Author :
Annisa Pamungkas (@nniissaa11)
Main Cast : B.A.P (Yongguk, Himchan, Daehyun,
Youngjae,
Jongup, Zelo [Junhong])
Support cast :
A-Pink (Chorong, Bomi, Naeun, Eun Ji, Namjoo,
Hayoung), G.Na (Soloist), B2ST (Doojoon),
BtoB
Genre
: romance, family,
brothership
Length : chapter
***
Youngjae
berlari sekencang-kencangnya untuk menghindari cewek-cewek yang masih
mengejarnya. Ia lalu berbelok ke sebuah koridor. Dengan panic, Youngjae
berusaha mencari-cari pintu yang kemungkinan bisa terbuka. Ternyata ada satu
yang tidak terkunci. Sebuah ruangan yang masih kosong. Setidaknya ia bisa
bersembunyi dan beristirahat sebentar dari kejaran cewek-cewek tadi.
Youngjae
mengawasi keadaan di luar melalui kaca transparan di tengah-tengah daun pintu. Cewek-cewek
tadi ternyata masih mengejar sampai sana. Youngjae buru-buru merunduk untuk
menyembunyikan diri saat mereka lewat. Beruntung nggak ada yang menyadari
keberadaannya di sana.
Setelah
di rasa telah aman, perlahan Youngjae membuka pintu sambil tetap mengawasi
keadaan di luar. Youngjae ke luar masih dengan sedikit merunduk. Ternyata masih
ada satu orang lagi yang tersisa. Namun itu bukan dari rombongan cewek-cewek
tadi. Tapi itu Eun Ji.
Youngjae
menatap cewek itu penuh minat seakan mendapatkan kembali tawanannya yang lepas.
“Lo sengaja kan ngelakuin hal tadi?” desis Youngjae tajam.
Eun
Ji hanya mampu membeku dan menelan ludahnya sendiri.
Dengan
sigap, Youngjae menyambar tangan Eun Ji tanpa membiarkan cewek itu memberontak
sedikitpun. Ia lalu membawa Eun Ji ke dalam ruangan kosong tadi.
“Youngjae!
Lepas!”
Cowok
itu baru melepaskan Eun Ji setelah benar-benar menutup pintu di belakangnya. Ia
bahkan berdiri di tepan di depan daun pintu agar cewek itu nggak bisa kabur ke
luar.
“Puas
lo ngeliat gue kayak orang gila kabur buat ngindarin kejaran cewek-cewek itu?”
Mendengar
itu, Eun Ji justru menatap Youngjae meremehkan. “Lo pikir gue nggak stress di
kejar sama Minhyuk?” balasnya mengingat kejadian ketika Minhyuk mendatanginya
di kampus.
Youngjae
justru tersenyum dengan menarik satu sudut bibirnya. “Jadi lo balas dendam?”
“Pengennya
sih nggak. Tapi pengecualian untuk lo,” kata Eun Ji. Ia lalu menunggu sampai
Youngjae membalasnya kembali. Cowok itu justru terdiam. “Kenapa diam?” Eun Ji
kemudian balas tersenyum dengan menarik satu sudut bibirnya. “Fansnya Naeun,” cibirnya
pelan.
“Apa
lo bilang?” desak Youngjae sambil menarik kedua lengan Eun Ji. “Fansnya Naeun?”
ulangnya dengan tatapan tajam karena bisa dipastikan Youngjae memang mendengar
ucapan Eun Ji.
“Apa
lagi namanya kalo bukan fansnya Naeun? Lo nggak pernah bisa ngerebut Naeun dari
Daehyun, kan? Itu karena perasaan tulus mereka yang nggak mudah dihancurin
hanya karena cowok kayak lo! Jadi selamanya lo cuma bisa jadi fansnya Naeun
aja.”
Youngjae
nggak membalas perkataan Eun Ji sedikitpun. Namun posisi mereka masih tetap
sama. Youngjae masih menatap tajam ke dalam mata Eun Ji. “Lo pasti nyesel udah
ngelakuin hal itu ke gue,” desisinya tajam. Dan sedetik kemudian, Youngjae
menarik tengkuk Eun Ji lalu mencium gadis itu tepat di bibirnya.
Sekuat
tenaga Eun Ji memberontak. Ia bahkan sampai menendang tulang kering Youngjae
agar cowok itu benar-benar melepaskannya. Mata gadis itu sudah merah seperti
hampir menangis. Di saat Youngjae sibuk meringis sambil memegangi kakinya, Eun
Ji nggak menyia-nyiakan kesempatan untuk kabur dengan sebelumnya mendorong
tubuh Youngjae ke samping karena menghalangi jalannya.
Youngjae
nyaris saja tersungkur. Namun ia juga nggak berniat sedikitpun untuk mencegah
kepergian Eun Ji. Youngjae mengusap wajahnya. Sedikit merasa bersalah dengan
apa yang ia lakukan tadi. Belum lagi ketika melihat raut wajah Eun Ji sebelum
meninggalkannya.
***
“Nanti
gue nyusul ke kantin,” kata Zelo sambil menepuk pundak Hayoung. Ia membiarkan
cewek itu pergi duluan. Nggak lupa, Hayoung juga membawa kotak makanan yang
tadi diberikan Zelo untuknya.
“Oke,”
seru Hayoung. Ia kemudian berjalan sendirian. Dan sesampainya di kantin,
Hayoung memilih bergabung dengan Sungjae yang saat itu baru saja di tinggal ke
konter makanan oleh Jongup. Sebelum duduk, mata cewek itu sempat menangkap
sebuah kotak bekal di hadapan Sungjae. Hayoung kemudian memilih duduk di samping
cowok itu. “Jae, bawa bekal juga?” godanya.
Sungjae
yang sebelumnya sibuk dengan ponsel, langsung menatap benda yang menarik
perhatian Hayoung. Ia lalu terkekeh menanggapinya. “Itu Jongup yang bawa,” kata
Sungjae.
Dengan
jahilnya, Hayoung mengintip apa yang tersembunyi di dalam kotak bekal yang kata
Sungjae adalah milik Jongup. “Wow…” Cewek itu sedikit terkejut. “Kue tar?” seru
Hayoung memastikan sambil menatap Sungjae. Ia bahkan tanpa sadar menarik kotak
bekal pemberian Zelo ke hadapannya.
Sungjae
melirik kotak bekal milik Jongup. “Dia bilang kakaknya ulang tahun.”
Mendengar
itu, Hayoung membatalkan niat untuk membuka tutup kotak bekal itu. Bahkan
tangan Hayoung sudah berada di atasnya. Cewek itu seperti sibuk dengan
pikirannya sendiri. “Kok sama kayak yang Zelo bilang? Ini juga dari kakaknya.”
Nggak
satupun dari antara Sungjae dan Hayoung yang menyadari bahwa ternyata Himchan
berdiri di belakang mereka. Guru muda tersebut sebenarnya nggak berniat ikut
campur dengan perbincangan dua muridnya itu. Namun ada hal yang menarik
perhatiannya terutama tentang kue tar yang di bawa Jongup. Belum lagi ketika
Hayoung benar-benar membuka kotak bekalnya Zelo. Entah mengapa potongan yang
ada justru menyisakan kata ‘YOUNG’. Sementara milik Jongup, tersisa tulisan
‘JAE’.
Beberapa
saat kemudian, Jongup datang dengan membawa baki berisi makanan miliknya dan
Sungjae juga. Di susul Zelo nggak lama kemudian.
Jongup
sedikit terkejut dengan kehadiran Himchan di sana. Ia bahkan menatap kakaknya
dengan sorotan mata penuh tanya. Himchan sendiri yang menyadari maksud Jongup,
mengarahkan matanya agar Jongup melihat ke dua kotak makan di hadapan Hayoung
dan Sungjae.
Dengan
cepat, Jongup menyambar kotak makan tersebut. Ia bahkan menyandingkan keduanya
yang jika di gabungkan akan membentuk kata ‘YOUNGJAE’.
Hayoung
sendiri sepertinya penasaran dengan apa yang menarik perhatian seorang Zelo. Ia
lalu menoleh ke belakangnya dan mendapati Himchan baru saja akan pergi dari
sana. Sementara itu, diam-diam Sungjae menendang pelan kaki Jongup. Sungjae
kemudian memberikan tatapan penuh tanya ketika Jongup mendongak.
“Makan
nih, Jae.” Jongup menyodorkan piring makanan milik Sungjae. Cowok itu
sepertinya beniat mengalihkan perhatian ke tiga temannya yang lain.
Sementara
Zelo, sepertinya ia baru menyadari ketika kotak bekal miliknya bersanding
dengan milik Jongup akan membentuk nama seseorang yang bertahun-tahun hidup
satu atap dengannya. Youngjae. Zelo lalu melirik cepat ke arah Jongup dan
seperti menaruh kecurigaan terhadap cowok itu. Namun Jongup sudah lebih dulu
sibuk dengan makannya.
Zelo
menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi. “Kenapa bisa ngebentuk nama mas Youngjae, sih? Terus itu kotak bekal
punya siapa? Jongup apa Sungjae?” Zelo sibuk dengan pikirannya sendiri dan
bahkan seperti menurunkan minatnya terhadap makanan. Ia sempat menolak ketika
Hayoung menawarinya untuk memesan makanan. Cewek itu bahkan sampai pergi ke
konter makanan seorang diri.
Tiba-tiba
Jongup sedikit tersentak karena ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari
Himchan. “Kamu ngebawa semua sisa kue tar
yang kemarin?” ujar Jongup dalam hati saat membaca pesan dari kakaknya
tersebut. “Kok mas Himchan bisa nuduh
gitu, sih?” tanya Jongup yang lebih untuk dirinya sendiri.
Tak
lama kemudian, Zelo tampak bangkit dan meninggalkan merek berdua tanpa pamit.
Di saat yang bersamaan, Sungjae dan Jongup saling melempar tatapan. Jongup lalu
menunjuk kotak bekal yang ia sendiri tidak mengetahui milik siapa dengan
dagunya.
“Oh,
kata Hayoung itu punya Zelo,” ujar Sungjae seolah tahu maksud tatapan Jongup.
***
Youngjae baru saja
menyelesaikan mata kuliahnya siang itu. Youngjae bahkan sedikit kurang bisa
berkonsentrasi selama perkuliahan tadi. Ia lalu memilih jalan yang melewati
lapangan sepakbola. Youngjae sempat melihat kedatangan Eun Ji yang melangkah ke
sana dari kejauhan. Eun Ji berlajan dengan tatapan kosong. Cewek itu memilih
duduk sendiri di salah satu tribunnya.
Tapi Youngjae sendiri sama
sekali nggak berniat untuk mendekatinya. Bahkan sepertinya rasa bersalah atas
apa yang ia lakukan tadi pagi pada Eun Ji sudah menghilang begitu saja. Ia
terus melangkah sampai akhirnya langkah cowok itu terhenti karena ia bertemu
Naeun dan mereka bahkan sampai berhenti sesaat.
“Mau ke
mana, Na?” tegur Youngjae.
“Mau
ke lapangan, nemuin Eun Ji.”
“Dia
udah di sana,” kata Youngjae sambil menunjuk ke tempat yang sempat di lalui Eun
Ji.
“Makasih,
Young.” Buru-buru Naeun meninggalkan Youngjae sambil mendekap tas karton yang
ia bawa. Sementara Youngjae hanya bisa menatap punggung Naeun yang semakin
menjauh. Ia bahkan sempat teringat sesuatu ketika melihat benda dalam pelukan
Naeun.
Flashback…
Malam
itu hanya segelintir orang yang tersisa usai merayakan ulang tahun Youngjae. Sementara
Youngjae sendiri memilih melesat ke lantai dua rumahnya. Ia membawa serta
beberapa hadiah yang ia terima, termasuk pemberian Naeun.
Youngjae
menutup pintu kamarnya dan meletakkan barang-barang yang ia bawa ke atas kasur.
Youngjae menyambar tas karton pemberian Naeun sambil duduk ditepi tempat tidurnya.
Tangan cowok itu meraih benda di dalamnya. Youngjae meraih sebuah binder dengan
sampul berwarna hitam. Lalu ada selembar kertas yang terlepas dari selipan
kertas. Youngjae memungut kertas itu yang tergeletak di lantai.
“Transkrip
nilai punya Eun Ji?” gumamnya heran. “Kenapa bisa ada di sini?” Youngjae
membaca tiap detail deretan nilai yang di dapat Eun Ji selama perkuliahannya di
jurusan kedokteran. “Nih cewek kuliahnya terpaksa atau emang dia yang nggak
sanggup ngikutin pelajarannya, sih?” seru Youngjae sedikit meremehkan Eun Ji
karena nilai-nilai cewek itu jauh dari kata baik.
Flashback end…
Diam-diam
Youngjae mengikuti langkah Naeun yang sudah semakin jauh. Youngjae duduk di
undakan teratas. Nggak jauh dari tempat Naeun duduk di samping Eun Ji, hanya
beberapa undakan di bawahnya. Namun nggak satupun dari dua cewek itu yang
menyadari kehadirannya.
“Eun
Ji, maaf gue baru dateng.” Naeun yang tadi baru saja duduk, langsung merangkul
sahabatnya itu. “Ini,” ujarnya sambil menyodorkan tas karton yang ia bawa tadi.
Eun
Ji menerimanya tanpa curiga. Ia yakin isinya adalah binder miliknya yang kebawa
oleh Naeun kemarin. “Nyantai aja, Na.” Eun Ji berujar, sementara tangannya
sibuk membuka barang pemberian Naeun. Sebuah binder yang sama persis seperti
yang diterima oleh Youngjae. “Masalahnya ada transkrip nilai gue,” lanjut Eun
Ji. Kali ini ia sibuk mencari-cari sesuatu di antara lembaran kertas isi binder
yang masih kosong.
Mendengar
ucapan Eun Ji tadi, Naeun langsung membeku seketika. Begitu pula dengan
Youngjae yang bisa mendengar semua pembicaraan antara Eun Ji dan Naeun.
“Kok
nggak ada, ya?” ujar Eun Ji untuk dirinya sendiri. Ia bahkan sampai memeriksa
tas karton tadi. “Naeun,” seru Eun Ji yang sudah menatap cewek di sampingnya.
Naeuh
hanya bisa menelan ludahnya dan nggak sanggup menatap mata Eun Ji. “Ji, gue
nggak tau kalo di binder itu ada transkrip nilai lo.”
Eun
Ji sepertinya nggak terlalu menangkap maksud ucapan Naeun yang sepertinya
sedikit merasa bersalah. “Terus, keselip di mana dong, ya?” Eun Ji sibuk
mengingat-ingat.
“Kemarin
Namjoo maksa gue dateng ke ulang tahun Youngjae. Semua serba mendadak. Dan
karena gue nggak sempet nyari hadiah, akhirnya gue ngasih binder yang baru lo
beli kemarin itu,” jelas Naeun. Ia masih nggak berani ngelirik ke mata Eun Ji.
“Youngjae?”
seru Eun Ji memastikan sambil menoleh cepat. “Kemungkinan dia udah nemuin
transkrip nilai gue, dong?” ujarnya panic. “Kenapa harus dia, sih!”
“Maafin
gue ya, Ji.” Naeun menyentuh pundak Eun Ji sambil menatap cewek itu penuh rasa
bersalah. “Gue nggak…”
“Nyantai
aja lah, Na.” Eun Ji memotong ucapan Naeun. Lalu ia terdiam sesaat. Rasanya ada
yang janggal. Eun Ji ingin memastikan sendiri bahwa nggak ada yang
memperhatikannya terutama ketika histeris karena masalah binder berisi
transkrip nilainya yang sudah melayang ke tangan Youngjae. Saat menoleh ke
belakang, ia membeku seketika. Youngjae masih di sana dan menatapnya dengan
sorot mata datar.
“Eun
Ji,” panggil Naeun sambil menyenggol lengan Eun Ji namun tatapannya mengarah ke
tempat berbeda. Ke tempat munculnya Daehyun. Naeun juga sepertinya nggak
menyadari keberadaan Youngjae di belakang mereka.
“Ji,
ini beberapa materi tambahan yang gue dapet dari semester satu,” ujar Daehyun.
Di tangannya sudah ada tumpukan kertas yang ingin ia berikan pada Eun Ji.
Eun
Ji akhirnya menoleh dan sesaat melupakan keberadaan Youngjae. “Makasih Dae,”
ujarnya setelah menerima barang-barang pemberian Youngjae. “Ini buat Ilhoon
juga. Gue nggak mau dia kayak gue.”
Daehyun
hanya mengangguk mengerti. “Kalo butuh apa-apa, kabarin gue aja. Terus, kapan
lo mau ngurus perbaikan nilai-nilai lo? Kalo udah cetak transkrip nilai,
langsung urus aja biar cepet.”
Eun
Ji sempat mengawasi perubahan raut wajah Naeun saat Daehyun membahas tentang
transkrip nilainya. “Iya, nanti bakal gue cetak.”
“Kalo
gitu, gue tinggal bentar ya?” Daehyun sudah mengulurkan tangannya ke hadapan
Naeun yang langsung saja di balas cewek itu.
Eun
Ji hanya terkekeh mengerti tentang sepasang kekasih dihadapannya itu. “Ya udah
sana gih kencan. Gue mau nyari Bomi aja buat nemenin makan,” ujar Eun Ji yang
juga sudah bersiap untuk meninggalkan tempat itu.
“Kita
duluan ya,” pamit Naeun.
Setelah
dua temannya itu pergi, senyum Eun Ji langsung memudar. Ia lalu menghela napas
kasar. Eun Ji sempat melirik kembali ke tempat Youngjae tadi berada. Namun
hanya punggung cowok itu yang terlihat karena Youngjae sudah melangkah
meninggalkan tribun lapangan.
***
Bomi
dan Eun Ji tiba di sebuah café. Mereka sengaja datang ke sana dari kampus. Dua
cewek itu memilih tempat yang sedikit dalam. Salah satu pelayan di sana sudah
melihat kedatangan Bomi dan Bomi sendiri langsung mengisyaratkan pelayan itu
untuk melayaninya.
“Lo
kayak udah kenal gitu sama pelayan yang tadi?” bisik Eun Ji. “Lo sering makan
di sini?” lanjutnya bahkan setelah mereka duduk.
Bomi
tersenyum penuh arti ketika pelayan yang dimaksud menghampiri mejanya. “Dia
adenya Daehyun.”
“Hah?”
Eun Ji terperangah hebat. Ia lalu melirik pelayan tersebut yang ternyata adalah
Jongup. “Lo adenya Daehyun?”
Jongup
tersenyum lebar. “Saya Jongup,” ujarnya pelan karena ia masih dalam posisi
bekerja. “Mba Eun Ji, ya?” tebaknya.
Eun
Ji mengangguk membenarkan. “Iya, gue Eun Ji.”
“Kayak
biasa, Jong. Tapi gue pesen dua,” ujar Bomi. Dan Jongup langsung mencatat
pesanan Bomi dengan lancar bahkan tanpa ada pengulangan. “Mas Himchan udah
pulang apa masih di sekolah?”
Jongup
terkekeh mendengar pertanyaan tambahan dari Bomi. “Kurang tau deh mba. Tadi sih
liat mas Himchan udah ke luar sekolah, tapi nggak tau langsung pulang atau ada
urusan lain,” jelasnya. “Bentar ya.” Jongup lalu meninggalkan meja Bomi dan Eun
Ji.
“Ya
ampun, lo masih cinta mati sama si kakaknya Daehyun itu?” goda Eun Ji.
Bomi
hanya tersenyum misterius. “Lo nggak akan kebayang senengnya gue kalo lagi
ngeledekin dia.”
Eun
Ji berdecak sambil geleng-geleng kepala melihat kelakuan temannya itu. “Kenapa
nggak lo tembak aja sih sekalian?” desaknya. “Syukur-syukur lo di terima sama
mas Himchan lo tersayang,” ledek Eun Ji sambil terkekeh. Tepat dengan
kedatangan Jongup yang membawakan minuman pesanan mereka.
“Walau
gue adik kandungnya mas Himchan, tapi gue lebih seneng liat mba Bomi bahagia
sama cowok lain. Contohnya sama mas Eunkwang mungkin,” seru Jongup menimpali
ucapan Eun Ji yang sempat di dengarnya barusan dan sukses membuat Bomi
cemberut.
Bomi
mencibir tak suka. “Nggak deh sama bos kamu yang satu itu.”
Eun
Ji membulatkan mata mendengar ucapan Bomi dan Jongup tadi. “Eunkwang mantan lo,
Bom?” serunya antusias. Eun Ji lalu melirik Jongup yang masih di sana. “Dia
pemilik café ini?”
Jongup
hanya mengangguk sebelum kembali meninggalkan meja Bomi dan Eun Ji.
“Tapi
kok lo masih mau ke sini, sih?” tanya Eun Ji heran mengingat Bomi selalu malas
jika membahas Eunkwang.
“Terpaksa,
kalo bukan karna Jongup kerja part time di
sini dan gantian sama Daehyun buat ngawasin Jongup. Tapi kalo gue beruntung,
bisa ketemu mas Himchan juga.”
“Akh,
gue pengen banget liat tampang pangeran lo secara langsung. Waktu ke rumah
Daehyun, dia selalu nggak ada.”
Tak
lama, Jongup sudah datang bersama sebuah baki berisi makanan pesanan Bomi dan
Eun Ji.
“Wow…
cepet juga nih pelayanannya,” puji Eun Ji.
“Secara
yang pesen tamu istimewa mantannya si bos,” goda Jongup sambil meletakkan
piring-piring makanan ke atas meja. Ia bahkan hanya terkekeh ketika Bomi
menghadiahinya tatapan tajam.
“Oh,
ada Eunkwang di dalam?” tanya Eun Ji penasaran.
“Mau
aku panggilin?” tawar Jongup setengah bercanda.
Eun
Ji terkekeh mendengarnya. “Akh, sakit!” Eun Ji meringis karena Bomi menendang
kakinya dari bawah meja.
“Balik
kerja sana, Jong!” kata Bomi kesal setengah memerintah pada Jongup yang
langsung saja menurutinya. “Nyesel gue ngajak lo ke sini,” desisnya tajam
karena Eun Ji masih saja terkekeh.
Di
balik tawanta tadi, tentu saja Eun Ji masih kepikiran dengan transkrip nilainya
yang nggak sengaja ada di tangan Youngjae.
***
“Nomor
407 silahkan,” kata satpam sebuah Bank pada Youngjae. Youngjae lalu menuju meja
teller yang ternyata milik Yongguk.
“Selamat
siang. Ada yang bisa di bantu?” sapa Yongguk ramah sambil menatap Youngjae
lekat-lekat.
Youngjae
duduk di kursi yang tersedia. “Saya mewakili Yoon Doojoon dari Paradise Grup.
Katanya ada sedikit masalah tentang pembukuan transfer kemarin.”
Yongguk
mengangguk mengerti. “Memang ada salah konfirmasi dari pihak pengirim. Bisa
saya lihat datanya?” pintanya, sementara Youngjae langsung mencari
barang-barang yang dimaksud dalam ranselnya. “Saya periksa ke dalam sebentar,”
ujar Yongguk lalu bangkit dari sana sambil membawa serta lembaran-lembaran
kertas yang ia terima dari Youngjae.
Sambil
menunggu, Youngjae sibuk memainkan ponselnya. Sementara itu, di meja tepat di
sampingnya duduk seorang pemuda. Youngjae sempat menoleh sesaat. Namun sedetik
kemudian, Youngjae kembali menoleh dengan cepat. “Itu bukannya cowok yang kemarin gue liat sama Eun Ji di supermarket?” gumam
Youngjae dalam hati saat menyadari sosok Ilhoon di sana.
Beberapa
saat kemudian, Yongguk sudah kembali dan duduk di kursinya. “Sudah diperbaiki,”
ujarnya lalu menyodorkan selembar kertas di hadapan Youngjae. “Tolong tanda
tangan di sana.”
“Sibuk
nih mas Yongguk?” goda Ilhoon yang memang sudah mengenal Yongguk karena ia
sering datang ke Bank tersebut dan hampir selalu dilayani oleh Yongguk.
Yongguk
hanya terkekeh meresponnya. “Kok baru dateng? Dua hari lalu padahal udah bisa
di urus loh uang untuk kuliahnya. Atau biasanya kakak kamu yang ngambil.” Meski
di selingi pembicaraan ringan dengan Ilhoon, namun Yongguk tetap melayani
Youngjae dengan baik.
“Kak
Eun Ji juga nggak sempet, mas.”
Youngjae
yang sedang membereskan kertas-kertas di tangannya, sempat membeku sesaat
ketika mendengar Ilhoon menyinggung tentang Eun Ji. “Jadi dia adiknya Eun Ji?”
“Terima
kasih. Selamat siang,” ujar Yongguk sambil berjabat tangan dengan Youngjae
karena urusan mereka telah selesai.
“Siang,”
balas Youngjae sebelum benar-benar meninggalkan meja Yongguk. Youngjae sendiri
juga nampaknya tidak terlalu terburu-buru meninggalkan tempat itu.
“Eun
Ji yang kuliah kedokteran di National University, kan?” Yongguk melanjutkan
obrolannya dengan Ilhoon. “Adik saya kuliah kedokteran di sana juga. Namanya
Daehyun.”
Youngjae
yang memang sengaja memperlambat langkah, sampai berhenti ketika Yongguk
menyebut nama Daehyun. Orang yang ia kenal juga kuliah kedokteran di kampus
yang sama dengannya, National University.
“Kayaknya
aku pernah denger kak Eun Ji cerita kalo dia punya temen yang namanya Daehyun
juga.”
Setelah
mendengar Ilhoon berbicara tadi, Youngjae benar-benar melanjutkan langkah dan
nggak ingin mendengar kelanjutan obrolan Ilhoon dan Yongguk.
***
Zelo
baru saja menyelesaikan kegiatan ekskul fotografinya. Namun ia masih belum
bosan membidik lensa kameranya ke berbagai sudut. Kali ini cowok itu menangkap
sosok seorang cewek di kejauhan. Merasa seperti mengenal cewek itu, Zelo
menekan tombol ‘zoom’ sampai beberapa kali hingga akhirnya ia mengukir senyum.
“Hayoung!”
teriak Zelo setelah menurunkan kameranya. Hayoung sendiri tampaknya menyadari
panggilan Zelo. Melihat itu, Zelo langsung melesat menyeberangi lapangan
upacara untuk sampai ke tempat Hayoung berada.
“Lo
baru selesai juga?” tanya Hayoung ketika Zelo sudah berada di hadapannya.
Zelo
mengangguk cepat setelah itu ia melangkah tepat di samping Hayoung. “Oiya, tadi
di kelas gue nggak sempet nanya. Potongan kue tar di kantin tadi siapa yang
bawa? Jongup apa Sungjae?”
“Oh,
itu punya Jongup,” kata Hayoung sambil menatap ke tempat Zelo berada.
“Ngomong-ngomong, lo nggak pernah ngedesak Jongup buat ngelunasin kamera lo,
kan?” tanya Hayoung sebelum Zelo sempat sibuk dengan pikirannya sendiri tentang
kasus kue tar.
“Seharusnya gue emang udah ngelakuin itu.
Tapi nggak tau kenapa gue sama sekali nggak bisa ngelakuin itu ke Jongup,” batin
Zelo. “Nggak kok. Gue nyantai aja.”
Hayoung
tampak menghela napas, lega. “Syukur deh.”
Diam-diam
Zelo menatap curiga cewek di sampingnya. “Hubungan lo dan Jongup udah sedekat
apa?”
Hayoung
menoleh cepat. Ia bahkan sampai menghentikan langkah. Sedikit cukup tersentak
dengan pertanyaan Zelo tadi. Belum lagi tatapan cowok itu yang sulit diartikan.
Zelopun ikut berhenti sambil menunggu respon Hayoung selanjutnya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar