“Apa
tidak ada yang kau sembunyikan dari ku?” selidik Haesa ketika menemani
Cheondung makan di ruang kerjanya.
Cheondung
sedikit terkejut hingga akhirnya tersedak. Ia sibuk menenggak air dari dalam
gelasnya. Sementara Haesa, sama sekali tak peduli dengan penderitaan Cheondung.
“Ternyata
benar?” sinis Haesa sambil melempar pandangan ke arah lain.
Cheondung
belum menjawab. Ia juga masih sedikit terbatuk akibat tersedak tadi. “Kenapa
kesannya kau menuduhku berbohong,” seru Cheondung membela diri.
“Karena
kau tidak bisa berbohong dari ku,” tegas Haesa. Tanpa menunggu respon, ia
keluar meninggalkan Cheondung seorang diri di ruangannya.
Cheondung
hanya bisa menatap kepergian Haesa penuh rasa bersalah. “Maafkan aku Haesa,” lirihnya
pelan bahkan nyaris tanpa suara.
@@@
Yong
Hwa menggulung celananya sebelum melangkah lebih dekat lagi ke bibir pantai. Ia
juga tak lupa mengenakan kacamata hitam. Beruntung siang itu pantai tidak
terlalu ramai pengunjung. Bahkan jumlah orang yang berada di sana masih bisa
terhitung. Pemuda itu melipat tangannya di depan dada.
“Aku
sama sekali tidak ingin mempercayai bahwa Minho bukan kakakku,” ujar Yong Hwa
ketika menyadari Kibum mendekat. Di balik kacamata hitamnya, Yong Hwa sama
sekali tak focus memandang satu titik. Terlalu sesak mendapati kenyataan meski
bukan dalam hidupnya. Satu tahun terikat dalam sebuah keluarga membuat Yong Hwa
merasakan ikatan batin yang kuat selain kepada Heechul dan Cheondung, kakak dan
adik kandungnya.
Kibum
memegangi dada kirinya. “Apa Minho merasakan sakit seperti ini?” Kibum semakin
erat mencengkeram bajunya.
Yong
Hwa menatap nanar mata Kibum yang kini sudah terpejam seolah sedang menikmati
rasa sakit di dadanya. “Apa kau mempermasalahkan Haesa bersama Joon?” Tanya
Yong Hwa setelah beberapa lama mereka saling diam.
“Haesa
pernah menjadi seseorang yang memburu Joon. Jika saat itu rahasianya
terbongkar, bisa saja Joon menghabisi nyawa Haesa,” Kibum berkata namun tidak
merubah posisinya sedikitpun. “Tapi justru mereka saling menyelamatkan satu
sama lain.”
“Kau
benar. Dan Haesa satu-satunya saudara perempuan yang ku miliki,” baru kali ini
Yong Hwa merasakan perasaan sayang yang dalam kepada Haesa.
“Aku
hanya berharap hujan turun meruntuhkan semua masalah kita dan membuangnya
hingga tempat yang jauh.”
Yong
Hwa masih tetap mengawasi Kibum. Perlahan pemuda ini melepaskan kacamata dari
wajahnya lalu menatap ke langit yang entah sejak kapan berubah suram.
@@@
Cheondung
mulai mematikan satu-persatu lampu café. Hingga yang tersisa hanya ruangannya
yang terletak tak terlalu jauh dari dapur. Hari ini ia memang memutuskan
menutup café lebih cepat dari biasanya. Setelah mengambil tas dari ruangannya,
Cheondung pun menutup pintu lalu menyusul Haesa yang telah menunggunya di pintu
belakang. Tempat itu selalu penuh kenangan untuk mereka meski suasananya sama
sekali berbeda ketika Cheondung bekerja di café Jinyoung.
Ternyata
di luar sudah turun hujan. Cheondung tak kembali ke dalam, dan justru semakin
jauh menerobos derasnya air yang jatuh dari langit. Ia menghampiri Haesa yang
telah merentangkan tangan di tengah guyuran hujan.
“Ku
harap Kibum dan Yong Hwa juga sedang menikmati hujan.”
Bisa
di pastikan Haesa telah menyadari kehadiran Cheondung, namun pemuda ini tetap
diam dan tak merespon. Kembali, setitik rasa penyesalah menghantui Cheondung.
Sementara
di tempat lain, meski tak berani turun ke dalam jatuhnya hujan, Heechul tetap
mengulurkan tangannya untuk merasakan tetesan air yang membasahi bumi. Kejadian
serupa juga di lakukan Seungho yang masih berada di kantor polisi tempat ia
bekerja.
@@@
Yong
Hwa merasakan sesuatu menetes di wajahnya. Sontak, pemuda ini mendongak sambil
menengadahkan telapak tangannya. Tetes demi tetes air pun mulai jatuh di sana.
Perlahan sudut bibir Yong Hwa terangkat dan membentuk seulas senyum. “Kibum…
Hujan…” seru Yong Hwa antusias.
Kibum
memperhatikan sekeliling. Beberapa orang mulai berhamburan mencari tempat untuk
berlindung dari hujan yang semakin lama semakin deras. Tapi ia sama sekali
enggan untuk menyingkir.
“Apa
kita harus kembali?” Tanya Kibum meminta pendapat dari Yong Hwa. Dengan tegas
Yong Hwa menggeleng. “Tapi kita bisa di marahi jika bermain hujan seperti ini.
Apa kau tidak khawatir akan sakit?”
“Kau
ini bodoh atau apa?” sindir Yong Hwa. “Pakaianmu bahkan sudah sangat basah.
Percuma jika kita mencari tempat berteduh. Lagi pula, aku rela dimarahi dari pada
harus menyia-nyiakan hujan,” celoteh Yong Hwa panjang lebar.
@@@
“Minho!
Kembali!” teriak Baekhyun dari tempat yang bisa melindunginya dari hujan. “Kau
bisa sakit jika terus berada di sana,” teriaknya lagi, namun semua usahanya
sia-sia. Minho tetap diam memandang lurus ke tengah lautan meski pakaiannya sudah
sangat basah di terpa hujan.
“Jika
harus frustasi seperti Minho, aku lebih baik tidak merasakan jatuh cinta sama
sekali.”
Baekhyun
melirik tajam orang di sampingnya. Sehun. “Tentu saja lebih baik seperti itu.
Karena kau pasti tidak akan tahan jika menjadi Minho,” sinis Baekhyun
menanggapi ucapan temannya.
“Jangan
bersikap seperti itu padaku,” protes Sehun sedikit cemberut.
“Maaf,”
ujar Baekhyun pendek. Sedetik kemudian, ia kembali menuju Minho. Sehun membekap
mulut Baekhyun ketika pemuda itu hendak berteriak yang mungkin untuk merayu
agar Minho mau menepi dari bibir pantai.
“Percuma…”
desis Sehun meruntuhkan harapan Baekhyun. “Minho bahkan punya teman baru
sekarang.”
Baekhyun
yang bingung dengan ucapan Sehun, langsung mencari-cari sesuatu yang mungkin
bisa menjadi jawaban. Benar saja, tak jauh dari tempat Minho berdiri, ada dua
pemuda yang berjalan menelusuri bibir pantai mengarah ke Minho.
@@@
“Ku
pikir hanya kita yang suka menikmati hujan,” seru Yong Hwa ketika mendapati
seorang pemuda tak jauh di depannya tetap berdiri di bawah guyuran hujan.
Entah
apa yang membuat Kibum semakin mempercepat langkah mendekati pemuda tinggi itu.
Yong Hwa pun mengukuti di belakangnya. “Minho!” teriak Kibum karena suaranya
sedikit teredam hujan.
Merasa
ada yang menyebut namanya, perlahan Minho pun menoleh ke arah sumber suara. “Kibum?
Yong Hwa?” gumamnya pelan.
“Ternyata
benar itu kau,” Pernyataan Kibum membuatnya tertawa sendiri. “Sepertinya kita
memang tidak bisa menghilangkan kebiasaan ini.”
Perlahan
sudut bibir Minho mulai terangkat membentuk senyum. Ucapan Kibum tadi
membuatnya tidak merasa sendiri menghadapi semua masalah ini.
“Sampai
kapan kau akan menghindari kami?” pertanyaan Yong Hwa membuat Minho tertegun.
Memang tak seharusnya ia menghindari orang-orang yang tetap menganggapnya satu
keluarga. “Apa kami bukan saudaramu?”
“Maaf,”
lirih Minho. “Mungkin sampai aku mendapat penjelasan dari ibu.” lanjutnya.
Yong
Hwa melirik Kibum penuh arti. Sedetik kemudian, wajah Yong Hwa berubah kecewa. “Kenapa
para ibu meninggalkan kita di waktu yang tidak tepat? Ibuku bahkan hanya
mengirim sms agar aku tidak menganggu liburan mereka.”
“Apa
ibuku pergi dengan ibu kalian?” Tanya Minho polos.
“Tentu
saja,” ujar Kibum pasti. “Mereka pergi liburan dan meninggalkan anak-anak
mereka.”
“Kau
bicara seperti ibumu masih memiliki anak kecil?” ledek Yong Hwa.
@@@
Haesa turun dari mobil Cheondung. Ia
berjingkat sampai teras rumah keluarga Cheondung karena di luar masih hujan.
Haesa memang sudah mempersiapkan diri sebelumnya, jadi ia tidak perlu
repot-repot kembali ke rumah.
Sambil
menunggu Cheondung, Haesa mengibas-ngibaskan jaketnya yang basah. Tak lama
Cheondung datang bersamaan dengan Heechul yang muncul dari dalam.
“Kau
jadi menemani ayah malam ini?” Tanya Heechul kepada Cheondung.
“Aku
juga ingin ikut dan menemani ayah,” putus Haesa meski Heechul tak bertanya
padanya.
Tak
lama, seorang wanita dengan perut yang sedikit buncit muncul dan mengagetkan
Haesa, Cheondung dan terutama Heechul.
“Haesa,
kau di rumah saja menemaniku,” putus Hyo Min, istri Heechul. Mereka menikah
hanya beberapa bulan setelah pernikahan Chulyong dna Ji Woon. Saat ini ia
tengah mengandung lima bulan.
“Aku
ingin menemani Cheondung menjaga ayah,” seru Haesa dengan nada penolakan.
“Biar
Heechul saja yang menemani Cheondung,” kata Hyo Min lagi dan tak ingin di
protes. Langsung saja ia menarik tangan Haesa dan membawa gadis itu masuk
sebelum ada yang menahannya.
Haesa
hanya melirik Cheondung dan Heechul dengan tatapan bersalah.
Heechul
menghembuskan napas berat. “Wanita memang maunya menang sendiri.”
Cheondung
hanya tersenyum simpul menanggapi penderitaan Heechul. Cheondung menyentuh
pundak kakaknya lalu berkata “aku tak masalah jika pergi ke rumah sakit
sendiri.”
“Hyo
Min akan membunuhku jika aku tidak pergi denganmu.”
@@@
“Apa
ini artinya calon anakmu adalah perempuan?”
Hyo
Min tersenyum malu mendapati Haesa melontarkan pertanyaan seperti itu karena ia
yang iseng menyematkan sebuah jepit rambut kecil di rambut Haesa yang masih
basah itu.
“Apa
itu berpengaruh?” Hyo Min balik bertanya dengan nada ragu.
Haesa
malah tertawa menanggapinya sambil melepaskan jepit rambut dari kepalanya. “Kenapa
kau bertanya padaku? Aku tidak mengerti tentang hal seperti itu.”
Hyo
Min juga tertawa. Mungkin ia menertawai pertanyaan bodohnya. Tak lama ponsel Haesa bergetar karena ada
sebuah telpon masuk.
“Taemin?”
Tanya Hyo Sun karena ia sempat melirik layar ponsel Haesa.
“Adiknya
Joon,” seru Haesa sebelum menjawab panggilan Taemin. “Ya Taemin? Ada apa?”
Haesa diam sesaat dan hanya mendengarkan apa yang dikatakan Taemin melalui
telpon. “Apa? Bagaimana bisa?”
Hyo
Min melirik karena Haesa mulai terlihat panic. Ia menjadi penasaran dengan apa
yang dibicarakan Haesa dengan Taemin. Sesuatu yang buruk pasti telah terjadi.
Haesa
tampak menggaruk kepala belakangnya yang jelas-jelas tidak dalam kondisi gatal.
“Astaga… Anak itu kenapa selalu cari gara-gara? Sudah tau dia sensitive jika
terkena air hujan, masih saja mengikuti kebiasaanku,” omel Haesa entah pada
siapa. “Akan ku usahakan.”
“Ada
apa?” desak Hyo Min setelah Haesa mematikan sambungan telponnya dengan Taemin.
“Joon,”
Haesa hanya cemberut dan menjawab singkat pertanyaan Hyo Min.
“Sakit?”
tebak Hyo Min yang hanya di sambut anggukan dari Haesa. “Karena main hujan?”
Haesa kembali mengangguk dan sontak membuatnya tertawa. “Astaga, anak itu,” Hyo
Min berhenti tertawa ketika mendapati Haesa terdiam. “Kau tidak menjenguknya?
Joon pasti sangat menderita saat ini.”
Haesa
melirik dengan merasa bersalah, “kau akan sendiri jika aku pergi. Dan harusnya
tadi kau tak menyuruh Heechul pergi bersama Cheondung.”
“Jangan
pikirkan aku. Cepat temui Joon,” perintah Hyo Min agar Haesa menuruti
perkataannya.
Haesa
bergegas pergi dari sana. Namun ketika sampai di depan pintu kamar yang biasa
ia gunakan jika berada di sana, gadis itu kembali ke ruangan tempat Hyo Min
berada.
“Ada
apa lagi?” Tanya Hyo Min karena Haesa masih di sana.
Haesa
masih tampak berat meninggalkan Hyo Min seorang diri. “Aku akan menghubungi
Sandeul untuk datang dan menemanimu di sini.”
“Kau
boleh lakukan apapun agar kau tenang meninggalkanku,” ujar Hyo Min akhrinya,
mengalah. “Joon sudah sangat membutuhkanmu.”
Haesa
mengecup singkat pipi Hyo Min sebagai tanda terima kasih. Ia sangat bahagia
karena Hyo Min satu-satunya kakak perempuan yang ia miliki. Selama ini kakaknya
laki-laki semua. Dan Hyo Min pun merasakan hal yang sama, karena selama ini ia
tidak punya adik perempuan. Hyo Min bahkan tega menyuruh suaminya menemani
Cheondung hanya karena Haesa.
@@@
Taemin
keluar dari mobil tak lama setelah ia melihat Sandeul berjalan menuju pagar
rumah keluarga Heechul. Taemin berjalan ke dalam mengikuti langkah Sandeul.
Sementara itu, tampak Haesa muncul dari dalam rumah, diikuti Hyo Min di
belakangnya.
“Sandeul,
maaf merepotkanmu,” sesal Haesa seraya mengenakan jaketnya.
“Hyo
Min juga kakakku. Aku akan melakukan apa saja untuknya,” seru Sandeul yang sama
sekali tak merasa keberatan dan sukses membuat Hyo Min tersipu dengan
ucapannya.
Haesa
tersenyum menanggapi ucapan Sandeul sebelum berbalik menghadap Hyo Min. “Aku
pergi dulu,” pamit Haesa lalu mengecup singkat kedua pipi Hyo Min.
“Hati-hati,”
seru Hyo Min mengingatkan.
Haesa
hanya mengangguk sebelum mengikuti Taemin menuju mobil. Taemin sendiri juga
sedikit berpamitan kepada Hyo Min dan Sandeul.
“Maaf
jika kakakku merepotkan. Ia akan menjadi sangat manja jika sedang sakit.”
Haesa
melirik Taemin setelah memasangkan sabuk pengaman. “Kau tak perlu meminta maaf.
Karena Joon pasti akan selalu merepotkanku. Bukan hanya hari ini saja,” cibir
Haesa tentang kelakuan kekasihnya itu.
Taemin
tertawa geli menanggapi ucapan Haesa. “Kau benar,” dukungnya untuk Haesa, bukan
untuk Joon.
@@@
Minho,
Kibum, Baekhyun dan Sehun menunggu Yong Hwa selesai perform bersama bandnya dari
sisi kiri panggung.
“Aku
tak menyangka kalau saudaramu seorang penyanyi. Waah… keren,” gumam Sehun
terkagum-kagum. Dan Minho hanya menatapnya aneh. Kali ini Sehun melirik Kibum
yang berdiri di samping Minho. “Apa aku boleh berfoto dengan Yong Hwa setelah
ini?”
Kibum
balas menatap Sehun, namun sekilas ia sempat melihat Baekhyun juga melirik ke
arahnya. “Apa kau juga ingin berfoto dengan Yong Hwa?” tawar Kibum.
“Eh?”
Baekhyun bingung, namun sedetik kemudian ia menggeleng. “Tidak usah,” tolaknya.
“Aku lebih senang berfoto dengan fansku.”
Sehun
melirik Baekhyun tajam. “Jumlah fansmu bahkan masih jauh di bawahku,” ujar
Sehun menyombongkan diri.
“Setidaknya
aku memliki seorang fans setia seperti mantannya Minho,” balas Baekhyun tak mau
kalah.
“Sejak
bertemu tadi aku berfikir keras seperti pernah melihatmu sebelumnya,” ujar Yong
Hwa yang baru saja menyelesaikan konsernya. Semua mata menatap Yong Hwa, namun
yang ditatap justru hanya menatap Baekhyun lekat-lekat. “Kau pemain sepakbola
yang disukai Haesa, kan? Aku pernah melihatmu di ponsel Haesa.”
Selagi
Yong Hwa berbincang dengan Baekhyun—Sehun tak ingin tertinggal untuk terlibat
di obrolan itu—hanya Kibum yang menyadari bahwa Minho telah menyingkir dari
sana. Alasan utama Minho pergi pasti karena Yong Hwa menyinggung tentang Haesa.
@@@
Hyun
Rae bergabung duduk di samping Kyuhyun di ruang keluarga. Jung Soo dan Soo Ra
juga berada di sana.
“Ibu,
mana Taemin?” Tanya Hyun Rae karena hanya adik bungsunya yang tidak terlihat.
Joon? Bisa di pastikan ia tidak memiliki kekuatan lebih untuk turun ke bawah.
“Taemin
sedang menjemput Haesa,” jawab Soo Ra.
Hyun
Rae tertawa mendengar jawaban ibunya. “Si pembunuh bayaran itu sangat
berlebihan jika sakit. Padalah ia hanya demam biasa akibat kehujanan.”
Soo
Ra menatao tajam satu-satunya anak perempuan yang ia miliki. “Berhenti menyebut
adikmu sebagai pembunuh bayaran!” omelnya, namun Hyun Rae tampaknya sama sekali
tak merasa bersalah.
“Setidaknya
Changsun adalah pembunuh bayaran yang tampan. Bahkan paling tampan di dunia ini
ku rasa,” serunya membela Joon.
“Sungmin?”
ledek Kyuhyun.
“Tentu
saja Sungmin yang paling tampan,” seru Hyun Rae tak terima jika kekasihnya itu
ikut dibanding-bandingkan. “Ayah saja kalah tampan dari Sungmin,” lanjutnya
masih tetap membanggakan Sungmin.
Sementara
Jung Soo tampak tak peduli dengan ocehan anak gadisnya itu. Ia tetap focus
menonton televisi.
Soo
Ra terkejut mendapati ponselnya bergetar. Ia menatap heran layar ponselnya
karena Joon yang menelpon. “Kenapa sayang?” Tanya Soo Ra lembut.
“Apa
pacarku sudah datang?” rengek Joon dari kamarnya dan kini ia tengah bersembunyi
di balik selimut tebalnya.
Soo
Ra menertawai pertanyaan konyol anaknya itu. “Sebentar lagi, Taemin sedang
dalam perjalanan,” jelasnya.
“Pasti
si Changsun,” tebak Hyun Rae karena melihat ibunya telah menjauhkan ponsel dari
telinga.
“Siapa
lagi?” gumam Kyuhyun menambahi.
“Kyu,
bagaimana hubunganmu dengan Eun Gee?” Tanya Soo Ra mengalihkan pembicaraan
mereka.
“Ibu,
harusnya aku yang di Tanya seperti itu,” protes Hyun Rae. “Aku kan anakmu yang
nomor satu.”
“Kau
kan tiga bulan lagi akan menikah dengan Sungmin. Jadi yang harusnya ibu
tanyakan adalah persiapan pernikahan kalian, bukan hubungan kalian,” Kyuhyun
membela ibunya.
Perbincangan
hangat mereka terganggu dengan bunyi mesin mobil yang memasuki halaman rumah
mereka. Hyun Rae melirik Kyuhyun dan memerintahkan adiknya untuk melihat ke
luar.
Kyuhyun
berdecak kesal. “Itu pasti Taemin,” yakinnya. “Jadi aku tidak perlu repot-repot
membukakan pintu.”
Lalu
tatapan Soo Ra, Hyun Rae dan Kyuhyun kompak tertuju ke arah Jung Soo yang
bangkit dan berjalan menuju kamarnya. Seluruh anggota di keluarga ini telah
tahu bahwa hanya Jung Soo yang masih menolak hubungan Joon dengan Haesa.
Benar
saja, Taemin muncul bersama Haesa tepat ketika Jung Soo menutup pintu kamarnya
dari dalam. Taemin sudah bisa membaca keadaan bahkan sebelum ada yang
menjelaskan.
“Haesa…”
seru Hyun Rae memecah keheningan sambil melesat ke tempat Haesa berada lalu
memeluk gadis itu. “Kau harus siap. Karena Changsun pasti akan selalu
merepotkanmu jika sakit,” ujarnya.
Entah
kenapa hampir seluruh anggota keluarga Joon mengatakan hal yang sama pada
Haesa.
“Hyun
Rae, kau jangan mengganggu Haesa terus. Biarkan dia menemui Joon,” ujar Soo Ra
memperingatkan. Ia khawatir anaknya yang sedang sakit itu pasti sudah sangat
menderita.
“Oke
ibu,” Hyun Rae melirik Haesa lagi sebelum kekasih adiknya di bawa pergi oleh
ibunya. “Nanti temani aku ke butik untuk memilihkan gaun pengantin ya?” pinta
Hyun Rae.
“Apapun
ku lakukan untukmu,” ledek Haesa diiringi kerlingan mata nakalnya.
“Sana
cepat urusi adikku,” seru Hyun Rae yang ngeri melihat tatapan Haesa sambil
mendorong lembut tubuh gadis itu ke arah ibunya.
Selagi
Soo Ra dan Haesa ke kamar Joon, Taemin memilih menuju dapur, sementara Hyun Rae
dan Kyuhyun kembali duduk di ruang keluarga.
@@@
Tanpa
sepengetahuan Minho, Kibum mengikutinya berjalan menuju luar gedung tempat Yong
Hwa melakukan konsernya. Minho duduk di anak tangga terakhir. Kibumpun
menyusulnya menuruni tangga lalu duduk di samping Minho.
Minho
tersentak kaget karena Kibum sudah duduk di sana. “Kau?”
“Apa?”
balas Kibum. “Tidak boleh aku duduk di sini?” sinisnya.
Minho
tersenyum geli mendengar ucapan Kibum. Ia hanya terkejut, bukan berniat untuk
mengusir Kibum dari sana.
Kibum
menghela napas berat. “Jangan sok kuat,” ejeknya namun tak sambil menatap
Minho. Sontak Minho menoleh. Setelah
memastikan Minho telah bereaksi, Kibumpun akhirnya menoleh.
“Cepat
beri tahu Seungho tentang keberadaanmu,” perintah Kibum yang memang mengetahui
bahwa Minho menyembunyikan keberadaannya bahkan kepada Seungho sekalipun. “Dia
akan kecewa jika tahu dirinya diabaikan oleh adiknya sendiri,” lanjutnya.
Minho
mengalihkan pandangannya dari wajah Kibum. Tertegun dengan apa yang dikatakan
pemuda itu. Minho menghembuskan napas untuk menghilangkan rasa sesak di
dadanya. Menyesal karena telah mengecewakan kakaknya, Seungho.
“Bagaimana
keadaan ayah?”
Kibum
mendelik kesal karena Minho mengalihkan pembicaraan mereka. “Yang ku tahu, ayah
masih belum sadarkan diri. Dan aku juga belum mendapatkan berita terbaru dari
Cheondung,” ujarnya yang terpaksa menjawab pertanyaan Minho.
“Malam
ini Cheondung yang menemani ayah?”
Kibum
sudah membuka mulut, namun sedetik kemudian ia kesal sendiri karena tak ada
kata-kata makian untuk Minho dari mulutnya. Sangat ingin ia memarahi Minho
karena seharusnya ini giliran dia untuk menjaga ayah mereka di rumah sakit,
tapi pemuda tinggi itu justru kabur tak bertanggung jawab. Sehingga beban
terpaksa dilimpahkan kepada Cheondung.
“Tunggu
dulu,” seru Minho seperti menahan kekesalan Kibum padanya. “Jika kau masih di
sini? Di mana Haesa sekarang? Berarti kau meninggalkannya sendiri di rumah?
Kenapa kau tega melakukan itu? Bukankah para ibu masih berlibur?” tuduh Minho
panjang lebar membuat Kibum hanya bisa menahan kesal padanya.
@@@
Haesa
hanya mengangguk kepada Soo Ra sebelum melangkah masku ke kamar Joon. Gadis itu
hanya geleng-geleng kepala mendapati Joon masih meringkuk di balik selimut
tebalnya.
“Joon!
Jangan berpura-pura tidur!” seru Haesa yang kini sudah berkacak pinggang.
Joon
tak merespon.
Haesa
hanya berdecak kesal. Ia sudah mengulurkan tangannya lalu menarik selimut untuk
melihat sesuatu yang sejak tadi tertutup itu. “Joon!” pekiknya kesal karena
bukan tubuh Joon yang ia temukan, melainkan hanya ada guling dan bantal.
“Lepaskan!” Haesa memberontak karena kini ada yang memeluk pinggangnya dari
belakang. “Joon!” teriaknya sambil tetap memberontak namun tidak berhasil
melepaskan diri dari dekapan Joon, yang ada mereka justru jatuh bersama di atas
ranjang besar milik Joon.
“Ehm!”
Haesa
buru-buru melepaskan diri dari tangan Joon yang sedikit lengah karena ada yang
memergoki mereka.
Joon
berdecak kesal sambil mengacak rambutnya. “Kenapa kau mengganggu kami?”
kesalnya.
Hyun
Rae tak mempedulikan ucapan Joon dan tetap melenggang masuk sambil membawa
nampan berisi makanan. “Cepat makan dan berhenti menyusahkan Haesa!” omelnya
dan Joon semakin cemberut. Kembali, Hyun Rae tak mau ambil pusing apapun respon
dari Joon. Ia lebih memilih meninggalkan Haesa bersama Joon di sana.
Joon
meringkkuk di atas kasurnya seperti anak kecil yang ngambek. “Joon! Siapa suruh
kau kembali tidur?” protes Haesa sambil menarik kaos yang melekat di tubuh Joon
hingga akhirnya pemuda itu duduk bersila di atas kasur.
Haesa
meraih nampan yang diletakkan Hyun Rae di meja. Ia membawanya ke atas kasur
lalu ikut duduk bersila berhadapan dengan pemuda itu. Haesa meletakkan nampan
tersebut di tengah-tengah mereka. Haesa menatap Joon tajam. Ia sama sekali tak
ingin bersikap ramah saat ini. Terlebih itu adalah Joon. Joon sendiri masih
diam.
“Mau
makan atau aku akan pulang?”
Joon
membulatkan matanya, bukan menjawab pertanyaan Haesa. “Kau mengancamku?” Tanya
Joon persis seperti anak kecil.
Tatapan
Haesa melembut. Tentu saja ini hanya salah satu trik untuk membuat Joon sedikit
luluh. “Aku akan sedih jika mendengar kau sakit seperti ini?”
Joon
membeku mendengar ucapan Haesa. Namun sedetik kemudian ia sadar. Tidak biasanya
Haesa bersikap manis seperti itu untuknya. Merasa ada yang janggal, Joon
mendekatkan wajahnya ke wajah Haesa dengan tatapan penuh selidik. Haesa
otomatis sedikit memundurkan kepalanya menjauhi wajah Joon.
“Jangan
pura-pura baik. Katakan saja jika aku menyusahkanmu!” desis Joon yang merasa
tak bisa dibodohi dengan kebohongan kecil yang dilakukan Haesa.
Haesa
sendiri tampak tak mau kalah. Ia membalas tatapan Joon dan tak kalah tajamnya. “Kalau
memang iya, kenapa?”
Joon
menarik kembali wajahnya menjauhi wajah Haesa. “Maaf jika kau menyusahkanmu,”
ujar Joon sedih.
“Joon!”
teriak Haesa membuat Joon sontak menutup telinganya.
“Tak
bisakah kau tak berteriak!” protes Joon.
“Makanya,
jangan buat aku kesal!” seru Haesa sambil menyendokkan nasi lalu menyodorkannya
ke arah Joon. “Cepat habiskan makananmu!” Haesa memasukkan makanan ke dalam
mulut Joon secara paksa.
“Apa
kau ingin membunuhku?” Joon kembali melancarkan protes dengan mulut yang penuh
dengan makanan.
Haesa
tak menjawab pertanyaan Joon, ia justru membalikkan semuanya kepada Joon. “Apa
kau tidak tahu kalau ibumu sedih jika kau sakit seperti ini?”
Joon
bungkam.
Haesa
kembali menyodorkan sendok berisi makanan ke mulut Joon. Joon menepiskan tangan
Haesa dengan lembut. “Biarkan aku minum dulu,” ujarnya sambil meraih gelas yang
masih terisi penuh air putih.
“Jika
ku dengar kau kembali membuat ibumu sedih,” Haesa diam sesaat sebelum
melanjutkan ucapannya. “Sumpah Joon, aku benar-benar akan membunuhmu dengan
tanganku,” lanjutnya mengancam Joon. Ia juga tak lupa menunjukkan kepalan
tangannya tepat di depan wajah Joon.
Joon
bergidik ngeri mendapati Haesa mengancamnya seperti itu. Buru-buru Joon merebut
sendok dari tangan Haesa lalu melahap makanannya.
“Puas
kau sekarang?”
Merasa
usahanya berhasil, Haesa tersenyum puas sambil mengacak gemas rambut Joon.
“Kau
pikir aku anak kecil!” protes Joon membuat Haesa tak bisa menahan tawanya.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar