Author :
Annisa Pamungkas (@nniissaa11)
Main Cast :
B.A.P (Yongguk, Himchan, Daehyun, Youngjae,
Jongup, Zelo [Junhong])
Support cast :
A-Pink (Chorong, Bomi, Naeun, Eun Ji, Namjoo,
Hayoung), G.Na (Soloist), B2ST (Doojoon),
BtoB
Genre
: romance, family,
brothership
Length :
chapter
***
“Kalo
nggak mau cerita juga gapapa kok, Young.” Zelo lalu melanjutkan langkahnya yang
sempat terhenti.
Cepat-cepat
Hayoung menahan tangan Zelo. “Zel, tunggu.”
Zelo
menatap lembut karena ia nggak mau memaksa cewek di sampingnya itu. “Hayoung
gue nggak…”
“Kakaknya
Jongup pacaran sama mba Chorong, kakak gue.” Hayoung menyela ucapan Zelo.
“Sedikit banyaknya gue tau tentang cerita keluarga mereka. Jongup udah nggak
punya ayah. Sedangkan ibunya kurang memperhatikan dia dan ke tiga kakaknya
karena frustasi pernah kehilangan dua anaknya sekaligus.”
Zelo
membeku mendengar cerita keluarga Jongup.
“Jongup
nggak mungkin minta uang ke kakak-kakaknya untuk ganti kamera lo yang rusak.
Dia akhirnya kerja part time di café
milik kakaknya Sungjae,” lanjut Hayoung. “Makanya gue minta sama lo jangan
pernah sekalipun mendesak Jongup buat cepat ngeganti kamera lo. Dia juga nggak
mungkin lari dari tanggung jawabnya.”
Karena Zelo cukup lama
merespon ucapannya, Hayoung memilih kembali melanjutkan langkahnya. Namun Zelo
juga cepat menyadarinya dan langsung menyambar tangan Hayoung.
“Apa
itu juga alasan lo selalu peduli ke dia?”
Hayoung
membalikkan badan. “Maksud lo, Zel?” tanyanya bingung.
Zelo
menghembuskan napasnya. Ia lalu menatap Hayoung tepat di mata cewek itu. “Lo
suka sama Jongup?”
Mendengar
itu, Hayoung justru terkekeh. “Nggak lah, Zel. Jongup udah suka sama orang
lain. Begitu pula dengan gue. Udah ya,” ujarnya buru-buru. Hayoung langsung
balik kanan dan memperbesar jaraknya dengan Zelo. Dalam hati cewek itu merutuki
diri. “Mudah-mudahan Zelo nggak curiga
apa-apa.”
“Young!
Hayoung!” teriak Zelo, namun cewek yang di maksud seperti nggak mendengarnya.
***
Daehyun
dan Bomi menemani Naeun menunggu taksi di halte dekat gerbang kampus mereka.
Nggak lama, Eun Ji dan Ilhoon melintas di depan mereka. Mereka saling sapa
karena Eun Ji akan pulang bersama adiknya, Ilhoon. Namun nggak ada yang
menyadari bahwa Naeun masih menyimpan rasa bersalahnya pada Eun Ji.
Eun
Ji hanya menunjukkan senyumannya agar Naeun nggak terlalu memikirkan hal itu.
“Itu
taksinya,” seru Daehyun memecah keheningan. Ia lalu mengisyaratkan agar taksi
berhenti. Daehyun kemudian membukakan pintu untuk Naeun.
Naeun
tersenyum haru untuk Daehyun. “Makasih, Dae.”
“Hati-hati,”
ujar Bomi tepat sebelum Daehyun menutup pintu taksi. Ia dan Daehyun kemudian
langsung bersiap untuk pulang karena Daehyun juga sudah membawa motornya ke
luar.
Dari
dalam taksi, Naeun melihat Daehyun dan Bomi pergi ke arah yang berlawanan.
Setelah itu, menyandarkan pundaknya ke jok mobil dengan gelisah. “Gue harus ngambil transkrip nilainya Eun Ji
ke Youngjae,” tekadnya. Kebetulan, mobil Youngjae juga sempat melintas di
samping taksi yang dihuninya.
“Pak,
ikutin mobil tadi,” ujarnya pada sopir taksi.
Setengah
jam kemudian, mobil Youngjae terlihat berhenti di depan pagar rumahnya. Naeun
sendiri langsung ke luar dari taksi lalu menghampiri Youngjae.
***
Sore
itu, Namjoo terlihat baru saja menyelesaikan kegiatan pemotretannya di sebuah
studio foto. Namjoo berjalan menuju area parkir. Kebetulan cewek itu
mengendarai sendiri mobilnya. Saat akan membua pintu, ada tangan seseorang yang
menahannya. Buru-buru Namjoo menoleh.
“Hyunsik!”
serunya sedikit terkejut.
Cowok
yang ia panggil Hyunsik tadi hanya tersenyum manis. “Kejutan,” serunya riang.
Bahkan Hyunsik sudah membuka tangannya lebar-lebar seakan siap menerima hadiah
pelukan untuk Namjoo.
Namjoo
sendiri tanpa sadar sudah menghempaskan tubuhnya ke dekapan Hyunsik. Ia memang
sudah sangat merindukan kekasihnya itu. “Kamu bilang nggak bisa pulang?”
Hyunsik
terkekeh mendengar suara manja yang ke luar dari bibir Namjoo. “Aku emang nggak
dapet libur lama. Aku ingin kita tunangan.”
Namjoo
langsung menjauhkan tubuhnya dan menatap dalam cowok dihadapannya. “Gimana sama
mba Chorong kalo kita tunangan duluan?”
“Minggu
depan mba Chorong lamaran. Jadi kita sekalian tunangan aja. Aku juga udah
bilang sama keluarga aku. Dan mereka semua setuju,” jelasnya. “Kita omongin
sekalian jalan aja,” sambung Hyunsik lalu menarik Namjoo dan membukakan pintu
penumpang untuk kekasihnya itu. Hyunsik sempat merebut kunci mobil di tangan
Namjoo sebelum ia menuju kursi kemudi.
“Aku
seneng kalo mba Chorong akhirnya bakal nikah juga,” gumam Namjoo saat mobilnya
yang dikendarai Hyunsik sudah meninggalkan area parkir gedung. “Sama mas
Yongguk, kan?”
Hyunsik
tampak membeku mendengar pertanyaan Namjoo. Namun ia tetap berusaha untuk focus
menyetir. “Mas Yongguk belum mau nikah,” ujar Hyunsik akhirnya.
Namjoo
menoleh cepat. Ia bahkan sampai menyentuh pundak Hyunsik. “Terus, mba Chorong
bakal nikah sama siapa kalo bukan sama pacarnya?”
Hyunsik
nggak langsung menjawab.
***
“Youngjae!”
panggil Naeun yang bahkan sudah berdiri beberapa meter di belakang cowok itu.
Youngjae
sendiri membatalkan niat untuk membuka pagar rumahnya dan langsung berbalik. “Naeun?”
gumamnya pelan, namun nggak bisa menutupi rasa bahagianya karena cewek yang ia
suka selama ini ada di depan mata. “Ada apa?”
“Lo
belom buka hadiah dari gue, kan? Ada sesuatu yang keselip di situ. Gue mau
ambil, boleh?” pintanya lembut.
Mendengar
itu, perlahan senyuman Youngjae memudar. “Kenapa nggak Eun Jinya langsung yang
minta ke gue?”
“Eh?”
Naeun sedikit tersentak dengan pertanyaan sekaligus nada bicara Youngjae.
Youngjae
sempat menghela napas untuk sedikit menenangkan diri. “Eun Ji yang nyuruh
ngambil transkrip nilainya, kan?” tuduhnya membuat Naeun kembali tersentak.
“Jadi,
lo udah liat?” ujar Naeun takut-takut.
“Udah,”
jawab Youngjae pendek. “Dan kalo Eun Ji mau benda itu, suruh dia yang minta
langsung ke gue. Oke? Makasih udah repot-repot nemuin gue. Kalo lo mau pulang,
gue bersedia nganter.”
Naeun
yang sedikit melamun, langsung tersadar karena perkataan terakhir Youngjae.
“Nggak usah, Young. Gue cari taksi di depan aja,” ujarnya cepat-cepat dan
langsung saja balik kanan lalu meninggalkan Youngjae.
Youngjae
sendiri masih menatap punggung Naeun yang semakin menjauh. “Bener kata Eun Ji.
Gue emang masih suka sama lo. Tapi gue nggak sekalipun berniat ngerebut lo
langsung dari Daehyun.” Youngjae bicara seorang diri.
***
“Ilhoon!
Makan dulu sini!” teriak Eun Ji dari arah dapur apartmennya yang ia tempati
bersama Ilhoon. Cewek itu juga sudah menghidangkan beberapa menu makanan di
sebuah meja bar kecil yang terhubung ke ruang tamu. Tempat itu juga digunakan
oleh keduanya sebagai meja makan.
Nggak
lama, Ilhoon memunculkan diri dari dalam kamarnya sambil mengusap rambutnya
yang basah menggunakan handuk.
“Binder
kakak yang kemaren udah ketemu?” Ilhoon bertanya setelah menempati kursi tepat
di seberang Eun Ji yang saat itu tengah menuangkan air ke dalam gelas.
Eun
Ji mengangguk sambil menyodorkan segelas air putih ke hadapan Ilhoon. “Iya.
Ternyata bener kebawa Naeun.”
Ilhoon
tampak menenggak minuman pemberian Eun Ji tadi.
“Liat
ada kertas-kertas fotokopian di meja belajar kamu, kan? Itu kakak yang bawa
dari Daehyun,” kata Eun Ji lalu menyendokkan nasi ke dalam piring Ilhoon.
Ilhoon
tertegun sesaat mendengar ucapan Eun Ji. “Yang kakaknya kerja di Bank itu, ya?”
ujar Ilhoon memastikan.
“Yongguk?”
Ilhoon
mengangguk cepat. “Tadi pas di Bank aku ketemu. Sempet ngobrol bentarlah,”
jelasnya kemudian.
Belum
sempat Eun Ji menjawab, suara bel sudah lebih dulu menyelanya. Eun Ji sudah
hampir beranjak dari kursi, namun Ilhoon buru-buru menghalanginya.
“Aku
aja yang bukain,” kata Ilhoon yang kemudian langsung melesat ke depan dan meninggalkan
Eun Ji di sana. Nggak lama, karena setelah itu Ilhoon sudah kembali sambil
mengajak seseorang. “Mas Peniel nih, kak.”
Eun
Ji mendongak dan mendapati salah satu temannya di sana. “Ada apaan, Niel? Lo
sampe repot-repot ke sini. Oiya, ayo makan sekalian.”
Cowok
bernama Peniel tersebut duduk di samping Ilhoon. Ia juga sambil menyodorkan
sebuah amplop coklat ke hadapan Eun Ji. “Bayaran untuk kostumnya Namjoo
kemarin.”
“Lanjut
makan lagi nih nanti?” goda Ilhoon yang di balas kekehan oleh Peniel dan Eun Ji
sendiri.
“Makasih,
Niel. Makan, yuk.” Eun Ji menyodorkan sebuah piring bersih ke hadapan Peniel
yang dengan senang hati diterima cowok itu.
“Ngeliat
apa yang udah lo dapet dari ngedesain pakaian, gue jadi pengen nyulik lo ke
Jogja. Bakal ada event besar. Jadi lo nggak usah kuliah kedokteran lagi,” kata
Peniel. “Kadang gue nyesek liat prestasi lo di kampus.”
Eun
Ji tampak menghela napas. Pasrah dengan nasibnya yang harus terpenjara di
tempat yang sama sekali nggak dia inginkan. “Mau gimana lagi, Niel?”
“Bener,
mas. Kalo mau nyulik kak Eun Ji, nanti bakal Ilhoon bantuin. Apapun itu.”
“Bener,
ya?” tanya Peniel setengah menantang.
“Beres,”
tegas Ilhoon. “Ayo makan, mas.”
Eun
Ji menatap kedua cowok dihadapannya. Hanya mereka yang mendukung bakatnya di dunia
seni. Peniel bahkan menyalurkan hobi dan bakat Eun Ji hingga menghasilkan
sebuah pekerjaan sampingan yang sangat dinikmati cewek itu.
***
“Punya
flashdisc nggak, Dae?”
Daehyun
yang sedang mengerjakan tugas kuliahnya, langsung menoleh ketika ada seseorang
yang berbicara kepadanya. Ternyata Yongguk yang hanya menyembulkan kepalanya di
balik pintu. “Waah… kebawa Bomi, mas. Jongup mungkin punya.”
“Mas
aja yang nyari,” sela Yongguk saat Daehyun sudah berinisiatif untuk bergerak ke
tempat meja belajar Jongup berada. Yongguk membuka laci teratas. Dan ia
menemukan sebuah kartu memori yang biasa di gunakan pada kamera. “Cuma ada
ini.” Yongguk menunjukkan benda yang ada di tangannya. “Pinjem bentar aja,
kok.”
Daehyun
mengangguk cepat. Sedetik kemudian Yongguk melesat pergi dari kamar dua adiknya
itu. Yongguk langsung kembali ke kamarnya yang juga di tinggal Himchan ke luar.
Yongguk duduk di depan laptopnya yang ia letakkan di atas meja belajar yang
kini fungsinya sebagai meja kerja.
Nggak
lama kemudian, Himchan kembali dengan membawa segelas susu coklat dan secangkir
kopi hitam. Untuk kopi, ia letakkan di samping laptop Yongguk.
“Novel
apa sih, mas? Kok tumben kebagian yang itu?” seru Himchan.
“Kata
temen mas sih bukan cerita cinta. Makanya, kamu bantuin, ya? Soalnya mas lagi
ngedit buku traveling, nih.” Yongguk berbicara sambil tetap focus ke layar
laptop di hadapannya. Himchan hanya menganggukkan kepala. “Cuma jadi pembaca
pertama aja. Kalo emang semisalnya bagus, bakal di proses lebih lanjut. Minta
tolong salah satu murid kamu juga boleh,” lanjut Yongguk.
Himchan
yang baru akan membuka ranselnya, sempat berhenti sesaat ketika mendengar
Yongguk berkata seperti itu. Himchan melirik penuh minat ke arah kakaknya.
Yongguk
yang menyadari gelagat aneh Himchan, juga menoleh perlahan. Yongguk berdecak
seakan tahu apa yang ada di benak Himchan. “Pasti bakal milih murid yang
cantik, nih? Inceran kamu ya?” ledek Yongguk.
Himchan
terkekeh mendengarnya. “Kalo nggak terlalu deket sama Jongup juga udah pasti
aku deketin, mas,” candanya. Nggak lupa Himchan juga mempersiapkan laptopnya di
atas meja yang letakknya bersampingan dengan milik Yongguk.
“Guru
yang punya pacar lebih dari satu pasti cuma kamu aja, nih. Mau di jadiin yang
keberapa lagi?”
“Nggak
usah dipertegas juga kali, mas!” protes Himchan namun dengan ekspresi seolah
malu-malu yang sukses membuat Yongguk menatapnya jijik. Namun tentu saja
Himchan hanya bercanda melakukannya.
***
Bomi
berlari-lari kecil menyeberangi rumahnya dan menuju ke rumah keluarga Himchan.
Saat membuka pagar, ia menemukan Jongup duduk sendiri di kursi yang berada di
teras rumahnya.
“Tumben
di luar. Nggak belajar?” tegur Bomi.
“Eh,
mba Bomi?” seru Jongup yang sediki tersentak dengan kehadiran Bomi di rumahnya
malam itu. “Udah kok. Mba Bomi nyari mas Himchan? Tadi sih lagi di kamarnya.
Nggak tau deh mau ngerjain apa sama mas Yongguk,” jelas Jongup yang sudah
hampir tahu kebiasaan Bomi ke sana.
Bomi
lalu duduk di salah satu dari tiga kursi yang tersisa. “Nggak juga, sih. Hmm…
temenin minum wedang ronde yuk, Jong.”
Jongup
menoleh cepat sambil mempertimbangkan ajakan Bomi. “Berdua aja, nih?”
Bomi
hanya mengangguk membenarkannya. Sedetik kemudian, Jongup berdiri sebagai
reaksi menyetujui ajakan Bomi. Mereka lalu pergi, bahkan Jongup sampai nggak
pamit pada kakak-kakaknya.
***
Malam
itu, Zelo berdiam diri di tepi kolam renang pribadi rumahnya. Pikiran cowok itu
seakan melayang. Zelo duduk sambil menekuk lutut. Sementara salah satu
tangannya ia celupkan ke air dan merasakan dinginnya air kolam. Zelo bahkan
nggak tahu kalau Youngjae juga termenung di tepi balkon kamarnya yang langsung
mengarah ke kolam renang.
“Kenapa
gue kepikiran omongannya Eun Ji terus tentang Naeun?” keluh Youngjae. Sedetik
kemudian ia mengacak rambutnya, frustasi.
Klik!
Klik!
Youngjae
seakan tersadar dari lamunannya ketika mendengar suara kamera. Ia sudah hampir
meneriaki Zelo, namun langsung ia batalkan karena ternyata Zelo sedang duduk
diam di tepi kolam tanpa membawa kamera. Youngjae tampaknya baru menyadari
kejadian itu. Dan kini ia sibuk berpikir siapa yang tengah memainkan kamera.
“Ternyata
masih bagus.”
Youngjae
melihat ke bawah balkon. Ada seseorang yang berbicara di sana. Nggak lama,
muncul sosok Doojoon yang kini tengah mengarahkan kameranya ke tempat Zelo
berada. Namun tampaknya Zelo sama sekali nggak bergeming.
Klik!
Klik!
Doojoon
masih saja menjadikan Zelo objek fotonya. “Waah… Zelo ada bakat jadi model juga
rupanya?” ujar Doojoon sedikit memuji. Ia sepertinya tidak tahu jika Zelo
tengah melamun.
“Kamera
baru, om?” tegur Youngjae dari balkon.
Doojoon
langsung berbalik dan melihat ke atas. “Kamera yang rusak kemarin, Young. Zelo
bilang lagi dibenerin. Padahal sama sekali nggak. Ya udah, om bawa aja. Cuma ganti
lensa doank,” jelas Doojoon.
Zelo
mendongak setelah mendengar perkataan Doojoon. Ia bahkan sampai berdiri
tiba-tiba. “Itu kamera yang kemarin rusak, pa?” seru Zelo sedikit heboh. Ia
bahkan sudah melesat mendekati Doojoon lalu menyambar kamera di tangan ayahnya.
Zelo memeriksa tiap detail bagian kamera tersebut. “Sial. Ternyata cuma ganti
lensa doank?” desisnya.
Doojoon
menatap Zelo curiga. “Emang cuma rusak di lensa aja kan, Zel?” tanya Doojoon
memastikan. “Oh, iya. Layarnya juga sedikit retak. Tapi udah diganti.”
Zelo
mengembalikan kamera dengan perasaan mencelos. “Zelo udah sempet nanya temen,
katanya rusak di beberapa bagian. Dan susah di cari juga penggantinya itu. Mau
nggak mau harus beli kamera baru.”
“Lo
di bohongin, Zel,” tegas Youngjae yang mendengarkan semua perkataan Zelo.
“Youngjae
bener. Nyatanya papa bisa dapet semuanya, kan? Emang kamunya aja yang kurang
ngerti tentang kamera.”
Zelo
sudah membuka mulutnya, namun nggak ada yang berhasil ia katakan. Hanya karena
sebuah kamera, ia sudah menyusahkan hidup seseorang.
“Oiya,
papa juga nggak nemu kartu memorinya di dalam kamera,” ujar Doojoon sambil
menepuk pundak Zelo. Sementara tangannya yang lain kembali merebut kamera yang
tadi masih di tangah Zelo. “Jangan lama-lama di luar. Angin malam nggak bagus
buat badan,” kata Doojoon sebelum meninggalkan Zelo yang masih terdiam di sana.
***
Bomi
membawakan secangkir wedang ronde yang langsung di terima oleh Jongup. Mereka
duduk di trotoar jalan yang memang hampir selalu ramai di malam hari.
“Gimana
perkembangan hubungan mba Bomi sama mas Himchan?” tanya Jongup memulai obrolan
mereka.
Bomi
hanya terkekeh mendengarnya. “Nggak ada yang berubah. Masih kayak yang terakhir
kali kamu liat, Jong.” Ia kemudian sibuk menikmati minuman di tangannya.
“Kenapa
nggak cari cowok lain aja, sih? Mba Bomi terlalu baik buat mas Himchan. Mas
Eunkwang juga kayaknya masih cinta tuh sama mba? Nggak mau balikan aja? Dia
baik banget, loh.”
Mendengar
Jongup menyebut nama Eunkwang, Bomi langsung berdecak kesal. “Iya, tahu. Tapi
aku sama sekali nggak punya perasaan apa-apa sama dia. Bahkan waktu kita dulu
sempet pacaran. Kamu juga nggak akan ngerti deh sama apa yang terjadi di hidup
aku.”
Jongup
justru kini yang terkekeh mendengar keluhan Bomi tentang hidupnya. “Ya karena,
mba nggak pernah cerita.”
Bomi
menghela napas berat. “Walau aku pacaran sekalipun sama mas Himchan, tetep aja
yang menentukan kita bisa nikah atau nggak itu papa aku.”
Jongup
menoleh cepat. “Kok gitu? Emangnya mba nggak boleh pacaran?”
“Papa
bilang dia yang bakal milih calon suami aku nantinya. Dia janji akan milih yang
terbaik.”
“Terus,
mba bakal nerima gitu aja?”
“Pernikahan
tanpa restu orang tua itu nggak akan berjalan mulus,” ujar Bomi pasrah.
Kali
ini Jongup yang mendesah berat. “Mba beneran tulus ya cinta ke mas Himchan?”
“Ya
tulus lah. Tapi mau di apain lagi? Mas Himchan udah milih cewek lain.”
“Terus,
mba nggak sakit hati, gitu?”
Merasa
ada yang janggal dari pertanyaan Jongup, Bomi menoleh cepat membuat Jongup
sedikit terkejut dan seperti menutup-nutupi sesuatu. “Lo lagi ngerasain hal
yang itu, ya?” tebak Bomi dengan tatapan menyelidik.
“Hah?”
seru Jongup yang tampaknya sedikit nggak siap dengan pertanyaan Bomi. “Ketebak
ya?” tanya Jongup gugup membuat Bomi menertawainya.
“Sama
siapa, Jong? Temen sekelas kamu?”
Jongup
hanya mengangkat bahu. “Lucu nggak, sih? Kita tuh sebenernya belom kenal secara
langsung. Aku cuma pernah ketemu dia sekitar dua atau tiga kali. Tapi aku
pernah denger sedikit cerita tentang dia. Dan dia tadi nggak sengaja dateng ke
cafénya mas Eunkwang sama pacaranya.”
Bomi
hanya terperangah dengan cerita Jongup tanpa bisa berkata-kata.
***
Yongguk
melihat-lihat foto-foto yang ternyata ada di dalam kartu memori yang ia pinjam
dari Jongup. Didominasi foto-foto perempuan bersama anak kecil. Mungkin juga
menggambarkan suasana hangat antara ibu dan anak. Ada juga foto wanita hamil.
Dan hampir semuanya diperoleh dari tempat-tempat umum.
“Sejak
kapan Jongup mengoleksi foto kayak gini?” gumam Yongguk sambil berpikir. Ia
sempat menoleh sekilas ke tempat Himchan berada.
“Apaan?”
seru Himchan, namun Yongguk tidak mengatakan apa-apa.
Yongguk
kembali mengalihkan tatapannya pada foto-foto yang terpampang di laptopnya.
Kemudian muncul beberapa foto Youngjae yang diambil saat cowok itu baru bangun
tidur dan berdiri di balkon. Yongguk juga nggak bereaksi apa-apa. Mungkin ia
lupa pernah bertemu cowok itu di Bank tadi siang.
Himchan
sempat melirik sekilas ke arah laptop Yongguk. Namun nggak ada yang menarik
perhatiannya. Himchan sudah kembali menoleh ke tempat laptopnya berada, namun
hanya sekilas karena kali ini ada foto seseorang yang membuatnya kembali
mengarahkan tatapan ke laptop Yongguk. Himchan bahkan sampai sedikit memajukan
tubuhnya agar bisa melihat dengan jelas.
“Zelo?”
gumam Himchan tanpa suara saat slide foto menampilkan gambar diri salah satu
muridnya itu. “Itu foto siapa, mas?” tanya Himchan pura-pura nggak tahu.
“Nggak
tahu juga. Mas cuma pinjem dari Jongup,” jelas Yongguk.
Himchan
mengangguk mengerti. Ia juga nggak mungkin menceritakan bahwa Jongup merusaki
kamera temannya. “Aku ke luar dulu, mas.” Himchan langsung melesat pergi
sebelum Yongguk sempat meresponnya.
Yongguk
sendiri juga nggak menaruh kecurigaan apapun terhadap Himchan. Ia lalu lebih
memilih kembali menelusuri tiap foto yang tersimpan di dalam kartu memori
tersebut. Kembali, slide foto menampilkan gambar-gambar seorang wanita bersama
anak kecil yang terlihat seperti anak mereka.
“Mungkin
ini punya temennya Jongup,” kata Yongguk untuk dirinya sendiri.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar