu,” omelannya membuat ku tersenyum dan seperti melayang.
Seperti
inikah rasanya jatuh cinta? Jatuh cinta pada seseorang yang telah menjadi
istriku selama setahun. Lalu, apakah setelah ini aku boleh menjadi orang jahat?
Karena sepertinya aku tidak ingin mengembalikan Yoo Ra pada Siwan. Astaga,
Siwan maafkan aku.
@@@
Yoo Ra PoV
Setelah mengantar Myungso sampai depan pintu
apartmen, aku kembali ke dalam untuk menyelesaikan tugasku membersihkan peralatan
makan yang kami gunakan saat sarapan. Belum sempat aku membuka keran, bel rumah
berbunyi. Aku segera melesat ke luar. Mungkin Myungso melupakan sesuatu. Tapi
ternyata bukan Myungso yang datang.
“Yoochun
oppa?” aku menatap sinis kedatangan kakakku karena kakakku memancarkan aura
buruk saat ini. Pasti ada sesuatu yang akan ia bicarakan padaku.
“Apa
Myungso sudah berangkat?”
Aku
menutup pintu dan tak menjawab pertanyaan Yoochun oppa. Kini dia sudah duduk di
ruang tamu apartmen ku.
“Ada
apa?” tanyaku penuh selidik sambil duduk di hadapannya.
“Aku
akan membebaskanmu dari sini,” ujarnya santai.
Jujur,
aku tidak mengerti dengan apa yang ia katakan. “Maksud oppa?”
“Perusahaan
kita sudah jauh lebih baik. Itu artinya urusanku dengan keluarga Choi sudah
selesai dan kau bisa segera bercerai dengan Choi Myungso.”
Aku
terbelalak mendengar ucapan kakakku. Segitu mudahnya dia bicara dan mengatur
hidupku. “Apa setelah ini kau akan menjodohkanku dengan pria lain lagi?”
tanyaku ketus.
“Jadi
kau mau melakukan itu?” Wajah Yoochun berubah cerah. “Aku akan segera mengatur
pertemuanmu dengan Lee Cheondung, putra tunggal dari Lee Seulong. Kau tau kan
mereka pemilik…”
‘Prak!’
Sebelum
kakakku selesai bicara, aku lebih dulu membungkamnya dengan tamparan. Apa dia
fikir dia bisa menjualku demi kepentingannya sendiri.
“Kau
berani menamparku!” bentak Yoochun tak terima dengan apa yang ku lakukan
padanya.
“Aku
lebih baik keluar dari keluarga Park dari pada harus berpisah dengan Myungso!”
teriakku kesal.
@@@
Myungso PoV
Aku kembali ke apartmenku karena ternyata ponselku
tertinggal di kamar. Ketika aku membuka pintu, ada seseorang bersama Yoo Ra di
dalam. Ternyata itu Yoochun hyung. Tapi aku mengurungkan niat untuk masuk saat
mendengar apa yang Yoochun hyung katakan pada Yoo Ra.
Astaga!
Apa dia sudah gila menginginkan kami bercerai karena ia akan menjodohkan Yoo Ra
dengan orang lain lagi. Tanganku mengepal saat ku dengar Yoochun hyung
membentak Yoo Ra dan aku segera menemui mereka.
“Aku
lebih baik keluar dari keluarga Park dari pada harus berpisah dengan Myungso!”
Benarkah
yang dikatakan Yoo Ra? Aku hanya menatap punggung istriku dalam diam.
“Myungso,
kau dengar sendiri kan?”
Aku
melirik Yoochun hyung yang kini sudah menyadari keberadaanku dan Yoo Ra pun
menoleh padaku.
“Yoo
Ra sudah bukan keluarga Park lagi. Itu artinya mulai detik ini Yoo Ra sudah
tidak memiliki hak apapun di perusahaanku. Dan aku yakin setelah ini kau akan
menceraikannya, kan?”
Cih,
dia terlalu percaya diri sekali. Apa dia pikir aku akan melepaskan Yoo Ra
begitu saja. Aku menatap dua orang dihadapanku dengan ekspresi datar. Hatiku
sakit saat melihat Yoo Ra hampir menangis.
Aku
sengaja berdiri di samping Yoochun hyung agar dia merasa menang karena dia
pikir aku berada di pihaknya. Akupun menatap Yoo Ra datar dan sontak saja
membuat Yoo Ra langsung menangis.
“Jangan
menangis,” kataku masih dengan nada datar.
Aku
mendengar Yoochun seperti menertawai Yoo Ra. “Benar kan apa kataku. Ayolah Yoo
Ra, kau boleh menarik kembali ucapanmu dan aku akan segera mengenalkanmu dengan
Cheondung.”
“Hyung!”
ujarku tegas membuat Yoochun berhenti tertawa. Aku menoleh tajam. “Ke luar dari
apartmenku!” usirku padanya.
“Oke,
karena urusanku telah selesai,” ujarnya santai. Dan aku tersentak karena
ternyata Yoochun menarik paksa tangan Yoo Ra. “Ayo pergi,” ajaknya.
Aku
tersadar saat menatap Yoo Ra yang seperti meminta bantuan padaku. “Tunggu!”
teriakku untuk menghentikan Yoochun. Dengan langkah lambat aku mendekati mereka
dan merebut tangan Yoo Ra darinya. “Aku hanya menyuruhmu pergi, bukan dengan
membawa Yoo Ra bersamamu.”
“Tapi
kau tidak akan mendapat apa-apa darinya karena mulai saat ini Yoo Ra bukan
bagian dari keluarga Park!”
Aku
tersenyum kecut mendengar Yoochun seperti menakut-nakutiku. “Aku tidak peduli.
Karena sejak setahun lalu Yoo Ra memang sudah tidak menjadi bagian dari
keluarga Park, tapi Yoo Ra sudah menjadi bagian dari keluarga Choi.”
Tanpa
berkata-kata lagi, Yoochun pergi meninggalkan apartmenku. Yoo Ra yang masih
shyok, langsung menjatuhkan tubuhnya ke sofa. Aku sendiri segera masuk ke
kamar. Beberapa menit kemudian, aku kembali keluar.
“Apa
kau tidak bekerja?”
Aku
tersenyum melihat kebingungannya karena aku telah berganti pakaian. “Aku akan
cuti sampai dua minggu ke depan,” kataku sambil menarik lembut tangan Yoo Ra
dan membimbingnya ke kamar. Dia hanya menurut meski masih bingung.
“Kau
mau ke mana?”
Aku
belum menjawab karena masih sibuk memasukkan beberapa helai pakaianku ke dalam
koper. Setelah selesai, aku berbalik sambil tersenyum. “Kau tenang saja. Aku
tidak akan menceraikanmu dan membiarkan Yoochun seenaknya mengatur hidupmu. Kau
istriku, dan aku akan selalu membelamu.”
Yoo Ra
masih belum mengerti dengan apa yang kuucapkan.
Aku
mendekatinya lalu memegang kedua pundaknya. Menatapnya kembut sambil berkata,
“aku mencintaimu.”
Yoo
Ra membulatkan matanya.
“Aku
tidak akan melepaskanmu begitu saja.”
“Iya,
aku tahu, tapi…”
Yoo Ra
akhirnya bicara, namun aku segera menyelaknya. “Kita akan liburan ke manapun
yang kau mau. Kau mau ke mana? Tokyo? London? New York? Paris?” aku mengusap
kepalanya lembut meski dia belum menjawab lalu mengeluarkan satu koper kosong
lagi untuk Yoo Ra. “Kau bersiap-siaplah, dan aku akan mengurus keperluan yang
lain,” kataku lalu keluar meninggalkan Yoo Ra seorang diri di kamar.
@@@
Yoo Ra PoV
Belum
selesai aku bicara, Myungso menyelak ucapanku. “Kita akan liburan ke manapun
yang kau mau. Kau mau ke mana? Tokyo? London? New York? Paris?” dia mengusap
kepalaku lembut meski aku belum menjawab lalu dia mengeluarkan satu koper
kosong lagi untukku. “Kau bersiap-siaplah, dan aku akan mengurus keperluan yang
lain,” katanya lalu keluar meninggalkan ku seorang diri di kamar.
Sesekali
aku memang harus egois. Liburan pasti akan menyenangkan. Karena aku akan sangat
terbebas dari desakkan Yoochun oppa padaku. Tak lama Myungso kembali ke kamar
tepat setelah aku menutup resleting koperku.
“Apa
kau sudah menentukan tempatnya?”
Aku
menggeleng. “Bagaimana kalau kau yang pilihkan.” Aku melemparkan kembali
pilihan itu padanya.
“Sebenarnya
aku sudah memesan tiket untuk kita ke Paris.”
“Lalu
kenapa kau masih bertanya pilihanku?” omelku. Apa dia pikir membeli tiket
pesawat semudah membeli permen di warung?
“Kau
yang tidak pernah meminta apa-apa dariku? Sesekali aku ingin kau yang memilih.
Tapi jika kau melempar kembali padaku, yasudah, kita ke Paris sekarang.”
@_To_Be_Continue_@
Nanti Yoo Ra bakal ketemu sama Siwan di tempat
liburan mereka. Bagaimana perasaan gadis itu saat bertemu dengan pemuda yang
pernah ia cintai? Apa yang terjadi pada Siwan selama setahun terakhir? Lalu,
apa Yoo Ra akan memaksa untuk kembali pada Siwan? Atau tetap memilih Myungso
karena pemuda itu telah menjadi suaminya? Tunggu di part 2 ya readers…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar